Anda di halaman 1dari 31

Perbandingan Hak Atas Tanah Negara Indonesia Pada Masa Penjajahan Belanda Maupun Setelah

Kemerdekaan Dengan Hak Atas Tanah Yang Ada Pada Negara Lain

Oleh:

Rayhan Mahatma Harikusuma

4302170021

Kelas 3-2

D III Manajemen Aset

Politeknik Keuangan Negara STAN

2018
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria merupakan peraturan
yang mengatur tentang pertanahan di Indonesia. Sudah lama undang-undang ini dibuat, namun masih
banyak sengketa pertanahan yang timbul di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa tanah merupakan
bagian penting dari manusia. Tanah dapat menjadikan suatu tempat tinggal dan bahkan aliran
perekonomian berasal dari tanah seperti pertanian ataupun perkebunan. Sejak zaman penjajahan
belanda, tanah merupakan sumber penghasilan yang sangat menjanjikan. Petani di Indonesia atau
bahkan yang bukan sebagai petani di perbudak untuk melakukan penanaman suatu komoditas yang
memiliki harga tinggi dan laku di pasaran eropa sehingga Belanda mendapatkan hasil keuntungan
yang sangat besar.
Peraturan-peraturan tentang pertanahan atau agrarian di Indonesia bersumber dari Hukum
Adat maupun Hukum yang diwariskan oleh Belanda. Banyak tanah di Indonesia setelah penjajahan
Belanda atau masa kemerdekaan tidak jelas status kepemilikannya. Oleh karena itu, Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 banyak mengatur tentang hak atas kepemilikan tanah. Tentunya memadukan
hak-hak yang telah ada sejak zaman Belanda. Dengan cara konversi, hak-hak kepemilikan tanah pada
masa penjajahan belanda diubah agar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960.
Oleh karena konversi hak atas kepemilikan tanah pada masa penjajahan mengikuti masa
sekarang, banyak sengketa yang timbul. Selain itu, karena masalah tanah yang tidak dapat bertambah
sedangkan populasi masyarakat Indonesia yang berkembang secara pesat. Kurangnya aparat yang
mengurusi tentang pertanahan atau kurangnya sinkronisasi antara praktek dengan teori yang terdapat
di Undang-Undang atau Peraturan yang berlaku membuat sengketa terhadap hak kepemilikan tanah
bertambah dan sulit untuk dikurangi.
Hukum adat yang sebagian masih menjadi acuan bagi sebagian masyarakat Indonesia
menambah kesulitan untuk berkembangnya penerapan peraturan perundang-undangan tentang
agrarian yang dibuat oleh pemerintah. Wilayah Indonesia yang memiliki beragam suku bangsa berarti
memiliki keanekaragaman adat istiadat yang berbeda antara satu dengan yang lain. Perbedaaan
terkadang dapat mempersulit penyatuan suatu hukum atau peraturan yang dibuat oleh lembaga
berwenang untuk mengatur kehidupan masyarakat.
II. Rumusan Masalah
A. Mengetahui Hak Kepemilikan Atas Tanah yang ada di Indonesia
B. Sejarah atau asal muasal pencetusan jenis-jenis hak kepemilikan atas tanah
C. Membandingkan dengan negara lain terhadap hak atas tanah
III. Tujuan Penulisan
Memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pertanahan serta menambah wawasan tentang hukum
agrarian yang ada di Indonesia maupun di negara lain.
BAB II

PEMBAHASAN

I. Hak Atas Tanah Di Indonesia


A. Masa Kolonial Belanda
Tanah atau lahan pada zaman kerajaan di Indonesia, seperti zaman kerajaan
majapahit, kerajaan sriwijaya, bahkan kerajaan mataram islam memiliki suatu ketentuan dimana
tanah merupakan milik raja yang dikelola oleh pejabat atau seseorang yang ditunjuk oleh raja.
Raja merupakan pemilik kewenangan tertinggi sehingga ia berdaulat penuh terhadap wilayah
kekuasaannya. Masyarakat pada zaman itu hanya sebagai pemakai atas tanah milik raja yang
nantinya apabila menghasilkan keuntungan dari penjualan hasil tanaman atau hasil pertaniannya
akan dikenakan pajak atau iuran yang dibayarkan kepada raja demi kelangsungan
pemerintahannya.

Sistem tersebut berlaku hingga pada akhirnya berakhir sejak kedatangan belanda di
Indonesia. Belanda yang datang pertama kali dengan tujuan berdagang untuk mencari rempah-
rempah yang nantinya akan di jual kembali di eropa dipimpin oleh cornelis de houtman. Pimpinan
belanda saat itu di usir oleh rakyat Indonesia yang saat itu mendarat di banten karena sifat
cornelis yang kasar dan kejam tidak sesuai dengan sifat ramah bangsa Indonesia yang hingga
kini masih menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Beberapa tahun setelahnya, belanda kembali
datang dengan tujuan menjajah atau dengan kata lain merebut tanah kekuasaan para raja di
Indonesia dan mengakui bahwa tanah Indonesia merupakan milik Ratu Belanda. Di Indonesia,
belanda mendirikan sebuah kongsi dagang yaitu Veerenigde Ooost-Indische Compagnie
(VOC). Perkumpulan dagang ini diberikan suatu hak khusus oleh pemerintah Belanda yang
salah satu haknya adalah membuat perjanjian dengan raja-raja yang berada atau berkuasa di
wilayah Indonesia. Perjanjian yang dibuat oleh VOC dan raja-raja menyebabkan status tanah
yang dimiliki masyarakat tidak dipedulikan. VOC merebut kekuasaan tanah dari raja jawa
sehingga VOC mampu melakukan jual-beli tanah kepada pedagang kaya arab atau china.
Kegiatan penjualan dilakukan melalui Lembaga Tanah Partikelir sejak tahun 1621 dengan tanpa
surat jual-beli karena pada saat itu tidak ada notaries, hanya catatan eigendom milik belanda.

VOC mengalami kebangkrutan pada awal abad ke-19, sehingga kongsi dagang tersebut
dibubarkan dan Indonesia menjadi bagian dari wilayah negara belanda dengan status negara
jajahan. Setelah itu, belanda harus mengakui kekalahan terhadap inggris, sehingga pada tahun
1811, belanda menyerahkan jawa di tangan inggris. Dibawah pemerintahan Thomas Stamford
raffles, tanah dianggap menjadi milik pemerintah inggris, dan masyarakat yang menggunakan
tanah tersebut dikenai pajak atau yang lebih dikenal dengen Landrent. Pajak tanah tersebut
disesuaikan dengan hasil pertanian yang didapat. Tidak berjalan lama pemerintahan raffles,
inggris kembali menyerahkan Indonesia ke belanda. Gubernur jenderal van den bosch
menghapus Landrent dan menggantinya dengan sistem tanam paksa (culturestelsel) dimana
rakyat diwajibkan untuk menanam 1/5 tanahnya dengan komoditas ekspor eropa dan diserahkan
tanpa ada imbalan yang diberikan oleh pemerintah belanda. Rakyat Indonesia semakin menjadi
budak di negeri sendiri, banyak kritikan muncul hingga akhirnya dikeluarkan kebijakan regering
reglement pasal 64 yang menyatakan Gubernur Jenderal dilarang menjual tanah kecuali tanah
sempit bagi perluasan kota dan industri dan boleh menyewakan tanah berdasarkan
Ordonnantie (peraturan) kecuali tanah hak ulayat.

Van Vollenhoven, seorang antropolog dari belanda, melakukan penelitian yang


menghasilkan sebuah penjelasan tentang hukum adat yang menyangkut tanah atau agrarian
sebagai berikut :
1. Masyarakat bebas menggunakan tanah hutan belukar yang belum dikuasai orang
dalam lingkungan masyarakat hukum untuk membukanya, mendirikan perkampungan
atau desa, berburu, mengumpulkan hasil hutan, menggembala dan merumput.
2. Orang asing hanya dapat melakukan seperti yang disebutkan diatas setelah
mendapatkan izin dari masyarakat hukum adat, jika tanpa izin maka pelanggaran adat
akan terjadi atau disebut “maling utan”
3. Setiap orang asing, terkadang dilakukan pemungutan atas penggunaan tanah atau
lahan adat
4. Masyarakat hukum adat bertanggung jawab atas pelanggaran hukum yang terjadi
pada setiap wilayah hukum adat
5. Masyarakat hukum adat tetap berhak menguasai dan mengawasi tanah-tanah
pertanian dalam lingkungan masyarakat hukumnya
6. Tanah masyarakat hukum adat tidak boleh dijual lepaskan kepada pihak lain untuk
selama-lamanya.

Penelitian tersebut menghasilkan sedikitnya pelanggaran yang dilakukan oleh


masyarakat Indonesia karena peraturan yang dibuat saat itu berdasarkan dari penelitian van
vollenhoven dan ter haar tersebut. Namun, pelanggaran banyak terjadi dari sisi pemerintah
belanda. Pemerintah belanda banyak mencabut atau merampas hak-hak milik tanah adat karena
susahnya menentukan bukti hak milik dan besaran ganti rugi terhadap tanak yang akan dimiliki
oleh pemerintah belanda.

Kemudian muncul gerakan kaum liberalism di bidang hukum yang menekan pemerintah
sehingga lahirlah Regeelings Reglement pada tahun 1854 untuk membatasi control eksekutif
yang berada di tangan administrator colonial. Tujuan gerakan ini adalah memperjuangkan agar
status kepemilikan tanah yang dimiliki oleh kaum pribumi atau bumiputera menjadi hak milik
mutlak (eigendom) untuk memungkinkan penjualan dan penyewaan lahan serta pengusaha
swasta agar dapat menyewa tanah dengan jangka waktu panjang dan murah (erfpracht). Untuk
meningkatkan kekayaan pedagang belanda atas penjualan kekayaan alam Indonesia maka pada
tahun 1870 di undangkan Agrarische Wet atau undang-undang agrarian yang berlaku di wilayah
jawa dan Madura serta daerah jajahan hindia belanda lainnya dalam waktu 5 tahun setelah
diundangkan. Untuk mengatur hak milik pribumi di wilayah jawa dan Madura di buat peraturan
agrarian atau Agrarische Reglement. Agrarische Wet mengatur bahwa gubernur jendral
memberikan hak erfpracht selama 75 tahun dan ketentuan lainnya akan diatur dalam keputusan
dan peraturan lain. Keputusan Agrarische Besluit berlaku di jawa dan Madura menjadi salah satu
keputusan penting. Didalamnya terdapat asas Domain Verklaring atau yang dikenal dengan hak
domain negara. Asas tersebut menerangkan bahwa semua tanah yang tidak dapat dibuktikan
hak milik mutlaknya (eigendom) adalah milik negara mutlak.

Rakyat Indonesia menjadi budak di negeri sendiri karena perampasan hak-hak atas
tanah yang seharusnya mereka miliki karena warisan secara turun-temurun atau karena adat.
Hal ini disebabkan karena mereka tidak mampu menunjukkan bukti kepemilikan secara tertulis
atas tanah yang mereka tinggali atau sebagai mata pencaharian. Maka belanda dengan asas
yang terdapat pada keputusan tersebut mengambil tanah untuk selanjutnya mempekerjkan para
pribumi Indonesia dengan tanpa imbalan atau rakyat Indonesia dipaksa bekerja dengan
membayar sewa tanah terhadap belanda dengan nominal yang tidak masuk akal.

