Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

KONSEP KEBIJAKAN DASAR PEMBANGUNAN PERTANIAN

Disusun Guna Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Politik Kebijakan Pertanian

Disusun Oleh :

1. Dewi Laila Fitri (20104011060)


2. Vivi Nurin Shofiyana (20104011076)
3. Panji Ahmad (20104011081)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS WAHID HASYIM

SEMARANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang konsep kebijakan
dasar Pembangunan pertanian dengan tepat waktu. Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas mata kuliah politik kebijakan pertanian.

Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan
bagi pembaca tentang politik kebijakan pertanian. Tugas yang telah diberikan ini
dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu
proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan
makalah tentang Kerjasama Ekonomi Internasional.

Semarang, 13 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................i

Kata Pengantar............................................................................................... ii

DAFTAR ISI....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1.Latar Belakang......................................................................................1
1.2.Rumusan Masalah.................................................................................2
1.3.Tujuan .................................................................................................. 2
1.4.Manfaat ................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
2.1............................................................................................................... Kons
ep Kebijakan Pertanian......................................................................... 3
2.2............................................................................................................... Kebij
akan Pembangunan pertanian .............................................................. 12

BAB III KESIMPULAN................................................................................ 16


3.1.Kesimpulan........................................................................................... 16
3.2.Saran .................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 17
Lampiran ........................................................................................................ 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menurut Nurmala, dkk. (2012), Pertanian merupakan kebudayaan yang
pertama kali dikembangkan manusia sebagai respons terhadap tantangan
kelangsungan hidup yang berangsur menjadi sukar karena semakin menipisnya
sumber pangan di alam bebas akibat laju pertambahan manusia. Pertanian
merupakan salah satu sektor yang sangat penting karena merupakan penyumbang
pertumbuhan ekonomi, dan menguasai hajat hidup orang banyak. Pemberdayaan
dan pengembangan pertanian perlu reformasi kebijakan, tidak hanya untuk
meningkatkan produksi untuk kebutuhan dalam negeri, tetapi juga untuk ekspor.
Revormasi kebijakan adalah upaya untuk merombak atau memperbaiki system
Pembangunan pertanian di suatu negara dengan tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat petani dan mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor
pertanian.
Hampir semua negara memiliki departemen pertanian yang berarti memiliki
kebijakan pertanian, oleh karena itu tidak mengherankan seorang ekonom
pertanian terkemuka mengatakan “agricultural policy is ubiquitous and
contentious”. Kutipan ini mengungkapkan sifat umum kebijakan pertanian
(termasuk perikanan) yang agak paradoksal “ada dimana-mana namun selalu
kontraversial”. Melihat dari satu sisi, kebijakan pertanian sangat dibutuhkan,
namun di sisi lain setiap kebijakan selalu dapat dijustifikasi dengan argumen yang
saling bertentangan dan dampaknya bersifat dilematis.
Kebijakan pertanian umumnya tergolong kebijakan redistributif atau
Political Economic Seeking Transfers (PEST) sehingga merupakan isu ekonomi-
politik kontraversial. Sifat yang paradoksal itulah yang menjadi alasan pokok
kenapa kebijakan pertanian harus dirancang dengan seksama melalui suatu
analisis yang komprehensif. Sifat yang paradoksal itu merupakan masalah yang
kompleks, menyangkut hajat hidup orang banyak dan dapat berdampak besar
terhadap keuangan negara, kinerja perekonomian makro serta pemerataan

1
2

kesejahteraan rakyat maka kebijakan pertanian hendaklah dirancang dengan


seksama melalui suatu analisis yang cermat oleh suatu Tim Khusus.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan ruumusan masalah
diantaranya yaitu:
1. Bagaimana konsep kebijakan pertanian?
2. Apa saja kebijakan dasar Pembangunan pertanian?

1.3. Tujuan
Makalah ini memiliki beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat mengetahui konsep kebijakan pertanian
2. Mahasiswa dapat mengetahui kebijakan dasar Pembangunan pertanian.

1.4. Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat bagi pembaca adalah untuk menambah wawasan tentang kebijakan
pertanian.
2. Manfaat bagi petani adalah untuk mengetahui apa saja kebijakan yang mampu
mensejahterakan petani.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Kebijakan Pertanian

Kebijakan pertanian adalah serangkaian kegiatan yang telah, sedang dan


akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun
tujuan umum kebijakan pertanian kita adalah memajukan pertanian,
mengusahakan agar pertanian menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi
produksi naik dan akibatnya tingkat penghidupan dan kesejahteraan petani
meningkat. Supaya mencapai tujuan-tujuan ini, pemerintah baik di pusat maupun
di daerah mengeluarkan peraturan-peraturan tertentu ada yang berbentuk Undang-
undang, Peraturan-peraturan Pemerintah, Kepres, Kepmen, keputusan Gubernur
dan lain-lain. Peraturan ini dapat dibagi menjadi dua kebijakan-kebijakan yang
bersifat pengatur (regulating policies) dan pembagian pendapatan yang lebih adil
merata (distributive policies).

Ada empat komponen utama dari konsep kebijakan pertanian, yaitu: tujuan
(objectives), kendala (constraints), kebijakan (policies), dan strategi (strategies).
Objectives adalah tujuan yang diharapkan akan dicapai oleh sebuah kebijakan
yang dibuat oleh para pembuat kebijakan. Constraints (kendala) adalah suatu
keadaan yang membuat apa yang bisa dicapai menjadi terbatas. Kebijakan
(policies) terdiri atas berbagai embanguna yang bisa digunakan pemerintah
untuk merubah outcome pertanian. Sebuah kebijakan yang efektif akan merubah
perilaku produsen, pedagang, dan konsumen dan menciptakan outcome baru dari
sebuah perekonomian. Strategi (strategies) adalah seperangkat instrumen
kebijakan yang digunakan oleh pemerintah untuk mencapai objective yang telah
ditetapkan. Setiap strategi dilaksanakan melalui penerapan berbagai kebijakan
yang terkordinasi dengan baik. Strategi para pengambil kebijakan terdiri atas
seperangkat kebijakan yang dimaksudkan untuk meningkatkan outcome ekonomi
(yang telah ditetapkan oleh para pengambil kebijakan).

