Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KEBIJAKAN PERTANIAN
EKONOMI PERTANIAN

DISUSUN OLEH:
Doni Andrian Saputra (214110052)
Ardan Nadhif Abiyyu (214110360)
Lola Regita (214110096)
Revita (214110082)

Dosen Pengampu : Sisca Vaulina,SP.,MP

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
TA : 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji dan syukur


kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya, sehingga
penyusunan makalah ini dapat berjalan dengan baik dan lancar. Kami melihat
kepada setiap pihak yang telibat dan membantu kami dalam penyusunan
makalah ini. Makalah mata kuliah Ekonomi Pertanian kali ini mengangkat topik
mengenai “kebijakan pertanian” makalah ini disusun sedemikian rupa dengan
mencari dan mengembangkan jumlah informasi yang kami dapatkan melalui
buku, media cetak, elektronik maupun media lainnya. Kami berharap dengan
informasi yang kami dapat, kemudian kami sajikan ini dapat memberikan
penjelasan yang cukup. Demikian satu dua kata yang kami bisa sampaikan
kepada pembaca makalah ini, jika ada kesalahan baik dalam menulis kutipan,
kami terlebih dahulu memohon maaf dan kami juga berharap semua pihak dapat
memakluminya. Semoga semua pihak dapat menikmati dan mengambil esensi
dari makalah ini, terima kasihh....

Pekanbaru, 25 april 2022

penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG..................................................................................1

1.2 RUMUSAN MASALAH ...........................................................................2

1.3 TUJUAN..................................................................................................2

1.4 MANFAAT..............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 KEBIJAKAN PERTANIAN..................................................................3

2.2 BEBERAPA KEBIJAKAN PERTANIAN............................................3

2.3 PERMASALAHAN PERTANIAN.......................................................7

2.4.......STRATEGI DAN KEBIJAKAN POKOK PEMBANGUNAN DAN

PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN.....................................................11

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN....................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal
tersebut dikarenakan beberapa alasan, pertama, sektor pertanian merupakan sektoryang
mendasari kehidupan setiap masyarakat di Indonesia. Potensi dari sector pertanian di
Indonesia didukung oleh ketersediaan sumber daya alam, serta kondisi iklim yang sangat baik
untuk bertani. Sehingga, sektor pertanian layak untuk dikembangkan secara berkelanjutan
demi kelangsungan hidup suatu bangsa.
Seiring dengan perkembangan pembangunan, peran pertanian mulai menurun setelah
prioritas pembangunan beralih ke sektor non pertanian. Masalah-masalah juga mulai muncul
dan cukup sulit untuk diatasi. Majunya pembangunan mengakibatkan tingkat pendapatan
masyarakat juga makin tinggi. Keadaan ini ternyata tidak selalu membawa dampak baik pada
usaha pertanian. Kenyataannya kenaikan pendapatan masyarakat yang makin tinggi secara
proposional akan menyebabkan kenaikan pendapatan yang dibelanjakan untuk produk
pertanian semakin menurun, ini akibat dari sifat produk pertanian yang memiliki elastisitas
rendah. Sehingga banyak produk pertanian yang tidak terjual secara baik, serta kenaikan nilai
tambah yang sangat kecil. Akibatnya penerimaan petani mejadi rendah dan akhirnya
pendapatan petani secara umum juga semakin rendah.
Kebijakan tentang murah pangan juga membawa implikasi masalah bagi petani, yakni
semakin menurunnya nilai tukar sektor pertanian dibandingkan dengan sektor industri.
Contoh untuk padi, harga padi dari tahun ke tahun tidak bisa naik secara signifikan.
Tentunya petani sangat berharap harga padi bisa naik jauh lebih tinggi. Tetapi hal ini tidak
mungkin karena merupakan makanan pokok rakyat Indonesia, dan tetap dipertahankan agar
harga beras tidak mahal. Kalaupun harga beras sebagai sembako dibiarkan dan tidak
dikontrol pemerintah, ada kemungkinan harganya memang bisa sangat tinggi. Namun
kenaikan harga beras atau sembako nantinya juga mempunyai implikasi kenaikan harga-
harga lain yang menimbulkan masalah baru.
Tujuan kebijakan meliputi pertimbangan stabilitas politik dan sosial, integrasi
ekonomi nasional, peningkatan keamanan pangan, peningkatan penerimaan ekspor,
pencegahan kekurangan gizi, pertumbuhan ekonomi, pembukaan lapangan kerja, dll.
Scopenya bisa lokal, provinsi atau nasioanal. Penerapan kebijakan menyesuaikan dengan

1
kendala yang muncul disektor pertanian. Misal harga tidak stabil maka kebijakan yang
diterapkan adalah stabilisasi harga hasil usaha tani. Kendala kekurangan air maka kebijakan
yang diterapkan berhubungan dengan perairan. Apabila terjadi serangan hama maka yang
diterapkan kebijakan tentang penelitian pemberantasan hama dst.Pada intinya apabila ingin
mengangkat kesejahteraan petani maka seluruh kebijakan hendaknya diarahkan untuk
peningkatan produktifitas pertanian baik fisik maupun nilai tambahnya.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diajukan beberapa rumusan masalah,
antara lain :
1. Apa yang dimaksud dengan kebijakan pertanian?
2. Apa saja kebijakan pangan yang di permasalahkan?
3. Bagaimana strategi dalam upaya pembangunan kebijakan pertanian?
4. Apa saja permasalahan di bidang pertanian?
5. Strategi dan kebijakan pokok pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian?