Era penjajahan belanda berakhir, saat itu terjadi perang pasifik antara jepang dengan
amerika. Jepang berhasil mengusir belanda dari Indonesia, hal ini menumbuhkan secercah
harapan bagi rakyat Indonesia untuk memiliki tanah mereka kembali. Terlebih lagi jepang datang
ke Indonesia mengaku sebagai saudara tua mereka. Jepang mempropagandakan gerakan 3 A
yang seakan-akan jepang akan menaungi dan mengakhiri penderitaan rakyat Indonesia di masa
itu. Jepang mentolerir rakyat untuk menggarap lahan pertanian mereka sendiri. Akan tetapi
dengan syarat penanaman jenis tanaman yang ditentukan oleh jepang. Tanaman tersebut harus
membantu jepang untuk memenangkan perang asia pasifik yang berlangsung saat itu. Hal ini
sama saja dengan masa penjajahan belanda, rakyat diperbudak terlebih lagi mereka harus
membayar iuran semacam pajak kepada pemerintah jepang.

B. Masa Pasca Kemerdekaan

Dualisme hukum terjadi selama masa penjajahan belanda terutama terkait tentang
hukum agraria yaitu berdasarkan hukum adat yang melahirkan hak milik adat, hak tanah ulayat,
tanah yayasan, tanah golongan dan lain-lain, serta berdasarkan hukum barat (kolonial) yang
melahirkan tanah hak eigendom (hak milik), tanah hak opstal, tanah hak erfpacht, tanah hak
gebruik (hak pakai), dan lain-lain. Setelah kemerdekaan Indonesia, para pemimpin bangsa saat
itu berusaha merumuskan suatu peraturan perundang-undangan yang berbeda dari masa
colonial. Hukum agrarian menjadi prioritas tatanan hukum agar masyarakat Indonesia memiliki
kepastian hukum atas tanah yang digarap ataupun tanah yang mereka tinggali. Serta melindungi
rakyat dari ketidakadilan yang timbul pada masa penjajahan belanda zaman dahulu.

Beberapa peraturan telah dihasilkan selama masa orde lama, diantaranya adalah
Undang-Undang No. 28 Tahun 1956 tentang Pengawasan Terhadap Pemindahan Hak Atas
Tanah-Tanah Perkebunan, Undang-Undang No. 29 Tahun 1956 tentang Peraturan-Peraturan
dan Tindakan-Tindakan Mengenai Tanah-Tanah Perkebunan, Undang-Undang No. 1 Tahun
1958 tentang Penghapusan Tanah-Tanah Partikelir, dan Undang-Undang No. 7 Tahun
1958 tentang Peralihan Tugas dan Wewenang Agraria.
Pemerintah mulai membentuk Panitia Agraria yaitu Panitia Yogya (1948), Panitia
Agraria Jakarta (1951), Panitia Suwahyo (1955), Rancangan Soenarjo (1958), dan
Rancangan Soedjarwo (1960). Panitia tersebut berganti-ganti namun menghasilkan suatu
peraturan perundang undangan yang bertujuan membuat sebuah hukum agrarian yang sesuai
dengan budaya bangsa Indonesia. Akhirnya pada tanggal 24 September 1960, muncul Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria. Dengan diundangkannya undang-
undang tersebut maka peraturan tentang agrarian yang berlaku di Indonesia sudah tidak berlaku
lagi :