3
4

Berbagai kebijakan tersebut pada pelaksanaannya akan menghadapi


berbagai kendala ekonomi baik yang diakibatkan oleh aspek supply, demand, serta
harga dunia yang bisa meningkatkan atau menghambat tercapainya tujuan yang
telah ditetapkan. Penilaian dampak kebijakan terhadap pencapaian tujuan
memungkinkan untuk melakukan penyesuaian strategi yang telah ditetapkan bila
memang diperlukan. Singkatnya, pemerintah membuat strategi pembangunan
pertanian dengan menentukan seperangkat kebijakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, dengan mempertimbangkan berbagai kendala ekonomi pada
sektor pertanian.
2.1.1. Tujuan Dasar Kebijakan Pemerintah
Hakikatnya, kebijakan pemerintah memiliki tiga tujuan utama yaitu
efisiensi (efficiency), pemerataan (equity), dan ketahanan/stabilitas
(security/stability). Berikut adalah penjabarannya:
a. Efisiensi tercapai apabila alokasi sumberdaya ekonomi yang langka
keberadaannya mampu menghasilkan pendapatan maksimum, serta alokasi
barang dan jasa yang menghasilkan tingkat kepuasan konsumen yang paling
tinggi.
b. Pemerataan diartikan sebagai distribusi pendapatan di antara kelompok
embanguna atau wilayah yang menjadi target pembuat kebijakan.
Pemerataan yang lebih baik akan dicapai melalui distribusi pendapatan yang
lebih baik atau lebih merata. Namun, karena kebijakan adalah aktivitas
pemerintah, maka para penentu kebijakan (secara tidak langsung juga voters
dalam sebuah sistem demokrasi) yang menentukan definisi pemerataan itu.
Contohnya, salah satu langkah menurut Awang Faroek Ishak untuk mencapai
tujuan pemerataan di Kalimantan Timur adalah melalui revitalisasi pertanian
dalam arti luas yaitu dengan membuat kebijakan di sektor agribisnis di bidang
perkebunan kelapa sawit. Tujuan kebijakan ini adalah untuk meningkatkan
kesempatan kerja dan pendapatan embanguna melalui pengembangan
perkebunan.
c. Ketahanan (pangan) akan meningkat apabila stabilitas politik maupun
ekonomi memungkinkan produsen maupun konsumen meminimumkan
5

adjustment costs. Ketahanan pangan diartikan sebagai ketersediaan pangan


pada tingkat harga yang stabil dan terjangkau.
Menurut konsep ini, setiap tujuan yang ingin dicapai oleh intervesi
pemerintah akan terkait dengan paling tidak salah satu dari ketiga tujuan dasar
yang telah disebutkan di atas yaitu efisiensi, pemerataan, dan ketahanan. Tidak
jarang pula tujuan kebijakan tersebut hanya dapat tercapai setelah melalui fase
trade-offs yang cukup rumit. Apabila tujuan stabilitas yang ingin dicapai, tujuan
untuk mencapai efisiensi harus dikorbankan. Demikian pula antara tujuan efisiensi
(pertumbuhan) sering trade-offs dengan tujuan pemerataan pendapatan.
2.1.2. Kendala-Kendala Yang Membatasi Kebijakan Pertanian
Sejak Indonesia menganut perdagangan bebas yang ditandai dengan
masuknya menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tahun 1995,
masalah pertanian menjadi semakin kompleks sebagai konsekuensi dari hasil
kesepakatan terhadap pasal-pasal AOA (Agreement On Agriculture). Persoalan
yang ada bukan lagi hanya di sawah, kebun dan ladang saja, tetapi juga terkait
dengan sektor lain, seperti perdagangan dan emban. Masalah yang muncul
bukan lagi hanya soal hama penyakit, pupuk, dan iklim, tetapi juga masalah
efisiensi, serangan produk impor, surplus produksi, penyelundupan, dan lain-lain.
Produktivitas hasil pertanian beberapa tahun terakhir mengalami kemunduran,
penyebabnya adalah karena banyaknya persoalan yang melingkupinya. Ada tiga
kendala utama yang membatasi gerak sebuah kebijakan yaitu :
a. Penawaran dan produksi Penawaran dan produksi dibatasi oleh ketersediaan
sumberdaya (lahan, tenaga kerja, dan modal), teknologi, harga input, dan
kemampuan manajemen. Parameter-paremeter ini merupakan komponen dari
fungsi produksi sehingga membatasi kemampuan perekonomian dalam
menghasilkan komoditas pertanian. Secara industri dapat dilihat bahwa lahan
pertanian mengalami penyusutan dari tahun ke tahun akibat alih fungsi lahan
produktif untuk pembangunan lokasi embangu dan pemukiman. Petani kecil
yang tergusur dari lahan garapannya yakni sebanyak 24.257 Kepala Keluarga
(KK) pada tahun 2007 meningkat jadi 31.267 KK di tahun 2008. Petani yang
tidak mempunyai lahan (buruh tani) dan petani gurem (petani berlahan sempit,
6

kurang dari 0,5 hektar) semakin hari semakin bertambah dengan laju
pertambahan 2,2 persen per tahun (BPS, 2008). Dampak dari ketimpangan
pertanian ini adalah berpindahnya tenaga kerja dari pertanian ke industry.
b. Permintaan dan konsumsi Permintaan dan konsumsi dibatasi oleh jumlah
penduduk, pendapatan, selera, dan harga output. Parameter ini merupakan
komponen dari fungsi permintaan sehingga membatasi kemampuan
perekonomian dalam mengkonsumsi produk-produk pertanian. Pertambahan
penduduk merupakan faktor yang sangat dominan terhadap perubahan
permintaan dan penawaran. Semakin banyaknya jumlah penduduk akan
mengakibatkan meningkatnya permintaan dan konsumsi terhadap komoditas
tertentu. Contoh, permintaan terhadap komoditas beras terus meningkat seiring
dengan penambahan jumlah penduduk.
c. Harga komoditas yang diperdagangkan baik input maupun output, menentukan
dan membatasi peluang untuk mengimpor dalam rangka meningkatkan supply
domestik dan mengekspor dalam rangka memperluas pasar bagi produk
domestik. Konsep harga dasar gabah yang tidak bisa dipertahankan lagi karena
membutuhkan perangkat, baik dukungan dana maupun kebijakan lain, akhirnya
harus menyerah pada sistem perdagangan dunia itu. Setidaknya harus dicari
bentuk perlindungan harga baru lagi yang tidak membebani anggaran.
Ketiga parameter ekonomi ini menentukan pasar bagi sebuah komoditas
pertanian dan merupakan kekuatan utama dalam mempengaruhi terbentuknya
harga serta alokasi sumberdaya. Kendala-kendala ekonomi ini bisa mengarah
kepada terjadinya trade-offs dalam pembuatan kebijakan. Selain kendala dari sisi
ekonomi, secara runtut Iskandar Andi Nuhung (2003) merinci masalah-masalah
embangunan pertanian sebagai berikut :
1. Masalah Teknologi yang belum berkembangnya secara baik khususnya
teknologi dibidang pertanian sehingga produktifitas pertanian sangat rendah.
Diperkirakan kehilangan pendapatan dari rendahnya produktifitas pertanian
mencapai Rp 200 trilyun/tahun, belum termasuk perikanan dan kehutanan.
2. Masalah Kelembagaan pendukung pembangunan pertanian seperti
kelembagaan pasar, kelembagaan keuangan, kelembagaan komoditas, belum
7