1.3 TUJUAN
Adapun tujuan yang diperoleh dari rumusan masalah tersebut adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari kebijakan pertanian.
2. Untuk mengetahui permasalahan di bidang pertanian.
3. Untuk mengetahui strategi dalam upaya pembangunan kebijakan pertanian.
4. Untuk mengetahui permasalahan dibidang pertanian.
5. Untuk mengetahui strategi dan kebijakan pokok pembangunan pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian.

1.4 MANFAAT
Manfaat yang dapat kita petik dari makalah ini adalah kita dapat mengetahui tentang
permasalahan dan kebijakan pertanian yang ada di Indonesia sehingga dengan adanya
kebijakan pertanian ini, masyarakat dapat lebih memahami hal-hal apa yang perlu di
perhatikan dalam kegiatan usaha tani mereka mereka.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KEBIJAKAN PERTANIAN

Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan
dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan umum
kebijakan pertanian kita adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi
lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan akibatnya tingkat penghidupan dan
kesejahteraan petani meningkat. Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, pemerintah baik di pusat
maupun di daerah mengeluarkan peraturan-peraturan tertentu; ada yang berbentuk Undang-
undang, Peraturan-peraturan Pemerintah, Kepres, Kepmen, keputusan Gubernur dan lain-lain.
Peraturan ini dapat dibagi menjadi dua kebijakan-kebijakan yang bersifat pengatur
(regulating policies) dan pembagian pendapatan yang lebih adil merata (distributive policies).
Kebijakan yang bersifat pengaturan misalnya peraturan rayoneering dalam
perdagangan/distribusi pupuk sedangkan contoh peraturan yang sifatnya mengatur pembagian
pendapatan adalah penentuan harga kopra minimum yang berlaku sejak tahun 1969 di
daerah-daerah kopra di Sulawesi.
Persoalan yang selalu tidak mudah diatasi adalah persoalan keadilan. Hampir setiap
kebijakan jarang akan disambut dengan baik oleh semua pihak. Selau ada saja pihak yang
memperoleh manfaat lebih besar dari pihak lainnya dan bahkan ada yang dirugikan. Itulah
sebabnya masalah kebijakan pertanian bukanlah terletak pada banyak sedikitnya campur
tangan pemerintah, tetapi pada berhasil tidaknya kebijakan itu mencapai sasarannya dengan
sekaligus mencari keadilan bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu kebijakan
pertanian yang lebih baik adalah yang dapat mencapai tujuan nasional untuk menaikkan
produksi secara optimal dengan perlakuan yang adil pada pihak-pihak yang bersangkutan itu.

2.2 BEBERAPA KEBIJAKAN DI BIDANG PERTANIAN

1. Kebijakan Harga
Kebijakan ini merupakan salah satu kebijakan yang terpenting di banyak negara dan
biasanya digabung dengan kebijakan pendapatan sehingga disebut kebijakan harga dan
pendapatan (price and economic policy). Segi harga dari kebijakan itu bertujuan untuk
mengadakan stabilitas harga, sedangkan segi pendapatannya bertujuan agar pendapatan

3
petani tidak terlalu berfluktuasi dari musim ke musim dan dari tahun ke tahun. Kebijakan
harga dapat mengandung pemberian penyangga (support) atas harga-harga hasil pertanian
supaya tidak terlalu merugikan petani atau langsung mengandung sejumlah subsidi tertentu
bagi petani. Di banyak negara seperti; Amerika Serikat, Jepang, dan Australia banyak sekali
hasil pertanian seperti gandum, kapas, padi, dan gula yang mendapat perlindungan
pemerintah berupa harga penyangga dan atau subsidi. Indonesia baru mulai mempraktekkan
kebijakan harga untuk beberapa hasil pertanian sejak tahun 1969. Secara teoritis kebijakan
harga yang dapat dipakai untuk mencapai tiga tujuan yaitu:
1. stabilitas harga hasil-hasil pertanian terutama pada tingkat petani
2. meningkatkan pendapatan petani melalui pebaikan dasar tukar (term of trade)
3. memberikan arah dan petunjuk pada jumlah produksi.
Kebijakan harga di Indonesia terutama ditekankan pada tujuan pertama yaitu
Stabilitas harga hasil-hasil pertanian dalam keadaan harga-harga umum yang stabil berarti
pula terjadi kestabilan pendapatan. Tujuan yang kedua banyak sekali dilaksanakan pada hasil-
hasil pertanian di negara-negara yang sudah maju dengan alasan pokok pendapatan rata-rata
sektor pertanian terlau rendah dibandingkan dengan penghasilan di luar sektor pertanian.
Tujuan kebijakan yang ketiga dalam praktek sering dilaksanakan oleh negara-negara
yang sudah maju bersamaan dengan tujuan kedua yaitu dalam bentuk pembatasan jumlah
produksi dengan pembayaran kompensasi. Berdasarkan ramalan harga, pemerintah membuat
perencanaan produksi dan petani mendapat pembayaran kompensasi untuk setiap kegiatan
produksi yang diistirahatkan. Di negara kita, dimana hasil-hasil pertanian pada umumnya
belum mencukupi kebutuhan, maka kebijakan yang demikian tidak relevan. Selain kebijakan
harga yang menyangkut hasil-hasil pertanian, peningkatan pendapatan petani dapat dicapai
dengan pemberian subsidi pada harga sarana-sarana produksi seperti pupuk/insektisida.
Subsidi ini mempunyai pengaruh untuk menurunkan biaya produksi yang dalam teori
ekonomi berarti menggeser kurva penawaran ke atas.

