Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN

“Skala Usahatani dan Produktivitas Faktor Produksi


Petani Gurem”

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Ahmad Hanafi H0818006
Gigih Yusuf Kusuma H0818036
Leni Irawati H0818057
Naufal Arrahman Surya H0818075
Riza Afifah H0818089
Sheila Megawati V G H0818095
Vania Dwike Hapsari H0818103

Kelas : Ekonomi Produksi Pertanian B

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN UNS
SURAKARTA
2020

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberi karunia, rahmat dan
kasih sayang-Nya. Atas kehendak-Nya pula penulis dapat menyelesaikan Makalah
Ekonomi Produksi Pertanian dengan Judul “Skala Usahatani dan Produktivitas
Faktor Produksi Petani Gurem” sebagai tugas mata kuliah Ekonomi Sumberdaya
Pertanian semester IV. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya di hari akhir kelak.
Pada penyusunan makalah ini, penulis didukung oleh bantuan bimbingan,
dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih
kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar.
2. Dosen Pengampu yang telah membimbing penulis dalam pembelajaran mata
kuliah Ekonomi Produksi Pertanian.
3. Orang tua penulis yang senantiasa memberi dukungan dan semangat sehingga
penulis mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik.
4. Teman seperjuangan dan semua pihak yang memberi dukungan dan bantuan
penulis dalam menyusun makalah ini.
Penulis sadar, dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan.Oleh sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan makalah ini.

Surakarta, Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... i
I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Perumusan Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan Masalah ........................................................................................... 2
II. PEMBAHASAN ............................................................................................... 3
A. Pengaruh Penyempitan Lahan terhadap Skala Usahatani Padi .................. 3
B. Penguasaan Lahan Petani Gurem Padi ........................................................ 4
C. Pola/Sistem Usahatani Gurem Padi ............................................................. 5
D. Produktivitas Petani Gurem Padi ................................................................ 5
E. Penyebab Rendahnya Produktivitas Petani Gurem Padi ............................. 7
F. Permasalahan Permodalan Petani Gurem Padi ............................................ 8
G. Pengaruh Program Bantuan Pemerintah terhadap Produktivitas
Usahatani Gurem Padi ................................................................................. 9
III. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 11
A. Simpulan ...................................................................................................... 11
B. Saran ............................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA

iii
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lahan pertanian dewasa ini menghadapi tantangan dan tekanan yang
semakin kuat terutama oleh persaingan peruntukan bagi pengembangan
industri dan pemukiman, yang semua itu mengancam eksistensi sektor
pertanian dalam hal ketahanan pangan nasional. Masalah penguasaan lahan
telah banyak dikaji, terutama di negara-negara berkembang, yang berkaitan
dengan proses transformasi perekonomian suatu negara. Transformasi
ekonomi mempengaruhi laju transaksi lahan, tetapi dampaknya terhadap
struktur dan distribusi penguasaan lahan berikut implikasinya sangat
beragam.
Di tengah berlangsungnya pembangunan ekonomi yang tidak lagi
menempatkan sektor pertanian pangan sebagai fondasi ekonomi nasional,
berbagai persoalan mendasar masih dihadapi penduduk pedesaan yang
mayoritas bekerja di sektor pertanian. Produktivitas usahati yang rendah,
sempitnya lahan garapan, terjadinya alih fungsi lahan, meningkatnya
penganguran, dan lainnya menyebabkan kesejahteraan penduduk pedesaan
tidak kurung membaik. Minimnya kemampuan penguasaan lahan ini juga
menjadikan para petani sebagai petani gurem dan hampir semua petani di
Indonesia ini adalah petani gurem.
Diantara kelompok petani, yang paling perlu mendapat perhatian
dilihat dari tingkat kesejahteraan dan kaitannya dengan luasan lahan yang
dikuasai adalah petani tanaman pangan, khususnya padi. Padi atau beras
secara nasional merupakan komoditas strategis dengan jumlah rumah tangga
petani padi paling dominan diantara komoditas pangan lain. Oleh karena itu
makalah ini akan membahas persoalan mengenai skala usaha dan
produktivitas faktor produksi petani gurem terkhusus petani padi di
Indonesia.

