Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PERKULIAHAN HUKUM DAN HAK ASASI

MANUSIA

Mata Kuliah Hukum dan Hak Asasi Manusia

Dosen Pengampu:

Dr. Afnila, S.H., M.Hum

Disusun Oleh:
Angelina Junia Citra Sirait
210200364

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

JANUARI 2023
1. Pertemuan 9

Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia Nasional dan Internasional

a) Nasional
 Konstitusi Indonesia (UUD 1945, KRIS 1949, UUDS 1950), konstitusi
Indonesia pada saat ini adalah UUD 1945 dan didalam pembukaan
UUD 1945 terdapat prinsip berbangsa dan bernegara, serta di alinea
pertama pembukaan UUD 1945 terdapat hak asasi manusia yang
berbunyi “Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, maka penjajahan di
atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perike-
manusiaan dan perikeadilan”. Di alinea ke-empat pembukaan UUD
1945 terdapat Pancasila yang merupakan norma dasar dari segala
aturan di Indonesia.
 Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
 Undang-undang No. 26 Tahun 2000 Tentang Peradilan HAM
 Keputusan Presiden No. 50 Tahun 1993 Tentang Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia
 Undang-undang No. 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman
b) Internasional
 Universal Declaration of Human Rights 1948
 Statuta Roma 1998
 International Covenant on Civil and Political Rights 1966 (ICCPR)
 International Covenant Economic and Social Cultural Rights 1966
(ICESR)
 Convenant on Elemination Discrimination Agains Woman (CEDAW)
 The Convention on the Rights of the Child

Derogable Rights: menurut Pasal 4 ICCPR memuat adanya derogation power,


mengizinkan menunda beberapa hak dalam/secara temporer pada situasi darurat.
Contohnya: Hak untuk berpindah tempat, hak untuk berkumpul yang ditunda pada
saat pandemi Covid-19.
Nonderogable Rights: hak-hak tertentu yang dalam kondisi apapun tetap tidak
bisa dibatasi atau dikesampingkan. Contoh: hak untuk hidup, hak untuk bebas dari
perbudakan, hak untuk disiksa dann bebas dari tindakan manusiawi, hak untuk
tidak dipenjara karena tidak dapat memenuhi kewajiban kontrak, hak atas tidak
adanya retroactive legislation, hak sebagai person hukum, dan hak kebebasan
beragama.

2. Pertemuan 10

Tanggung Jawab Pemerintah dalam Pelanggaran HAM

Dalam Pasal 28l ayat 4 Undang-undang Dasar 1945 mengatakan bahwa:

Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara
terutama pemerintah.

Pelanggaran HAM Menurut Pasal 1 Ayat 6 Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang
Hak Asasi Manusia:

Setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja
maupun tidak disengaja atau kelalaian, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang
atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini dan tidak mendapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperolah penyelesaian hukum adil dan benar berdasarkan
mekanisme hukum yang berlaku.

Hak dasar adalah hak yang dimiliki oleh manusia atas dirinya sendiri secara utuh lepas
dari orang lain. Hak dibagi menjadi 6 yaitu:

1. Personal rights: hak asasi pribadi yang melekat pada setiap individu ini
mengatur mengenai hal yang berhubungan dengan kehidupan pribadi setiap
individu, yang meliputi:

 Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah tempat.


 Hak kebebasan untuk berpendapat.
 Hak untuk mengikuti kegiatan organisasi atau perkumpulan.
 Hak untuk memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing
setiap individu.
 Hak untuk tidak disiksa dan dipaksa.
2. Political rights/Hak politik:
Hak asasi politik ini mengatur dan menjamin hak manusia dalam kehidupan
berpolitik, yang meliputi:

 Hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilu.


 Hak untuk ikut serta dan turut aktif dalam kegiatan pemerintahan.
 Hak untuk membuat partai politik dan organisasi lainnya.
 Hak untuk mengajukan suatu usulan atau petisi dalam rangka merespons suatu
peristiwa.

3. Hak atas hukum (legal equality right):


Hak asasi hukum ini menjamin hak setiap individu agar mendapatkan
perlindungan dan perlakuan yang sama di mata hukum dan pemerintahan,
yang meliputi:

 Hak mendapatkan perlakuan yang sama dan adil di mata hukum.


 Hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil dalam pemerintahan.
 Hak untuk menjadi pegawai pemerintahan.
 Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum.

4. Hak dalam bidang ekonomi: menjamin hak manusia dalam kegiatan


perekonomian, yang meliputi:

 Hak kebebasan dalam melakukan kegiatan jual beli.


 Hak mengadakan perjanjian kontrak.
 Hak kebabasan mengadakan utang-piutang, sewa-menyewa, dan kegiatan
transaksional ekonomi lainnya.
 Hak kebebasan untuk kepemilikan sesuatu.
 Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak.

5. Hak dalam peradilan: hak untuk memperoleh pembelaan, yang meliputi:


 Hak untuk mendapatkan pembelaan hukum dalam proses peradilan.
 Hak persamaan atas penggeledahan, penangkapan, dan proses
penyelidikan di mata hukum.
 Hak memperoleh kepastian hukum.
 Hak mendapatkan perlakuan adil dalam hukum.

6. Hak asasi dalam sosial dan budaya:


 Hak untuk menentukan dan memilih pendidikan
 Hak menentukan, memilih, dan mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
 Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan minat dan bakat.
 Hak untuk memperoleh jaminan sosial.
 Hak untuk berkomunikasi.

Bentuk Pelanggaran HAM yang Sering Muncul:

1. Diskriminasi:

Diskriminasi adalah suatu pembatasan, pelecehan bahkan pengucilan baik secara


langsung maupun tidak langsung dikarenakan perbedaan manusia atas ras, agama,
suku, jenis kelamin, dll.

2. Penyiksaan:
Perbuatan yang dilakukan secara sengaja dan menimbulkan rasa sakit yang
teramat atau menimbulkan kerusakan jasmani atau rohani.

Bentuk pelanggaran HAM dapat dilakukan dengan:

a. Negara secara aktif atau sadar yang melakukan tindakan yang menimbulkan
pelanggaran HAM.
b. Kelalaian negara atau tidak disengaja

Pelanggaran HAM:

a. pelanggaran HAM ringan: pelnggaran ham yang tidak mengancam nyawa


manusia namun berbahaya yang apabila tidak ditindaklanjutkan akan
memberi ancaman terhadap jiwa manusia.
b. Pelanggaran HAM berat/ Extra Ordinary Crimes
Ciri-cirinya:
 Berdampak secara luas (skala nasional/internasional)
 Menimbulkan kerugian baik materil maupun imateril yang
mengakibatkan perasaan tidak aman baik terhadap perorangan
maupun masyarakat
 Pelanggaran HAM berat bukan semata-mata masalah hukum (legal
heavy) tetapi juga sarat dalam masalah politik (political heavy)
 Kejahatannya adalah kejahatan terhadap kemanusian dan genosida.

Pelanggaran HAM Berat menurut Undang-undang No. 26 Tahun 2000 Tentang


Peradilan HAM. Pasal 7-9, Pelanggaran HAM Berat meliputi:

a. Kejahatan genosida;
b. Kejahatan terhadap kemanusiaan.

Kejahatan genosida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a adalah setiap


perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis,
kelompok agama, dengan cara:

a. membunuh anggota kelompok;


b. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-
anggota kelompok;
c. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan
kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
d. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di
dalam kelompok; atau
e. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke
kelompok lain.

Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b


adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang
meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan
secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:

a. pembunuhan;
b. pemusnahan;
c. perbudakan;
d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
e. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara
sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum
internasional;
f. penyiksaan;
g. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan
kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk
kekerasan seksual lain yang setara;
h. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang
didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama,
jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai
hal yang dilarang menurut hukum internasional;
i. penghilangan orang secara paksa; atau
j. kejahatan apartheid.
3. Pertemuan 11
Penegakan HAM di Indonesia
Tanggung jawab pemerintah menegakkan HAM di Indonesia tercantum dalam
Ketetapan MPR-RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
menugaskan kepada lembaga-lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur
pemerintah untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan
pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat serta
segera meratifikasi berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Hak Asasi Manusia sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Penegakan hukum dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu:
1. Adanya aturan hukum tentang HAM yang jelas.
2. Adanya unsur pelaksana yang sering disebut penegak hukum, seperti
polisi, jaksa, hakim, lembaga mediasi lainnya yang bermoralitas baik
baik dan terpuji.
3. Adanya sumber dan daya/sarana dan pra-sarana yang memadai
4. Adanya dukungan atau kesadaran hukum dalam masyarakat