dapat secara baik diakses oleh para petani. Secara komprehensif, titik lemah
kelembagaan dimulai dari penyediaan pupuk, pembelian gabah dan penerapan
harga pembelian pemerintah (HPP), distribusi beras, maupun pengelolaan
agribisnis.
3. Masalah Pemasaran ditingkat ’grass root’ pemasaran hasil yang dirasa masih
sangat sulit bagi petani, sehingga mereka sangat tergantung pada tengkulak-
tengkulak yang tentu saja akan membeli hasil pertanian dengan harga yang
rendah. Kesulitan dalam pemasaran tersebut disebabkan karena kurangnya
infrastruktur jalan yang memadai untuk mendukung perjalanan pemasaran hasil
dari produsen ke konsumen akibatnya memasarkan produksinya petani harus
mengeluarkan biaya transport yang cukup tinggi. Pasar ekspor ada
kecenderungan yang surplus perdagangan hasil pertanian terus turun, baik
karena pengaruh volume ekspor/impor maupun karena pengaruh harga.
4. Masalah Informasi, bagi petani, informasi cuaca dan iklim sangat membantu
karena tanaman sangat peka terhadap perubahan cuaca dan iklim. Thailand
begitu ada informasi kekeringan tahun ini, pemerintah setempat telah meminta
petani agar tidak memaksakan menanam padi selama musim itu. Italia,
informasi cuaca harian sangat cepat bahkan dikirim lewat radio sehingga petani
bisa mengantisipasi kerusakan terhadap tanaman. Daerah Kalimantan Timur
yang beriklim tropika humida, dengan perbedaan yang tidak begitu tegas antara
musim kemarau dan musim hujan sehingga pemerintah setempat khususnya
Dinas Pertanian cukup kesulitan untuk menentukan waktu awal musim tanam.
Ada dua hal yang paling penting selain hal klasik human error, yaitu:
1. Tidak adanya keberlanjutan setiap program yang telah disusun dalam setiap
pergantian pemegang keputusan dan kebijakan. Selalu ganti kegiatan
mengikuti pergantian pimpinan.
2. Struktur departemen atau badan yang mengurusi pertanian dibentuk
berdasarkan jumlah orang yang mau diangkat, dan bukan berdasarkan kapasitas
kerja. Sehingga dalam setiap kebijakan selalu overlap yang pada akhirnya
keputusan yang ditemukan selalu mencar tidak mengkerucut saya rasa
penyebab kegagalan yakni SDM baik moral maupun produktivitas. Kedua
8

komponen tersebut memiliki pengaruh kuat terhadap perkembangan dunia


pertanian.
2.1.3. Kebijakan yang Mempengaruhi Sektor Pertanian.
Sektor pertanian jelas tidak dapat berdiri sendiri, apalagi jika harus
dijadikan beban ekonomi-politik sektor non pertanian seperti manufaktur, industri
jasa, dan lain sebagainya yang pernah tumbuh dan berkembang dalam konteks
yang sangat semu dan cenderung distortif. Harus ada upaya kongkrit untuk
merestorasi kebijakan pertanian demi kepentingan nasional. Kebijakan - kebijakan
yang dapat mempengaruhi sektor pertanian dapat digolongkan kepada tiga
kategori sebagai berikut :
1. Kebijakan Harga Pertanian
Kebijakan harga komoditas pertanian merupakan kebijakan yang bersifat
spesifik komoditas. Setiap kebijakan diterapkan untuk satu komoditas (misalnya,
beras). Kebijakan harga juga bisa mempengaruhi input pertanian. Setiap
instrument kebijakan harga pertanian akan menimbulkan transfer baik dari
produsen kepada konsumen dari komoditas bersangkutan, maupun anggaran
pemerintah, atau sebaliknya. Beberapa kebijakan harga hanya mempengaruhi dua
dari ketiga kelompok tersebut, sementara instrument yang lain mempengaruhi
seluruh dari ketiga kelompok tersebut. Secara umum, paling tidak satu kelompok
menderita kerugian atau menjadi korban, dan paling tidak satu kelompok lainnya
menerima manfaat dari kebijakan.
Ada tiga jenis instrument kebijakan yang umum diterapkan yaitu, pajak dan
subsidi, hambatan perdagangan internasional, dan pengendalian langsung (direct
controls).
a. Pajak dan subsidi atas komoditas pertanian menyebabkan terjadinya transfer
antara anggaran negara (publik) dengan produsen dan konsumen. Anggaran
pajak, transfer sumberdaya mengalir kepada pemerintah sementara dalam hal
subsidi transfer sumberdaya berasal dari pemerintah. Contohnya, subsidi pupuk
merupakan transfer dari anggaran pemerintah pada pupuk. Pemerintah akan
menyiapkan subsidi pupuk untuk para petani sebesar Rp16 triliun-Rp17 triliun
untuk tahun 20095 (Amirul Hasan, 2009).
9

b. Hambatan perdagangan internasional adalah pajak atau kuota yang sifatnya


membatasi impor atau ekspor. Hambatan impor dapat menaikkan harga
komoditas pertanian dalam negeri. Sebagai contoh, pemerintah menetapkan
kebijakan tarif (ad valorem) impor gula sebesar 25% untuk melindungi produk
gula lokal dalam negeri, selain itu dapat juga diberlakukan SNI sebagai
hambatan impor. Sementara hambatan ekspor menurunkan harga dalam negeri
menjadi lebih rendah dibandingkan dengan harga dunia. Contohnya, penurunan
pajak ekspor CPO menjadi nol persen bertujuan untuk mengurangi hambatan
ekspor, yang sebelumnya pajak ekspor CPO sebesar 7,5 %.
c. Kebijakan Makroekonomi yang Mempengaruhi Pertanian. Kebijakan
makroekonomi mencakup seluruh wilayah dalam satu negara, sehingga
kebijakan ini akan mempengaruhi seluruh komoditas. Produsen dan konsumen
komoditas pertanian amat dipengaruhi oleh kebijakan ini meskipun seringkali
mereka tidak terlibat dalam proses pembuatan kebijakan yang bersifat nasional
ini. Ada tiga kategori kebijakan makroekonomi yang mempengaruhi sektor
pertanian, yaitu :
1) Kebijakan fiskal dan moneter merupakan inti dari kebijakan
makroekonomi, karena secara bersama-sama mereka mempengaruhi
tingkat kegiatan ekonomi dan tingkat inflasi dalam perekonomian nasional,
yang diukur melalui peningkatan indeks harga konsumen dan indeks harga
produsen. Kebijakan moneter diartikan sebagai pengendalian pemerintah
dalam pasokan (supply) uang dan kemudian permintaan aggregat. Bila
supply uang meningkat lebih tinggi dari pertumbuhan agregat barang dan
jasa, maka akan timbul tekanan inflasi.
2) Kebijakan nilai tukar, secara langsung berpengaruh terhadap harga output
dan biaya produksi pertanian. Nilai tukar adalah nilai konversi mata uang
domestik terhadap mata uang asing. Sebagian besar komoditas pertanian
diperdagangkan secara internasional dan sebagian besar negara
mengimpor atau mengekspor sebagian dari kebutuhan atau hasil produk
komoditas pertanian mereka.
10