1
2

B. Rumusan Masalah
Pembahasan yang akan dikupas oleh penulis yaitu meliputi:
1. Bagaimanakah pengaruh penyempitan lahan terhadap skala usahatani
padi?
2. Bagaimanakah penguasaan lahan petani gurem padi?
3. Bagaimanakah pola/sistem usahatani gurem padi?
4. Bagaimanakah produktivitas faktor produksi petani gurem padi?
5. Apakah penyebab rendahnya produktivitas petani gurem padi?
6. Bagaimanakah permasalahan permodalan petani gurem padi?
7. Bagaimanakah pengaruh program bantuan pemerintah terhadap
produktivitas usahatani gurem padi?
C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah, dapat diperoleh tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui pengaruh penyempitan lahan terhadap skala usahatani padi.
2. Mengetahui penguasaan lahan petani gurem padi.
3. Mengetahui pola/sistem usahatani gurem padi.
4. Mengetahui produktivitas petani gurem padi.
5. Mengetahui penyebab rendahnya produktivitas petani gurem padi.
6. Mengetahui permasalahan permodalan petani gurem padi.
7. Mengetahui pengaruh program bantuan pemerintah terhadap produktivitas
usahatani gurem padi.
.

1
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengaruh Penyempitan Lahan terhadap Skala Usahatani Padi


Terdapat dua faktor penyebab terjadinya penyempitan lahan pertanian
berdasarkan daerah hasil penelitian. Pertama, adanya fragmentasi atau
penyusutan kepemilikan lahan pertanian karena pola pewarisan. Akibatnya,
sebagian dari lahan tersebut dijual oleh ahli waris karena dianggap tidak
mencukupi untuk diusahakan secara optimal. Hasil penjualannya
direncanakan untuk modal usaha di luar sektor pertanian. Akan tetapi hanya
beberapa petani yang beruntung dari hasil penjualan lahan tersebut, sehingga
akhirnya sebagian menjadi petani penggarap atau buruh tani di lahannya
sendiri.
Kedua, alih fungsi lahan melalui transaksi penjualan kepada
perorangan atau pengusaha dari luar desa yang notabene kurang mengerti
atau tidak menghiraukan eksistensi lahan pertanian di lokasi setempat.
Biasanya, sebelum dialihfungsikan ke penggunaan nonpertanian, lahan
pertanian tersebut boleh diusahakan oleh petani penggarap sampai batas
waktu yang tidak ditentukan. Namun para petani penggarap diliputi rasa
kekhawatiran mengingat alih fungsi penggunaan lahan yang dimaksud
sewaktu-waktu bisa terjadi dan dapat mengakibatkan mereka kehilangan
pekerjaan.
Dari permasalahan yang telah disebutkan diawal tadi seperti
penyusutan kepemilikan lahan dan juga alihfungsi sehingga menyebabkan
fenomena “guremisasi” cukup gencar terjadi di lokasi penelitian. Dengan kata
lain, skala pemilikan lahan petani menjadi semakin sempit atau bahkan ada
petani yang tidak memiliki lahan lagi (tuna lahan). Fenomena tersebut
berlangsung seiring perjalanan waktu dan menimbulkan dampak sosial.
Di Indonesia, definisi petani kecil lebih sering mengacu pada luas
lahan usahatani. Sayogyo (1977) dalam Susilowati dan Maulana (2012)
mengelompokkan petani ke dalam tiga kategori yaitu petani skala kecil

3
4

dengan luas lahan usahatani < 0,5 ha, petani skala menengah dengan luas
lahan usahatani 0,5 – 1 ha, dan petani skala besar dengan luas lahan usahatani
> 1 ha. Petani gurem merupakan petani yang hanya memiliki luasan lahan
usahatani < 0,5 ha. Jadi fenomena guremisasi ini terkait dengan sempitnya
lahan pertanian yang kurang dari 0,5 ha.