A. "Agrarische Wet" (Staatsblad 1870 No. 55), sebagai yang termuat dalam pasal 51
"Wet op de Staatsinrichting van Nederlands Indie" (Staatsblad 1925 No. 447) dan
ketentuan dalam ayat-ayat lainnya dari pasal itu;
B. "Domienverklaring" tersebut dalam pasal 1 "Agrarisch Besluit " (Staatsblad 1870 No.
118); "Algemene Domienverklaring" tersebut dalam Staatsblad 1875 No. 119A;
"Domienverklaring untuk Sumatera" tersebut dalam pasal 1 dari Staatsblad 1874
No. 94f; "Domeinverklaring untuk keresidenan Menado" tersebut dalam pasal 1 dari
Staatsblad 1877 No. 55; "Domienverklaring untuk residentie Zuider en Oosterafdeling
van Borneo" tersebut dalam pasal 1 dari Staatsblad 1888 No.58;
C. Koninklijk Besluit tanggal 16 April 1872 No. 29 (Staatsblad 1872 No. 117) dan
peraturan pelaksanaannya;
D. Buku ke-II Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang yang
mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali
ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek yang masih berlaku pada mulai berlakunya
undang-undang ini;
Undang-undang pokok agrarian ini merupakan cerminan dari pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan
pelaksanaan dari dekrit presiden 5 Juli 1959 serta pidato presiden 17 Agustus 1960 yang
mewajibkan negara mengatur kepemilikan dan memimpin penggunaanya, hingga tanah di
Indonesia digunakan untuk kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya baik secara individu
maupun gotong royong.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 33 Ayat 3 Berbunyi “Bumi, Air,
dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Implementasi dari pasal tersebut terdapat dalam
pasal 2 ayat 2 UU pokok agrarian. Yang dimaksud hak menguasai negara dalam UU Pokok
Agraria adalah member wewenang untuk :
A. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
B. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan
bumi, air dan ruang angkasa; dan
C. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orangdan
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Wewenang yang berasal dari hak menguasai negara tersebut digunakan untuk
kemakmuran rakyat dalam artian bahagia, kesejahteraan, kemerdekaan dalam masyarakat dan
negara hukum yang adil, berdaulat dan makmur. Undang-Undang Pokok Agraria ini sangat
berpihak kepada rakyat, hal ini dapat dilihat padal pasal 11 sampai pasal 13 undang-undang
tersebut. Selain itu, undang-undang pokok agrarian juga memberikan hak kepada masyarakat
yang dapat dibedakan menjadi :
A. Hak Milik (Pasal 20-27 Undang-Undang Pokok Agraria )
Hak Milik atas tanah dan bangunan memiliki pengertian menurut UU Pokok
Agraria yang terdapat pada pasal 20 yaitu hak turun-temurun yang terkuat dan terpenuh
yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan memperhatikan fungsi sosial yang ada.
Hak tersebut tidak serta merta mutlak seperti pada hak eigendom zaman dahulu, akan
tetapi hak milik merupakan hak yang kuat dan paling penuh. Hak Milik dapat diwariskan
secara turun temurun oleh pemegang hak kepada ahli warisnya.hak milik paling kuat
berarti hak tersebut tidak mudah dihapus dan mudah dipertahankan apabila terdapat
gugatan dari pihak luar atas tanah tersebut.
Pada pasal 21 UU Pokok Agraria, mengatur tentang subyek yang dapat memiliki
Hak MIlik. Hanya Warga Negara Indonesia yang dapat memiliki hak mili tersebut. Akan
tetapi pada ayat 2, memungkinkan juga suatu badan hukum memiliki hak tersebut
seperti bank pemerintah, badan keagamaan, atau badan sosial. Ketentuan badan
hukum yang dapat memiliki hak milik diatur dalam undang-undang nomor 9 tahun 1999
tentang tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak
pengelolaan.
Hak Milik tidak dapat dimiliki oleh warga negara asing maupun warga negara
dengan kewarganegaraan ganda (Indonesia dan negara lain). Apabila seorang WNA
mendapatkan warisan secara turun temurun tanpa wasiat atau karena pencampuran
harta perkawinan maka dalam jangka waktu paling lambat satu tahun wajib melepaskan
hak tersebut. Jika tidak melepaskan hak tersebut maka hak milik akan hapus karena
hukum dan tanahnya jatuh kepada negara dengan memperhatikan hak-hak lain yang
berlaku.
Terdapat tiga peristiwa terjadinya hak milik menurut pasal 22 UU pokok agrarian.
Yang pertama adalah karena hukum adat semisal pembukaan tanah, yang kedua
adalah penetapan pemerintah yaitu pengajuan permohonan oleh seseorang atau badan
hukum kepada petugas atau pejabat berwenang melalui kantor pertanahan, dan yang
terakhir ketentuan undang-undang atas dasar ketentuan konversi tanah yang dimiliki
sejak zaman penjajahan belanda.
Hak milik dapat hapus apabila terjadi pencabutan hak oleh pemerintah, tanahnya
ditelantarkan, penyerahan sukarela oleh pemilik, tanahnya musnah, dan melanggar
ketentuan-ketentuan landreformseperti batas tanah maksimum dan larangan pemilikan
tanah secara absentee
B. Hak Guna Usaha
Hak Guna Usaha diatur dalam UU Pokok Agraria pasal 28-34. Menurut
pengertian dari undang-undang tersebut, tercantum bahwa hak guna usaha adalah hak
untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu
tertentu untuk usaha pertanian, perikanan, maupun peternakan. Ketentuan lebih lanjut
tentang hak guna usaha di atur dalam peraturan pemerintah nomor 40 tahun 1996
tentang hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai.
Menurut pasal 30 ayat 1 UU Pokok Agraria, subyek yang dapat menrima hak
guna usaha adalah warga negara Indonesia dan badan hukum yang berdiri di wilayah
hukum negara kesatuan republic Indonesia dan sesuai dengan prosedur pendirian yang
berlaku.
Pemegang hak guna usaha berhak untuk menguasai dan menggunakan tanah
yang dimilikinya guna usaha peternakan, perkebunan, pertanian, dan perikanan. Selain
itu, pemegang hak juga berwenang untuk menguasai dan menggunakan sumber daya
alam yang terdapat di tanah tersebut guna mendukung usahanya dengan memperhatikan
ketentuan yang barlaku dan masyarakat sekitar.
Pemegang hak guna usaha memiliki kewajiban untuk membayar uang
pemasukkan kepada negara, melaksanakan kegiatan usaha pertanian maupun perikanan
sesuai dengan ketentuan peruntukan dan syarat yang ditetapkan pada keputusan
pemberian haknya, mengusahakan sendiri tanah tersebut dengan baik sesuai dengan
kelayakan usaha yang ditetapkan oleh instansi teknis, membangun dan memelihara
prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada di lingkungan areal tanah tersebut,
memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga
kelastarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuang yang berlaku,
menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan tanah tersebut,
menyerahkan kembali tanah tersebut kepada negara setelah hak guna usahanya hapus,
menyerahkan sertifikat hak guna usaha yang telah hapus kepada kepala kantor
pertanahan. Selain kewajiban tersebut, pemegang hak guna usaha juga dilarang
menyerahkan pengusahaan tanah tersebut kepada pihak lain kecuali diperbolehkan
menurut ketentuan yang berlaku. Pemegang hak yang tanahnya mengurung atau
menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air juga wajib
memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan bagi pekarangan atau bidang
tanah yang terkurung tersebut.
Hak guna usaha terjadi karena penetapan pemerintah yaitu melalui keputusan
pemberian hak oleh menteri atau pejabat berwenang. Pemberian hak tersebut wajib
didaftarkan ke kantor pertanahan. Tanah yang dapat diberikan hak guna usaha adal;ah
tanah negara. Apabila tanah tersebut berupa hutan maka diberikan setelah dikeluarkan
dari status kawasan hutan. Apabila terdapat hak tertentu sesuai dengan ketentuan yang
berlaku maka pemberian hak guna usaha setelah pelepasan hak atas tanah tersebut.
Apabila terdapat bangunan atau tanaman diatas tanah yang akan diberikan hak guna
usaha maka pemilik tanah berhak atas ganti rugi sesuai nilai dari bangunan atau tanaman
diatas tanah tersebut.
Jangka waktu atau lamanya pemberian hak guna usaha untuk pertama kali
paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 25 tahun. Dan setelah jangka
waktu dan perpanjangannya berakhir, pemegang hak dapat diberikan pembahuran hak
atas tanah yang sama dengan syarat:
 Tanahnya masih diusahakn dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan
tujuan pemberian hak
 Syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak
 Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai oemegang hak
Permohonan perpanjangan atau pembaruan hak wajib diajukan paling lambat dua tahun
sebelum berakhirnya hak guna usaha dan wajib dicata pada kantor pertanahan.
Peralihan hak guna usaha dapat dengan cara jual-beli, tukar-menukar,
penyertaan dalam modal, hibah, pewarisan. Peralihan hak guna dengan melalui jual-beli
(kecuali lelang), tukar menukar, penyertaan modal dan hibah maka wajib dilakukan
dengan akta pejabat pembuat akta tanah. Sedangkan jual-beli melalui lelang wajib
dibuktikan melalui berita acara lelang. Jika peralihan terjadi karena warisan, maka
dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris.
Hak guna hapus karena jangka waktunya berakhir dan tidak diperpanjang atau
diperbarui, dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir,
dicabut untuk kepentingan umum berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 1961 tentang
pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya, ditelantarkan,
tanahnya musnah, dan orang atau badan hukum yang menjadi pemegang hak tidak lagi
memenuhi syarat sesuai ketentuan yang berlaku. Maka status tanah setelah
penghapusan menjadi tanah negara
C. Hak Guna Bangunan
Hak guna bangunan diatur dalam undang-undang pokok agrarian pasal 35-40.
Di peraturan perundang-undangan tersebut memberikan pengertian bahwa hak guna
bangunan adalah hak untuk mendirikan atau mempunyai bangunan atas tanah yang
bukan miliknya sendiri selama jangka waktu tertentu. Yang dapat diberikan hak tersebut
adalah warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di wilayah negara kesatuan republic Indonesia.
Menurut pasal 32 PP Nomor 49 Tahun 1996, pemegang hak guna bangunan
berhak untuk menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan hak guna
bangunan selama jangka waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan
untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada
pihak lain dan membebaninya.
Adapun kewajiban pemegang hak guna usaha adalah membayar uang
pemasukkan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan
pemberian haknya, menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan
yang ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberian haknya, memelihara dengan
baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan
hidup, menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak guna bangunan kepada
negara, pemegang hak pengelolaan atau pemegang hak milik sesudah hak guna
bangunan itu hapus, menyerahkan sertifikat hak guna bangunan yang telah hapus
kepada kepala kantor pertanahan. Bagi pemegang hak guna bangunan yang letak
tanahnya menutup atau mengurung pekarangan atau bidang tanah lain dari lalulintas
umum atau jalan air yang bersangkutan juga wajib untuk memberikan jalan ke luar atau
jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung.
Terjadinnya hak guna bangunan terdapat tiga jenis tanah yang memiliki hak atas
tanah yang bisa diberikan dengan hak guna bangunan, yaiut tanah negara, hak
pengelolaan dan tanah hak milik. Tanah negara berarti hak tersebut diberikan oleh
keputusan menteri atau pejabat yang ditunjuk. Untuk tanah hak pengelolaan hak guna
bangunan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat
berdasarkan usul pemegang hak pengelolaan. Sedangkan tanah hak milik dibuat dengan
akta dari pejabat pembuat akta tanah.
Jangka waktu pemberian hak guna bangunan dari tanah negara dan tanah hak
pengelolaan diberikan paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang sesuai ketentuan
paling lama 20 tahun. Syarat perpanjangan hak guna bangunan adalah tanahnya masih
dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak
tersebut; syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak; tanah tersebut masih
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang bersangkutan; untuk hak guna bangunan
yang berasal dari tanak pengelolaan, diperlukan persetujuan dari pemegang hak
pengelolaan. Permohonan tersebut diajukan paling lambat 2 tahun sebelum jangka waktu
berakhir dan wajib dicatat dalam buku tanah kantor pertanahan.
Hak guna bangunan dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain dengan cara
jual beli; tukar menukar; penyertaan dalam modal; hibah; Pewarisan. Peralihan hak guna
bangunan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Untuk peralihan hak guna
bangunan yang dilakukan melalui jual beli (kecuali lelang), tukar menurkar, penyertaan
dalam modal dan hibah, peralihan hak guna bangunan tersebut wajib dilakukan dengan
akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah. Sedangkan terhadap peralihan hak
guna bangunan yang dilakukan melalui jual beli secara lelang cukup dengan Berita Acara
Lelang. Peralihan hak guna bangunan yang terjadi karena pewarisan harus dibuktikan
dengan surat wasiat atau surat keterangan waris.
Penyebab putusnya atau hapusnya hak guna bangunan jangka waktunya
berakhir dan tidak diperpanjangatau diperbarui; dihentikan sebelum jangka waktunya
berakhir olehpejabat yang berwenang, pemegang hak pengelolaanatau pemegang hak
milik karena tidak dipenuhinya suatu syaratDilepaskan oleh pemegang haknya sebelum
jangka waktunya berakhir; dicabut untuk kepentingan umum; diterlantarkan;tanahnya
musnah;orang atau badan hukum yang mempunyai hak gunabangunan tidak lagi
memenuhi syarat sebagai pemegang hak (wajib melepaskan atau mengalihkan haknya
paling lambat satu tahun).
D. Hak Pakai
Hak pakai diatur dalam undang-undang pokok agrarian pasal 41-43. Menurut
undang-undang tersebut hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/ataumemungut
hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain,
yangmemberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya
oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik
tanahnya yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah,
segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan dalam
undang- undang.
Subyek hak pakai lebih beragam dari hak milik, hak guna bangunan, dan hak
guna usaha. Subyek hak pakai antara lain adalah warganegara indonesia; badan hukum
yang didirikan menurut hukum indonesia dan berkedudukan di indonesia; departemen,
lembaga pemerintah non departemen,dan pemerintah daerah; badan-badan keagamaan
dan sosial; orang asing yang berkedudukan di indonesia; badan hukum asing yang
mempunyai perwakilan di indonesia; perwakilan negara asing dan perwakilan badan
internasional. Terdapat tiga jenih tanah yang bisa dibebani hak pakai yaitu tanah negara,
tanah hak pengelolaan, dan tanah hak milik.
Hak pakai untuk selanjutnya diatur dalam PP Nomor 40 Tahun 1996. Adapun
hak yang didapatkan sebagai pemegang hak pakai adalah berhak menguasai dan
mempergunakan tanah yang diberikan dengan hak pakai selama waktu tertentu untuk
keperluan pribadi atau usahanya serta untuk memindahkan hak tersebut kepada pihak
lain dan membebaninya, atau selama digunakan untuk keperluan tertentu.
sedangkan kewajiban yang harus dijalankan adalah . membayar uang pemasukan yang
jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya,
perjanjian penggunaan tanah hak pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian hak
pakai atas tanah hak milik; menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan
persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian
penggunaan tanah hak pengelolaan atau perjanjian pemberian hak pakai atas tanah hak
milik; memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga
kelestarian lingkungan hidup; menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak
pakai kepada negara, pemegang hak pengelolaan atau pemegang hak milik sesudah hak
pakai tersebut hapus; menyerahkan sertipikat hak pakai yang telah hapus kepada kepala
kantor pertanahan. Hak pakai atas tanah negara dan hak pakai atas tanah hak
pengelolaan diberikan untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun dan dapat
diperpanjang untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanah tersebut digunakan
untuk keperluan tertentu. Keperluan tertentu yang dimaksud adalah hak pakai yang
diberikan kepada:
1. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah
Daerah;
2. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional;
3. Badan keagamaan dan badan sosial
Setelah jangka waktu hak pakai atau perpanjangannya berakhir, maka dapat diberikan
pembaharuan hak pakai atas tanah yang sama. Syarat perpanjangan hak pakai adalah
tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan
pemberian hak tersebut; syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh
pemegang hak; pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak; tanah
tersebut masih sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang bersangkutan; untuk hak
pakai yang berasal dari tanak pengelolaan, diperlukan persetujuan dari pemegang hak
pengelolaan. Permohonan tersebut diajukan paling lambat 2 tahun sebelum jangka waktu
berakhir dan wajib dicatat dalam buku tanah kantor pertanahan.
Hak pakai dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain dengan cara jual beli;
tukar menukar; penyertaan dalam modal; hibah; Pewarisan. Peralihan hak pakai wajib
didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Untuk peralihan hak pakai yang dilakukan melalui
jual beli (kecuali lelang), tukar menukar, penyertaan dalam modal dan hibah, peralihan
hak guna bangunan tersebut wajib dilakukan dengan akta yang dibuat oleh pejabat
pembuat akta tanah. Sedangkan terhadap peralihan hak pakai yang dilakukan melalui jual
beli secara lelang cukup dengan Berita Acara Lelang. Peralihan hak pakai yang terjadi
karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris.
Penyebab putusnya atau hapusnya hak pakai jangka waktunya berakhir dan
tidak diperpanjangatau diperbarui; dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir oleh
pejabat yang berwenang, pemegang hak pengelolaan atau pemegang hak milik karena
tidak dipenuhinya suatu syarat; dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka
waktunya berakhir; dicabut untuk kepentingan umum; diterlantarkan;tanahnya
musnah;orang atau badan hukum yang mempunyai hak pakai tidak lagi memenuhi syarat
sebagai pemegang hak (wajib melepaskan atau mengalihkan haknya paling lambat satu
tahun).
D. Hak Sewa atas bangunan
Hak sewa atas bangunan merupakan salah satu jenis hak yang terdapat di
undang-undang pokok agrarian pada pasal 44-45. Yang dimaksud dengan hak Sewa
adalah hak yang memberi wewenang untuk menggunakan tanah milik pihak lain dengan
kewajiban membayar uang sewa pada tiap-tiap waktu tertentu. Hak sewa ini dalam
hukum adat dikenal dengan istilah “jual tahunan”. Pemilik tanah memiliki penguasaan
yuridis berupa hak milik sedangkan penyewa memiliki penguasaan fisik berupa hak sewa.
Subyek dari hak sewa adalah seseorang atau badan hukum yang didirikan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang membayar sejumlah uang apabila ia
menggunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan. Yang menjadi pemegang
hak sewa adalah warga negara Indonesia, orang asing yang berkedudukan di Indonesia,
badan hukum Indonesia, dan badan hukum asing yang memiliki perwakilan di Indonesia.
Jangka waktu sewa terdapat dalam perjanjian yang dibuat antara penyewa
dengan pemilik tanah. Perjanjian sewa juga memuat pembayaran uang sewa baik jumlah
maupun tata cara membayar serta ketentuang-ketentuan yang disepakati oleh kedua
pihak serta wajib dilaksanakan. Perjanjian sewa menurut UU pokok agrarian tidak boleh
disertai dengan syarat-syarat yang mengandung unsure-unsur pemerasan.
E. Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasil Hutan
Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan adalah hak yang hanya bisa
dimiliki oleh warga negara Indonesia untuk membuka lahan tanah serta memungut hasil
hutan bumi negara Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku. Hak membuka tana dan
memungut hasil hutan di atur dalam pasal 46 undang-undang pokok agrarian.
F. Hak-Hak Yang Bersifat Sementara
Hak-hak bersifat sementara jenisnya terdapat pada pasal 53 undang-undang
pokok agrarian. Hak-hak tersebut antara lain hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak
menumpang, dan hak sewa tanah pertanian.
Hak gadai tidak diatur dalam UU Pokok Agraria. Menurut Boedi Harsono, Gadai
tanah adalah hubungan hukum seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain, yang
telah menerima uang gadai daripadanya. Selama uang gadai belum dikembalikan, tanah
tersebut dikuasai oleh pemegang gadai. Selama itu hasil tanah seluruhnya menjadi hak
pemegang gadai, Pengembalian uang gadai atau yang lazim disebut penebusan
tergantung pada kemauan dan kepampuan pemilik tanah yang yang menggadaikan,
banyak gadai yang berlangsung bertahun-tahun bahkan sampai puluhan tahun karena
pemilik tanah belum mampu melakukan penebusan. Perbedaan gadai dalam hukum
perdata barat dengan hukum adat di Indonesia adalah hak gadai (gadai tanah)
merupakan perjanjian penggarapan tanah bukan perjanjian pinjam-meminjam uang
dengan tanah sebagai jaminan. objek hak gadai (gadai tanah) adalah tanah, sedangkan
objek perjanjian pinjam-meminjam uang dengan tanah sebagai jaminan utang adalah
uang. hak gadai (gadai tanah) menurut hukum adat merupakan perjanjian pokok yang
berdiri sendiri, yang dapat disamakan dengan jual lepas (adol plas) atau jual tahunan
(adol tahunan) . jadi tidak merupakan perjanjian tambahan sebagaimana halnya gadai
dalam pengertian hukum perdata barat. perbedaan antara hak gadai (gadai tanah) dan
gadai menurut hukum perdata barat, adalah pada hak gadai (gadai tanah) terdapat satu
perbuatan hukum yang berupa perjanjian penggarapan tanah pertanian oleh orang yang
memberikan uang gadai, sedangkan gadai menurut hukum perdata barat terdapat dua
perbuatan hukum yang berupa perjanjian pinjam-meminjam uang sebagai perjanjian
pokok dan penyerahan benda bergerak sebagai jaminan. Menurut Boedi Harsono sifat-
sifat dan cirri-ciri hak gadai (gadai tanah), adalah sebagai berikut :
1. Hak Gadai (Gadai Tanah) jangka waktunya terbatas, artinya pada suatu waktu
akan hapus. hak gadai (gadai tanah) berakhir kalau dilakukan penebusan oleh
yang menggadaikan. Penebusan kembali tanah yang digadaikan tergantung
pada kemauan dan kemampuan pemiliknya, artinya ia tidak dapat dipaksa
untuk menebusnya. Hak untuk menebus itu tidak hilang karena lampaunya
waktu atau meninggalnya si pemilik tanah. Jika pemilik tanah meninggal dunia
hak untuk untuk menebus beralih kepada ahli warisnya;
2. Hak Gadai (Gadai Tanah) tidak berakhir dengan meninggalnya pemegang
gadai. Jika pemegang gadai meninggal dunia, maka hak tersebut berpindah
kepada ahli warisnya;
3. Hak Gadai (Gadai Tanah) dapat dibebani dengan hak-hak tanah yang lain.
Pemegang gadai berwenang untuk menyewakan atau membagihasilkan
tanahnya kepada pihak lain. Pihak lain itu bias pihak ketiga, tetapi bias juga
pemilik tanah sendiri. Pemegang gadai bahkan berwenang juga untuk
menggadaikan tanahnya itu kepada pihak ketiga tanpa perlu meminta izin atau
memberitahukannya kepada pemilik tanah (menganakgadaikan atau
Onderverpanden). Perbuatan ini tidak mengakibatkan terputusnya hubungan
gadai dengan pemilik tanah. Dengan demilian, tanah yang bersangkutan terikat
pada hubungan gadai;
4. Hak Gadai (Gadai Tanah) dengan persetujuan pemilik tanahnya dapat
“dialihkan”kepada pihak ketiga, dalam arti bahwa hubungan gadai yang semula
menjadi putus dan digantikan dengan hubungan gadai yang baru antara
pemilik dan pihak ketiga itu (memindahkan gadai atau doorverpanden) ;
5. Hak Gadai (Gadai Tanah) tidak menjadi hapus jika hak atas tanahnya dialihkan
kepada pihak lain;
6. Selama hak gadai (gadai tanah)nya berlangsung maka atas persetujuan kedua
belah pihak uang gadainya dapat ditambah (mendalami gadai);
7. Sebagai lembaga, hak gadai (gadai tanah) pada waktunya akan dihapus.