3) Kebijakan harga faktor domestik, secara langsung mempengaruhi biaya


produksi pertanian. Faktor domestik utama terdiri atas lahan, tenaga kerja
dan modal. Biaya lahan dan tenaga kerja biasanya merupakan porsi
terbesar dari biaya produksi pertanian di negara berkembang.
2. Kebijakan Investasi Publik Yang Mempengaruhi Pertanian
Kebijakan investasi publik dalam bentuk barang-barang modal pada
infrastruktur, sumberdaya manusia, dan penelitian dan pengembangan teknologi
dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Investasi publik dalam bentuk modal, yaitu dengan mengalokasikan
pengeluaran investasi (modal) yang bersumber dari anggaran belanja negara
(APBN). Salah satu masalah yang dihadapi oleh petani dan nelayan Indonesia
adalah kesulitan dan kekurangan mendapatkan modal kerja. Cara mengatasi
masalah ini, pemerintah memberikan kredit modal kerja tanpa bunga dari
APBN masing-masing sebesar RP. 3 trilyun kepada petani dan nelayan
melalui BRI, bukan melalui kementerian Koperasi. Petani dan nelayan
melakukan akad kredit orang per orang, bukan per kelompok tani atau
kelompok nelayan. Sehingga jelas masing-masing pribadi petani dan nelayan
berapa kredit yang mereka ambil, dan jelas bagi mereka pinjaman yang harus
dikembalikan pada saat panen.
b. Investasi publik dalam bentuk infrastruktur adalah barang modal penting,
seperti jalan, pelabuhan, dan jaringan irigasi untuk meningkatkan pendapatan
produsen pertanian atau menurunkan biaya produksi. Barang modal tersebut
dikenal sebagai “barang-barang publik”, yang biayanya bersumber dari
anggaran pemerintah. Investasi dalam bentuk infrastruktur sifatnya spesifik
wilayah serta manfaatnya sebagian besar akan dinikmati oleh produsen dan
konsumen diwilayah tersebut. Kebijakan investasi publik amat rumit karena
infrastruktur tersebut harus dipelihara dan diperbaharui dari waktu ke waktu.
Sebagai contoh, tahun 2009 ini pemerintah telah meresmikan Jembatan
Suramadu yang menghubungkan Kota Surabaya dengan Pulau Madura
dengan tujuan agar roda perekonomian di pulau Madura tidak tertinggal jauh
dengan pesatnya perekonomian Surabaya. Jangka pendek sektor pertanian
11

dan peternakan yang merupakan sektor primer akan berkembang karena


kegiatan ekonomi Madura masih bertumpu pada sektor pertanian primer
diantaranya tanaman pangan, peternakan, perikanan, perkebunan, dan
kehutanan.
c. Investasi publik dalam bentuk sumberdaya manusia termasuk didalamnya
berbagai jenis pengeluaran pemerintah untuk meningkatkan tingkat keahlian
atau keterampilan serta kondisi kesehatan produsen dan konsumen. Investasi
dalam bentuk sekolah-sekolah pertanian (SPMA), pusat-pusat pelatihan dan
penyuluhan (BPTP, BLPP), Kegiatan Magang Sekolah Lapang (SL) Pertanian
merupakan contoh-contoh investasi publik yang dapat meningkatkan
kapasitas sumberdaya manusia sektor pertanian. Investasi seperti ini amat
menentukan dalam pembangunan jangka panjang, tetapi hasilnya memang
baru akan terlihat dalam waktu yang lama.
3. Strategi Para Pengambil Kebijakan Pertanian
Pelaksanaan pembangunan pertanian supaya lancar, sinkronisasi antar
subsektor dan lintas sektor, serta koordinasi antara pusat dan daerah,
dikembangkan manajemen yang terpadu yang mencakup aspek perencanaan,
implementasi, pengendalian, pemantauan, evaluasi, pelaporan dan pengawasan
yang sesuai dengan prinsip good governance. Persoalan pertanian juga tidak
hanya berkait dengan konsumsi dan produksi, tetapi juga soal daya dukung sektor
pertanian yang komprehensif.
Ada empat aspek menurut Syaiful Bahari (2004) yang menjadi prasyarat
melaksanakan pembangunan pertanian, yaitu:
a. Akses terhadap kepemilikan tanah
Kebijakan itu dilakukan untuk menghindari berkurangnya lahan pertanian,
seiring dengan semakin maraknya kegiatan usaha tambang. Selama ini alih
fungsi lahan pertanian menjadi lahan pertambangan dilakukan hanya sekedar
ganti rugi lahan kepada petani yang dampaknya kurang baik bagi pertumbuhan
ekonomi masyarakat. Contohnya, sejumlah petani yang menjual lahannya
kepada perusahaan tambang langsung menggunakan hasil penjualan untuk
kegiatan usaha namun hal itu tidak berhasil. Karena tidak memiliki keahlian
12

lain kecuali bertani akhirnya petani tersebut menjadi buruh tani dengan
pendapatan rendah. Oleh karena itu, guna mendukung kebijakan di atas, perlu
dukungan aturan dan untuk itu sejumlah kabupaten/kota didorong untuk
membuat aturan baik berupa Peraturan Daerah (Perda) atau aturan lain yang
mengikat.
b. Akses input dan proses produksi upaya meningkatkan akses terhadap sarana
input produksi pertanian memerlukan aksi nyata dari pemerintah daerah, antara
lain: (l) penyusunan kebutuhan sarana produksi per tahun di setiap daerah
sehingga akan mempermudah penyediaan sarana tersebut, (2) pembuatan alur
distribusi setiap jenis sarana produksi yang diperlukan dan sekaligus memuat
instansi atau lembaga yang bertanggungjawab disetiap tahapan penyediaan, (3)
pembangunan dukungan sarana dan prasarana untuk menunjang distribusi
sarana produksi, seperti sarana transportasi dan pergudangan dan (4) pemberian
insentif kepada petani yang menerapkan pemakaian sarana produksi sesuai
anjuran.
c. Akses terhadap pasar Petani gurem – petani dengan lahan sempit, petani
penggarap yang tidak punya lahan dan buruh tani lepas yang Cuma mengharap
upah sesaat – terjerat oleh belenggu berlapis: lahan yang tidak memenuhi skala
ekonomis, skill dan teknologi terbelakang, tidak memiliki akses terhadap
sumber pembiayaan, lingkungan infastruktur fisik yang tak memadai, dan tidak
punya akses terhadap pasar.
d. Akses terhadap kebebasan Strategi revitalisasi pertanian pun telah lama
dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono setidaknya lebih dari 4
tahun yang lalu. Namun menurut Bustanul Arifin (2005), strategi kebijakan
komprehensif yang masih abstrak tersebut masih perlu diterjemahkan lagi
menjadi langkah kebijakan operasional yang lebih ’ground’.
2.2. Kebijakan Pembangunan Pertanian
Kebijakan pembangunan pertanian merupakan salah satu kebijakan
pembangunan nasional yang sangat penting dan besar pengaruhnya dalam
pembentukan ketahanan nasional. Hal ini disebakan karena ketahanan pangan dan
gizi merupakan salah satu komponen dalam ketahanan ekonomi, tanpa ketahanan
13

pangan yang memadai, mustahil dapat menjawab perubahan yang mendasar yang
akan terjadi dimasa mendatang. Sekarang dan masa datang, sektor pertanian
masih memegang peranan penting dalam pembangunan perekonomian nasional
(Bafadal, 2014).
Tiga kebijakan dasar Pembangunan pertanian diantaranya yaitu:
1. Kebijakan komoditi yang meliputi kebijakan harga komoditi, distorsi harga
komoditi, subsidi harga komoditi, dan kebijakan ekspor.
2. Kebijakan faktor produksi yang meliputi kebijkan upah minimum, pajak dan
subsidi faktor produksi, kebijakan harga faktor produksi, dan perbaikan
kualiatas faktor produksi.
3. Kebijakan makro ekonomi yang dibedakan menjadi kebijakan anggaran
belanja, kebijakan fiscal, dan perbaikan nilai tukar.

