MANUSIA
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Angelina Junia Citra Sirait
210200364
FAKULTAS HUKUM
JANUARI 2023
1. Pertemuan 9
a) Nasional
Konstitusi Indonesia (UUD 1945, KRIS 1949, UUDS 1950), konstitusi
Indonesia pada saat ini adalah UUD 1945 dan didalam pembukaan
UUD 1945 terdapat prinsip berbangsa dan bernegara, serta di alinea
pertama pembukaan UUD 1945 terdapat hak asasi manusia yang
berbunyi “Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, maka penjajahan di
atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perike-
manusiaan dan perikeadilan”. Di alinea ke-empat pembukaan UUD
1945 terdapat Pancasila yang merupakan norma dasar dari segala
aturan di Indonesia.
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Undang-undang No. 26 Tahun 2000 Tentang Peradilan HAM
Keputusan Presiden No. 50 Tahun 1993 Tentang Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia
Undang-undang No. 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman
b) Internasional
Universal Declaration of Human Rights 1948
Statuta Roma 1998
International Covenant on Civil and Political Rights 1966 (ICCPR)
International Covenant Economic and Social Cultural Rights 1966
(ICESR)
Convenant on Elemination Discrimination Agains Woman (CEDAW)
The Convention on the Rights of the Child
2. Pertemuan 10
Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara
terutama pemerintah.
Pelanggaran HAM Menurut Pasal 1 Ayat 6 Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang
Hak Asasi Manusia:
Setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja
maupun tidak disengaja atau kelalaian, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang
atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini dan tidak mendapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperolah penyelesaian hukum adil dan benar berdasarkan
mekanisme hukum yang berlaku.
Hak dasar adalah hak yang dimiliki oleh manusia atas dirinya sendiri secara utuh lepas
dari orang lain. Hak dibagi menjadi 6 yaitu:
1. Personal rights: hak asasi pribadi yang melekat pada setiap individu ini
mengatur mengenai hal yang berhubungan dengan kehidupan pribadi setiap
individu, yang meliputi:
1. Diskriminasi:
2. Penyiksaan:
Perbuatan yang dilakukan secara sengaja dan menimbulkan rasa sakit yang
teramat atau menimbulkan kerusakan jasmani atau rohani.
a. Negara secara aktif atau sadar yang melakukan tindakan yang menimbulkan
pelanggaran HAM.
b. Kelalaian negara atau tidak disengaja
Pelanggaran HAM:
a. Kejahatan genosida;
b. Kejahatan terhadap kemanusiaan.
a. pembunuhan;
b. pemusnahan;
c. perbudakan;
d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
e. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara
sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum
internasional;
f. penyiksaan;
g. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan
kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk
kekerasan seksual lain yang setara;
h. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang
didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama,
jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai
hal yang dilarang menurut hukum internasional;
i. penghilangan orang secara paksa; atau
j. kejahatan apartheid.
3. Pertemuan 11
Penegakan HAM di Indonesia
Tanggung jawab pemerintah menegakkan HAM di Indonesia tercantum dalam
Ketetapan MPR-RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
menugaskan kepada lembaga-lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur
pemerintah untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan
pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat serta
segera meratifikasi berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Hak Asasi Manusia sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Penegakan hukum dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu:
1. Adanya aturan hukum tentang HAM yang jelas.
2. Adanya unsur pelaksana yang sering disebut penegak hukum, seperti
polisi, jaksa, hakim, lembaga mediasi lainnya yang bermoralitas baik
baik dan terpuji.
3. Adanya sumber dan daya/sarana dan pra-sarana yang memadai
4. Adanya dukungan atau kesadaran hukum dalam masyarakat
4. Pertemuan 12
KOMNAS HAM
5. Pertemuan 13
Hybrid Tribunal
1. 1999-2001 Timor-timor
2. Kosova
3. Sera
4. Kamboja
6. Pertemuan 14
Fungsi ICC bukan menggantikan sistem hukum nasional hanya sebagai pelengkap
suatu negara atas ketidakmauan atau ketidakmampuan suatu negara atas
penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia.
1. negara pihak pada statuta dalam ICC bisa merujuk konflik yang diajukan
ke kejaksaan. contoh kasus: republik demokrasi Kongo, uganda dan Mali.
Dewan keamanan PBB bisa meminta kejaksaan untuk memulai penyelidikan titik
kejaksaan bisa memulai penyelidikan atas inisiatif sendiri berdasarkan info yang
diterima dari sumber terpercaya. metode ini sudah digunakan dalam kasus pantai
gading venya Georgia dan Bangladesh.