2. Kebijakan Pemasaran
Di samping kebijakan harga untuk melindungi petani produsen, pemerintah dapat
mengeluarkan kebijakan-kebijakan khusus dalam kelembagaan perdagangan dengan tujuan
yang sama, tetapi dengan tekanan pada perubahan mata rantai pemasaran dari produsen ke
konsumen, dengan tujuan utama untuk memperkuat daya saing petani. Di negara-negara
Afrika seperti Nigeria dan Kenya apa yang dikenal dengan nama Badan Pemasaran Pusat

4
(Central Marketing Board) berusaha untuk mengurangi pengaruh fluktuasi harga pasar dunia
atas penghasilan petani. Badan pemasaran ini sangat berhasil di Inggris yang dimulai sesudah
depresi besar tahun 1930 untuk industri bulu domba, susu, telor dan kentang. Di Indonesia
Badan Pengurusan Kopra, Badan Pemasaran Lada pada prinsipnya mempunyai tujuan yang
sama dengan Badan pemasaran Pusat di Afrika dan Inggris.
Masalah yang dihadapi di Indoensia adalah kurangnya kegairahan berproduksi pada
tingkat petani, tidak ada keinginan untuk mengadakan penanaman baru dan usaha-usaha lain
untuk menaikkan produksi karena persentase harga yang diterima oleh petani relatif kecil
dibandingkan dengan bagian yang diterima golongan-golongan lain.
Selain kebijakan pemasaran hasil-hasil tanaman perdagangan untuk ekspor, kebijakan
ini meliputi pula pengaturan distribusi sarana-sarana produksi bagi petani. Pemerintah
berusaha menciptakan persaingan yang sehat di antara para pedagang dengan melayani
kebutuhan petani seperti pupuk, insektisida, pestisida dan lain-lain sehingga petani akan
dapat membeli sarana-sarana produksi tersebut dengan harga yang relatif tidak terlalu tinggi.
Jadi disini jelas bahwa kebijakan pemasaran merupakan usaha campur tangan pemerintah
dalam bekerjanya kekuatan-kekuatan pasar.

3. Kebijakan Struktural
Kebijakan struktural dalam pertanian dimaksudkan untuk memperbaiki strukutur
produksi misalnya luas pemilikan tanah, pengenalan dan pengusahaan alat-alat pertanian
yang baru dan perbaikan prasarana pertanian pada umumnya baik prasarana fisik maupun
sosial ekonomi.
Kebijakan struktural ini hanya dapat terlaksana dengan kerjasama yang erat dari
beberapa lembaga pemerintah. Perubahan struktur yang dimaksud disini tidak mudah untuk
mencapainya dan biasanya memakan waktu lama. Hal ini disebabkan sifat usahatani yang
tidak saja merupakan unit usaha ekonomi tetapi juga merupakan bagian dari kehidupan petani
dengan segala aspeknya. Oleh karena itu tindakan ekonomi saja tidak akan mampu
mendorong perubahan struktural dalam sektor pertanian sebagaimana dapat dilaksanakan
dengan lebih mudah pada sektor industri. Pengenalan baru dengan penyuluhan-penyuluhan
yang intensif merupakan satu contoh dari kebijakan ini. Kebijakan pemasaran yang telah
disebutkan di atas sebenarnya dimaksudkan pula untuk mempercepat proses perubahan
struktural di sektor pertanian dalam komoditi-komoditi pertanian. Pada bidang produksi dan
tataniaga kopra, lada, karet, cengkeh dan lain-lain. Dalam kenyataannya pelaksanaan