Kebijakan dalam berbagai bidang pertanian ada lima di antaranya yaitu :


1. Kebijakan Harga
Kebijakan harga merupakan salah satu kebijakan yang terpenting di banyak
negara dan biasanya digabung dengan kebijakan pendapatan sehingga disebut
kebijakan harga dan pendapatan (price and economic policy). Segi harga dari
kebijakan itu bertujuan untuk mengadakan stabilitas harga, sedangkan segi
pendapatannya bertujuan agar pendapatan petani tidak terlalu berfluktuasi dari
musim ke musim dan dari tahun ke tahun. Kebijakan harga dapat mengandung
pemberian penyangga (support) atas harga-harga hasil pertanian supaya tidak
terlalu merugikan petani atau langsung mengandung sejumlah subsidi tertentu
bagi petani. Banyak negara seperti; Amerika Serikat, Jepang, dan Australia
banyak sekali hasil pertanian seperti gandum, kapas, padi, dan gula yang
mendapat perlindungan pemerintah berupa harga penyangga dan atau subsidi.
Indonesia baru mulai mempraktekkan kebijakan harga untuk beberapa hasil
pertanian sejak tahun 1969. Secara teoritis kebijakan harga yang dapat dipakai
untuk mencapai tiga tujuan yaitu:
a. Stabilitas harga hasil-hasil pertanian terutama pada tingkat petani
14

b. Meningkatkan pendapatan petani melalui pebaikan dasar tukar (term of


trade)
c. Memberikan arah dan petunjuk pada jumlah produksi.
2. Kebijakan Pemasaran
Kebijakan harga untuk melindungi petani produsen, pemerintah dapat
mengeluarkan kebijakan-kebijakan khusus dalam kelembagaan perdagangan
dengan tujuan yang sama, tetapi dengan tekanan pada perubahan mata rantai
pemasaran dari produsen ke konsumen, dengan tujuan utama untuk memperkuat
daya saing petani. Negara-negara Afrika seperti Nigeria dan Kenya apa yang
dikenal dengan nama Badan Pemasaran Pusat (Central Marketing Board)
berusaha untuk mengurangi pengaruh fluktuasi harga pasar dunia atas penghasilan
petani.
Selain kebijakan pemasaran hasil-hasil tanaman perdagangan untuk ekspor,
kebijakan ini meliputi pula pengaturan distribusi sarana-sarana produksi bagi
petani. Pemerintah berusaha menciptakan persaingan yang sehat di antara para
pedagang dengan melayani kebutuhan petani seperti pupuk, insektisida, pestisida
dan lain-lain sehingga petani akan dapat membeli sarana-sarana produksi tersebut
dengan harga yang relatif tidak terlalu tinggi. Jadi disini jelas bahwa kebijakan
pemasaran merupakan usaha campur tangan pemerintah dalam bekerjanya
kekuatan-kekuatan pasar.
3. Kebijakan Struktural
Kebijakan struktural dalam pertanian dimaksudkan untuk memperbaiki
struktur produksi misalnya luas pemilikan tanah, pengenalan dan pengusahaan
alat-alat pertanian yang baru dan perbaikan prasarana pertanian pada umumnya
baik prasarana fisik maupun sosial ekonomi. Kebijakan struktural ini hanya dapat
terlaksana dengan kerjasama yang erat dari beberapa lembaga pemerintah.
Perubahan struktur yang dimaksud disini tidak mudah untuk mencapainya dan
biasanya memakan waktu lama. Hal ini disebabkan sifat usahatani yang tidak saja
merupakan unit usaha ekonomi tetapi juga merupakan bagian dari kehidupan
petani dengan segala aspeknya. Oleh karena itu tindakan ekonomi saja tidak akan
mampu mendorong perubahan struktural dalam sektor pertanian sebagaimana
15

dapat dilaksanakan dengan lebih mudah pada sektor industri. Pengenalan baru
dengan penyuluhan-penyuluhan yang intensif merupakan satu contoh dari
kebijakan ini.
4. Kebijakan Pertanian Dan Industri
Ciri-ciri pokok perbedaan antara pertanian dan industri adalah:
a. Produksi pertanian kurang pasti dan risikonya besar karena tergantung
pada alam yang kebanyakannya di luar kekuasaan manusia untuk
mengontrolnya, sedangkan industri tidak demikian.
b. Pertanian memproduksi bahan-bahan makanan pokok dan bahan-bahan
mentah yang dengan kemajuan ekonomi dan kenaikan tingkat hidup
manusia permintaannya tidak akan naik seperti pada permintaan atas
barang-barang industry.
c. Pertanian adalah bidang usaha dimana tidak hanya faktor-faktor ekonomi
saja yang menentukan tetapi juga faktor-faktor sosiologi, kebiasaan dan
lain-lain memegang peranan penting.
5. Pendapatan Penduduk Desa dan Kota
Perbedaan pendapatan antara penduduk kota dan penduduk pedesaan adalah
sedemikian rupa sehingga mempunyai akibat dalam pola pengeluaran konsumsi
dan perilaku ekonomi lain-lainnya. Ada tiga hal yang meyebabkan rata-rata
pendapatan penduduk kota lebih tinggi dibandingkan penduduk desa yaitu:
a. Kestabilan dan kemantapan pendapatan penduduk kota lebih besar
embanguna pendapatan penduduk desa
b. Lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan yang dapat mendorong kegiatan
ekonomi di kota lebih banyak dibandingkan di desa
c. Banyaknya fasilitas pendidikan dan Kesehatan di kota yang memungkinkan
rata-rata produktivitas tenaga kerja di kota lebih tinggi.
Salah satu upaya untuk mengurangi perbedaan pendapatan ini adalah
dengan Menambah persediaan modal di desa serta mengurangi jumlah tenaga
kerja di pedesaan dan diserap bagi lapangan industri di kota-kota. Banyaknya
investasi di desa misalnya dalam alat-alat pertanian yang lebih modern, huler,
traktor dan juga dalam pembangunan-pembangunan prasarana fisik seperti
16