B. Penguasaan Lahan Petani Gurem Padi


Terdapat beberapa fenomena terkait dengan penguasaan lahan pertanian
di lokasi penelitian yaitu:
a. Penentuan pola penguasaan lahan tergantung pada kesepakatan awal
antara pemilik dengan penggarap. Biasanya penerapan pola penguasaan
lahan tersebut dilakukan sejak transaksi jual beli.
b. Tidak semua pemilik lahan menguasakan lahan kepada penggarap dengan
pola yang sama. Umumnya pemilik lahan menguasakan lahannya untuk
digarap secara temporer oleh petani penggarap, namun dalam batas waktu
yang tidak ditentukan. Dengan kata lain, kapanpun lahan tersebut dapat
digunakan oleh pemilik. Konsekuensinya, petani yang menggarap lahan
tersebut harus menyerahkan sepenuhnya kepada pemilik (tanpa syarat).
Biasanya setelah tidak digarap, lahan pertanian yang dimaksud
dialihfungsikan ke lahan non-pertanian (pabrik atau gudang).
c. Penyerahan penguasaan lahan dari pemilik kepada petani penggarap
dapat menyebabkan pengelolaannya menjadi tidak optimal. Bahkan pada
beberapa kasus terjadi pengalihan wewenang pengelolaan lahan ke petani
penggarap berikutnya. Dalam hal ini petani penggarap pertama berperan
jadi manajer atau hanya sebagai perantara saja. Keberadaan petani
penggarap sifatnya musiman (ganti-ganti) sehingga relatif sulit diarahkan
untuk kegiatan suatu program.
d. Pengaruh pemilik cukup tinggi dalam pengelolaan lahan, bahkan lebih
menentukan dibandingkan peran penggarap lahan. Misalnya, apabila
penggarap lahan mau menerapkan anjuran teknologi baru, pemilik lahan
memiliki kekhawatiran terhadap kegagalan (penurunan produksi) yang
berimplikasi pada berkurangnya bagi hasil atau pendapatan yang
5

diperoleh. Jika tidak mengikuti kehendak pemilik lahan, dampaknya dapat


berupa pemutusan hubungan kerjasama. Oleh karena itu, peran pemilik
lahan cukup menentukan dalam penerapan teknologi dan peningkatan
produktivitas lahan.

C. Pola/Sistem Usahatani Gurem Padi


Jenis usahatani utama di lokasi penelitian adalah padi yang ditanam
dua kali setahun, yaitu: (1) musim hujan (MH) yang berlangsung dari bulan
Januari hingga bulan April/Mei; dan (2) musim kemarau pertama (MK I) dari
bulan Juni/Juli sampai dengan bulan Oktober. Pada musim kemarau kedua
(MK II), lahan pertanian cenderung tidak ditanami (bera) dan sebagian
ditanami tanaman sayuran (ketimun).
Sebagai contoh adalah pola tanam pada lahan sawah berdasarkan
artikel penelitian di Desa Tegalullar adalah padi-padi-bera, sedangkan pola
tanam di Desa Bojongsari yaitu padi-padi-ketimun. Jenis padi yang umum
digunakan adalah varietas Ciherang. Beberapa orang petani pernah
mengusahakan tanaman jagung tetapi kurang berhasil. Sumber pengairan
lahan sawah berasal dari irigasi dan pompa air. Keberadaan pompa air sangat
diperlukan, khususnya selama musim kemarau. Nilai sewa pompa air milik
perorangan dan kelompok masing-masing sekitar 700 kilogram per hektar per
musim tanam dan 670 kilogram per hektar per musim tanam.