4. Pertemuan 12

Lembaga Negara dalam Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia

Dalam rangka perlindungan dan penegakan HAM oleh lembaga-lembaga Negara


diantara dilaksanakan oleh:

1) Pengadilan HAM: mengadili khusus untuk pelanggaran HAM berat


2) Pengadilan negeri, TUN
3) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM)
4) Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
5) Komisi Nasional Perempuan (KOMNAS Perempuan)
6) Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR): dibubarkan karena tidak
sesuai dengan fungsi dan tugasnya yang sesungguhnya sehingga tidak
memberikan keadilan pada masyarakat.

KOMNAS HAM

Komisi Nasional Hak Asasi manusia di Indonesia dibentuk pertama


kalinya dengan Keppres No. 50 Tahun 1993, yang kemudian dicabut dan diatur
kembali dalam Bab VII UU No. 39 Tahun 1999 sehingga Komnas HAM menjadi
Lembaga negara yang bersifat Independent.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dibentuk bertujuan untuk


Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM sesuai dengan
Pancasila, UUD 45, dan Piagam PBB, Deklarasi, maupun Konvenan - konvenan
Internasional. Meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM untuk
perkembangan pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya
berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan

Ada 5 fungsi KOMNAS HAM yaitu, fungsi Pengkajian, penelitian,


penyuluhan, pemantauan dan mediasi tentang HAM

A. Fungsi Pengkajian dan penelitian meliputi:


1) Pengkajian dan penelitian instrumen internasional HAM dengan
tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan
ratifikasi.
2) Pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan
untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentujan, perubahan
dan penabutan peraturanperundang-undangan yang berkaitan
dengan hak asasi manusia.
3) Penerbitan hasil pengkajian dan penelitian Studi kepustakaan, studi
banding di negara lain mengenai HAM.
4) Pembahasan masalah yang berkaitan dengan perlindungan,
penegakan dan dan pemajuan HAM.
5) Kerjasama pengkajian dan penelitian dengan organisasi, lembaga
atau pihak lain, baik tingkat nasional maupun internasionaldalam
bidang HAM

B. Fungsi Penyuluhan meliputi:


1) Penyebaraluasan wawasan mengenai HAM
2) Peningkatan kesadaran melalui pendidikan formal dan non formal
serta berbagai kalangan lainnya. Kerjasama dengan organisasi,
lembaga atau pihak lainnya di tingkat nasional maupun
internasional dalam bidang HAM

C. Fungsi Pemantauan Meliputi :


1) pelaksanaan pengamatan dan menyusun laporan hasil pengamatan
tersebut;
2) Penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul
dalam masyarakat yang berdasarkan sifat dan lingkungan patut
diduga terdapat pelanggaran HAM;
3) Pemanggilan kepada pihak pengadu dan korban maupun pihak
yang diadukan untuk dimimtai dan didengar keterangannya;
4) Pemanggilan saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya
dankepada saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang
diperlukan;
5) Peninjauan di tempat kejadian dan tempat lain yang dianggap
perlu,
6) Pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberi keterangan
secara tertulis atau menyerahkan dokomen yang diperlukan sesuai
dengan aslinya dengan persetujuan Ketua Pengadilan;
7) Pemeriksaan setempat terhadap rumah , pekarangan, bangunn, dan
tempattempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu
dengan persetujuan Ketua pengadilan
8) Pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua pengadilan
terhadap perkara tertentu yang sedang dalam proses peradilan
bilamana dalam perkara tersebut terdapat pelanggaran HAM dalam
masalah publik dan acara pemeriksaan oleh pengadilan yang
kemudian pendapat Komnas HAM itu wajib diberitahukan oleh
hakim kepada para pihak
D. Fungsi Mediasi: Perdamaian kedua belah pihak
1) Menyelesaikan perkara melalui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi dan penilaian ahli; Memberi saran kepada para pihak
untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan;
2) Menyampaikan rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran HAM
kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya;
3) Penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran HAM
kepada Dewan Perwakilan Rakyat RI untuk ditindaklanjuti.