5
kebijakan harga, pemasaran dan struktural tidak dapat dipisahkan, dan ketiganya saling
melengkapi.
4. Kebijakan Pertanian dan Industri
Ciri-ciri pokok perbedaan antara pertanian dan industri adalah:
1. Produksi pertanian kurang pasti dan risikonya besar karena tergantung pada alam
yang kebanyakannya di luar kekuasaan manusia untuk mengontrolnya, sedangkan
industri tidak demikian.
2. Pertanian memproduksi bahan-bahan makanan pokok dan bahan-bahan mentah yang
dengan kemajuan ekonomi dan kenaikan tingkat hidup manusia permintaannya tidak
akan naik seperti pada permintaan atas barang-barang industri
3. Pertanian adalah bidang usaha dimana tidak hanya faktor-faktor ekonomi saja yang
menentukan tetapi juga faktor-faktor sosiologi, kebiasaan dan lain-lain memegang
peranan penting. Industri lebih bersifat lugas (zakelijk).
Ketiga ciri khusus pertanian ini nampak dalam teori ekonomi sebagai perbedaan
dalam respons permintaan dan penawaran atas perubahan-perubahan harga.
Elatisitas harga atas permintaan dan penawaran hasil-hasil pertanian jauh lebih kecil
daripada hasil-hasil industri. Misalnya elastisitas harga atas permintaan radio, buku-buku,
mobil dan lain-lain, jauh lebih tinggi daripada elatisitas harga atas permintaan beras dan
bahan pakaian. Hal ini disebabkan pendapatan sektor industri pada umumnya lebih tinggi
daripada pendapatan sektor pertanian maka elastisitas pendapatan atas permintaan barang-
barang hasil industri lebih besar daripada atas bahan makanan pokok.

5. Pendapatan Penduduk Desa dan Kota


Perbedaan kebijakan antar sektor pertanian dan industri dapat dilihat pula dalam
keperluan akan kebijakan yang berbeda antara penduduk kota dan penduduk desa. Perbedaan
pendapatan antara penduduk kota dan penduduk pedesaan adalah sedemikian rupa sehingga
mempunyai akibat dalam pola pengeluaran konsumsi dan perilaku ekonomi lain-lainnya.
Ada tiga hal yang meyebabkan rata-rata pendapatan penduduk kota lebih tinggi
dibanding penduduk desa yaitu:
1. kestabilan dan kemantapan pendapatan penduduk kota lebih besar dibanding
pendapatan penduduk desa
2. lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan yang dapat mendorong kegiatan ekonomi di
kota lebih banyak dibandingkan di desa

6
3. lebih banyaknya fasilitas pendidikan dan kesehatan di kota yang memungkinkan rata-
rata produktivitas tenaga kerja di kota lebih tinggi.
Salah satu upaya untuk mengurangi perbeda
Salah satu upaya untuk mengurangi perbedaan pendapatan ini adalah dengan
Menambah persediaan modal di desa serta mengurangi jumlah tenaga kerja di
pedesaan dan diserap bagi lapangan industri di kota-kota. Dengan lebih banyaknya investasi
di desa misalnya dalam alat-alat pertanian yang lebih modern, huller , traktor dan juga dalam
pembangunan-pembangunan prasarana fisik seperti jembatan-jembatan baru, bendungan
irigasi dan lain-lain maka timbul adanya keperluan akan peningkatan keterampilan tenaga
kerja. Seorang petani yang mengerjakan sawah dengan bajak atau traktor dalam waktu yang
sama akan mampu menyelesaikan luas sawah yang lebih besar daripada petani lain yang
hanya menggunakan cangkul. Beberapa faktor yang menjadi penyebabnya adalah:
1. Adanya tambahan modal yang berupa pajak dan ternak serta mesin traktor pada petani
pertama
2. Adanya keahlian dan keterampilan khusus yang diperlukan oleh petani yang
menjalankan bajak atau traktor itu.
Kedua unsur inilah yang menimbulkan perbedaan produktivitas tenaga kerja.

2.3 PERMASALAHAN PERTANIAN

1. Jarak Waktu yang Lebar Antara Pengeluaran dan Penerimaan Pendapatan


dalam Pertanian
Banyak persoalan yang dihadapi oleh petani baik yang berhubungan langsung dengan
produksi dan pemasaran hasil-hasil pertaniannya maupun yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari. Selain merupakan usaha, bagi si petani pertanian juga merupakan bagian dari
hidupnya, bahkan suatu cara hidup (way of live), sehingga tidak hanya aspek ekonomi saja
tetapi aspek-aspek sosial dan kebudayaan, aspek kepercayaan dan keagamaan serta aspek-
aspek tradisi semuanya memegang peranan penting dalam tindakan-tindakan petani. Namun
demikian dari segi ekonomi pertanian, berhasil tidaknya produksi petani dan tingkat harga
yang diterima oleh petani untuk hasil produksinya merupakan faktor yang sangat
mempengaruhi perilaku dan kehidupan petani.
Perbedaan yang jelas antara persoalan-persoalan ekonomi pertanian dan persoalan
ekonomi di luar bidang ekonomi pertanian adalah jarak waktu (gap) antara pengeluaran yang
harus dilakukan para pengusaha pertanian dengan penerimaan hasil penjualan. Jarak waktu

7
ini sering pula disebut gestation period, yang dalam bidang pertanian jauh lebih besar
daripada dalam bidang industri. Di dalam bidang industri, sekali produksi telah berjalan maka
penerimaan dari penjualan akan mengalir setiap hari sebagaimana mengalirnya hasil
produksi. Dalam bidang pertanian tidak demikian kecuali bagi para nelayan penangkap ikan
yang dapat menerima hasil setiap hari sehabis ia menjual ikannya. Jadi ciri khas kehidupan
petani adalah perbedaan pola penerimaan pendapatan dan pengeluarannya. Pendapatan petani
hanya diterima setiap musim panen, sedangkan pengeluaran harus diadakan setiap hari, setiap
minggu atau kadang-kadang dalam waktu yang sangat mendesak sebelum panen tiba.