jembatan-jembatan baru, bendungan irigasi dan lain-lain maka timbul adanya


keperluan akan peningkatan keterampilan tenaga kerja.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kebijakan pertanian adalah serangkaian kegiatan yang telah, sedang dan akan
dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Konsep
kebijakan pertanian terdapat empat komponen diantaranya yaitu tujuan dasar
kebijakan pertanian, kendala kebijakan. Kebijakan yang mempengaruhi dan
Strategi Para Pengambil Kebijakan Pertanian.
2. Kebijakan pembangunan pertanian merupakan salah satu kebijakan
pembangunan nasional yang sangat penting dan besar pengaruhnya dalam
pembentukan ketahanan nasional. Hal ini disebakan karena ketahanan pangan
dan gizi merupakan salah satu komponen dalam ketahanan ekonomi, tanpa
ketahanan pangan yang memadai, mustahil dapat menjawab perubahan yang
mendasar yang akan terjadi dimasa mendatang. Sekarang dan masa datang,
sektor pertanian masih memegang peranan penting dalam pembangunan
perekonomian nasional. Kebijakan dasar Pembangunan pertanian ada tiga
diantaranya yaitu kebijakan kmoditi kebijakan faktor produksi dan kebijakan
makro ekonomi.
3.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, dapat diambil saran bahwa kebijakan
pertanian harus dijalankan dengan tepat dan tanggung jawab supaya pertanian di
Indonesia bisa lebih baik lagi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Amirul Hasan, 2009. Subsidi Pupuk 2009 Rp17


Triliun.http://economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2009/02/10/277
/191453/subsidi-pupuk-2009-rp17-triliun
Aziza, Tri Noor. (2020). Menilik Kebijakan Pembangunan Pertanian. Jurnal
Borneo Administrator, vol. 5(2):1-20
Bustanul Arifin, 2005. Kendala dan Solusi Alternatif Revitalisasi Pertanian.
http://www.kompas.com
Fauzin. (2021). Pengaturan Impor Pangan Negara Indonesia Berbasis pada
Kedaulatan Pangan. Jurnal Pamator, Vol. 14 No 1, hlm. 1-9.
https://journal.trunojoyo.ac.id/pamator/article/download/10497/5649
Diakses pada jumat, 13 Oktober 2023 Pukul 13.00 WIB.
Nauly, Dahlia. (2019). Dampak Kebijakan Subsidi Pupuk Dan Harga Pembelian
Pemerintah Terhadap Kesejahteraan Produsen Dan KonSumen Beras Di
Indonesia. Jurnal Agrosains dan Teknologi, Vol. 4 No. 1.
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/ftan/article/view/4398 Diakses pada
jumat, 13 Oktober 2023, Pukul 15.00 WIB.
Nurmala, dkk. 2012. Pengantar ilmu pertanian. Yogyakarta : GRAHA ILMU
Simatupang, Pantjar. (2003). Analisis Kebijakan : Konsep Dasar Dan Prosedur
Pelaksanaan. Vol. 10 : 1-23
Syaiful Bahari, 2004. Kegagalan Pembangunan Pertanian di Indonesia
http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0403/15/opini/910315.htm

18
Lampiran 1
Studi Kasus Konsep Kebijakan Pertanian

Judul Dampak Kebijakan Subsidi Pupuk Dan


Harga Pembelian Pemerintah Terhadap
Kesejahteraan Produsen Dan Konsumen
Beras Di Indonesia
Jurnal Jurnal Agrosains dan Teknologi
Volume dan Halaman Vol. 4 No. 1
Tahun 2019
Penulis Dahlia Nauly
Tujuan Jurnal ini bertujuan untuk mengkaji dampak kebijakan
subsidi pupuk dan HPP bagi produsen dan konsumen.
Subjek Penelitian Pupuk bersubsidi
Metode Penelitian Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan adalah data time
series tahunan dari tahun 1981 sampai 2014.
Data yang digunakan bersumber dari beberapa
instansi terkait yaitu Badan Pusat Statistik
(BPS), Badan Urusan Logistik (Bulog),
Kementerian Perdagangan, dan Kementerian
Pertanian.
Hasil Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan dan
Penawaran Beras yaitu :
1. Luas Areal Panen Padi Indonesia
2. Stok Beras Indonesia
3. Permintaan Beras Indonesia
4. Harga Gabah Tingkat Petan
5. Harga Impor Beras Indonesia
6. Harga Beras Eceran
Adanya kebijakan pemerintah dalam

19
20

komoditas beras tentu akan berakibat pada


perekonomian beras Indonesia. Kebijakan yang
kerap dilakukan oleh pemerintah adalah
subsidi pupuk urea. Peningkatan subsidi pupuk
merupakan salah satu program pemerintah
untuk memberikan insentif kepada petani agar
meningkatkan produksinya. Peningkatan
produksi padi diharapkan dapat memberikan
kesejahteraan bagi petani dan dapat
memberikan kesejahteraan kepada konsumen
dengan harga yang terjangkau. Skenario
simulasi historis dalam penelitian ini adalah
perubahan subsidi pupuk urea untuk
mengevaluasi kebijakan pasar beras terhadap
penawaran dan permintaan beras. Data yang
digunakan adalah tahun 2010-2014. Skenario
simulasi kebijakan dalam penelitian ini adalah
peningkatan subsidi pupuk urea sebesar 10
persen. Variabel yang diubah adalah harga
pupuk urea riil (HPUR) yang berkurang 10%
akibat adanya peningkatan subsidi pupuk
tersebut.
Beberapa penelitian terdahulu yang
menggunakan simulasi kenaikan harga dasar
gabah. Hutauruk (1996) dan Nur (1999)
menyatakan bahwa kebijakan kenaikkan harga
dasar gabah akan meningkatkan produksi
domestik dan meningkatkan harga beras.
Sedangkan menurut Cahyono (2001),
peningkatan harga dasar gabah akan
meningkatkan produksi padi kecuali di luar
21

Jawa tanpa Lampung. Sitepu (2002) juga


menyimpulkan bahwa kenaikkan harga dasar
gabah akan meningkatkan produksi padi dan
distribusi pendapatan akan semakin baik.
Dampak peningkatan subsidi pupuk dan HPP
terhadap peningkatan harga gabah juga
mengakibatkan harga eceran yang meningkat
direspon oleh konsumen dengan mengurangi
permintaan mereka, sehingga permintaan di
pasar domestik turun sebesar 0.04% atau setara
dengan 15,600 ton. Kombinasi antara
kebijakan peningkatan subsidi pupuk dan HPP
sebesar 5%.
Kebijakan penjaminan harga berupa
peningkatan Harga Pembelian Pemerintah
(HPP) efektif untuk meningkatkan
kesejahteraan produsen, tetapi menjadi tidak
efektif untuk meningkatkan kesejahteraan
konsumen beras. Kebijakan peningkatan Harga
Pembelian Pemerintah (HPP) tidak efektif dan
efisien dilakukan karena net surplus bernilai
negatif (Rp 580,547.14 milyar), kerugian
konsumen tidak mampu ditutupi oleh surplus
produsen. Kebijakan domestik berupa
peningkatan HPP dan subsidi pupuk memiliki
efek yang berbeda terhadap surplus produsen
dan konsumen. Peningkatan HPP memberikan
keuntungan bagi produsen tapi merugikan
konsumen, sedangkan kebijakan subsidi pupuk
memberikan keuntungan bagi konsumen tetapi
merugikan produsen. Hal ini menunjukkan
22