ICC tidak bisa menyelidiki kejahatan yang terjadi sebelum 1 Juli 2002 dan
negara yang baru bergabung setelah tanggal itu. ICC tidak bisa menyelidiki
kejahatan sebelum negara tersebut bergabung dengan ICC dan meratifikasi Statuta
Roma. Selain itu, kejahatan tersebut harus dilakukan di teritorial negara para
pihak yang meratifikasi satu rumah atau dilakukan oleh warga negara yang
meratifikasi Statuta Roma.
Jika kriteria ini tidak terpenuhi, penyelidikan dapat dilakukan oleh dua cara
lainnya:
2. pihak non negara atau negara yang tidak meratifikasi dapat mengajukan
deklarasi menerima yuridiksi dari sebuah pengadilan atau;
Proses Penyidikan:
pekerjaan ini memerlukan tenaga ahli dalam forensik balistik dan bidang lain
untuk mengumpulkan dan menganalisis bukti. Setelah bukti terkumpul penyidik
meminta hakim untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan atau panggilan
untuk hadir.
6 langkah ICC:
Manfaat proses ICC adalah menetapkan kebenaran terhadap apa yang terjadi
memutuskan bersalah atau tidaknya terdakwa dalam proses yang adil dan
menghormati hak-hak terdakwa dan paling penting adalah korban didengarkan
dan diakui di pengadilan sehingga mereka dapat mengungkapkan harapannya atas
keadilan.
PENYELESAIAN PELANGGARAN HAK ASAS MANUSIA
BERAT MELALUI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI
INDONESIA DAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Angelina Junia Citra Sirait
210200364
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
JANUARI 2023
Manusia dan HAM adalah dua kata yang sulit untuk dipisahkan. Sejak
kelahirannya di bumi manusia lahir dengan membawa hak-hak kodrat yang
melekat integral dalam hidupnya. Pada dasarnya manusia adalah makhluk bebas.
Sebagaimana pendapat Jean Jaquas Rousseau bahwa manusia akan semakin
berkembang potensinya dan merasakan nilainilai kemanusiaan dalam suasana
kebebasan alamiah. Kebebasan merupakan tuntutan manusia sebagai makhluk
individu. Di sisi lain manusia adalah makhluk soaial. Manusia tidak dapat hidup
sendiri, dia selalu hidup di tengah-tengah sosialitasnya, baik itu kelompok kecil
masyarakat, suku, bangsa atau negara. Dalam kedudukan manusia sebagai
makhluk sosial inilah masalah HAM menjadi sangat kompleks. Banyak benturan
manusia yang satu dengan manusia yang lain, kelompok yang satu dengan
kelompok yang lain.1 Sepanjang sejarah, masyarakat telah mengembangkan
sistem keadilan, seperti Magna Carta (1215) atau Deklarasi Hak Asasi Manusia
Prancis. Namun tidak satupun dari prekursor instrumen hak asasi manusia ini
yang mencerminkan konsep fundamental bahwa setiap orang berhak atas hak
tertentu hanya demi kemanusiaan mereka. Pada abad kesembilan belas, Konvensi
Jenewa meletakkan dasar bagi hukum humaniter internasional dan Organisasi
Perburuhan Internasional membuat konvensi untuk melindungi pekerja. Setelah
masa penjajahan dan Perang Dunia II, muncul suara-suara di seluruh dunia
tentang standar hak asasi manusia untuk memperkuat perdamaian internasional
dan melindungi warga sipil dari pelecehan oleh pemerintah. Suara-suara ini
memainkan peran penting dalam pendirian Perserikatan Bangsa-Bangsa pada
tahun 1945. Hak untuk semua anggota keluarga manusia pertama kali ditetapkan
dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR), salah satu inisiatif
pertama dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang baru dibentuk. Ketiga puluh pasal
1
Sri Rahayu Wilujeng, “Hak Asasi Manusia: Tinjauan dari Aspek Historis dan Yuridis”,
Semarang: Universitas Diponegoro, 2013, hlm: 1.
ini bersama-sama membentuk pernyataan yang komprehensif, dengan hak
ekonomi, sosial, budaya, politik, dan sipil. Deklarasi ini bersifat universal
(berlaku untuk orang-orang di seluruh dunia) dan tidak terpisahkan (semua hak
sama pentingnya untuk realisasi penuh kemanusiaan seseorang). 2Sementara itu
pada tahun 1998, Peradilan tentang Penyelesaian Pelanggaran HAM Internasional
yang bernama International Criminal Court (ICC) yang berpedoman kepada
Statuta Roma sebagai dasar hukumnya.
