KEBIJAKAN PERTANIAN
EKONOMI PERTANIAN
DISUSUN OLEH:
Doni Andrian Saputra (214110052)
Ardan Nadhif Abiyyu (214110360)
Lola Regita (214110096)
Revita (214110082)
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
TA : 2020/2021
KATA PENGANTAR
penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN..................................................................................................2
1.4 MANFAAT..............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
3.1 KESIMPULAN....................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
kendala yang muncul disektor pertanian. Misal harga tidak stabil maka kebijakan yang
diterapkan adalah stabilisasi harga hasil usaha tani. Kendala kekurangan air maka kebijakan
yang diterapkan berhubungan dengan perairan. Apabila terjadi serangan hama maka yang
diterapkan kebijakan tentang penelitian pemberantasan hama dst.Pada intinya apabila ingin
mengangkat kesejahteraan petani maka seluruh kebijakan hendaknya diarahkan untuk
peningkatan produktifitas pertanian baik fisik maupun nilai tambahnya.
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan yang diperoleh dari rumusan masalah tersebut adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari kebijakan pertanian.
2. Untuk mengetahui permasalahan di bidang pertanian.
3. Untuk mengetahui strategi dalam upaya pembangunan kebijakan pertanian.
4. Untuk mengetahui permasalahan dibidang pertanian.
5. Untuk mengetahui strategi dan kebijakan pokok pembangunan pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian.
1.4 MANFAAT
Manfaat yang dapat kita petik dari makalah ini adalah kita dapat mengetahui tentang
permasalahan dan kebijakan pertanian yang ada di Indonesia sehingga dengan adanya
kebijakan pertanian ini, masyarakat dapat lebih memahami hal-hal apa yang perlu di
perhatikan dalam kegiatan usaha tani mereka mereka.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan
dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan umum
kebijakan pertanian kita adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi
lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan akibatnya tingkat penghidupan dan
kesejahteraan petani meningkat. Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, pemerintah baik di pusat
maupun di daerah mengeluarkan peraturan-peraturan tertentu; ada yang berbentuk Undang-
undang, Peraturan-peraturan Pemerintah, Kepres, Kepmen, keputusan Gubernur dan lain-lain.
Peraturan ini dapat dibagi menjadi dua kebijakan-kebijakan yang bersifat pengatur
(regulating policies) dan pembagian pendapatan yang lebih adil merata (distributive policies).
Kebijakan yang bersifat pengaturan misalnya peraturan rayoneering dalam
perdagangan/distribusi pupuk sedangkan contoh peraturan yang sifatnya mengatur pembagian
pendapatan adalah penentuan harga kopra minimum yang berlaku sejak tahun 1969 di
daerah-daerah kopra di Sulawesi.
Persoalan yang selalu tidak mudah diatasi adalah persoalan keadilan. Hampir setiap
kebijakan jarang akan disambut dengan baik oleh semua pihak. Selau ada saja pihak yang
memperoleh manfaat lebih besar dari pihak lainnya dan bahkan ada yang dirugikan. Itulah
sebabnya masalah kebijakan pertanian bukanlah terletak pada banyak sedikitnya campur
tangan pemerintah, tetapi pada berhasil tidaknya kebijakan itu mencapai sasarannya dengan
sekaligus mencari keadilan bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu kebijakan
pertanian yang lebih baik adalah yang dapat mencapai tujuan nasional untuk menaikkan
produksi secara optimal dengan perlakuan yang adil pada pihak-pihak yang bersangkutan itu.
1. Kebijakan Harga
Kebijakan ini merupakan salah satu kebijakan yang terpenting di banyak negara dan
biasanya digabung dengan kebijakan pendapatan sehingga disebut kebijakan harga dan
pendapatan (price and economic policy). Segi harga dari kebijakan itu bertujuan untuk
mengadakan stabilitas harga, sedangkan segi pendapatannya bertujuan agar pendapatan
3
petani tidak terlalu berfluktuasi dari musim ke musim dan dari tahun ke tahun. Kebijakan
harga dapat mengandung pemberian penyangga (support) atas harga-harga hasil pertanian
supaya tidak terlalu merugikan petani atau langsung mengandung sejumlah subsidi tertentu
bagi petani. Di banyak negara seperti; Amerika Serikat, Jepang, dan Australia banyak sekali
hasil pertanian seperti gandum, kapas, padi, dan gula yang mendapat perlindungan
pemerintah berupa harga penyangga dan atau subsidi. Indonesia baru mulai mempraktekkan
kebijakan harga untuk beberapa hasil pertanian sejak tahun 1969. Secara teoritis kebijakan
harga yang dapat dipakai untuk mencapai tiga tujuan yaitu:
1. stabilitas harga hasil-hasil pertanian terutama pada tingkat petani
2. meningkatkan pendapatan petani melalui pebaikan dasar tukar (term of trade)
3. memberikan arah dan petunjuk pada jumlah produksi.