bahwa penerapan kebijakan tunggal tidak


mampu memberikan keuntungan bagi kedua
belah pihak.
Peningkatan subsidi pupuk memberikan
insentif bagi petani untuk meningkatkan
produksi padi, sedangkan peningkatan Harga
Pembelian Pemerintah (HPP) mengakibatkan
meningkatnya harga gabah di tingkat petani
kondisi ini memberikan keuntungan bagi
produsen terlihat dari surplus produsen sebesar
Rp 408,208.63 milyar. Alternatif paket
kebijakan sesuai dengan simulasi 3 dapat
memberikan keuntungan bagi produsen
maupun konsumen beras sehingga
kesejahteraan petani dan konsumen beras
meningkat. Pemerataan kesejahteraan tersebut
merupakan kondisi yang diinginkan kedua
pihak, sehingga harus menjadi pondasi utama
bagi pemerintah untuk membuat kebijakan
yang memihak semua lapisan masyarakat.
Kekuatan Penelitian Jurnal ini mempunyai kelebihan yaitu mudah
dipahami oleh pembaca selain itu sumber jurnalnya
juga jelas mulai dari jenis jurnal, penulis, dan yang
lainnya.
Kelemahan Penelitian Jurnal yang berjudul “Dampak Kebijakan Subsidi
Pupuk Dan Harga Pembelian Pemerintah Terhadap
Kesejahteraan Produsen Dan Konsumen Beras Di
Indonesia” tidak terdapat bagaimana cara penentuan
sampelnya dan tidak ada analisanya juga.
Kesimpulan Kebijakan subsidi pupuk mengakibatkan
23

penawaran beras domestik meningkat sehingga harga


beras eceran turun. Penawaran meningkat diikuti
dengan turunnya harga eceran mengakibatkan
permintaan meningkat. Tetapi peningkatan permintaan
lebih kecil dibandingkan peningkatan penawaran
sehingga terjadi exces supply di pasar beras domestik.
Kebijakan peningkatan Harga Pembelian Pemerintah
(HPP) berdampak pada meningkatnya harga eceran
beras domestik. Peningkatan harga eceran tersebut
mengakibatkan permintaan turun. Tetapi penawaran
tetap naik karena produksi beras domestik meningkat.
Surplus produsen dan surplus konsumen dipengaruhi
oleh kondisi pasar beras domestik. Surplus produsen
akan dicapai jika pemerintah menerapkan kebijakan
jaminan harga berupa peningkatan Harga Pembelian
Pemerintah (HPP), sedangkan surplus konsumen akan
dicapai jika pemerintah menerapkan kebijakan
peningkatan subsidi input berupa kredit pertanian dan
subsidi pupuk serta peningkatan produktivitas areal.
Untuk meningkatan surplus produsen dan konsumen
secara merata maka perlu diterapkan paket kebijakan
yang merupakan kombinasi dari kebijakan subsidi
pupuk dan kebijakan HPP.
Lampiran II
Studi Kasus Kebijakan Pembangunan Pertanian

Judul Pengaturan Impor Pangan Negara


Indonesia Berbasis pada Kedaulatan
Pangan
Jurnal Jurnal Pamator
Volume dan Halaman Volume 14 No 1, dan Hlm. 1-9
Tahun 2021
Penulis Fauzin
Tujuan Jurnal ini bertujuan untuk membuka mansed pembaca
supaya melakukan perubahan untuk meningkatkan
produksi dan produktivitas komoditas pangan
khususnya pangan strategis guna memenuhi kebutuhan
Masyarakat yang selalu meningkat dan berbandng
lurus dengan jumlah penduduk.
Subjek Penelitian Komoditas pangan
Metode Penelitian Metode penulisan ini menggunakan tipe penelitian
hukum normatif, penelitian yang dilakukan dengan
berlandaskan pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku terkait dengan pembahasan penulisan ini
yaitu mengatur tentang Pangan dan bahan-bahan
hukum lainnya baik yang bersifat sekunder yang ada
di perpustakaan maupun jurnal hukum lainnya
Hasil Pengertian pangan impor dapat dilihat dalam
pasal 1 angka (25) Undang-Undang Nomor 18 tahun
2012 tentang Pangan yang menyebutkan bahwa impor
pangan adalah kegiatan memasukkan pangan ke dalam
daerah pabean negara Republik Indonesia yang
meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di
atasnya, tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi

24
25

Eksklusif, dan landas kontinen. Kegiatan impor


pangan hanya dapat dilakukan apabila produksi
pangan dalam negeri tidak mencukupi dan/atau tidak
dapat diproduksi didalam negeri. Impor pangan pokok
juga dapat dilakukan apabila produksi pangan dalam
negeri dan cadangan pangan nasional tidak
mencukupi. Impor Pangan yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri wajib
memenuhi persyaratan keamanan, mutu, gizi, dan
tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan
budaya masyarakat. Pangan yang diimpor harus benar-
benar memenuhi kandungan gizi dan standar
keamanan bagi kesehatan karena kesehatan merupakan
hak asasi setiap orang. Berdasarkan pasal 48 Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
menyatakan bahwa melalui kegiatan pengamanan
makanan dan minuman merupakan salah satu cara
untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-
Undang Nomor 18 tentang Pangan, Kedaulatan
Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara
mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin
hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak
bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan
yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.
Kedaulatan pangan dapat diposisikan sebagai strategi
pokok untuk mencapai tujuan pembangunan pangan
nasional, yakni ketahanan pangan. Kedaulatan pangan
tidak menggantikan, namun menjadi pelengkap atau
pendukung bahkan menjadi basis untuk tercapainya
ketahanan pangan yang sejati.
26