Hak Usaha bagi hasil diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 1960 tentang perjanjian
bagi hasil. Perjanjian bagi hasil memiliki pengertian perjanjian dengan nama apapun juga
yang diadakan antara pemilik pada suatu pihak yang dalam Undang-Undang ini disebut
penggarap, berdasarkan perjanjian mana penggarap diperkenangkan oleh pemilik
tersebut untuk menyelenggarakan usha pertanian di atas tanah pemilik, dengan
pembagiannya antara kedua belah pihak. Hak usaha bagi hasil timbul setelah perjanjian
bagi hasil sah, perjanjian bagi hasil atas sebidang tanah yang diperjanjikan antara
seorang atau lebih hanya dapat dianggap sah bilamana dilakukan secara tertentu dengan
beberapa syarat. syarat-syarat tersebut adalah :
1. Perjanjian harus dibuat oleh para pihak itu sendiri.
2. Harus dibuat tertulis dihadapan Kepala Desa.
3. Harus disaksikan 2 orang, masing-masing dari kedua pihak tersebut.
4. Harus disaksikan olek Camat setempat.
Hak Menumpang tidak diatur dalam UU pokok agrarian, oleh karena itu menurut
Boedi Harsono hak menumpang adalah hak yang memberi wewenang kepada seorang
untuk mendirikan dan menempati rumah diatas tanah pekarangan milik orang lain. Hak
menumpang biasanya terjadi atas dasar kepercayaan oleh pemilik tanah kepada orang
laim yan belum mempuunyai rumah sebagai tempat tinggal dalam bentuk tidak tertulis,
tidak ada saksi dan tidak diketeahui oleh perangkat desa/ kelurahan, sehingga jauh dari
kepastiann hukum dan perlindungan hukum bagi kedua belah pihak. Hak menumpang
memiliki sifat dan cirri-ciri antara lain Tidak mempunyai jangka waktu yang pasti karena
sewaktu-waktu dapat di hentikan, Hubungan hukumnya lemah yaitu sewaktu-waktu dapat
di putuskan ole pemilik tanah jika ia memerlukan tanah tersebut, pemegang hak
menumpang tidak wajib membayar sesuatu (uang sewa) kepada pemilik tanah, Tidak
wajib didaftarkan ke kantor pertanahan, ersifat turun-temurun artinya dapat dilanjutkan
oleh ahli warisnya, tidak dapat dialihka kepada pihak lain yang bukan ahli warisnya.
Hapusnya hak menumpang dapat terjadi karena pemilik tanah sewaktu-waktu dapat
mengakhiri hubungan hukum antara pemegang hak menumpang dengan tanah yang
bersangkutan, hak milik atas tanah yang bersangkutan dicabut untuk kepentingan umum,
pemegang hak menumpang melepaskan secara sukarela hak menumpang, yang terakjhir
apabila tanah musnah.
Hak sewa atas tanah pertanian adalah suatu perbuata hukum dalam bentuk
penyerahan penguasaan tanah pertanian oleh pemilik tanah kepada pihak lain (penyewa)
dalam jangka waktu tertentu dan sejumlah uang sebagai sewa yang ditetukan atas dasar
kesepakatan kedua belah pihak. Hak sewa tanah perjanjian bias terjadi dalam bentuk
perjanjian yang tidak tertulis atau tetulis yang memuat unsure-unsur para pihak, objek,
uang sewa, jangka waktu hak dan kewajiban bagi pemilik tanah pertanian dan penyewa.
Hapusnya hak sewa atas tanah terjadi apabila jangka waktu berakhir, hak sewanya
dialihkan kepada pihak lain tanpa persetujuan dari pemilik tanah kecuali hal itu
diperkenankan oleh pemilik tanah, hak sewanya dilepaskan secara sukarela oleh
penyewa, hak atas tanah dilepaskann secara oleh penyewa, hak atas tanah tersebut di
cabut untuk kepantingan umum, tanahnya musnah.
Terdapat hak-hak lain yang ada dalam UU Pokok Agraria yang terdiri atas bagian lain dari tanah
yaitu hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan (pasal 47), serta hak guna ruang angkasa
(pasal 48). Pemerintah melai menata pembagian penguasaan struktur kepemilikan tanah secara
perlahan berbeda dengan pola pada saat pemerintahan colonial belanda. Redistribusi tanah atau
land reform dilakukan atau dilaksanakan dengan dasar hukum UU Nomor 56 Tahun 1960 tentang
penetapan luas tanah pertanian. Hal ini membuat status kepemilikan tanah yang di miliki oleh
masyarakat menjadi jelas.
Permasalahan baru timbul, hal ini terjadi karena terdapat dualism hukum yang menjadi
dasar kepemilikan pada zaman colonial belanda dan zaman kemerdekaan. Masyarakat yang hidup
pada zaman peralihan antara pemerintahan belanda dan setelah kemerdekaan kebingungan
terhadap status hak atas tanah yang mereka miliki. Seperti yang telah disebutkan diatas, hak atas
tanah pada masa pemerintahan belanda adalah hak eigendom, Hak erfphract,dan Hak Opstal.
Maka dalam pembuatan atau penyusunan Undang-undang pokok agrarian terdapat peraturan
tentang konversi hak atas tanah. Konversi hak atas tanah adalah penyesuaian hak lama atas
tanah menjadi hak baru menurut undang-undang pokok agrarian. Menurut pendapat A.P
Parlindungan, konversi tersebut adalah tata cara pengaturan hak atas tanah yang ada seblum
undanng-undang pokok agrarian untuk masuk ke dalam sistem undang-undang tersebut. Dalam
undang-undang pokok agrarian terdapat tiga jenis konversi, yaitu :
1. Konversi hak atas tanah, berasal dari tanah hak barat
2. Konversi hak atas tanah, berasal dari hak Indonesia
3. Konversi hak atas tanah, berasal dari tanah bekas swapraja

Ketentuan atau landasan hukum konversi atas tanah hak barat terdapat pada ketentuan konversi
undang-undang pokok agrarian yang isinuya sebagai berikut :

Pasal 1 :

1. Hak Hak Eigendom atas tanah yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini
sejak saat tersebut menjadi hak milik, kecuali jika yang mempunyainya tidak
memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam Pasal 21.
2. Hak Eigendom kepunyaan pemerintah asing yang dipergunakan untuk keperluan
rumah kediaman Kepala Perwakilan dan gedung kedutaan, sejak mulai berlakunya
Undang-undang ini menjadi hak pakai tersebut dalam Pasal 41 ayat 1, yang akan
berlangsung selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tersebut diatas.
3. Hak Eigendom kepunyaan orang asing, seorang warga negara yang disamping
kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing dan badan-
badan hukum, yang tidak ditunjuk oleh Pemerintah sebagai dimaksud dalam Pasal
21 ayat 2 sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi hak-guna- bangunan
tersebut dalam Pasal 35 ayat (1) dengan jangka waktu 20 Tahun.
4. Jika hak eigendom tersebut dalam ayat (1) pasal ini dibebani dengan hak opstal
atau hak erfpacht, maka hak opstal dan hak erfpacht itu sejak mulai berlakunya
Undang-undang ini menjadi hak guna bangunan tersebut dalam Pasal 35 ayat
(1), yang membebani hak milik yang bersangkutan selama sisa waktu hak opstal
atau hak erfacht tersebut diatas, tetapi selama-lamanya 20 Tahun.
5. Jika hak eigendom tersebut dalam ayat 3 Pasal ini dibebani dengan hak opstal
atau hak erfpacht, maka hubungan antara yang mempunyai hak eigendom tersebut
dan pemegang hak opstal atau hak erfpacht selanjutnya diselesaikan menurut
pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Agraria.
6. Hak-hak Hypotheek, Servituut, Vruchtgebruik dan hak-hak lain yang membebani
hak eigendom tetap membebani hak milik dan hak guna bangunan tersebut dalam
ayat (1) dan ayat (3) pasal ini, sedang hak-hak tersebut menjadi suatu hak
menurut Undang-Undang ini.