D. Produktivitas Petani Gurem Padi


Upah tanam padi untuk setiap tenaga kerja masing-masing Rp
50.000per orang per hari (tenaga kerja luar desa) dan Rp 40.000 per orang per
hari (tenaga kerja setempat). Tenaga kerja dari luar dijemput dan diantar oleh
pemilik (pengguna tenaga kerja). Sebagai catatan, tenaga kerja setempat
diambil oleh petani kaya karena pekerjaannya lumintu (terus menerus) pada
lahan yang cukup luas. Sedangkan petani yang memiliki lahan sempit
kesulitan mencari tenaga kerja upahan lokal setempat sehingga masih terdapat
tambahan biaya untuk mengurusi tenaga kerja dari luar tadi.
6

Analisis fungsi produktivitas usahatani padi menghasilkan efisiensi


teknis tergolong rendah yang berarti masih tersedia peluang peningkatan
produksi yang cukup besar, efisiensi teknis sangat respon terhadap luas lahan,
benih, dan pupuk urea. Perilaku risiko produktivitas petani terhadap input
produksi adalah menghindari risiko (rizk averse). Hal ini berarti apabila
terjadi kenaikan harga input maka petani sebagai pengambil keputusan akan
mengimbanginya dengan menurunkan keuntungan yang diharapkan atau
mengurangi penggunaan input produksi.
Kebijakan yang perlu dipertimbangkan dalam rangka peningkatan
produksi padi yaitu: peningkatan produktivitas melalui penerapan teknologi
tepat guna, perluasan areal pertanaman padi dengan peningkatan indeks
pertanaman (IP), menekan kehilangan hasil pada saat panen dan pasca panen,
meningkatkan stabilitas hasil dengan penerapan pengelolaan tanaman
terpadu, menekan senjang hasil antara produktivitas di tingkat petani dengan
produktivitas hasil penelitian melalui penerapan teknologi spesifik local dan
dukungan permodalan. Keberhasilan produksi perlu didukung dengan
kebijakan subsidi yang tepat bagi petani karena kondisi petani tergolong
petani gurem, berlahan sempit dan memiliki keterbatasan modal usahatani.
Subsidi yang dimaksud adalah berupa subsidi harga atas gabah dan subsidi
bunga modal berupa kredit ushatani dengan biaya rendah dan prosedur yang
lebih mudah bagi petani.
Sementara itu, penggunaan pupuk boleh dikatakan cukup tinggi karena
petani menganggap lahannya kurang subur. Menurut artikel, benih yang
digunakan pada lokasi pertanian yang diteliti adalah varietas Ciherang dengan
harga Rp. 80.000,- per 5kg. Berdasarkan uraian tersebut terlihat bahwa faktor
produksi yang dipakai oleh petani berlahan sempit cukup memakan banyak
biaya. Semakin besar biaya produksi apabila tidak diimbangi dengan hasil
produksi yang tinggi maka hanya akan memperkecil nilai pendapatan. Hasil
produksi juga akan sulit mencapai produktivitas tinggi mengingat faktor
produksi lahan yang dimiliki hanyalah kecil. Dengan keterbatasan itu, petani
gurem telah berusaha mengoptimumkan penggunan input agar tercapai hasil
7

produksi yang tinggi, akan tetapi optimasi tersebut belum sepenuhnya


tercapai. Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman mendalam petani
tentang efisiensi penggunaan input maka yang saat ini sering terjadi yaitu
petani mendapatkan keuntungan sedikit dari usahataninya.