Kebijakan harga di Indonesia terutama ditekankan pada tujuan pertama yaitu
Stabilitas harga hasil-hasil pertanian dalam keadaan harga-harga umum yang stabil berarti
pula terjadi kestabilan pendapatan. Tujuan yang kedua banyak sekali dilaksanakan pada hasil-
hasil pertanian di negara-negara yang sudah maju dengan alasan pokok pendapatan rata-rata
sektor pertanian terlau rendah dibandingkan dengan penghasilan di luar sektor pertanian.
Tujuan kebijakan yang ketiga dalam praktek sering dilaksanakan oleh negara-negara
yang sudah maju bersamaan dengan tujuan kedua yaitu dalam bentuk pembatasan jumlah
produksi dengan pembayaran kompensasi. Berdasarkan ramalan harga, pemerintah membuat
perencanaan produksi dan petani mendapat pembayaran kompensasi untuk setiap kegiatan
produksi yang diistirahatkan. Di negara kita, dimana hasil-hasil pertanian pada umumnya
belum mencukupi kebutuhan, maka kebijakan yang demikian tidak relevan. Selain kebijakan
harga yang menyangkut hasil-hasil pertanian, peningkatan pendapatan petani dapat dicapai
dengan pemberian subsidi pada harga sarana-sarana produksi seperti pupuk/insektisida.
Subsidi ini mempunyai pengaruh untuk menurunkan biaya produksi yang dalam teori
ekonomi berarti menggeser kurva penawaran ke atas.
2. Kebijakan Pemasaran
Di samping kebijakan harga untuk melindungi petani produsen, pemerintah dapat
mengeluarkan kebijakan-kebijakan khusus dalam kelembagaan perdagangan dengan tujuan
yang sama, tetapi dengan tekanan pada perubahan mata rantai pemasaran dari produsen ke
konsumen, dengan tujuan utama untuk memperkuat daya saing petani. Di negara-negara
Afrika seperti Nigeria dan Kenya apa yang dikenal dengan nama Badan Pemasaran Pusat
4
(Central Marketing Board) berusaha untuk mengurangi pengaruh fluktuasi harga pasar dunia
atas penghasilan petani. Badan pemasaran ini sangat berhasil di Inggris yang dimulai sesudah
depresi besar tahun 1930 untuk industri bulu domba, susu, telor dan kentang. Di Indonesia
Badan Pengurusan Kopra, Badan Pemasaran Lada pada prinsipnya mempunyai tujuan yang
sama dengan Badan pemasaran Pusat di Afrika dan Inggris.
Masalah yang dihadapi di Indoensia adalah kurangnya kegairahan berproduksi pada
tingkat petani, tidak ada keinginan untuk mengadakan penanaman baru dan usaha-usaha lain
untuk menaikkan produksi karena persentase harga yang diterima oleh petani relatif kecil
dibandingkan dengan bagian yang diterima golongan-golongan lain.
Selain kebijakan pemasaran hasil-hasil tanaman perdagangan untuk ekspor, kebijakan
ini meliputi pula pengaturan distribusi sarana-sarana produksi bagi petani. Pemerintah
berusaha menciptakan persaingan yang sehat di antara para pedagang dengan melayani
kebutuhan petani seperti pupuk, insektisida, pestisida dan lain-lain sehingga petani akan
dapat membeli sarana-sarana produksi tersebut dengan harga yang relatif tidak terlalu tinggi.
Jadi disini jelas bahwa kebijakan pemasaran merupakan usaha campur tangan pemerintah
dalam bekerjanya kekuatan-kekuatan pasar.
3. Kebijakan Struktural
Kebijakan struktural dalam pertanian dimaksudkan untuk memperbaiki strukutur
produksi misalnya luas pemilikan tanah, pengenalan dan pengusahaan alat-alat pertanian
yang baru dan perbaikan prasarana pertanian pada umumnya baik prasarana fisik maupun
sosial ekonomi.