5. Pertemuan 13

Peradilan HAM Nasional

Peradilan HAM sebagai upaya terakhir dalam penyelesaian terakhir. Berdasarkan


Keppres No. 53 tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia
Ad Hoc Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Undang-undang No 26 tahun
2000 Tentang Pengadilan HAM (mengadili pelnggaran HAM berat saja), terdapat
2 peradilan yaitu:

1) Pengadilan HAM Ad Hoc, pengadilan yang dibentuk khusus untuk


memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran HAM yang berat yang
dilakukan sebelum adanya UU No. 26 Tahun 2000
2) Pengadilan HAM, pengadilan yang dibentuk setelah lahirnya Undang-
undang No.26/2000 untuk mengadili dan memeriksa pelanggaran HAM
berat (genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan)

Peradilan HAM Internasional (ICC)

Alasan mengapa peradilan penyelesaian HAM berat dilakukan oleh dewan


mahkamah internasional (ICC):

1) Unable (tidak mampu): tidak adanya peradilan penyelesaian HAM berat


disuatu negara
2) Unwilling, willingness (tidak mau, tidak bersedia): suatu negara tidak mau
menyelesaikan
3) Jika seseorang dianggap tidak puas atas putusan yang dilakukan oleh peradilan
nasional maka dapat melaporkan ke ICC

Pelanggaran HAM berat dalam hukum Internasional, menurut tribunal ada 3


kejahatan dalam HAM:

1. Kejahatan terhadap kedamaian


2. Kejahatan terhadap perang
3. Kejahatan terhadap kemanusiaan

Hybrid Tribunal

Hybrid tribunal adalah peradilan HAM campuran antara peradilan HAM


Internasional dan peradilan HAM Nasional

 Kekurangan peradilan nasional: kredibelitas, tidak kompeten, memihak


 Kekurangan peradilan internasional: mempunyai keterbatasan terhadap
wewenang dan mandat untuk menyelesaikan HAM berat.
Ada 4 pengadilan campuran (Hybrid Tribunal)

1. 1999-2001 Timor-timor
2. Kosova
3. Sera
4. Kamboja

6. Pertemuan 14

Peradilan HAM Internasional (Internation Criminal Court/ICC)

Fungsi ICC bukan menggantikan sistem hukum nasional hanya sebagai pelengkap
suatu negara atas ketidakmauan atau ketidakmampuan suatu negara atas
penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia.

Terdapat 4 yuridiksi ICC:

1) Territorial Jurisdiction: wilayah negara pihak, berlaku juga bagi para


kapal/pesawat yang terdaftar di negara pihak dalam wilayah bukan pihak yang
mengakui yuridiksi ICC berdasarkan deklarasi.
2) Material Jurisdiction:
Kejahatan yang menjadi yuridiksi ICC ada 4 yaitu:
1. Kejahatan terhadap kemanusiaan
2. Kejahatan terhadap perang
3. Kejahatan terhadap agresi
4. Genosida
3) Temporal Jurisdiction/National Jurisdiction: ICC hanya dapat memiliki
yuridiksi yang diatur dalam statute roma/setelah setelah statute roma
berlaku/diratifikasi.
4) Personal Jurisdction: bahwa ICC mempunyai yuridiksi terhadap
orang/personal dimana pelaku kejahatan di dalam yuridiksinya harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya secara individua tau individual
criminal responsibility baik terhadap pejabat, komandan militer maupun
rakyat sipil.
7. Pertemuan 15 (Self Study)
Proses International Criminal Court

International Criminal Court dibentuk pada tahun 1999 di Roma, sebuah


pengadilan permanen yang bersifat mandiri dan didukung oleh lebih dari 120
negara. Jadi, pada saat kejahatan serius terjadi pada masyarakat internasional, ICC
bisa menjadi upaya pengadilan terakhir dalam kondisi hukum tertentu. korban
layak mendapatkan keadilan dan kedamaian membutuhkan keadilan, ini adalah
prinsip dasar. Hal ini merupakan tanggung jawab dari pengadilan nasional dan
tribunal untuk mengadili kejahatan. Tetapi jika tidak, ICC adalah jalan terakhir
dan harapan terakhir bagi korban untuk menemukan keadilan.