Pasal III :

1. Hak Erfpacht untuk perusahaan perkebunan besar, yang ada pada mulai
berlakunya Undang-undang ini, sejak saat tersebut menjadi hak guna usaha
tersebut dalam Pasal 28 ayat 1 yang akan berlangsung selama sisa waktu hak
erfpacht tersebut, tetapi selama-lamanya 20 Tahun
2. Hak Erfpacht untuk pertanian kecil yang ada pada mulai berlakunya Undang-
undang ini, sejak saat tersebut hapus dan selanjutnya diselesaikan menurut
ketentuan-ketentuan yang diadakan oleh Menteri Agraria.
Pasal V :

1. Hak Opstall dan hak Erfpacht untuk perumahan, yang ada pada mulai berlakunya
Undang-undang ini, sejak saat tersebut menjadi hak guna bangunan tersebut
dalam Pasal 35 ayat (1 yang berlangsung selama sisa waktu hak opstall dan
erfpacht tersebut, tetapi selama-lamanya.

Pasal VIII :

1. Terhadap hak guna bangunan tersebut dalam Pasal I ayat 3 dan 4, Pasal II ayat 2
dan Pasal V berlaku ketentuan dalam Pasal 36 ayat 2.
2. Terhadap Hak-guna-usaha tersebut Pasal II ayat 2, Pasal III ayat 1 dan 2 dan Pasal
IV Ayat 1 berlaku ketentuan dalam Pasal 30 ayat 2.

Uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penggolongan konversi hak atas tanah yang
bersumber dari hak barat menjadi hak yang sesuai dengan yang berlaku pada undang-undang
pokok agrarian sebagai berikut:

1. Hak eigendom dikonversi menjadi hak milik (pasal I ayat 1)


2. Hak-hak yang dikonversi menjadi hak guna usaha meliputi:
a. Hak erfpacht untuk perusahaan kebun besar ( Pasal III ayat I)
b. Pemegang concessive dan sewa untuk perusahaan kebun besar (Pasal IV ayat
1)
3. Hak-hak yang dikonversi menjadi hak guna bangunan :
a. Hak eigendom kepunyaan orang/badan hukum asing (pasal 1 ayat 3)
b. Hak opstall atau hak erfpacht yang membebani hak eigendom (Pasal I ayat 4)
c. Hak opstall dan hak erfpacht untuk perumahan (pasalV)
4. Hak-hak yang dikonversi menjadi hak pakai meliputi: hak eigendom kepunyaan
pemerintahan negara asing yang dipergunakan untuk keperluan rumah kediaman
kepala perwakilan dan gedung kedutaan (Pasal I ayat 2)
5. Hak-hak yang setelah dikonversi menjadi hapus meliputi: hak erfpacht untuk
pertanian kecil (Pasal III ayat 2)

Peralihan tersebut terlebih dari tanah yang berasal dari hak atas tanah zaman
pemerintah colonial belanda tidak serta-merta atau langsung berubah menjadi hak atas tanah
menurut UU pokok agrarian, akan tetapi dilakukan pendaftaran kepada kantor Badan Pertanahan
Nasional (BPN). Jika dilihat ketentuan konversi, maka jelas bahwa prinsipnya hak-hak atas tanah
sepanjang pemegang haknya pada saat ketentuan konversi berlaku adalah Warga Negara
Indonesia tunggal maka hak itu akan dikonversikan menjadi hak milik menurut UUPA.
Konsekuensi dari berlakunya ketentuan konversi ( UUPA )mengharuskan semua bukti
kepemilikan sebelum berlakunya UUPA harus diubah status hak atas tanah menurut
ketentuan konversi yang diatur dalam UUPA. Cara mengubah status hak atas tanah
tersebut yaitu dengan mendaftarkan tanah tersebut untuk diberikan bukti kepemilikan
yang baru, yaitu sertifikat hak atas tanah, dengan catatan hal itu dilakukan sebelum jangka
waktu yang ditetapkan yakni sampai 24 september 1980, jika permohonan atau pendaftaran hak
atas tanah tidak dilakukan maka hak atas tanah akan dikuasai langsung negara.

II. Hak Atas Tanah Di China


A. Masa Imperialis atau Kekaisaran
Pada masa kekaisaran china, hak atas tanah tidak terlalu terlihat seperti apa jenisnya dan
penggunaannya. Kepemilikan hak atas tanah berubah seiring ruang dan waktu. Hal itu terjadi
karena banyaknya perang dan penaklukan atau perebutan antar wilayah yang terjadi antar
kekaisaran serta bencana alam yang sering terjadi. Namun, pada dasarnya, hak dibagi menjadi
dua, yaitu hak atas penggunaan lapisan atas dan hak lapisan bawah. Terdapat seperti mandor
atau pengawas yaitu tuan tanah yang diberikan hak atas tanah namun hanya hak penggunaan
untuk tanah pertanian. Hak tersebut didapatkan dengan timbal balik berupa pembayaran iuran atau
semacam pajak kepada kaisar. Tidak diketahui hak tersebut merupakan hak milik atau tidak karena
sistem pendaftaran yang belum jelas pada waktu itu. Sistem pendaftaran yang baik terjadi pada
masa Dinasti Qing (1644-1911), walaupun sistem pendaftaran belum sistematis atau secara
nasional.

B. Masa Nasionalis China


Pada era nasionalis china (1912-1949), penguasaan tanah terdiri dari satu sisi hak-hak
komunal dan adat yang diberikan kepada kaum bangsawan atau tuan tanah, lembaga agama, dan
masyarakat desa. Hak kepemilikan hutan adalah milik pribadi, tidak dikuasai oleh negara. Hukum
tentang hak atas tanah dicangkokkan berdasarkan hukum jerman dan jepang. Hak-hak individu
mulai dihilangkan seiring dengan pergantian ke era komunis.

C. Masa Komunis China


Di daerah-daerah yang dikuasai oleh kekuatan Komunis, penguasaan tanah tradisional dipecah
melalui Land Reform. Dalam Reformasi Lahan 1930-an di daerah basis revolusioner lama, seperti
Soviet Jiangxi dan Wilayah Perbatasan Shaan-Gan-Ning, dilakukan dengan gangguan sosial yang
paling tidak mungkin. Petani menengah dan kaya diizinkan untuk mempertahankan bagian dari
kepemilikan tanah mereka. Ada beberapa kali perubahan kepemilikan dan kontrol atas tanah di
Cina. Mengenai tanah pedesaan, perubahan ini dimulai dengan pembentukan Koperasi Produksi
Pertanian Tinggi pada tahun 1956. Setelah itu kepemilikan tanah pribadi di pedesaan secara efektif
dihapuskan melalui Reformasi Tanah, yang meninggalkan tanah di tangan negara atau kolektif.
Sampai decollectivization pada pertengahan 1980-an, hanya ada dua faktor yang membuat
perubahan dalam kebijakan pertanahan: tingkat kepemilikan kolektif dan tingkat kebebasan dalam
penggunaan lahan pribadi. The Great Leap Forward (1958-1962) memaksa pimpinan pusat untuk
mendesentralisasikan kepemilikan tanah dari komune kepada tim produksi. Lalu setelah 14 tahun
terjadi perdebatan, RRC telah mampu membuat suatu undang-undang baru mengenai hak atas
tanah. Perkembangan terbaru adalah pemberlakuan Undang-Undang Kekayaan pada Maret 2007
yang dicatat sebagai salah satu komponen inti terpenting dari hukum sipil yang berkembang di
RRC.
Menurut undang-undang tersebut, hak atas tanah yang ada di pemerintahan republic rakyat
china dibagi menjadi tiga yaitu hak milik (ownership rights), hak sekunder (Usufructuary rights), dan
hak penguasaan atas tanah. Penjelasan atau definisi hak milik terdapat pada pasal Undang-
undang kekayaan yang berbunyi “The owner shall have the right to possess, utilize, dispose off and
obtain profits from its real or movable property in accordance with the laws.” Dapat dijelaskan
bahwa hak milik berarti memiliki hak untuk memanfaatkan dan memperoleh keuntungan dari tanah
selama tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan fungsi
sosial. Hak sekunder atau hak pakai adalah hak seseorang untuk memanfaatkan dan memperoleh
keuntungan dari tanah milik orang lain selama tidak bertentangan degnan undang-undang dan
fungsi sosial. Oblige tidak boleh mengintervensi atau mencampuri pelaksanaan hak oleh
pemegang hak sekunder atau hak pakai. Macam-macam hak pakai yaitu :
1. Hak atas pengelolaan kontrak tanah (Right to land contractual management)
Hak atas pengelolaan kontrak tanah yaitu Hak atas pengelolaan kontrak tanah
memungkinkan kontraktor untuk memiliki, memanfaatkan, dan memperoleh keuntungan
dari lahan pertanian. Hak ini dapat dialihkan, tetapi hak penggunaan lahan berdasarkan
kontrak rumah tangga pertanian tidak dapat diubah secara sewenang-wenang untuk
tujuan non-pertanian
2. Hak untuk menggunakan lahan konstruksi (Right to use of construction land)
Lahan perkotaan dimiliki oleh negara, akan tetapi, hak untuk membangun suatu
bangunan dapat diberikan kepada pengembang untuk mengembangkan lahan tersebut
dan memperoleh keuntungan dari hasil pengembangan. Pemerintah akan mendapatkan
keuntungan secara tidak langsung dari hasil pengembangan lahan perkotaan, sehingga
para investor dapat membangun gedung-gedung di lahan pemerintah. Apabila masa
perjanjian habis atau kadaluwarsa, perpanjangan kontrak tersebut dilakukan secara
otomatis. Jika pemerintah akan mengambil kembali lahan atau tanah yang diatasnya
terdapat bangunan, maka pemerintah wajib mengganti senilai atau seharga bangunan
yang ada diatas tanah atau lahan tersebut.
3. Hak untuk menggunakan lahan perumahan (Right to use of residential housing land)
Pemilik hak untuk menggunakan lahan perumahan dapat memiliki dan
memanfaatkan tanah seperti yang dimiliki secara kolektif, dan dapat membangun rumah
hunian dan fasilitas aksesori mereka
4. Easement
Pemilik hak guna memiliki hak untuk menggunakan properti yang sebenarnya
milik orang lain untuk mendapatkan keuntungan. Easement diatur dengan perjanjian
kontrak.