Kebijakan struktural ini hanya dapat terlaksana dengan kerjasama yang erat dari
beberapa lembaga pemerintah. Perubahan struktur yang dimaksud disini tidak mudah untuk
mencapainya dan biasanya memakan waktu lama. Hal ini disebabkan sifat usahatani yang
tidak saja merupakan unit usaha ekonomi tetapi juga merupakan bagian dari kehidupan petani
dengan segala aspeknya. Oleh karena itu tindakan ekonomi saja tidak akan mampu
mendorong perubahan struktural dalam sektor pertanian sebagaimana dapat dilaksanakan
dengan lebih mudah pada sektor industri. Pengenalan baru dengan penyuluhan-penyuluhan
yang intensif merupakan satu contoh dari kebijakan ini. Kebijakan pemasaran yang telah
disebutkan di atas sebenarnya dimaksudkan pula untuk mempercepat proses perubahan
struktural di sektor pertanian dalam komoditi-komoditi pertanian. Pada bidang produksi dan
tataniaga kopra, lada, karet, cengkeh dan lain-lain. Dalam kenyataannya pelaksanaan
5
kebijakan harga, pemasaran dan struktural tidak dapat dipisahkan, dan ketiganya saling
melengkapi.
4. Kebijakan Pertanian dan Industri
Ciri-ciri pokok perbedaan antara pertanian dan industri adalah:
1. Produksi pertanian kurang pasti dan risikonya besar karena tergantung pada alam
yang kebanyakannya di luar kekuasaan manusia untuk mengontrolnya, sedangkan
industri tidak demikian.
2. Pertanian memproduksi bahan-bahan makanan pokok dan bahan-bahan mentah yang
dengan kemajuan ekonomi dan kenaikan tingkat hidup manusia permintaannya tidak
akan naik seperti pada permintaan atas barang-barang industri
3. Pertanian adalah bidang usaha dimana tidak hanya faktor-faktor ekonomi saja yang
menentukan tetapi juga faktor-faktor sosiologi, kebiasaan dan lain-lain memegang
peranan penting. Industri lebih bersifat lugas (zakelijk).
Ketiga ciri khusus pertanian ini nampak dalam teori ekonomi sebagai perbedaan
dalam respons permintaan dan penawaran atas perubahan-perubahan harga.
Elatisitas harga atas permintaan dan penawaran hasil-hasil pertanian jauh lebih kecil
daripada hasil-hasil industri. Misalnya elastisitas harga atas permintaan radio, buku-buku,
mobil dan lain-lain, jauh lebih tinggi daripada elatisitas harga atas permintaan beras dan
bahan pakaian. Hal ini disebabkan pendapatan sektor industri pada umumnya lebih tinggi
daripada pendapatan sektor pertanian maka elastisitas pendapatan atas permintaan barang-
barang hasil industri lebih besar daripada atas bahan makanan pokok.
6
3. lebih banyaknya fasilitas pendidikan dan kesehatan di kota yang memungkinkan rata-
rata produktivitas tenaga kerja di kota lebih tinggi.
Salah satu upaya untuk mengurangi perbeda
Salah satu upaya untuk mengurangi perbedaan pendapatan ini adalah dengan
Menambah persediaan modal di desa serta mengurangi jumlah tenaga kerja di
pedesaan dan diserap bagi lapangan industri di kota-kota. Dengan lebih banyaknya investasi
di desa misalnya dalam alat-alat pertanian yang lebih modern, huller , traktor dan juga dalam
pembangunan-pembangunan prasarana fisik seperti jembatan-jembatan baru, bendungan
irigasi dan lain-lain maka timbul adanya keperluan akan peningkatan keterampilan tenaga
kerja. Seorang petani yang mengerjakan sawah dengan bajak atau traktor dalam waktu yang
sama akan mampu menyelesaikan luas sawah yang lebih besar daripada petani lain yang
hanya menggunakan cangkul. Beberapa faktor yang menjadi penyebabnya adalah:
1. Adanya tambahan modal yang berupa pajak dan ternak serta mesin traktor pada petani
pertama
2. Adanya keahlian dan keterampilan khusus yang diperlukan oleh petani yang
menjalankan bajak atau traktor itu.
Kedua unsur inilah yang menimbulkan perbedaan produktivitas tenaga kerja.
7
ini sering pula disebut gestation period, yang dalam bidang pertanian jauh lebih besar
daripada dalam bidang industri. Di dalam bidang industri, sekali produksi telah berjalan maka
penerimaan dari penjualan akan mengalir setiap hari sebagaimana mengalirnya hasil
produksi. Dalam bidang pertanian tidak demikian kecuali bagi para nelayan penangkap ikan
yang dapat menerima hasil setiap hari sehabis ia menjual ikannya. Jadi ciri khas kehidupan
petani adalah perbedaan pola penerimaan pendapatan dan pengeluarannya. Pendapatan petani
hanya diterima setiap musim panen, sedangkan pengeluaran harus diadakan setiap hari, setiap
minggu atau kadang-kadang dalam waktu yang sangat mendesak sebelum panen tiba.