2. Tekanan Penduduk dan Pertanian


Persoalan lain yang sifatnya lebih jelas lagi dalam ekonomi pertanian adalah
persoalan yang menyangkut hubungan antara pembangunan pertanian dan jumlah penduduk.
Malthus dalam tahun 1888 menerbitkan buku yang terkenal mengenai persoalan-persoalan
penduduk dan masalah pemenuhan kebutuhan manusia akan bahan makanan. Penduduk
bertambah lebih cepat daripada pertambahan produksi bahan makanan. Penduduk bertambah
menurut deret ukur, sedangkan produksi bahan makanan hanya bertambah menurut deret
hitung. Persoalan penduduk di Indonesia tidak hanya dalam kepadatannya tetapi juga
pembagian antardaerah tidak seimbang. Komposisinya menunjukkan suatu penduduk yang
muda dengan pemusatan penduduk di kota-kota besar. Tingkat pertambahan penduduk tinggi,
karena angka kelahiran tinggi, sedangkan angka kematian menurun. Menurunnya angka
kematian disebabkan oleh kemajuan kesehatan dan sanitasi.
Ditinjau dari sudut ekonomi pertanian maka adanya persoalan penduduk dapat dilihat dari
tanda-tanda berikut:
1. persediaan tanah pertanian yang makin kecil
2. produksi bahan makanan per jiwa yang terus menurun
3. bertambahnya pengangguran
4. memburuknya hubungan-hubungan pemilik tanah dan bertambahnya hutang-hutang
pertanian.

3. Pertanian Subsisten
Perkataan subsisten ini banyak sekali dipakai dalam berbagai karangan mengenai
ekonomi pertanian sebagai terjemahan dari perkataan subsistence dari kata subsist yang
berarti hidup. Pertanian yang subsisten diartikan sebagai suatu sistem bertani dimana tujuan

8
utama dari si petani adalah untuk memenuhi keperluan hidupnya beserta keluarganya. Namun
dalam menggunakan definisi yang demikian sejak semula harus diingat bahwa tidak ada
petani susbsisten yang begitu homogen, yang begitu sama sifat-sifatnya satu dari yang lain.
Dalam kenyataannya petani subsisten ini sangat berbeda-beda dalam hal luas dan kesuburan
tanah yang dimilikinya dan dalam kondisi-kondisi sosial ekonomi lingkungan hidupnya.
Apa yang sama di antara mereka adalah bahwa mereka memandang pertanian sebagai
sarana pokok untuk memenuhi kebutuhan keluarga yaitu melalui hasil produksi pertanian itu.
Dengan definisi tersebut sama sekali tidak berarti bahwa petani susbsisten tidak berfikir
dalam pengertian biaya dan penerimaan. Mereka juga berpikir dalam pengertian itu, tetapi
tidak dalam bentuk pengeluaran biaya tunai, melainkan dalam kerja, kesempatan beristirahat
dan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan upacara adat dan lain-lain.

4. Mekanisasi, Pemecahan Masalah Efisiensi Kerja Petani


Dewasa ini strategi pembangunan nasional khususnya pembangunan sektor pertanian
dipusatkan pada upaya mendorong percepatan perubahan struktural, meliputi proses
perubahan dari sistem pertanian tradisional ke sistem pertanian yang maju dan modern, dari
sistem pertanian subsistem ke sistem pertanian yang berorientasi pasar dan dari kedudukan
ketergantungan kepada kedudukan kemandirian.
Perubahan struktural tersebut merupakan langkah dasar yang meliputi pengalokasian
sumber daya (baik alam, manusia maupun mekanik), penguatan kelembagaan dan
pemberdayaan manusia. Dalam pelaksanaannya harus meliputi langkah-langkah nyata untuk
meningkatkan akses kepada aset produktif berupa teknologi harus dapat dimanfaatkan dan
dikembangkan untuk tujuan-tujuan yang lebih maju dan lebih bermanfaat termasuk antara
lain pengolahan tanah, pemberian air pemilihan bibit unggul, pemupukan, pengendlaian hama
dan penyakit, dan pemanenan secara bijaksana.
Pembangunan pertanian harus diarahkan pada terciptanya tenaga petani yang terampil
dalam mengelola usaha taninya. Juga terbentuknya masyarakat petani yang maju,
bersemangat profesional sehingga mampu menghadapi tantangan dan permasalahan dalam
melaksanakan usaha taninya.

