Disusun Oleh :
ANGGA LUQMAN HAKIM
10110172
Disusun Oleh :
DLOHRIL MUTTAQIN
08110454
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE / CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA)
A. DEFINISI
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah
otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah
otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering
ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer
et al, 2002).
B. KLASIFIKASI
1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
(Muttaqin, 2008)
a. Stroke Hemoragi : merupakan perdarahan serebral dan mungkin
perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak
pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebral : pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma)
terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam
jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan
menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di
daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
2) Perdarahan subaraknoid : pedarahan ini berasal dari pecahnya
aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari
parenkim
otak.Pecahnya
arteri
dan
keluarnya
keruang
basilar,
aorta
dan
arteri
iliaka
(Ruhyanudin,
2007).
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler,
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu
4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia
serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti
jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemenelemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah
lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan
71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan
volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi
volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit
Muttaqin 2008)
E. WOC
F. MANIFESTASI KLINIS
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa
karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia).
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis) yang
timbul mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku.
4. Menurun atau hilangnya rasa.
5. Gangguan lapang pandang Homonimus Hemianopsia.
6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan).
7. Disartria (bicara pelo atau cadel).
8. Gangguan persepsi.
9. Gangguan status mental.
10.
Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.
G. KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan :
1. Berhubungan dengan immobilisasi infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,
konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis
nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas dan terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus
5. Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon
pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi serebral : menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT). Untuk mendeteksi
luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi, melokalisasi, dan
mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
a. Pengobatan Konservatif :
1) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3) Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
4) Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
b. Pengobatan Pembedahan. Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah
serebral :
1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
4) Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS CVA
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien : meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama : biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang : serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung
sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu : adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
kegemukan.
persepsi
dan
orientasi
Tidak
mampu
menelan
sampai
Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan Perfusi
jaringan serebral b.d aliran
darah ke otak terhambat.
Tujuan (NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam, diharapkan suplai
aliran darah ke otak lancar dengan kriteria
hasil:
NOC :
Circulation status
Tissue Prefusion : cerebral
Kriteria Hasil :
mendemonstrasikan status sirkulasi yang
ditandai dengan :
1. Tekanan systole dandiastole dalam
rentang yang diharapkan.
2. Tidak ada ortostatikhipertensi.
3. Tidak ada tanda tanda peningkatan
tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15
mmHg)
4. mendemonstrasikan kemampuan
kognitif yang ditandai dengan :
a. berkomunikasi dengan jelas dan
sesuai dengan kemampuan
b. menunjukkan perhatian, konsentrasi
dan orientasi.
5. menunjukkan fungsi sensori motori
cranial yang utuh : tingkat kesadaran
mambaik, tidak ada gerakan gerakan
involunter
Intervensi (NIC)
NIC :
Intrakranial Pressure (ICP)
Monitoring (Monitor tekanan
intrakranial)
1. Berikan informasi kepada keluarga.
2. Set alarm.
3. Monitor tekanan perfusi serebral.
4. Catat respon pasien terhadap stimuli.
5. Monitor tekanan intrakranial pasien
dan respon neurology terhadap
aktivitas.
6. Monitor jumlah drainage cairan
serebrospinal.
7. Monitor intake dan output cairan.
8. Restrain pasien jika perlu.
9. Monitor suhu dan angka WBC.
10. Kolaborasi pemberian antibiotic.
11. Posisikan pasien pada posisi
semifowler.
12. Minimalkan stimuli dari
lingkungan.
Terapi oksigen
1. Bersihkan jalan nafas dari secret.
2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif.
3. Berikan oksigen sesuai intruksi.
4. Monitor aliran oksigen, kanul
Defisit
perawatan
diri;
mandi,berpakaian,
makan,
toileting
b.d
kerusakan
neurovaskuler
NOC :
Self care : Activity of Daily Living
(ADLs)
Kriteria Hasil :
1. Klien terbebas dari bau badan.
2. Menyatakan kenyamanan terhadap
kemampuan untuk melakukan ADLs.
3. Dapat melakukan ADLS dengan
bantuan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC.
Johnson,
Classification
(NOC) Second
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika.
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih. Jakarta: EGC.
Tim SAK Ruang Rawat Inap RSUD Wates. 2006. Standard Asuhan Keperawatan
Penyakit Saraf. Yogyakarta: RSUD Wates Kabupaten Kulonprogo