Jenis hak terakhir yaitu hak jaminan atas tanah. Bentuk jaminan atas tanah adalah
hipotik, perjanjian, dan gadai. Pemegang hak jaminan atas tanah memiliki prioritas untuk
memiliki tanah tersebut mejadi hak milik sebagai ganti rugi atas wanprestasi yang debitu
lakukan. Kepemilikan hak milik atas tanah di republic rakyat china hanya dapat dimiliki oleh
warga negara china. Warga negara asing hanya bisa memiliki hak pakai atau hak sekunder.
Hak penggunaan lahan tersebut dapat di minta kepada departemen administrasi pertanahan
melalui lelang, tender, atau kesepakatan. Pasal 12 Peraturan Sementara tentang Hibah dan
Penugasan Hak Milik Negara Urban Hak Milik Negara menyatakan durasi yang berbeda dari
hak yang diberikan untuk tujuan yang berbeda sebagai berikut :

Tujuan Durasi
Perumahan 70 Tahun
Industri 50 Tahun
Pendidikan, ilmiah dan teknologi, budaya, 50 Tahun
perawatan kesehatan atau olahraga
Komersial, Pariwisata, dan Rekreasi 40 Tahun
Tujuan Lain 50 Tahun

III. Hak Atas Tanah Di Singapura


A. Sebelum Kemerdekaan
Pada awal abad ke-19, singapura berada di bawah wilayah kekuasaan Sultan Johor, yang
menetap di kepulauan Riau-Lingga. Pada masa tersebut hukum adat masih sangat kental
mengatur tentang kepemilikan tanah. Tanah yang terdapat di wilayah kekuasaannya merupakan
tanah milik sultan dan rakyat tidak memegang hak milik atas tanah namun dapat tetap
menggunakan atau mengusahakan tanah. Tanggal 29 januari 1819, Thomas Stamford raffles yang
saat itu menjabat sebagai gubernur jendral Bengkulu. Tanggal 6 Februari 1819: Suatu perjanjian
formal dibuat antara Sultan Hussein dari Johor bersama Temenggong Abdu’r Rahman, adalah
penguasa de jure dan penguasa de facto Singapura waktu itu, untuk meresmikan perjanjian awal
yang telah dibuat sebelumnya. Raffles menetapkan Singapura sebagai bagian dari yurisdiksi
Bengkulu, yang kemudian berada di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal di Kalkuta, India.
Kemudian sekitar Tahun 1819 - 1823: Agar pemerintahan di Singapura berjalan dengan baik,
Raffles menetapkan suatu kitab undang-undang dikenal dengan sebutan “Singapore Regulations”
atau “Peraturan-peraturan Singapura” dan menetapkan suatu sistem hukum bersifat fungsional
dengan penerapan hukum yang seragam yang berlaku bagi semua penduduk Sehingga singapura
menjadi dibawah kekuasaan jajahan inggris. Hal itu menyebabkan sistem hukum mengikuti
kerajaan inggris yang berarti tanah-tanah di singapura merupakan milik negara atau ratu inggris
dan rakyat yang menggunakan atau menatausahakan wajib membayar land rent. Hal tersebut
masih berlaku saat singapura diambil alih oleh jepang, kemudian dikembalikan lagi kepada inggris
karena jepang kalah dalam perang asia pasifik.

B. Setelah Kemerdekaan
Singapura belum sepenuhnya merdeka saat inggris mulai meninggalkan daerah
singapura. Singapura menjadi berada di bawah wilayah pemerintahan Malaysia dengan peraturan
yang cenderung baru sehingga masih kacau. Setelah sepenuhnya merdeka pada tahun 1965,
penyusunan konstitusi yang berlaku dan peraturan perundang-undangan dilakukan dengan cepat.
Terutama dalam bidang tanah, seperti yang diketahui, singapura merupakan negara dengan luas
yang tidak begitu besar, bahkan merupakan wilayah negara dengan luas paling kecil yang ada
dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN. Penyebab mudahnya penyusunan sistem hukum
di singapura karena adanya peninggalan berupa sistem hukum inggris yang ada. Sehingga sistem
hukum di singapura berdasarkan sistem hukum common law yang diadopsi dari kerajaan inggris..
Pada prinsipnya, di dalam hukum pertanahan Singapura, semua tanah yang belum diberikan
haknya, dianggap sebagai tanah negara. Negara memiliki kewenangan penuh untuk memberikan
hak atas tanah, baik kepada individu, badan hukum maupun unincorporated bodies.

Peraturan tentang pertanahan sudah dimulai sejak tahun 1956 dan diberlakukan pada tahun
1959 dan sekarang terdapat undang-undang Land Titles Act yang disahkan pada tahun 1993.
Untuk pengaturan gedung-gedung bertingkat atau condominium diatur dalam The Land Tittle Act
1967 yang mengqalami penyesuaian sejak tahun 1976, 1982, dan 1987, dan tahun 2004 dengan
diundakan building maintenance and strata management act. Pada dasarnya penguasaan di
singapura merupakan penguasaan negara berdasarkan doktrin hak untuk menguasai tanah dan
doktrin kepemilikan tanah yang diatur dalam the second charter of justice 1826 yang terdiri dari :
1. Penguasaan tanah dalam jangka waktu tertentu (Leasehold Estate), bentuk penguasaan
tanah yang diberikan kepada seseorang secara ekslusif untuk menggunakan suatu bidang
tanah tertentu yang dikuasai orang lain dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam
pembayaran sewa yang diatur dalam perjanjian. Pada saat akhir dari perjanjian maka tanah
akan kembali pada pengausaan tanah. Adapun jangka waktu sewa menyewa dapat
berlangsung selama 30, 60, 99, 999 atau 99.999 tahun.
2. Penguasaan tanah dalam waktu yang tidak ditentukan (freehold estate), berdasarkan
doktrin kepemilikan tanah, penyewa menguasai tanahnya karena memberikan pelayanan-
pelayanan kepada negara, meliputi :
a. Hak untuk menguasai tanah karena militer, dimana pemegang hak ini memberikan
pelayanannya dalam bentuk militer misalnya seorang tentara
b. Hak untuk menguasai tanah karena keagamaan, pemegang hak memberikan
pelayanan dalam bentuk spiritual keagamaan
c. Hak untuk menguasai tanah lainnya, semisal dari bentuk pelayanan yang
diberikan adalah penyediaan makanan.
3. Penguasaan tanah yang diberikan oleh negara, penguasaan tanah diberikan oleh negara
untuk waktu yang lama yang diatur dalam state land act, penguasaan tanah yang diberikan
oleh negara tidak tergantung dari ada atau tidaknya ahli waris.

Bentuk-bentuk penguasaan tanah yang terdapat diatas merupakan bentuk penguasaan tanah
seumur hidup dan mempunyai hak yang akan mendapat perlindungan dari negara, sedangkan
doktrin kepemilikan tanah terdapat tiga bentuk penguasaan tanah yaitu:
1. Fee simple, bentuk penguasaan yang paling besar, dimana tanah tersebut adalah tanah
warisan yang penguasaannya tidak ditentukan jangka waktunya, selama penguasaan
dimiliki oleh ahli waris. Jika tidak memiliki ahli waris satupun maka tanah tersebut akan
dikuasai oleh negara
2. Life estate, merupakan bentuk penguasaan pemegang hak fee simple memberikan
suatu hak life estate kepada orang lain, untuk menguasai tanah selama hidup saja. Jika
pemegang hak tersebut meninggal dunia maka haknya akan hilang, tanah tersebut
bukan merupakan tanah yang dapat diwariskan.
3. Fee tail, sejak tahun 1926 fee tail tidak lagi digunakan sebagai ketentuan dalam hukum
negara inggris, karena fee tail hanya dapat timbul dibalik trust atau settlement
Dari ketiga bentuk diatas, penguasaan tanah yang dipergunakan di singapura adalah fee simple
dan life estate. Hingga saat ini, dimana kedua bentuk penguasaan tanah tidak ada pembayaran
sewa. Apartemen, condominium atau flat dibangun di atas tanah dengan penguasaan leasehold
yang dapat diberikan oleh pemerintah singapura atau pemegang freehold.

Pengaturan hak atas tanah yang dimiliki oleh orang asing atau selain warga negara singapura
diatur dalam the residential property act tahun 1996. Hal tersebut juga mengatur kepemilikan
bangunan untuk hunian warga negara asing. Pasal 3 mengatur prinsip bahwa warga negara asing
tidak diperkenankan menerima hak, member atau memperoleh tanah/ atau bangunan untuk
hunian kecuali ditentukan lain. Pasal 2 the residential property act tahun 1996 yang dimaksud
dengan warga negara asing adalah mereeka yang bukan warga negara singapura ; mereka yang
memperoleh status sebagai permanent resident (berkedudukan tetap); badan hukum asing; dan
perkumpulan anggotanya sebagian atau seluruhnya bukan warga SIngapura.dalam the residential
property act tahun 1996 diatur pula tentang badan hukum asing adalah :
1. Perusahaan, badan hukum, perkumpulan atau badan-badan lain yang didirikan diluar
singapura
2. Badan hukum yang didirikan di singapura dengan sebagian atau seluruh anggota atau
direkturnya bukan warga negara singapura
3. Perkumpulan atau badan-badang lain yang menurut hukum negara asalnya dapat dituntut atau
menuntut atau memiliki tanah atas nama sekertaris atau pimpinan badan atau perkumpulan
tersebut yang sebagian atau seluruh anggota atau direkturnya bukan warga negara singapura.
Pasal 4 merupakan pengecualian terhadap berlaku pasal 3 yang menyatakan bahwa warga
negara asing dapat membeli atau memperoleh hak atas tanah :
1. Apartemen/flat yang tidak termasuk flat HUDC yang terdiri dari 6 lantai atau lebih
2. Apartemen/flat atau hunian yang merupakan satu unit dalam suatu kondominium

Warga negara asing tidak diperkenankan untuk membeli seluruh apartemen dalam sebuah
bangunan yang terdiri dari 6 lantai serta seluruh satuan/unit dalam suatu kondominium tanpa izin
dari menteri. Oleh karena itu pelanggaran terhadap kewajiban yang berkenan dengan ketentuan
tersebut akan dikenai denda sebesar 10.000 Dollar Singapura untuk setiap hari pelanggaran itu
terjadi. Pasal 25 ayat 2 sampai dengan ayat 4 the residential property act tahun 1996 mengatur
tentang permohonan untuk memperoleh hak atas tanah tersebut kepada residential property
advisory committee yang akan menyiapkan rekomendasi kepada menteri yang akan memberikan
izin atau menolak member izin untuk permohonan tersebut, tanpa mengesampingkan hak di atas,
menteri dapat member izin (dengan atau tanpa syarat) kepada warga negara asing yang
bermaksud untuk mempergunakan sebagai hunian bagi dirinya sendiri beserta keluarganya dan
tidak dimaksudkan untuk disewa atau digunakan untuk tujuan lain.

