Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KELUARGA BINAAN DENGAN CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA)


DI RT 13 RW II KELURAHAN SEMAMPIR KOTA KEDIRI

Disusun Oleh :
ANGGA LUQMAN HAKIM
10110172

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA MITRA HUSADA
KEDIRI
2016

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


KELUARGA BINAAN DENGAN CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA)
DI RT 13 RW II KELURAHAN SEMAMPIR KOTA KEDIRI

Disusun Oleh :
DLOHRIL MUTTAQIN
08110454

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA MITRA HUSADA
KEDIRI
2016

LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE / CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA)
A. DEFINISI
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah
otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah
otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering
ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer
et al, 2002).
B. KLASIFIKASI
1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
(Muttaqin, 2008)
a. Stroke Hemoragi : merupakan perdarahan serebral dan mungkin
perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak
pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebral : pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma)
terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam
jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan
menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di
daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
2) Perdarahan subaraknoid : pedarahan ini berasal dari pecahnya
aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari

pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat


diluar

parenkim

otak.Pecahnya

arteri

dan

keluarnya

keruang

subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya


struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang
berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll).
b. Stroke Non Hemoragi : dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis
serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Kesadaran umumnya baik.
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu :
a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi
selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan
hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana
gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses
dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap
atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh
serangan TIA berulang.
C. ETIOLOGI
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008) :
1. Thrombosis Cerebral : thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi
pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi
karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada
48 jam setelah trombosis. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan
thrombosis otak :

a. Aterosklerosis : aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat


suatu penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti
koronaria,

basilar,

aorta

dan

arteri

iliaka

(Ruhyanudin,

2007).

Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya


kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui
mekanisme berikut :
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia : darah bertambah kental, peningkatan
viskositas/ hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri ).
d. Emboli : emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease
(RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi : keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
2. Haemorhagi : perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini
dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak

yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan


otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak
tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
3. Hipoksia Umum, beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia
umum adalah :
1) Hipertensi yang parah.
2) Cardiac Pulmonary Arrest.
3) Cardiac output turun akibat aritmia.
4) Hipoksia Setempat.
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
1) Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
2) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
D. PATOFISIOLOGI
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan
spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan
paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting
terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat
beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi
turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang
disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti
disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada
area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadangkadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai
menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak
terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus

menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler,
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu
4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia
serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti
jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemenelemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah
lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan
71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan
volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi

volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit
Muttaqin 2008)

E. WOC

F. MANIFESTASI KLINIS
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa
karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia).
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis) yang
timbul mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku.
4. Menurun atau hilangnya rasa.
5. Gangguan lapang pandang Homonimus Hemianopsia.
6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan).
7. Disartria (bicara pelo atau cadel).
8. Gangguan persepsi.
9. Gangguan status mental.
10.
Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.
G. KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan :
1. Berhubungan dengan immobilisasi infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,
konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis
nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas dan terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus
5. Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon
pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi serebral : menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT). Untuk mendeteksi
luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi, melokalisasi, dan
mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).

3. CT scan : penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi


hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance). Menggunakan gelombang megnetik
untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG : pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam
jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium :
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin).
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK.
6. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan.

a. Pengobatan Konservatif :
1) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3) Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
4) Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
b. Pengobatan Pembedahan. Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah
serebral :
1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
4) Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS CVA
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien : meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama : biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang : serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung
sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu : adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
kegemukan.

5. Riwayat penyakit keluarga : biasanya ada riwayat keluarga yang menderita


hipertensi ataupun diabetes militus.
II. Pengumpulan data
1. Aktivitas/istirahat : klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan,
hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
2. Sirkulasi : adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF,
polisitemia. Dan hipertensi arterial.
3. Integritas Ego : emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan
untuk mengekspresikan diri.
4. Eliminasi : perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
5. Makanan/caitan : nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi,
tenggorokan, dysfagia.
6. Neuro Sensori : Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan
intrakranial. Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan,
kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada
bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi
yang sama di muka.
7. Nyaman/nyeri : sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada
otak/muka.
8. Respirasi : ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara
nafas, whezing, ronchi.
9. Keamanan : sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury.
Perubahan

persepsi

dan

orientasi

Tidak

mampu

menelan

sampai

ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu mengambil


keputusan.
10. Interaksi social : gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke
otak terhambat.
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak

3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan


kerusakan neurovaskuler

IV. RENCANA KEPERAWATAN


No
1.

Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan Perfusi
jaringan serebral b.d aliran
darah ke otak terhambat.

Tujuan (NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam, diharapkan suplai
aliran darah ke otak lancar dengan kriteria
hasil:
NOC :
Circulation status
Tissue Prefusion : cerebral
Kriteria Hasil :
mendemonstrasikan status sirkulasi yang
ditandai dengan :
1. Tekanan systole dandiastole dalam
rentang yang diharapkan.
2. Tidak ada ortostatikhipertensi.
3. Tidak ada tanda tanda peningkatan
tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15
mmHg)
4. mendemonstrasikan kemampuan
kognitif yang ditandai dengan :
a. berkomunikasi dengan jelas dan
sesuai dengan kemampuan
b. menunjukkan perhatian, konsentrasi
dan orientasi.
5. menunjukkan fungsi sensori motori
cranial yang utuh : tingkat kesadaran
mambaik, tidak ada gerakan gerakan
involunter

Intervensi (NIC)
NIC :
Intrakranial Pressure (ICP)
Monitoring (Monitor tekanan
intrakranial)
1. Berikan informasi kepada keluarga.
2. Set alarm.
3. Monitor tekanan perfusi serebral.
4. Catat respon pasien terhadap stimuli.
5. Monitor tekanan intrakranial pasien
dan respon neurology terhadap
aktivitas.
6. Monitor jumlah drainage cairan
serebrospinal.
7. Monitor intake dan output cairan.
8. Restrain pasien jika perlu.
9. Monitor suhu dan angka WBC.
10. Kolaborasi pemberian antibiotic.
11. Posisikan pasien pada posisi
semifowler.
12. Minimalkan stimuli dari
lingkungan.
Terapi oksigen
1. Bersihkan jalan nafas dari secret.
2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif.
3. Berikan oksigen sesuai intruksi.
4. Monitor aliran oksigen, kanul

Kerusakan komunikasi verbal


b.d penurunan sirkulasi ke
otak

Defisit
perawatan
diri;
mandi,berpakaian,
makan,
toileting
b.d
kerusakan
neurovaskuler

oksigen dan sistem humidifier.


5. Beri penjelasan kepada klien tentang
pentingnya pemberian oksigen.
6. Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi.
7. Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen.
8. Anjurkan klien untuk tetap memakai
oksigen selama aktifitas dan tidur.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
1. Libatkan keluarga untuk membantu
selama 3 x 24 jam, diharapkan klien
memahami / memahamkan informasi
mampu untuk berkomunikasi lagi dengan
dari / ke klien.
kriteria hasil:
2. Dengarkan setiap ucapan klien
1. dapat menjawab pertanyaan yang
dengan penuh perhatian.
diajukan perawat.
3. Gunakan kata-kata sederhana dan
2. dapat mengerti dan memahami pesanpendek dalam komunikasi dengan
pesan melalui gambar.
klien.
3. dapat mengekspresikan perasaannya
4. Dorong klien untuk mengulang katasecara verbal maupun nonverbal.
kata.
5. Berikan arahan / perintah yang
sederhana setiap interaksi dengan
klien.
6. Programkan speech-language
teraphy.
7. Lakukan speech-language teraphy
setiap interaksi dengan klien
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
NIC :
selama 3x 24 jam, diharapkan kebutuhan 1. Self Care assistance : ADLs
mandiri klien terpenuhi, dengan kriteria 2. Monitor kemempuan klien untuk
hasil:
perawatan diri yang mandiri.

NOC :
Self care : Activity of Daily Living
(ADLs)
Kriteria Hasil :
1. Klien terbebas dari bau badan.
2. Menyatakan kenyamanan terhadap
kemampuan untuk melakukan ADLs.
3. Dapat melakukan ADLS dengan
bantuan.

3. Monitor kebutuhan klien untuk alatalat bantu untuk kebersihan diri,


berpakaian, berhias, toileting dan
makan.
4. Sediakan bantuan sampai klien
mampu secara utuh untuk melakukan
self-care.
5. Dorong klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang dimiliki.
6. Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika klien
tidak mampu melakukannya.
7. Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC.
Johnson,

M., et all. 2000. Nursing Outcomes


Edition. New Jersey: Upper Saddle River.

Classification

(NOC) Second

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika.
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih. Jakarta: EGC.
Tim SAK Ruang Rawat Inap RSUD Wates. 2006. Standard Asuhan Keperawatan
Penyakit Saraf. Yogyakarta: RSUD Wates Kabupaten Kulonprogo

Anda mungkin juga menyukai