3. Pertanian Subsisten
Perkataan subsisten ini banyak sekali dipakai dalam berbagai karangan mengenai
ekonomi pertanian sebagai terjemahan dari perkataan subsistence dari kata subsist yang
berarti hidup. Pertanian yang subsisten diartikan sebagai suatu sistem bertani dimana tujuan
8
utama dari si petani adalah untuk memenuhi keperluan hidupnya beserta keluarganya. Namun
dalam menggunakan definisi yang demikian sejak semula harus diingat bahwa tidak ada
petani susbsisten yang begitu homogen, yang begitu sama sifat-sifatnya satu dari yang lain.
Dalam kenyataannya petani subsisten ini sangat berbeda-beda dalam hal luas dan kesuburan
tanah yang dimilikinya dan dalam kondisi-kondisi sosial ekonomi lingkungan hidupnya.
Apa yang sama di antara mereka adalah bahwa mereka memandang pertanian sebagai
sarana pokok untuk memenuhi kebutuhan keluarga yaitu melalui hasil produksi pertanian itu.
Dengan definisi tersebut sama sekali tidak berarti bahwa petani susbsisten tidak berfikir
dalam pengertian biaya dan penerimaan. Mereka juga berpikir dalam pengertian itu, tetapi
tidak dalam bentuk pengeluaran biaya tunai, melainkan dalam kerja, kesempatan beristirahat
dan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan upacara adat dan lain-lain.
5. Perlunya Efisiensi
Menurut Clifford Geertz dalam Involusi Pertanian, pemakaian tenaga kerja di sektor
pertanian di Indonesia tergolong sangat besar dibanding negara lain. Di Amerika Serikat
kurang lebih 0,002 Kw/ha, Jepang 0,014 Kw/ha, sedang Indonesia 0,127 Kw/ha. Tetapi
9
tenaga kerja manusia di Jepang dan Amerika Serikat lebih intensif dibanding di Indonesia.
Terlihat adanya perbedaan nyata antara petani Indonesia dengan petani Jepang.
Langkah yang menyebabkan pertanian di Jepang jauh meninggalkan Indonesia dalam
jangka waktu yang sama adalah produktivitas pekerja. Yang utama dalam produktivitas
pekerja (petani) Jepang adalah terjadinya perbaikan yang esensial dalam praktik pertanian
Jepang sesuai dengan produksi kecil yang efisien. Selain itu di Jepang produktivitas pekerja
(petani) bukan hanya diperhitungkan per ha sawah, tetapi penggunaan tenaga kerja
dimanfaatkan se efisien mungkin dengan menggunakan perhitungan yang baik.
Di Indonesia, efisiensi yang diartikan sebagai kedayagunaan suatu sumber tenaga
dapat menangani suatu bahan, masih belum mendapat perhatian secara serius. Padahal fungsi
perbaikan pertanian adalah menaikkan pendapatan, kesejahteraan, taraf hidup dan daya beli
petani. Sangat kecilnya efisiensi petani merupakan hambatan bagi faktor-faktor lain yang
merupakan penetrasi pembangunan pertanian.
Perbaikan taraf hidup petani memang tidak dilakukan dengan hanya memberi
landreform (Redistribusi Tanah Pertanian) atau credit reform (Pemberian Kredit Usaha Tani),
tetapi perlu juga diperhatikan situasi kerja petani. Situasi kerja yang monoton dengan hasil
yang rendah menyebabkan petani mengalami kejenuhan. Ditilik lebih jauh, perlu diakui
bahwa kejenuhan petani ini terus berlangsung. Hal ini disebabkan oleh miskinnya inovasi dan
tiadanya gebrakan-gebrakan baru yang menggairahkan petani.
Efisiensi teknologi yang memperkecil tingkat kejerihan kerja dengan produktivitas
tinggi masih dicemburui. Harapan memperkenalkan teknologi yang efisien selalu dihantui
oleh pembengkakan pengangguran terutama di wilayah perdesaan. Akibatnya jumlah tenaga
pengangguran semu dalam sektor pertanian di Indonesia sangat besar. Tidak jelas lahirnya
tenaga kerja semu ini karena efektivitas kerja rendah yang menyerap banyak tenaga manusia
atau memang karena distribusi kerja yang tidak merata.