E. Penyebab Rendahnya Produktivitas Petani Gurem Padi


Masalah faktor produksi yang menyebabkan rendahnya produktivitas
di daerah penelitian yaitu pengairan, pemasaran hasil pertanian yang terbatas,
dan kemampuan penguasaan teknologi yang rendah. Dumoga sebagai daerah
penelitian awalnya hanya berkembang sebagai kawasan pedesaan dengan
didominasi oleh aktivitas pertanian, maka fasilitas-fasilitas penunjang yang
bercirikan kota seperti fasilitas terminal ataupun jaringan infrastruktur jalan
sebagai akses ke sentra-sentra produksi sekitarnya tentu saja masih kurang,
karena kondisi tersebut maka kondisi sarana dan prasarana penunjang perlu
mendapat perhatian khusus, mengingat pentingnya pembangunan ekonomi
berbasis pertanian di wilayah tersebut. Produksi rata-rata tahunan yang
dihasilkan daerah Dumoga pada tahun 2013, menurun dibandingkan dengan
hasil 2003, hal ini disebabkan sebagian besar petani memiliki lahan kurang
dari 0,5 hektar.
Masalah utama yang menyebabkan daerah yang mempunyai lahan
sempit mengalami kesulitan dalam berproduksi adalah ketersediaan air irigasi
yang tidak memadai. Air irigasi terutama pada musim kemarau menjadi
sangat berkurang., bahkan saluran-saluran irigasi teknis menjadi kering
sehingga usaha tani menjadi terhenti. Kementerian Pertanian konsisten
meningkatkan produksi pangan, upaya yang dilakukan berupa pemberian alat
mesin pertanian yaitu pompa air sehingga diharapkan dapat meningkatkan
produksi.
Pemasaran hasil pertanian yang terbatas disebabkan karena
keterbatasan fasilitas sarana dan prasarana yang ada di daerah penelitian yaitu
daerah Dumoga. Pemasaran produk hasil pertanian masih dilakukan melalui
pasar - pasar tradisional. Ketersediaan pasar / terminal agribisnis belum
memadai sehingga menjadi penyebab kurangnya promosi produk agribisnis
8

yang dihasilkan. Rendahnya penguasaan teknologi juga menjadi penyebab


pemasaran hasil pertanian yang masih kurang.

Selain itu, sulitnya tenaga kerja dan harga pestisida yang mahal,
mengakibatkan modal yang dikeluarkan petani lebih besar dibandingkan
dengan pendapatannya. Dosis penggunaan pupuk dan pestisida di petani tidak
sesuai dengan anjuran pemerintah sehingga kebutuhan input produksi di
kalangan petani lebih banyak dibutuhkan. Maka dari itu, perlu adanya analisis
efisiensi dalam usahatani padi sawah, sebagai salah satu upaya dalam untuk
meningkatkan produktivitas padi dan pendapatan petani.

F. Permasalahan Permodalan Petani Gurem Padi


Permasalahan petani gurem selain menyempitnya lahan karena
dampak dari alih fungsi dan fragmentasi lahan, juga terdapat permasalahan
krusial lainnya yang dihadapi petani di lokasi penelitian yaitu modal
usahatani. Terjadi hubungan antara permodalan dan luas lahan yang dimiliki.
Biasanya semakin luas lahan kecil maka pendapatan akan semakin kecil.
Pendapatan ini digunakan para petani gurem untuk kebutuhan sehari-hari dan
untuk permodalan usahatani pada musim berkutnya.
Lemahnya kelembagaan dan sulitnya akses petani terhadap
kelembagaan, menyebabkan adanya permasalahan dalam usaha tani. Secara
umum petani mempermasalahkan tingginya harga sarana produksi berupa
pupuk dan pestisida, apalagi jika sarana produksi tersebut mengalami
kelangkaan atau tidak tersedia di pasaran. Biaya-biaya berupa pembajakan
tanah dengan traktor dan sewa huller serta penggilingan juga mengalami
peningkatan dari waktu ke waktu. Dikarenakan pertumbuhan biaya yang
fluktuatif, maka seringkali permodalan yang telah disiapkan untuk masa
tanam berikutnya menjadi tdak cukup untuk membiayai semuanya.
Sebagian besar petani (khususnya penggarap) memperoleh fasilitas
modal dari pemilik lahan dan pedagang (tengkulak). Besarnya modal dari
masing-masing sumber tersebut bervariasi, yaitu tergantung kesepakatan
antar penyedia dan peminjam modal. Dengan kata lain, tidak ada ketentuan
9