IV. Hak Atas Tanah Di Australia


Australia merupakan negara persemakmuran inggris yang memiliki keunikan berupa
pengakuan terhadap suku asli yang terdapat di benua Australia yaitu suku aborigin. Sehingga
dalam penyusunan konstitusi atau hukum tertinggi selalu memperhatikan atau tidak lepas dari
suku tersebut. Contoh salah satu dokumen atau hukum tertinggi di Australia adalah The
Contitution of Commanwealth of Australia yang disahkan melalui beberapa referendum yang
diadakan penduduk koloni inggris di Australia pada tahun 1898-1900. Itulah yang menjadi dasar
kerangka The Commonwealth of Austraia Constitution Act 1900. Undang-undangnya disahkan
oleh ratu victoria inggris pada 9 juli 1900 dan mulai berlaku pada 1 januari 1901. Sistem common
law di Australia sangat berpengaruh pada hukum tanah terlebih dari hak-hak penguasaan tanah.
Hukum tanah inggris menjadi bentuk awal atau dasar pembuatan hukum tanah di Australia.
Asas perlekatan adalah asas pemilikan tanah dan bangunan diatas tanahnya yang dianut oleh
Australia. Hal itu berarti apabila seseorang memiliki tanah maka secara otomatis bangunan atau
tanaman diatasnya merupakan milik orang yang mempunyai tanah tersebut. Sesuai juga dengan
asas yang pernah diberlakukan di hukum barat yaitu asas “Cuius est solum eius est usque ad
coelum et ad inferos”. Artinya barang siapa memiliki tanah dia juga memiliki segala apa yang ada
di atasnya sampai surge nirwana dan segala apa yang dibawahnya sampai pusat bumi. Namun,
hak milik atas tanah dimiliki oleh kerajaan inggris karena Australia adalah negara
persemakmurannya. Semua minyak bumi dan helium adalah milik Crown, selama belum secara
tegas diberikan dengan grant kepada yang lain.lalu untuk kepemilikan pribadi, tanah dialihkan dari
pemerintah ke pribadi melalui tanah grant (hibah) atau tanah patent. Pemerintah dapat atau tidak
dapat menyertakan atau mengecualikan hak mineral dalam tanah tersebut. Selanjutnya apabila
tanah ingin dialihkan dari kepemilikan pribadi ke pribadi lainnya dilakukan oleh deed (akta). ).
Seorang pemilik pribadi juga dapat menjual hak mineral kepada pihak lain, sementara pihak lain
menjual tanahnya kepada pihak ketiga. Hal ini menjadi "chain of title" (rantai kepemilikan) tanah
grant atau patent, diikuti oleh serangkaian akta pengalihan (conveyance deeds). Umumnya, tanah
"fee simple" yang dialihkan juga mengalihkan hak mineral dari Grantor (pemberi) kepada Grantee
(penerima) asalkan Grantor memiliki hak mineral tersebut untuk mengalihkannya. Untuk
mengetahui apakah Grantor (pemberi) telah memiliki hak mineral tersebut, maka Grantee
(penerima) perlu menelusuri kembali "chain of title" (rantai kepemilikan), biasanya oleh County
Clerk of Court atau County Recorder of Deeds. Salah satunya adalah mencari pembatasan-
pembatasan akta atau pemisahan hak mineral dalam chain of title.

Status tanah di Australia digolongkan menjadi beberapa kriteria, sebagai berikut :


1. Crown Land (tanah milik Raja) adalah tanah milik kerajaan inggris yang tidak dapat dialihkan
kepada siapapun yang nantinya akan digunakan untuk kepentingan umum seperti jalan raya,
hutan, instansi pemerintah, dan kepentingan lainnya. Public land sekitar 23% dari tanah
Australia, kategori terbesar adalah vacant land (tanah kosong) sekitar 12,5% dari tanah.
Crown Land dikuasai dengan “right of the Crown” (hak Raja) atas State (Negara Bagian) atau
Commonwealth of Australia (Negara Persemakmuran Australia); tidak ada satu “Crown”
(sebagai badan hukum pemerintah) di Australia. Berbagai Negara Bagian memiliki kebijakan
yang berbeda-beda terhadap penjualan dan penggunaan Crown Land di dalam Negara
Bagian; misalnya New South Wales melalui reformasi kontroversial tahun 2005 memerlukan
Crown Land harus dinilai berdasarkan harga pasar. Crown Land digunakan untuk bandar
udara (di Commonwealth) dan kepentingan umum (biasanya di State/Negara Bagian). Di
Tasmania, Crown Land dikelola berdasarkan Lands Crown Act 1976; di South Australia
berdasarkan Crown Land Management Act 2009; di Victoria berdasarkan Crown Land
(Reserves) Act 1978 dan the Land Act 1958. Sebagian besar tanah public di Australia yang
dikuasai oleh Crownmenjadi hak setiap Negara Bagian. Satu-satunya Crown Land yang
dikelola oleh Commonwealth terdiri dari tanah di Northern Territory (diserahkan oleh South
Australia),Australian Capital Territory, dan daerah-daerah kecil yang diperoleh untuk bandar
udara,pertahanan dan keperluan pemerintah lainnya.
2. Crown Reserves Land (tanah cadangan milik Raja) digunakan untuk sarana jalan-raya
cadangan, hutan cadangan, hutan lindung, taman nasional. Peraturan yang mengatur
Reserves of State Land (tanah cadangan Negara Bagian), di Western Australia yaitu Land
Administration Act 1997 berkaitan dengan disposisi tanah Negara Bagian, pengadaan dan
administrasi tanah cadangan Reserves of State Land Minister for Lands dapat menyisihkan
tanah negara atas perintah Menteri untuk kepentingan umum; The Park and Reserves Act
1895 menetapkan untuk pengangkatan lembaga manajemen untuk mengontrol danmengelola
Crown Reserves Land.
3. Aboriginal Land (dimiliki secara kolektif oleh masyarakat adat (asli) Aborigin): Crown Lands
disediakan untuk masyarakat adat Aborigin tetapi di bawah kontrol Government Aboriginal dari
Negara Bagian/Wilayah yang berwenang. Tanah Aboriginal freehold dan leasehold adalah
tanah yang dimiliki oleh masyarakat adat Aborigin yang ditunjuk, dengan syarat-syarat khusus
yang melekat pada haknya. Tidak termasuk tanah yang dimiliki secara pribadi oleh pemilik
tanah perorangan Aborigin. Setelah diterbitkan Commonwealth NativeTitle Act 1993, hasil
putusan High Court Mabo, kini masyarakat adat Aborigin memperolehNative Title (Hak Adat)
atas tanah mereka. Native Title adalah istilah hukum Australiayang memberikan kepemilikan
tradisional atas tanah dan air yang menurut tradisi, hukumdan adat istiadat mereka selalu milik
orang Aborigin. Hak-hak ini berbeda dan terpisah darihukum atas Aboriginal Land Councils
dalam membuat gugatan tanah menurut New SouthWales Aboriginal Land Rights Act 1983 jo.
Commonwealth Native Title Act 1993. MelaluiAboriginal Land Claims (gugatan tanah
masyarakat adat Aborigin) dilakukan penyelidikanserta penilaian atas Crown Lands di seluruh
Negara Bagian. Berdasarkan New South WalesAboriginal Land Rights Act 1983, Vacant
Crown Land (tanah kosong milik Raja) dikembalikan kepada orang-orang Aborigin untuk
digunakan, ditempati, diperlukan untuktujuan penting atau tanah perumahan. Pengembalian
hak atas tanah Aborigin (Native Title) bertujuan untuk memperbaiki ketidak-adilan masa lalu
ketika tanah masyarakat adat Aborigin direbut oleh penjajahan. Pencabutan hak ini telah
menyebabkan banyak masalahsosial, ekonomi dan fisik bagi masyarakat adat Aborigin.
Pemerintah Commonwealthmengelola Native Title.
4. Vacant Crown Land (tanah kosong milik Raja): Crown Land yang tidak disediakan untuk tujuan
apapun
Sedangkan untuk hak kepemilikan tanah dibagi berdasarkan jangka waktu dan dikenal sebagai
“estates”.
a. Fee Simple, Fee Absolute dan Fee atau estate adalah hak yang paling luas dan
penyewa diperbolehkan untuk menjual atau untuk mengalihkan dengan wasiat atau
dialihkan tanpa wasiat kepada ahli waris penyewa jika ia meninggal. Ketika seseorang
membeli Grant inFee Simple Title Deed, berarti ia membeli empat unsur kepemilikan: (1)
Indefeasible (tidak dapat diganggu-gugat); (2) inalienable (tidak dapat dicabut); (3)
Haknya tidak dapat diambil atau dibuat null or void (batal atau tidak berlaku), dan (4)
pemilik properti yang tanahnya memiliki Deeds in Fee Simple (Akta Hak Milik) atau
Freehold Deeds in FeeSimple (Akta Freehold pada Fee Simple) memiliki hak menolak
untuk menyetujui pengambil-alihan tanah mereka karena tujuan lain. Fee Simple Title
tidak termasuk:
1. Kepemilikan air di atas tanah bahwa air tidak dapat dimiliki, karena benda
bergerak.
2. Hanya penggunaan air ketika berada di atas tanah.
3. Hak untuk merusak kenikmatan tetangga dan penggunaan property-nya.
4. Hak tanpa izin memasuki tanah orang lain.
b. Fee Tail Estate berarti bahwa kepemilikan hanya bisa dialihkan kepada
keturunan langsung pihak laki-laki (lineal descendant). Apabila tidak mempunyai
keturunan langsung, jika meninggal dunia maka tanah dikembalikan kepada bangsawan
(the lord).
c. Life Estate adalah hak yang diberikan kepada penyewa (tenant), hanya selama
hidupnya, setelah itu secara otomatis kembali menjadi milik bangsawan (the lord).
d. Leasehold atau Leasehold Crown adalah hak sewa diberikan untuk jangka waktu
99 tahun. Sebagai penyewa tanah milik Raja (lessee Crown), penyewa dapat menjual
sewa Crown(Crown lease)-nya asalkan telah menyelesaikan pembangunan bangunan
yang diperlukan dan perjanjian pengembangan yang terkandung dalam hak sewa
(lease) atau memperoleh perizinan.

Dapat dilihat bahwa Australia memiliki pengaturan sendiri atas tanah adat atau penduduk asli
yaitu suku aborigin. Pengaturan Di Australia, untuk upaya melindungi hak-hak penduduk pribumi
Australia yang sudah ada sebelum kolonisasi Inggris oleh Pemerintah Federal ditetapkan Native
Title Act 1993 (Cth) . Kemudian, kebijakan tersebut diikuti oleh Pemerintah Negara Bagian New
South Wales dengan menetapkan Native Title Act 1994 (NSW) .penduduk asli memegang hak
milik yang merupakan pengakuan oleh undang-undang. Hak-hak tersebut termasauk tinggal di
kawasan tersebut, mengakses kawasan tersebut bagi tujuan tradisional, berburu, memancing,
mengumpulkan sumber daya alam, dan mengajar hukum dan adat istiadat di kawasan luar kota.
Pemegang hak milik penduduk asli akan terus dapat menggunakan hak adatnya selama belum
batal. Apabila hak milik penduduk asli batal maka tanah akan menjadi milik negara. Hak milik
penduduk asli memberikan hak kepada para pemilik untuk tetap menffunakan tanah dengan cara
yang sama seperti sebelum kedatangan bangsa eropa. Terdapat peraturan yaitu Native Title Act
yang berlaku untuk seluruh Australia mengenai eksplorasi tanah penduduk asli yaitu :
1. Menurut Native Title Act, tidak ada hak mutlak bagi pemilik tradisional untuk menolak
eksplorasi atau permohonan hak milik mineral. Namun, penuntut dan pemegang hak milik
penduduk asli memiliki hak prosedural yang mencakup ‘hak negosiasi’. Umumnya, Dewan
Tanah mewakili penuntut dan pemegang hak milik penduduk asli dalam proses negosiasi
untuk proyek eksplorasi dan pertambangan. Perjanjian khusus diperlukan untuk eksplorasi
maupun kegiatan pertambangan.