Bagaimana ICC bekerja?

Kapan ICC dapat memulai penyelidikan?

Apa langkah-langkah untuk menuju keadilan dalamproses ICC?

Penyelidikan dapat dimulai dalam 3 cara yang berbeda:

1. negara pihak pada statuta dalam ICC bisa merujuk konflik yang diajukan
ke kejaksaan. contoh kasus: republik demokrasi Kongo, uganda dan Mali.

Dewan keamanan PBB bisa meminta kejaksaan untuk memulai penyelidikan titik
kejaksaan bisa memulai penyelidikan atas inisiatif sendiri berdasarkan info yang
diterima dari sumber terpercaya. metode ini sudah digunakan dalam kasus pantai
gading venya Georgia dan Bangladesh.

Sebelum memulai penyelidikan kantor kejaksaan ICC perlu melihat terhadap


dugaan kejahatan dan memeriksa jika pengadilan mempunyai yuridiksi.

kejahatan yang diperiksa dalam ICC:


1. kejahatan perang
2. kejahatan terhadap kemanusiaan
3. kejahatan agresi
4. genosida

ICC tidak bisa menyelidiki kejahatan yang terjadi sebelum 1 Juli 2002 dan
negara yang baru bergabung setelah tanggal itu. ICC tidak bisa menyelidiki
kejahatan sebelum negara tersebut bergabung dengan ICC dan meratifikasi Statuta
Roma. Selain itu, kejahatan tersebut harus dilakukan di teritorial negara para
pihak yang meratifikasi satu rumah atau dilakukan oleh warga negara yang
meratifikasi Statuta Roma.

Jika kriteria ini tidak terpenuhi, penyelidikan dapat dilakukan oleh dua cara
lainnya:

2. pihak non negara atau negara yang tidak meratifikasi dapat mengajukan
deklarasi menerima yuridiksi dari sebuah pengadilan atau;

3. PBB dapat merujuk pengadilan untuk kekerasan yang mengancam


kedamaian dan keamanan dunia.

Dikarenakan ICC adalah pengadilan terakhir maka harus dilakukan


pemeriksaan terhadap pengadilan nasional dan tribunal telah melakukan
penyelidikan serius atau tidak bersedia (unwilling) atau tidak mampu melakukan
(incapable/unable) terhadap penyelesaian kejahatan tersebut. ICC bukan
mengganti pengadilan nasional tapi melengkapi mereka. Negara pihak memikul
tanggung jawab menyidiki dan mengadili kejahatan, keterlibatan ICC hanya
digunakan untuk kejahatan serius. Jaksa akan menimbang untuk melakukan
penyidikan terhadap kejahatan tersebut dan mematuhi kepentingan atau hak
korban dan kepentingan keadilan.

Proses Penyidikan:

1. Mengunjungi TKP atau bekerja dari daerah penyidik lain


2. Mewawancarai saksi
3. Mengumpulkan dokumen rekaman video dan bukti lainnya yang dapat
diandalkan.

pekerjaan ini memerlukan tenaga ahli dalam forensik balistik dan bidang lain
untuk mengumpulkan dan menganalisis bukti. Setelah bukti terkumpul penyidik
meminta hakim untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan atau panggilan
untuk hadir.

Hakim dalam ruang pra-peradilan dalam kasus itu perlu melakukan


penilaian dan memeriksa apakah orang tersebut bertanggung jawab atas kejahatan
serius tersebut dan menilai apakah dia dapat hadir secara bebas atau harus
dilakukan penangkapan. ICC bergantung pada kerjasama negara di berbagai
bidang seperti mengizinkan penyidikan dan memfasilitasi perlindungan terhadap
saksi dan berhubungan dengan korban. Menangkap tersangka Itu sendiri
bergantung pada negara untuk melakukannya kadang-kadang surat perintah
penangkapan tertunda selama bertahun-tahun tetapi itu berlaku seumur hidup
kecuali jika hakim memutuskan lain.Setelah penangkapan dilakukan, tersangka
dipindahkan ke pusat penahanan di den Haag tindakan ini dilakukan untuk
memastikan kesehatan dan kesejahteraannya.