formal yang mengatur kesepakatan tersebut, namun posisi petani berada di


pihak yang lemah.
Alternatif lain, misalnya melalui lembaga keuangan formal,
kurang/tidak terjangkau oleh petani. Pengajuan pinjaman oleh petani
(kelompok tani) boleh dikatakan tidak mendapat respon dari lembaga
perbankan. Penyebabnya karena posisi petani lemah dari sisi agunan yang
menjadi persyaratan mutlak bagi bank. Bukti temuan sederhana (anecdotal
evidence) menujukkan bahwa realisasi kredit sepeda motor lebih mudah
dibandingkan realisasi kredit usahatani. Hal tersebut karena kredit sepeda
motor dapat dicicil bulanan sementara kredit usahatani tidak dapat dicicil
musiman (per musim tanam).

G. Pengaruh Program Bantuan Pemerintah terhadap Produktivitas Petani


Gurem Padi
Seperti yang telah diketahui bahwa pemerintah terlibat aktif dalam
upaya peningkatan produktivitas padi petani skala kecil. Salah satu bantuan
yang diberikan pemerintah dalam upaya peningkatan produktivitas pertanian
padi yaitu pupuk. Bantuan pemerintah ini diwujudkan dalam pemberian
subsidi pupuk agar dapat meringankan pengeluaran pupuk petani kecil. Pupuk
subsidi ini ditujukan untuk petani skala kecil dengan luas lahan maksimal 2
hektar, tetapi kerap kali petani dengan luas lahan lebih dari 2 hektar juga ikut
membeli sehingga distribusi pupuk untuk petani kecil terbengkalai. Salah satu
program yang dicanangkan pemerintah untuk menangani permasalahan
tersebut yaitu program billing system.
Program billing system merupakan inovasi program pemerintah
untuk membantu petani dalam menyelesaikan masalah terkait pendistribusian
pupuk tepat waktu dan sasaran. Namun, tidak semua petani kecil memiliki
persepsi yang sama terkait adanya program bantuan ini. Persepsi petani
terhadap program billing system terbagi menjadi 3, yaitu persepsi terhadap
program billing system dilihat dari tujuan program, pelaksanaan program, dan
manfaat program. Diketahui bahwa dilihat dari tujuan dan manfaat program,
persepsi petani skala kecil terhadap program billing system yaitu baik,
10