5. Perlunya Efisiensi
Menurut Clifford Geertz dalam Involusi Pertanian, pemakaian tenaga kerja di sektor
pertanian di Indonesia tergolong sangat besar dibanding negara lain. Di Amerika Serikat
kurang lebih 0,002 Kw/ha, Jepang 0,014 Kw/ha, sedang Indonesia 0,127 Kw/ha. Tetapi

9
tenaga kerja manusia di Jepang dan Amerika Serikat lebih intensif dibanding di Indonesia.
Terlihat adanya perbedaan nyata antara petani Indonesia dengan petani Jepang.
Langkah yang menyebabkan pertanian di Jepang jauh meninggalkan Indonesia dalam
jangka waktu yang sama adalah produktivitas pekerja. Yang utama dalam produktivitas
pekerja (petani) Jepang adalah terjadinya perbaikan yang esensial dalam praktik pertanian
Jepang sesuai dengan produksi kecil yang efisien. Selain itu di Jepang produktivitas pekerja
(petani) bukan hanya diperhitungkan per ha sawah, tetapi penggunaan tenaga kerja
dimanfaatkan se efisien mungkin dengan menggunakan perhitungan yang baik.
Di Indonesia, efisiensi yang diartikan sebagai kedayagunaan suatu sumber tenaga
dapat menangani suatu bahan, masih belum mendapat perhatian secara serius. Padahal fungsi
perbaikan pertanian adalah menaikkan pendapatan, kesejahteraan, taraf hidup dan daya beli
petani. Sangat kecilnya efisiensi petani merupakan hambatan bagi faktor-faktor lain yang
merupakan penetrasi pembangunan pertanian.
Perbaikan taraf hidup petani memang tidak dilakukan dengan hanya memberi
landreform (Redistribusi Tanah Pertanian) atau credit reform (Pemberian Kredit Usaha Tani),
tetapi perlu juga diperhatikan situasi kerja petani. Situasi kerja yang monoton dengan hasil
yang rendah menyebabkan petani mengalami kejenuhan. Ditilik lebih jauh, perlu diakui
bahwa kejenuhan petani ini terus berlangsung. Hal ini disebabkan oleh miskinnya inovasi dan
tiadanya gebrakan-gebrakan baru yang menggairahkan petani.
Efisiensi teknologi yang memperkecil tingkat kejerihan kerja dengan produktivitas
tinggi masih dicemburui. Harapan memperkenalkan teknologi yang efisien selalu dihantui
oleh pembengkakan pengangguran terutama di wilayah perdesaan. Akibatnya jumlah tenaga
pengangguran semu dalam sektor pertanian di Indonesia sangat besar. Tidak jelas lahirnya
tenaga kerja semu ini karena efektivitas kerja rendah yang menyerap banyak tenaga manusia
atau memang karena distribusi kerja yang tidak merata.

6. Tuntutan Inovasi
Dalam arah kebijakan pembangunan nasional, pembangunan sektor pertanian
diarahkan untuk meningkatkan pendapatan kesejahteraan, daya beli, taraf hidup, kapasitas
dan kemandirian serta akses masyarakat pertanian dalam proses pembangunan melalui
peningkatan kualitas dan kuantitas produksi serta distribusi dan keanekaragaman hasil
pertanian. Pembangunan pertanian diarahkan pada pengembangan sistem pertanian yang
berkelanjutan yang berbudaya industri, maju dan efisien ditingkatkan dengan memanfaatkan
ilmu pengetahuan dan teknologi.

10
Untuk memenuhi tuntutan di atas, alternatif inovasi yang sampai sekarang tampaknya
relevan walaupun tidak terlalu baru adalah penerapan mekanisasi pertanian (penggunaan alat
dan mesin pertanian). Sudah saatnya dimulai penerapan mekanisasi pertanian dalam sistem
pertanian nasional meskipun tetap dilakukan secara selektif.
Upaya menuju pertanian industri antara lain dapat dikembangkan dengan peningkatan
penggunaan alat dan mesin pertanian dalam pengolahan tanah dan penanganan pasca panen.
Salah satu keuntungan yang diperoleh adalah terjadinya peningkatan efisiensi dan
produktivitas pemanfaatan sumber daya alam.

7. Mekanisasi Dan Distribusi Kerja


Penggunaan alat dan mesin pertanian saat ini memang sudah merupakan suatu
kebutuhan. Efisiensi tinggi saat ini harus mulai diperkenalkan kepada petani. Hal ini tentu
beralasan karena tenaga kerja yang digunakan saat ini tidak mempunyai kesinambungan
(kontinuitas). Seorang buruh tani hanya akan dibutuhkan pada saat pengolahan tanah dan
panen. Pada proses lain mereka kurang dibutuhkan, akhirnya terjadi pengangguran yang tidak
kentara (disguised unemployment). Pembuangan waktu yang lama dan sia-sia ini
menyebabkan efisiensi menjadi lebih rendah.
Berdasarkan data dalam Involusi Pertanian, pada saat pengolahan tanah, traktorisasi di
Indonesia sangat rendah dibanding negara lain. Pada hakikatnya Indonesia masih sangat
ketinggalan pada pengembangan traktor. Pemakaian traktor di Indonesia hanya 0,005 Kw/ha.
Amerika Serikat 1,7 Kw/ha, Belanda 3,6 Kw/ha dan Jepang 5,6 Kw/ha. Rendahnya
pemakaian traktor ini disebabkan oleh rendahnya perkembangan mekanisasi di Indonesia.