6 langkah ICC:

1. Pemanggilan tersangka: terdapat pemeriksaan identitas dan dan


mempertanyakan bahasa yang digunakan atau dipahami agar tersangka
dapat memahami tuduhan.
2. Dakwaan: biasanya dilakukan beberapa bulan setelah kemunculan
tersangka, jaksa membacakan dakwaan. jika dakwaan sudah dikoordinasi
oleh terdakwa atau penasehat hukumnya maka dapat diadili dihadapan tiga
majelis yang berbeda dari tiga hakim yang berbeda.
3. Penjatuhan hukuman: jika terdakwa dinyatakan bersalah maka terdakwa
dijatuhi hukuman penjara atau hukuman lainnya seperti denda, penyitaan
properti dan aset. Dalam kasus jika kejahatannya telah menyebabkan
kerugian besar sehingga terdakwa tidak dapat bertanggung jawab atas
perbaikan maka negara menyediakan dana perwalian bagi para korban.
Jika terdakwa diduga tidak bersalah maka terdakwa akan dibebaskan dan
diberikan: kompensasi, rehabilitas dan dukungan medis
4. Banding: untuk mengukuhkan atau mengubah atau membatalkan Amar
putusan
5. Percobaan perjalanan hukuman
6. Reparasi

Manfaat proses ICC adalah menetapkan kebenaran terhadap apa yang terjadi
memutuskan bersalah atau tidaknya terdakwa dalam proses yang adil dan
menghormati hak-hak terdakwa dan paling penting adalah korban didengarkan
dan diakui di pengadilan sehingga mereka dapat mengungkapkan harapannya atas
keadilan.
PENYELESAIAN PELANGGARAN HAK ASAS MANUSIA
BERAT MELALUI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI
INDONESIA DAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT

Mata Kuliah Hukum dan Hak Asasi Manusia

Dosen Pengampu:

Dr. Afnila, S.H., M.Hum

Disusun Oleh:
Angelina Junia Citra Sirait
210200364

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
JANUARI 2023

Proses Penyelesaian Pelanggaran HAM Melalui Pengadilan HAM


di Indonesia dan Internasional Criminal Court (ICC)

Manusia dan HAM adalah dua kata yang sulit untuk dipisahkan. Sejak
kelahirannya di bumi manusia lahir dengan membawa hak-hak kodrat yang
melekat integral dalam hidupnya. Pada dasarnya manusia adalah makhluk bebas.
Sebagaimana pendapat Jean Jaquas Rousseau bahwa manusia akan semakin
berkembang potensinya dan merasakan nilainilai kemanusiaan dalam suasana
kebebasan alamiah. Kebebasan merupakan tuntutan manusia sebagai makhluk
individu. Di sisi lain manusia adalah makhluk soaial. Manusia tidak dapat hidup
sendiri, dia selalu hidup di tengah-tengah sosialitasnya, baik itu kelompok kecil
masyarakat, suku, bangsa atau negara. Dalam kedudukan manusia sebagai
makhluk sosial inilah masalah HAM menjadi sangat kompleks. Banyak benturan
manusia yang satu dengan manusia yang lain, kelompok yang satu dengan
kelompok yang lain.1 Sepanjang sejarah, masyarakat telah mengembangkan
sistem keadilan, seperti Magna Carta (1215) atau Deklarasi Hak Asasi Manusia
Prancis. Namun tidak satupun dari prekursor instrumen hak asasi manusia ini
yang mencerminkan konsep fundamental bahwa setiap orang berhak atas hak
tertentu hanya demi kemanusiaan mereka. Pada abad kesembilan belas, Konvensi
Jenewa meletakkan dasar bagi hukum humaniter internasional dan Organisasi
Perburuhan Internasional membuat konvensi untuk melindungi pekerja. Setelah
masa penjajahan dan Perang Dunia II, muncul suara-suara di seluruh dunia
tentang standar hak asasi manusia untuk memperkuat perdamaian internasional
dan melindungi warga sipil dari pelecehan oleh pemerintah. Suara-suara ini
memainkan peran penting dalam pendirian Perserikatan Bangsa-Bangsa pada
tahun 1945. Hak untuk semua anggota keluarga manusia pertama kali ditetapkan
dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR), salah satu inisiatif
pertama dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang baru dibentuk. Ketiga puluh pasal