Definisi ketahanan pangan dalam UU No 18


tahun 2012 merupakan penyempurnaan dan
"pengkayaan cakupan" dari definisi dalam UU No 7
tahun 1996 yang memasukkan "perorangan" dan
"sesuai keyakinan agama" serta "budaya" bangsa.
Definisi UU No 18 tahun 2012 secara substantif
sejalan dengan definisi ketahanan pangan dari FAO
yang menyatakan bahwa ketahanan pangan sebagai
suatu kondisi dimana setiap orang sepanjang waktu,
baik fisik maupun ekonomi, memiliki akses terhadap
pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk
memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari sesuai
preferensinya. Berdasarkan Lampiran Peraturan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 46
Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis Kementerian
Perdagangan Tahun 2020- 2024, pengendalian impor
dilakukan terhadap barang konsumsi dan barang untuk
kebutuhan industri. Terhadap barang konsumsi,
pengelolaan impor dilakukan dalam rangka
meningkatkan ketahanan pangan.
Ketergantungan Impor pangan juga termasuk
pengaruh globalisasi dengan ideologi neoliberalisme
telah memaksakan petani dan Negara membuat pilihan
yang tidak nyaman dan saling bertentangan. Pakar
ekonomi pertanian, Francis Wahono, menilai bahwa
pilihan kebijakan dan praktik pemerintah banyak yang
melantarkan rakyat, termasuk petani (Wahono, 2011).
Praktik impor beras misalnya, terkadang zero tariff.
Pada tahun 2020, dinamika perekonomian global yang
terjadi seperti, perlambatan laju pertumbuhan ekonomi
dunia, penurunan harga komoditas dunia,
27

meningkatnya tensi geopolitik di sejumlah Kawasan


dan ancaman perang dagang antara Amerika Serikat
dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan pandemi
Covid-19, menjadi peluang dan tantangan tersendiri
dalam membangun perekonomian nasional kedepan.
Bank Dunia memperkirakan perekonomian Indonesia
tahun 2020 akan tetap stabil dan berdaya tahan. Isu
perekonomian dunia seperti melemahnya volume
perdagangan dunia, terutama yang terjadi pada tahun
2020 karena pandemi Covid-19 diprediksi tidak
banyak mempengaruhi perekonomian nasional karena
roda penggerak perekonomian nasional masih
didominasi oleh konsumsi domestik. Tingginya
proporsi konsumsi domestik terhadap PDB, bahkan
mampu menutupi dampak negatif dari defisit neraca
perdagangan yang telah terjadi tahun 2018 dan 2019
(Rencana Strategis Kementerian Perdagangan 2020-
2024, 2020).
Indonesia memberlakukan baik hambatan tarif
maupun non-tarif untuk impor pangan. Hambatan tarif
menambahkan tarif impor rata-rata untuk produk
pangan sebesar 6,39% pada tahun 2018. Sementara
untuk hambatan non-tarif, termasuk di dalamnya
pembatasan kuota, penetapan sanitarifitosanitari
(misalnya karantina, inspeksi kualitas), dan hambatan
teknis perdagangan lainnya (misalnya pengemasan,
pelabelan). Hambatan-hambatan perdagangan ini
menambahkan ekstra 41% di atas kegiatankegiatan
penambah nilai di seluruh rangkaian rantai pasokan
(Marks, 2017). Indonesia tetap bergantung pada impor
pangan. Pada 2018, 95% pasokan bawang putih
28

Indonesia, 24% pasokan daging sapi, dan 55%


pasokan gula datang dari luar negeri, dan Kementerian
Perdagangan telah memulai impor di tahun 2020
(Asogiyan, 2018; Respatiadi & Nabila, 2017;
McDonald & Meylinah, 2019; Kementerian Pertanian,
2020). Pada tahun 2018, Indonesia merupakan net
importir terhadap produk pangan senilai USD 576,18
juta. Ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan
tingkat inflasi yang dapat mengganggu pertumbuhan
ekonomi. Terhadap barang untuk kebutuhan industri,
pengelolaan barang impor berperan penting dalam
meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia
melalui pengelolaan impor barang modal dan bahan
baku/ penolong yang digunakan di dalam proses
produksi untuk tujuan ekspor. Dalam rangka menjaga
ketersediaan pasokan pangan dan kebutuhan industri
di dalam negeri diperlukan suatu kebijakan impor
yang dinamis dan komprehensif. Pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan-kebijakan terkait impor,
dimana kebijakan tata niaga impor tersebut belum
optimal pelaksanaannya.
Indonesia dapat mempertimbangkan untuk
menghapus sebagian dari hambatan perdagangannya
di sektor pangan dan pertanian, seperti tarif, larangan
kuantitatif, dan sistem perizinan impor non-otomatis
untuk komoditas-komoditas pangan utama. Jika tarif
dihapus, harga impor komoditas pertanian tetap akan
meningkat, tetapi hanya sebesar 0,65% jika
dibandingkan dengan 1,20% di bawah skenario BAU
(Mckibbin & Fernando, 2020).
Kedaulatan pangan dapat diposisikan sebagai
29

strategi pokok untuk mencapai tujuan pembangunan


pangan nasional, yakni ketahanan pangan. Kedaulatan
pangan tidak menggantikan, namun menjadi
pelengkap atau pendukung bahkan menjadi basis
untuk tercapainya ketahanan pangan yang sejati.
Strategi menuju ketahanan pangan Indonesia
berkelanjutan 2025 dikelompokkan menurut subsistem
dalam sistem ketahanan pangan seperti diatur dalam
UU Pangan, yaitu ketersediaan pangan,
keterjangkauan pangan, dan pemanfaatan pangan
(Suryana A. , 2014). Saat ini, ketahanan, kemandirian,
dan kedaulatan pangan mengalami kerentanan karena
mudah terimbas pengaruh gejolak fluktuasi harga di
pasar internasional dan perubahan iklim.
Kekuatan Penelitian Jurnal ini memiliki kelebihan pada judulnya karena
memiliki judul yang sangat menarik bagi pembacanya.
Selain itu jurnal tersebut juga memiliki penjelasan di
bagian hasil pembahasan dan kesimpulan yang sangat
bagus dan mudah di pahami bagi pembaca.
Kelemahan Penelitian Kelemahan pada jurnal yang berjudul “Pengaturan
Impor Pangan Negara Indonesia Berbasis pada
Kedaulatan Pangan” yaitu berada pada bagian abstrak.
Bagian abstrak hanya menggunakan Bahasa Inggris
saja dan tidak menggunakan terjemahan sehingga bagi
pembaca yang tidak tahu Bahasa Inggis menjadi
kesulitan. Selain itu pada bagian metodologinya
bahwa metodologi yang ada di jurnal tersebut sangat
sulit untuk dipahami bagi pembacanya.
Kesimpulan Peraturan-peraturan yang mendukung kebijakan
pemerintah untuk melakukan impor pangan di
30

Indonesia, selalu dikaitkan dengan persoalan


ketersediaan dan ketahanan pangan. Kenyataan
tentang semakin menurunnya angka ketahanan pangan
dan kemiskinan yang diderita mayoritas petani di
Indonesia, menjadi realitas paradoks dengan semua
tujuan yang menjadi retorika dari keluamya peraturan
tersebut. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012
tentang Pangan telah mengamanatkan tujuan
penyelenggaraan pangan, yaitu mewujudkan
kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan
ketahanan pangan. Oleh karena itu, diperlukan
peningkatan produksi dan produktivitas komoditas
pangan, terutama pangan strategis, agar dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat yang selalu
meningkat dan berbanding lurus dengan jumlah
penduduk. Kedaulatan pangan dapat diposisikan
sebagai strategi pokok untuk mencapai tujuan
pembangunan pangan nasional, yakni ketahanan
pangan. Kedaulatan pangan tidak menggantikan,
namun menjadi pelengkap atau pendukung bahkan
menjadi basis untuk tercapainya ketahanan pangan
yang sejati.

Anda mungkin juga menyukai