2.4 Strategi dan Kebijakan Pokok Pembangunan Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian
Dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian, maka strategi kebijakan yang ditempuh harus mencerminkan
visinya, yaitu: tangguh, berdaya saing, dan berkelanjutan. Dalam hubungan tersebut maka
strategi pokok pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian adalah:
1. Meningkatkan Kapasitas dan Memberdayakan SDM serta Kelembagaan Usaha
di Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.
Salah satu permasalahan yang mendasar dalam memajukan usaha pertanian di tanah
air adalah masih lemahnya kemampuan sumber daya manusia dan kelembagaan usaha dalam

11
hal penanganan pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil. Hal tersebut disebabkan oleh
karena pembinaan SDM pertanian selama ini lebih difokuskan kepada upaya peningkatan
produksi (budidaya) pertanian, sedangkan produktivitas dan daya saing usaha agribisnis
sangat ditentukan oleh kemampuan pelaku usaha yang bersangkutan dalam mengelola produk
yang dihasilkan (pasca panen dan pengolahan hasil) serta pemasarannya. Adapun beberapa
kebijakan operasional terkait dengan strategi tersebut adalah:

1. Meningkatkan penyuluhan, pendampingan, pendidikan dan pelatihan di bidang pasca


panen, pengolahan serta pemasaran hasil pertanian;
2. Mengembangkan kelembagaan usaha pelayanan pascapanen, pengolahan dan pemasaran
hasil pertanian yang langsung dikelola oleh petani/kelompok tani.

2. Meningkatkan Inovasi Dan Diseminasi Teknologi Pasca Panen Dan Pengolahan.


Salah satu dampak yang signifikan dari kebijakan yang menitik beratkan kepada
usaha produksi (budidaya) selama ini adalah kurang memadainya upaya-upaya inovasi
teknologi pasca panen dan pengolahan serta diseminasinya. Hal tersebut mengakibatkan
lemahnya daya saing dan kecilnya nilai tambah yang dapat dinikmati oleh petani, sehingga
kesejahteraan tidak meningkat dari tahun ke tahun. Untuk meningkatkan daya saing dan nilai
tambah produk pertanian maka perlu ditingkatkan upaya-upaya inovasi teknologi pasca panen
dan pengolahan hasil pertanian serta diseminasinya. Dalam hubungan tersebut, beberapa
kebijakan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Melakukan kerjasama dan koordinasi dengan sumber-sumber inovasi teknologi seperti
lembaga riset, Perguruan Tinggi dan bengkel-bengkel swasta dalam rangka
pengembangan dan diseminasi teknologi tepat guna.
2. Mengembangkan bengkel alsin pascapanen dan pengolahan hasil
3. Mengembangkan sistem sertifikasi dan apresiasi (penghargaan) terhadap inovasi
teknologi yang dilakukan oleh masyarakat.
4. Mengembangkan pilot proyek dan percontohan penerapan teknologi pasca panen dan
pengolahan hasil pertanian.
5. Memberikan penghargaan dengan kriteria mutu, rasa, skala usaha, tampilan terhadap
produk olahan yang dihasilkan oleh para pelaku usaha.

3. Meningkatkan Efisiensi Usaha Pasca Panen, Pengolahan Dan Pemasaran Hasil

12
Kunci terpenting dalam rangka meningkatkan daya saing produk pertanian baik
produk segar maupun olahan hasil pertanian adalah mutu produk yang baik dan efisiensi
dalam proses produksi maupun pada tahap pemasarannya. Mutu produk dan efisiensi akan
berpengaruh langsung terhadap harga dari setiap produk bersangkutan. Kebijakan dalam
rangka meningkatkan mutu dan efisiensi produksi dan pemasaran hasil pertanian di antaranya
adalah:
1. Revitalisasi teknologi dan sarana/ prasarana usaha pasca panen pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian;
2. Mengembangkan produksi sesuai potensi pasar;
3. Menerapkan sistem jaminan mutu, termasuk penerapan GAP, GHP dan GMP;
4. Mengembangkan kelembagaan pemasaran yang dikelola oleh kelompok tani di sentra
produksi;
5. Mengupayakan sistem dan proses distribusi yang efisien.
6. Memfasilitasi pengembangan kewirausahaan dan kemitraan usaha pada bidang pemasaran
hasil pertanian