6. Tuntutan Inovasi
Dalam arah kebijakan pembangunan nasional, pembangunan sektor pertanian
diarahkan untuk meningkatkan pendapatan kesejahteraan, daya beli, taraf hidup, kapasitas
dan kemandirian serta akses masyarakat pertanian dalam proses pembangunan melalui
peningkatan kualitas dan kuantitas produksi serta distribusi dan keanekaragaman hasil
pertanian. Pembangunan pertanian diarahkan pada pengembangan sistem pertanian yang
berkelanjutan yang berbudaya industri, maju dan efisien ditingkatkan dengan memanfaatkan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
10
Untuk memenuhi tuntutan di atas, alternatif inovasi yang sampai sekarang tampaknya
relevan walaupun tidak terlalu baru adalah penerapan mekanisasi pertanian (penggunaan alat
dan mesin pertanian). Sudah saatnya dimulai penerapan mekanisasi pertanian dalam sistem
pertanian nasional meskipun tetap dilakukan secara selektif.
Upaya menuju pertanian industri antara lain dapat dikembangkan dengan peningkatan
penggunaan alat dan mesin pertanian dalam pengolahan tanah dan penanganan pasca panen.
Salah satu keuntungan yang diperoleh adalah terjadinya peningkatan efisiensi dan
produktivitas pemanfaatan sumber daya alam.
2.4 Strategi dan Kebijakan Pokok Pembangunan Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian
Dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian, maka strategi kebijakan yang ditempuh harus mencerminkan
visinya, yaitu: tangguh, berdaya saing, dan berkelanjutan. Dalam hubungan tersebut maka
strategi pokok pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian adalah:
1. Meningkatkan Kapasitas dan Memberdayakan SDM serta Kelembagaan Usaha
di Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.
Salah satu permasalahan yang mendasar dalam memajukan usaha pertanian di tanah
air adalah masih lemahnya kemampuan sumber daya manusia dan kelembagaan usaha dalam
11
hal penanganan pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil. Hal tersebut disebabkan oleh
karena pembinaan SDM pertanian selama ini lebih difokuskan kepada upaya peningkatan
produksi (budidaya) pertanian, sedangkan produktivitas dan daya saing usaha agribisnis
sangat ditentukan oleh kemampuan pelaku usaha yang bersangkutan dalam mengelola produk
yang dihasilkan (pasca panen dan pengolahan hasil) serta pemasarannya. Adapun beberapa
kebijakan operasional terkait dengan strategi tersebut adalah:
12
Kunci terpenting dalam rangka meningkatkan daya saing produk pertanian baik
produk segar maupun olahan hasil pertanian adalah mutu produk yang baik dan efisiensi
dalam proses produksi maupun pada tahap pemasarannya. Mutu produk dan efisiensi akan
berpengaruh langsung terhadap harga dari setiap produk bersangkutan. Kebijakan dalam
rangka meningkatkan mutu dan efisiensi produksi dan pemasaran hasil pertanian di antaranya
adalah:
1. Revitalisasi teknologi dan sarana/ prasarana usaha pasca panen pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian;
2. Mengembangkan produksi sesuai potensi pasar;
3. Menerapkan sistem jaminan mutu, termasuk penerapan GAP, GHP dan GMP;
4. Mengembangkan kelembagaan pemasaran yang dikelola oleh kelompok tani di sentra
produksi;
5. Mengupayakan sistem dan proses distribusi yang efisien.
6. Memfasilitasi pengembangan kewirausahaan dan kemitraan usaha pada bidang pemasaran
hasil pertanian
13
5. Rasionalisasi impor produk pertanian.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan
dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan umum
kebijakan pertanian kita adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi
lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan akibatnya tingkat penghidupan dan
kesejahteraan petani meningkat.
Beberapa kebijakan di bidang pertanian Kebijakan Harga kebijakan pemasaran,
kebijakan structural, kebijakan pertanian dan industry, pendapatan penduduk desa dan kota.
Itulah beberapa kebijakan yang diambil oleh pemerintah indonesia. Yang diharapkan dapagt
meningkatkan hasil produk pertanian indonesia.
Beberapa permasalahan pertanian jarak waktu yang lebar antara pengeluaran dan
penerimaan pendapatan dalam pertanian, tekanan penduduk dan pertanian, pertanian
subsisten, mekanisasi pemecahan masalah efisiensi kerja petani, perlunya efisiensi, tuntutan
inovasi dan mekanisasi dan distribusi kerja.
Untuk mengatasi permasalah diatas pemerintah kini tengah gencar mengatasi
permasalahan yang ada dalam bidang pertanian Indonesia misalnya dengan pengembangan
teknologi permodalan untuk para petani ditambah dan pengusahaan peningkatan hasil
pertanian.
15
DAFTAR PUSTAKA
16