Hak asasi manusia juga diatur dalam konstitusi Indonesia yang terdapat di
dalam Undang-undang Dasar 1945 setelah amandemen, lingkup hak asasi
manusia tertuang dalam Pasal 28A-J Undang-undang Dasar 1945 antara lain, hak
untuk hidup, hak untuk melaksanakan perkawinan, hak perlakuan yang sama di
mata hukum, hak untuk beragama, beribadat, dan lain lain. Hak asasi manusia
harus dihormati dan diteggakan oleh semua orang terlebih aparat pemerintah.
Tanggung jawab pemerintah menegakkan HAM di Indonesia tercantum dalam
Ketetapan MPR-RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
menugaskan kepada lembaga-lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur
pemerintah untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan pemahaman
mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat serta segera meratifikasi
berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia
sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Untuk melindungi dan memajukan penegakan hak asasi manusia, pemerintah atas
desakan masyarakat Internasional mengesahkan Undang-undang No. 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia untuk meminimalisir bahkan menghentikan
pelanggaran HAM yang kerap terjadi sebelum disahkan Undang-undang tentang
HAM ini. Sementara itu, Peradilan HAM di Indonesia diatur dalam Undang-
undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Namun, dengan adanya
Undang-undang yang mengatur tentang HAM masih banyak ditemukan kasus
pelanggaran HAM yang kerap terjadi, baik secara nasional maupun internasional.
Maka dari itu, Pengadilan HAM atau ICC bertindak untuk menyelesaikan
pelanggaran HAM.
2
”Apa itu Hak Asasi Manusia?”, 2020, diakses dari
(https://hukum.uma.ac.id/2020/09/17/apa-itu-hak-asasi-manusia/). Pada Sabtu, 31 Desember 2022
pukul 13.00 WIB.
1. Penyelesain Pelanggaran HAM melalui Peradilan HAM di
Indonesia
A. Kasus Pelanggaran HAM yang Diselsaikan melalui Peradilan HAM
Menurut Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM Pasal 1
Angka 1 “ Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.3
Pelaksanaan Penegakan HAM didasari oleh sila kedua yang berbunyi
"Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Indonesia banyak meratifikasi
Undang-undang tentang perlindungan Hak Asasi Manusia, antara lain:
a. konvensi Hak Anak 1989 melalui Keputusan Presiden No 36 Tahun
1990. Selanjutnya pada tahun 2002 pemerintah Indonesia
mengeluarkan UU No 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak .
b. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang.
c. Konvensi Tentang Hak Politik Kaum Perempuan (Convention of
Political Rights of Women). Telah diratifikasi dengan Undang-undang
No. 68 tahun 1958.
d. Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan (Convention on the Elmination of Discrimination againts
Women). Telah diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7 tahun
1984.
e. Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk
Diskriminasi Rasial (Convention on the Elemination of Racial
Discrimination). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 29
Tahun 1999.4
3
Pasal 1 Angka 1 Undang-undang No. 39 Tahun 1999
4
“Apa Saja Instrumen HAM Internasional yang Diratifikasi di Indonesia”, 2021, Diakses
dari (https://tirto.id/apa-saja-instrumen-ham-internasional-yang-diratifikasi-di-indonesia-glAU).
f. Dan lain-lain
Walaupun Indonesia telah menjamin dan menyebarluaskan tentang
HAM masih tetap ditemukan pelanggaran HAM, baik itu pelanggaran
HAM biasa maupun berat. Dalam penegakaan hak asasi manusia di
dampingi dengan pengadilan HAM yang berfungsi untuk melindungi hak
asasi manusia dari pelanggaran HAM. Undang-undang No. 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan HAM, Pengadilan HAM bertugas dan berwenang
memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang
berat.5 Pelanggaran HAM Berat dapat dilakukan Setiap orang adalah orang
perseorangan, kelompok orang,baik sipil, militer, maupun polisi yang
bertanggung jawab secara individual.6 Adapun Yang termasuk jenis
pelanggaran HAM berat yang dapat diadili di Pengadilan Hak Asasi
Manusa (HAM ) di Indonesia yaitu:
Pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi:
a. kejahatan genosida;
b. kejahatan terhadap kemanusiaan7.
a. pembunuhan;
b. pemusnahan;
c. perbudakan;
d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
e. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain
secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan
pokok hukum internasional;
f. penyiksaan;
g. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa,
pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa
atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
h. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan
yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis,
budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui
secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum
internasional;
i. penghilangan orang secara paksa; atau
j. kejahatan apartheid.9
8
Pasal 8 Undang-undangNo. 26 Tahun 2000
9
Pasal 9 Undang-undang No 26 Tahun 2000
manusia. Keberadaan Pengadilan adalah sebagai wadah untuk menegakkan
hukum yang ada di negara ini. Indonesia merupakan negara hukum yang
berarti segala sesuatu peraturan dan aktivitas suatu negara berdasarkan suatu
hukum, oleh karena itu dalam penyelesaian Pelanggaran HAM harus
mengikuti hukum yang berlaku dan tidak boleh main hakim sendiri.
Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2000, Pengadilan HAM merupakan
pengadilan khusus yang berada dibawah peradilan umum dan merupakan lex
specialis dari Kitab Undang Hukum Pidana. Pengadilan ini dikatakan khusus
karena dari segi penamaan bentuk pengadilannya sudah secara spesifik
menggunakan istilah Pengadilan HAM dan kewenangan pengadilan ini juga
mengadili kejahatan-kejahatan tertentu. 10
Kejahatan-kejahatan yang merupakan yurisdiksi pengadilan HAM ini
adalah kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusian antara lain:
pembunuhan sewenang-wenang atau diluar putusan pengadilan
(arbitrary/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan orang secara
paksa, pembudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
(systematic descrimination)yang merupakan bagian dari Pelanggaran HAM
Berat sebagaiman sesuai dengan Pasal 7 Undang-undang No. 26 Tahun 2000
tentang Peradilan HAM.
Ada 2 Pengadilan HAM yang berfungsi untuk menyelesaikan Pelanggaran
HAM, yaitu:
1. Pengadilan HAM Ad Hoc
10
Zainal Abidin, “Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia: Regulasi, Penerapan
dan Perkembangannya”, Elsam, 2014, hlm: 2.
a. Pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum
diundangkannya Undang-undang ini, diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan HAM ad hoc.
b. Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden.
c. Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berada di lingkungan Peradilan Umum.
2. Pengadilan HAM
12
Laurensius Arliman, “Pengadilan Hak Asasi Manusia dari Sudut Pandang
Penyelesaian Kasus dan Kelemahannya”, Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai Vol. 2 No. 1, Maret
2017, hlm: 7-8.
2. Penyelesaian Pelanggaran HAM Melalui International
Criminal Court (ICC)
A. Yuridiksi International Criminal Court
Statuta Roma 1998 mengatur yurisdiksi ICC terhadap pelanggaran HAM berat.
Adapun yurisdiksi tersebut sebagai berikut.
1. negara pihak pada statuta dalam ICC bisa merujuk konflik yang diajukan ke
kejaksaan.
Dewan keamanan PBB bisa meminta kejaksaan untuk memulai penyelidikan titik
kejaksaan bisa memulai penyelidikan atas inisiatif sendiri berdasarkan info yang
diterima dari sumber terpercaya. Sebelum memulai penyelidikan kantor kejaksaan
ICC perlu melihat terhadap dugaan kejahatan dan memeriksa jika pengadilan
mempunyai yuridiksi.
1) kejahatan perang
2) kejahatan terhadap kemanusiaan
3) kejahatan agresi
4) genosida
ICC tidak bisa menyelidiki kejahatan yang terjadi sebelum 1 Juli 2002 dan
negara yang baru bergabung setelah tanggal itu. ICC tidak bisa menyelidiki
kejahatan sebelum negara tersebut bergabung dengan ICC dan meratifikasi Statuta
Roma. Selain itu, kejahatan tersebut harus dilakukan di teritorial negara para
pihak yang meratifikasi satu rumah atau dilakukan oleh warga negara yang
meratifikasi Statuta Roma.
Jika kriteria ini tidak terpenuhi, penyelidikan dapat dilakukan oleh dua cara
lainnya:
2. pihak non negara atau negara yang tidak meratifikasi dapat mengajukan
deklarasi menerima yuridiksi dari sebuah pengadilan atau;
Proses Penyidikan:
pekerjaan ini memerlukan tenaga ahli dalam forensik balistik dan bidang lain
untuk mengumpulkan dan menganalisis bukti. Setelah bukti terkumpul penyidik
meminta hakim untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan atau panggilan
untuk hadir.
Manfaat proses ICC adalah menetapkan kebenaran terhadap apa yang terjadi
memutuskan bersalah atau tidaknya terdakwa dalam proses yang adil dan
menghormati hak-hak terdakwa dan paling penting adalah korban didengarkan
dan diakui di pengadilan sehingga mereka dapat mengungkapkan harapannya atas
keadilan.