4. Meningkatkan Pangsa Pasar Baik Di Pasar Domestik Maupun Internasional.


Pasar merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha agribisnis; oleh karena
itu maka pengembangan pemasaran harus selalu dilakukan sejalan dengan pengembangan
usaha produksi. Seperti usaha industri pada umumnya, sistem usaha produksi pertanian atau
agribisnis dimulai dengan salah satu kegiatan pemasaran yaitu Riset Pasar. Dari kegiatan riset
pasar dihasilkan informasi pasar yaitu antara lain berupa potensi pasar dan harga. Sub sistem
selanjutnya adalah perencanaan produksi, termasuk penentuan desain produk, volume dan
waktu. Dalam sistem budidaya pertanian, perencanaan tersebut lazim disebut sebagai
penentuan pola tanam atau penentuan luas tanam untuk tanaman semusim. Hal tersebut perlu
dilakukan dalam rangka menjaga stabilitas harga produk yang bersangkutan tetap berada
pada tingkat harga yang wajar berdasarkan keseimbangan kebutuhan dan pasokan atas
produk yang bersangkutan. Sub sistem selanjutnya adalah kegiatan pemasaran yang meliputi:
promosi, penjualan dan diakhiri dengan distribusi (delivery). Dalam hubungan tersebut maka
beberapa kebijakan dalam pengembangan pasar ialah:
1. Mengembangkan kegiatan riset pasar
2. Meningkatkan pelayanan informasi pasar;
3. Meningkatkan promosi dan diplomasi pertanian;
4. Mengembangkan infrastruktur dan sistem pemasaran yang efektif dan adil.

13
5. Rasionalisasi impor produk pertanian.

5. Pendekatan Pengembangan Industri Melalui Konsep Cluster Dalam Konteks


Membangun Daya Saing Industri Yang Berkelanjutan
Pokok-pokok rencana aksi, dalam jangka menengah ditujukan untuk memperkuat
rantai nilai (value chain) melalui penguatan struktur, diversifikasi, peningkatan nilai tambah,
peningkatan mutu, serta perluasan penguasaan pasar. Sedangkan untuk jangka panjang
difokuskan pada upaya pembangunan industri pertanian yang mandiri dan berdaya saing
tinggi. Adapun prioritas cluster industri pertanian yang akan dikembangkan dalam jangka
menengah meliputi :
1. Pengembangan Industri yang memiliki daya saing (Competitive Industry)
a. Industri Pengolahan kakao dan cokelat,
b. Industri Pengolahan Buah,
c. Industri Pengolahan Kelapa,
d. Industri Pengolahan Kopi,
e. Industri Pengolahan Tembakau,
f. Industri Kelapa Sawit, dan
g. Industri Karet dan Barang Karet
h. Industri Pasca Panen Produk Segar
2. Pengembangan Industri Strategis
a. Industri Perberasan
a. Industri Kedele
b. Industri Jagung
c. Industri Gula
d. Industri Daging dan Susu
3. Pengembangan Industri Rumah Tangga
- Industri pangan lokal, camilan dan pengolahan produk samping.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan
dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan umum
kebijakan pertanian kita adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi
lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan akibatnya tingkat penghidupan dan
kesejahteraan petani meningkat.
Beberapa kebijakan di bidang pertanian Kebijakan Harga kebijakan pemasaran,
kebijakan structural, kebijakan pertanian dan industry, pendapatan penduduk desa dan kota.
Itulah beberapa kebijakan yang diambil oleh pemerintah indonesia. Yang diharapkan dapagt
meningkatkan hasil produk pertanian indonesia.
Beberapa permasalahan pertanian jarak waktu yang lebar antara pengeluaran dan
penerimaan pendapatan dalam pertanian, tekanan penduduk dan pertanian, pertanian
subsisten, mekanisasi pemecahan masalah efisiensi kerja petani, perlunya efisiensi, tuntutan
inovasi dan mekanisasi dan distribusi kerja.
Untuk mengatasi permasalah diatas pemerintah kini tengah gencar mengatasi
permasalahan yang ada dalam bidang pertanian Indonesia misalnya dengan pengembangan
teknologi permodalan untuk para petani ditambah dan pengusahaan peningkatan hasil
pertanian.

15
DAFTAR PUSTAKA

Suyastiri, Ni Made. "Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Berbasis Potensi Lokal


Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pedesaaan Di Kecamatan Semin
Kabupaten Gunung Kidul." Jurnal Ekonomi Pembangunan 13.1 (2008): 51-60. (diakses pada
7 Desember 2014 pukul 2014)
Muta'ali, Lutfi, dan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.1996. EVALUASI
KEBIJAKAN PANGAN DI INDONESIA. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Pangan, Dewan Ketahanan. "Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006–2009."
Jurnal Gizi dan Pangan 1.1 (2006): 57.(diakses 8 desember 2014 pukul 15.23)
Nuhung, Iskandar Andi. 2006.Bedah terapi pertanian nasional: peran strategis dan
revitalisasi. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
Mulyandari, Retno Sri Hartati, and E. Eko Ananto. "Teknik implementasi
pengembangan sumber informasi pertanian nasional dan lokal P4MI." Informatika Pertanian
14 (2005): 802-817. (diakses pada 8 Desember 2014 pukul 19.32)
Widanaputra, A. A. G. P. "Pengaruh Konflik Keagenan Mengenai Kebijakan Dividen
terhadap Konservatisma Akuntansi." Jurnal Aplikasi Manajemen 8.2 (2012): pp-379.

16

Anda mungkin juga menyukai