2. Ekslporasi umumnya kurang mungkin menggangu masyarakat atau kegiatan sosial


penduduk asli, tempat-tempat penting, atau melibatkan gangguan besar terhadap tanah
atau perairan. Di Northern Territory, permohonan untuk izin eksplorasi dilakukan melalui
prosedur ‘hak negosiasi yang dipercepat’, yang menyediakan cara yang lebih cepat untuk
pemberian hak eksplorasi;
3. Prosedur yang dipercepat dilaksanakan apabila proses pemberitahuan mencakup
pernyataan bahwa pemerintah “menganggap tindakan pemberian izin eksplorasi sebagai
tindakan yang layak menerima prosedur yang dipercepat”. Penuntut hak milik penduduk
asli terdaftar dapat menentang penyertaan pernyataan ini selama waktu pemberitahuan 4
bulan. Jika tentangan tersebut tidak ditarik balik setelah periode negosiasi, masalah ini
harus dilanjutkan ke arbitrase. Jika tidak ada keberatan yang diajukan, hak milik dapat
segera diberikan tanpa kesepakatan. Namun, prosedur yang dipercepat tidak berlaku untuk
permohonan minyak bumi;
4. Di Northem Territory, Tribunal Nasional Hak Milik Penduduk Asli (NNTT) merupakan
lembaga arbitrase yang menangani penyelidikan untuk tentangan terhadap prosedur yang
dipercepat. Kesepakatan dapat dicapai pada mana-mana tahap selama prosedur yang
dipercepat, setelah negosiasi persyaratan yang layak. Native Title Act mewajibkan
negosiasi dilakukan dengan itikad baik. Pemerintah NT memainkan peran aktif dalam
menangani prosedur hak negosiasi. Jika pihak yang bernegosiasi tidak dapat mencapai
kesepakatan, perkara tersebut dapat dirujuk ke NNTT untuk mediasi atau arbitrase;
5. Permohonan untuk segala jenis hak tanah pertambangan dan minyak bumi di mana
mungkin dilakukan pembangunan, juga diwajibkan mematuhi hak untuk prosedur negosiasi
dari undang-undang tersebut. Perjanjian yang meliputi kegiatan eksplorasi dan produksi
minyak bumi dinegosiasikan sekaligus. Negosiasi ini untuk persyaratan yang diusulkan
biasanya mengharuskan pelaksanaan dua persetujuan, ‘persetujuan tambahan’ yang berisi
aturan komersial, dan ‘surat hak milik tiga pihak’ (tripartite deed). Pemerintah NT bukan
penandatangan persetujuan tambahan.
6. Prosedur ini dimulai dengan proses pemberitahuan kepada umum di mana perincian
tentang permohonan hak tanah pertambangan atau minyak bumi diterbitkan dalam sebuah
koran Northern Territory dan koran penduduk asli. Jika tidak ada klaim hak milik penduduk
asli yang terdaftar, hak milik tanah dapat segera diberikan tanpa kesepakatan

Sifat haknya bersifat mutlak bagi pemilik tradisional untuk menolak eksplorasi atau permohonan
hak mineral. Ganti rugi tidak mengenal dalam sistem hukum Australia, yang ada uang kompensasi
atas tanahnya apabila tanahnya akan diambil oleh pemerintah untuk kegiatan pembangunan. Hak
atas tanah yang dimiliki oleh penduduk asli Australia atau suku aborigin sangat dihormati di
Australia. Bahkan terdapat peraturan khusus yang dibuat oleh pemerintah mengenai hal tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
I. Kesimpulan dan Saran
Indonesia pada zaman penjajahan belanda berlaku dualism hukum yaitu hukum adat yang
dianut para pribumi dan hukum belanda yang dianut oleh golongan eropa dan sebagian tionghoa
serta timur asing. Pada zaman tersebut berlaku hak kepemilikan atas tanah menurut burgelijk
wetboek atau yang lebih dikenal dengan kitab undang-undang hukum perdata berupa hak
eigendom, hak opstal, dan hak erfpacht untuk tanah-tanah yang dikuasai oleh pemerintah belanda.
Sedangkan untuk yang dikuasai raja maka hanya hak milik raja dan penduduk hanya sebagai
pengguna lahan. Akan tetapi, tanah yang menjadi hak milik raja dirampas oleh pemerintahan
belanda. Setelah kemerdekaan, pendiri bangsa Indonesia membuat peraturan yang berdasarkan
hukum belanda dengan tidak menghilangkan hukum adat di Indonesia. Dengan kata lain membuat
peraturan undang-undang yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia.
Undang- undang pokok agrarian lahir pada tahun 1960 yang didalamnya terdapat jenis-jenis
hak atas tanah antara lain hak milik, hak pakai, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak yang
bersifat sementara dan lain-lain. Undang-undang pokok agrarian juga mengatur konversi atau
perubahan hak yang dimiliki oleh masyarakat sejak zaman belanda karena warisan turun temurun
menjadi hak atas tanah yang sesuai dengan undang-undang pokok agrarian. Dalam peraturan
undang-undang tersebut juga memuat hak atas tanah yang didaptakan oleh warga negara asing.
Warga negara asing tidak dapat memiliki atau memegang hak atas tanah berupa hak milik. Hal
tersebut mendorong warga Indonesia untuk memiliki tanah di negerinya sendiri. Hingga sekarang,
masih diadakan reformasi tanah bertujuan agar masyarakat Indonesia mampu memiliki tanah
dengan status hak milik sehingga mampu membangun perekonomian Indonesia menjadi lebih baik
Sistem hukum china pada sebelum pemerintahan era sosialis-komunis hampir sama dengan
pemerintahan Indonesia pada masa kerajaan. Dimana semua tanah adalah milik raja dan hanya
terdapat tuan tanah yang akan membayar pajak atas penggunaan tanah kepada raja. Pada era
sosialis-komunis, bagi pemegang hak tanah yang memiliki kewarganegaraan asing akan diambil
alih oleh pemerintah. Pemerintah akan mendistribusikan kembali hak tersebut kepada petani yang
berada di pedesaan. Namun pemerintah tetap memegang hak milik atas tanah yang ada.
Pada sistem hukum singapura, hukum atas tanah didasarkan pada hukum yang terdapat di
negara inggris. Bahwa semuia tanah dimiliki oleh negara. Terdapat 2 macam hak yang sering
dikenal yaitu leasehold dan freehold. Hanya sedikit tanah yang dimiliki oleh seseorang warga
negara singapura dengan status hak milik sehingga dapat diwariskan secara turun temurun. Hal ini
terjadi karena sempitnya wilayah singapura. Untuk warganegara asing bahkan diatur kepemilikan
apartemen atau flat, sama seperti Indonesia singapura tidak mengizinkan warga negara asing
memiliki tanah degnan status hak milik atau hak tertinggi setelah negara. Perbedaan dengan
Indonesia adalah tanah adat yang tidak ada di singapura.
Di Australia menganut sistem hukum yang sama dengan singapura. Perbedaannya adalah
sistem tersebut disusun berdasarkan sistem hukum inggris namun tetap menghormati suku asli
yang ada di Australia yaitu suku aborigin. Bahkan terdapat peraturan sendiri tentang hak atas
tanah suku tersebut. Hal ini bisa dijadikan referensi oleh Indonesia untuk menjunjung tinggi hukum
adat yang ada.
Saran penulis dalam penyusunan perkembangan hukum tanah di Indonesia adalah dengan
memperhatikan sejarah yang ada dan berdasarkan kepentingan umum. Serta peraturan yang
diatur juga harus sesuai dengan perkembangan zaman. Sudah baik isi dari peraturan-perundang-
undangan yang ada, akan tetapi belum dilaksanakannya secara penuh menyebabkan pelanggaran
yang ada terutama sengeketa hak atas kepemilikan tanah terlebih lagi tanah adat karena sulit
untuk membuktikan secara kelengkapan dokumen karena tanah tersebut didapat dari warisan
leluhur secar turun-temurun.
Daftar Pustaka

Cammila, Aminah. 2015. Kelembagaan Penyelesaian Konflik Agraria dari Masa ke Masa (Pra dan Pasca
Kemerdekaan). Fakultas Hukum, Universitas Lampung. Skripsi

Sari, Elsi Kartika 2014 Pemilikan Apartemen/Kondominium oleh Warga Negara Asing di Singapura. Jurnal
Hukum Pepakem, 1 (2). pp. 166-174. ISSN 2355-7788

Hasanah, Ulfia. 2012. Status Kepemilikan Tanah Hasil Konversi Hak Barat Berdasarkan UU NO. 5 Tahun
1960. Fakultas Hukum, Universitas Riau

Qulub, Kasyful. 2016. Konstitualisme Hak Menguasai Negara Atas Tanah. Universitas Muhamadiyah Malang

Vendryses, Thomas. 2010. Land Rights in Rural China Since 1978. Prancis

James, Benjamin W .2007,. Expanding the gap: How the Rural Property System exacerbates China's Urban-
rural Gap. Columbia University

Ho, Peter. 2015. Myths of tenure security and titling: Endogenous, institutional change in China's development.
The London School of Economics and Political Science

Harsono, Boedi. 2005. hukum agraria Indonesi; sejarah pembentukan undang-undang pokok agraria, isi dan
pelaksanaannya, ED Rev. cet. 10, jakarta: djambatan

Ho, Peter. 2005. Institutions in Transition: Land Ownership, Property Rights, and Social Conflict in China:
Land Ownership, Property Rights, and Social Conflict in China. Oxford. Inggris

Harsono, Boedi. 1971.Undang-Undang Pokok Agraria, Isi, dan Pelaksanaannya. Djakarta:


Djambatan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria

Supriadi. 2012. Hukum Agraria, Jakarta: Sinar Grafika,

Rahmayani. 2015. Hak-Hak Atas Tanah. Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Mu’amalah. PTI Al-Hilal.
Sigli

Sutedi, Adrian. 2010. Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya. Jakarta. SInar Grafika

Santoso, Urip.2010. Hukum Agraria & Hak-Hak Atas Tanah. Jakarta. Prenada Mediaa Group
http://www.jurnalhukum.com/hak-milik/

http://www.jurnalhukum.com/hak-pakai

http://zonahukum.blogspot.com/2011/03/hak-hak-atas-tanah-yang-bersifat.html

http://gudanglembaran.blogspot.com/2017/02/hak-hak-atas-tanah-yang-bersifat.html

https://slideplayer.info/slide/1892502/

http://www.jurnalhukum.com/hak-guna-bangunan/

http://www.jurnalhukum.com/hak-guna-usaha//

Anda mungkin juga menyukai