mereka menilai bahwa adanya program ini bertujuan untuk kesejahteraan


petani dan bermanfaat mengakrabkan hubungan antar petani kecil. Sedangkan
persepsi petani dilihat dari pelaksanaan program adalah kurang baik karena
program billing system masih mempunyai banyak kekurangan meskipun
dengan adanya bantuan subsidi pupuk ini dapat meningkatkan produktivitas
usahatani padi skala kecil tetapi pelaksanaanya masih harus banyak dibenahi
lagi.
Selain program bantuan subsidi pupuk, pemerintah juga memberikan
bantuan berupa alat dan mesin pertanian serta benih kepada petani skala kecil
sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitasnya. Adanya bantuan faktor
produksi yang diberikan pemerintah ini mempengaruhi tingkat produksi,
produktivitas, dan juga pendapatan petani padi skala kecil. Terbukti bahwa
setelah adanya bantuan faktor produksi dari pemerintah yang berupa alat dan
mesin pertanian, pupuk, dan benih membuat jumlah produksi padi milik
petani skala kecil meningkat.
Adanya bantuan faktor produksi berupa alsintan membuat
pengolahan lahan pertanian padi menjadi lebih optimal. Bantuan benih dan
pupuk juga berpengaruh karena dengan adanya bantuan benih berkualitas dan
subsidi pupuk, membuat petani menjadi lebih bisa mengoptimalkan
usahataninya karena tidak terbengkalai biaya dan penggunaan faktor produksi
yang sesuai dengan kebutuhannya, sehingga jumlah produksi padi bisa
menjadi lebih tinggi dan tentunya produktivitas padi meningkat. Adanya
bantuan faktor produksi ini membuat pengeluaran petani menjadi lebih kecil
dan pengaruhnya terhadap produksi dan produktivitas menjadi lebih tinggi
sehingga pendapatan petani juga meningkat. Lain halnya dengan saat petani
belum mendapat bantuan faktor produksi dari pemerintah, pendapatan petani
skala kecil cenderung lebih rendah karena hasil produksinya tidak seberapa
dan biaya yang dikeluarkan lebih banyak.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan :
1. Penyusutan kepemilikan lahan dan juga alihfungsi pertanian menyebabkan
fenomena “guremisasi” dimana menyebabkan banyaknya petani yang
hanya memiliki lahan sempit atau berskala usahatani kurang dari 0,5 ha.
2. Terdapat beberapa fenomena terkait dengan penguasaan lahan pertanian
lahan sempit budidaya padi. Pada kenyataan di lahan, yang sangat
menentukan penerapan teknologi dan peningkatan produktivitas lahan
adalah pemilik lahan.
3. Pola usahatani gurem padi dilakukan pada musim kemarau dan musim
penghujan. Keberadaan faktor produksi berupa pompa air sangat
diperlukan ketika musim kemarau guna mencapai produktivitasnya.
4. Keberhasilan produksi untuk mencapai produktivitasnya tergantung pada
kemampuan manajerial petani itu sendiri, petani dapat mengoptimalkannya
untuk memperoleh keuntungan lebih, perlu juga didukung dengan
kebijakan subsidi yang tepat bagi petani.
5. Masalah faktor produksi yang menyebabkan rendahnya produktivitas di
daerah penelitian yaitu pengairan, pemasaran hasil pertanian yang terbatas,
dan kemampuan penguasaan teknologi yang rendah.
6. Terjadi hubungan antara permodalan dan luas lahan yang dimiliki.
Biasanya semakin luas lahan kecil maka pendapatan akan semakin kecil.
Lemahnya kelembagaan dan sulitnya akses petani terhadap kelembagaan
dan peminjaman modal menyebabkan adanya permasalahan dalam usaha
tani.
7. Bantuan pemerintah berupa faktor produksi seperti alat dan mesin
pertanian, benih, dan pupuk mampu meningkatkan produktivitas usahatani
dan pendapatan petani padi pada lahan sempit.

11
12

B. SARAN
Saran yang dapat disampaikan penulis menurut hasil pembahasan dan
diskusi adalah sebagai berikut :
1. Petani gurem perlu mendapat perhatian serius oleh stakeholders dan peran
serta semua kalangan dalam bidang pertanian termasuk pemerintah untuk
memberikan bimbingan dan dorongan semangat agar tetap
mempertahankan pekerjaan sebagai petani dan menumbuhkan minat
bertani bagi generasi muda. Sektor pertanian akan tetap ditekuni oleh
rumah tangga petani gurem ketika dirasa memberikan produktivitas
usahatani yang tinggi.
2. Intensitas kegiatan penyuluhan pertanian harus ditingkatkan. Karena
penyuluhan merupakan suatu kegiatan pendampingan para petani agar
lebih terampil dalam mengkombinasikan input produksi. Jika terdapat
permasalahan di lapangan petani dengan mudah meminta bantuan atau
saran dari penyuluh sebagai pihak yang dianggap lebih memahami
permasalahan budidaya padi. Diharapkan dengan adanya dukungan dari
pemerintah seperti program penyuluhan dan subsidi dapat mempermudah
petani dalam mengusahakan usahataninya agar produktivitasnya optimal.
3. Melakukan peningkatan efisiensi produksi dengan cara mengoptimumkan
penggunaan input usahatani.
4. Pemerintah harus lebih memperbaiki komponen pendukung dalam
pelaksanaan program-program bantuan yang dicanangkan agar program
tersebut lebih tepat sasaran dan mampu membantu meningkatkan
produktivitas serta pendapatan petani gurem.
DAFTAR PUSTAKA

Adi P, Sutoyo. 2017. Produktivitas dan pendapatan usahatani padi sawah dampak
program bantuan alat mesin pertanian, benih dan pupuk di Kabupaten
Malang Provinsi Jawa Timur. J Ilmu-ilmu Pertanian 24(1): 1-9.
Gina R, Nur S. 2018. Tingkat efisiensi teknis usahatani padi sawah di Desa
Tambakjati, Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa
Barat. J Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis 4(2):169-
183.
Maher S, Erika DA, Abdul M. 2019. Persepsi petani terhadap program billing
system di Kecamatan Metro Barat Kota Metro. J Pemikiran Masyarakat
Ilmiah Berwawasan Agribisnis 5(1):114-123.
Marianne RM, Ferdinan S. 2016. Pengaruh luas lahan terhadap penerimaan, biaya
produksi dan pendapatan usahatani padi sawah di Desa Toinasa
Kecamatan Pamona Barat. J Envira 1(2).
Nainggiloan S, Fitri Y, Kurniasih S. 2019. Kajian efisiensi teknis dan preferensi
resiko produksi petani dalam rangka peningkatan produktivitas usahatani
padi sawah di Kabupaten Bungo Provinsi Jambi-Indonesia. J of
Agribusiness and Local Wisdom 2(1): 13-24.
Rika IKA, A Mantiri, Debby CR, Sri M. 2019. Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi padi sawah di Kecamatan Dumoga. J
Pembangunan dan Keuangan Daerah.
Yonas HS. 2018. Eksistensi dan transformasi petani gurem : kasus pertanian
wilayah pinggiran Kota Bandung. J SEPA 14(2): 146-158.
LAMPIRAN
Nama Mahasiswa, Judul dan Sumber Artikel
1. Ahmad Hanafi H0818006
 Judul : Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah di Desa
Tambakjati, Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Subang, Provinsi
Jawa Barat.
 Sumber : Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan
Agribisnis. 2018. 4(2): 169-183
2. Gigih Yusuf Kusuma H0818036
 Judul : Eksistensi dan Transformasi Petani Gurem: Kasus Pertanian
Wilayah Pinggiran Kota Bandung.
 Sumber : Jurnal SEPA. 2018. 14(2): 146-158
3. Leni Irawati H0818057
 Judul : Persepsi Petani Padi terhadap Program Billing System di
Kecamatan Metro Barat Kota Metro.
 Sumber : Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan
Agribisnis. 2019. 5(1):114-123.
4. Naufal Arrahman Surya H0818075
 Judul : Pengaruh Luas Lahan Terhadap Penerimaan, Biaya Produksi,
dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah di Desa Toinasa Kecamatan
Pamona Barat.
 Sumber : Jurnal Envira. 2016. 1(2): 48-59.
5. Riza Afifah H0818089
 Judul : Kajian Efisiensi Teknis dan Preferensi Risiko Produksi Petani
Dalam Rangka Peningkatan Produktivitas Usahatani Padi Sawah di
Kabupaten Bungo Provinsi Jambi – Indonesia.
 Sumber : Journal Of Agribusiness and Local Wisdom. 2019. 2(1): 13-
23.
6. Sheila Megawati V G H0818095
 Judul : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi
Sawah di Kecamatan Dumoga.
 Sumber : J Pembangunan dan Keuangan Daerah. 2019.
7. Vania Dwike Hapsari H0818103
 Judul : Produktivitas dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Dampak
Program Bantuan Alat Mesin Pertanian, Benih dan Pupuk Di
Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur.
 Sumber: Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. 2017. 24(1): 1-9.

Anda mungkin juga menyukai