1
Sri Rahayu Wilujeng, “Hak Asasi Manusia: Tinjauan dari Aspek Historis dan Yuridis”,
Semarang: Universitas Diponegoro, 2013, hlm: 1.
ini bersama-sama membentuk pernyataan yang komprehensif, dengan hak
ekonomi, sosial, budaya, politik, dan sipil. Deklarasi ini bersifat universal
(berlaku untuk orang-orang di seluruh dunia) dan tidak terpisahkan (semua hak
sama pentingnya untuk realisasi penuh kemanusiaan seseorang). 2Sementara itu
pada tahun 1998, Peradilan tentang Penyelesaian Pelanggaran HAM Internasional
yang bernama International Criminal Court (ICC) yang berpedoman kepada
Statuta Roma sebagai dasar hukumnya.

Hak asasi manusia juga diatur dalam konstitusi Indonesia yang terdapat di
dalam Undang-undang Dasar 1945 setelah amandemen, lingkup hak asasi
manusia tertuang dalam Pasal 28A-J Undang-undang Dasar 1945 antara lain, hak
untuk hidup, hak untuk melaksanakan perkawinan, hak perlakuan yang sama di
mata hukum, hak untuk beragama, beribadat, dan lain lain. Hak asasi manusia
harus dihormati dan diteggakan oleh semua orang terlebih aparat pemerintah.
Tanggung jawab pemerintah menegakkan HAM di Indonesia tercantum dalam
Ketetapan MPR-RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
menugaskan kepada lembaga-lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur
pemerintah untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan pemahaman
mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat serta segera meratifikasi
berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia
sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Untuk melindungi dan memajukan penegakan hak asasi manusia, pemerintah atas
desakan masyarakat Internasional mengesahkan Undang-undang No. 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia untuk meminimalisir bahkan menghentikan
pelanggaran HAM yang kerap terjadi sebelum disahkan Undang-undang tentang
HAM ini. Sementara itu, Peradilan HAM di Indonesia diatur dalam Undang-
undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Namun, dengan adanya
Undang-undang yang mengatur tentang HAM masih banyak ditemukan kasus
pelanggaran HAM yang kerap terjadi, baik secara nasional maupun internasional.
Maka dari itu, Pengadilan HAM atau ICC bertindak untuk menyelesaikan
pelanggaran HAM.
2
”Apa itu Hak Asasi Manusia?”, 2020, diakses dari
(https://hukum.uma.ac.id/2020/09/17/apa-itu-hak-asasi-manusia/). Pada Sabtu, 31 Desember 2022
pukul 13.00 WIB.
1. Penyelesain Pelanggaran HAM melalui Peradilan HAM di
Indonesia
A. Kasus Pelanggaran HAM yang Diselsaikan melalui Peradilan HAM
Menurut Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM Pasal 1
Angka 1 “ Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.3
Pelaksanaan Penegakan HAM didasari oleh sila kedua yang berbunyi
"Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Indonesia banyak meratifikasi
Undang-undang tentang perlindungan Hak Asasi Manusia, antara lain:
a. konvensi Hak Anak 1989 melalui Keputusan Presiden No 36 Tahun
1990. Selanjutnya pada tahun 2002 pemerintah Indonesia
mengeluarkan UU No 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak .
b. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang.
c. Konvensi Tentang Hak Politik Kaum Perempuan (Convention of
Political Rights of Women). Telah diratifikasi dengan Undang-undang
No. 68 tahun 1958.
d. Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan (Convention on the Elmination of Discrimination againts
Women). Telah diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7 tahun
1984.
e. Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk
Diskriminasi Rasial (Convention on the Elemination of Racial
Discrimination). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 29
Tahun 1999.4
3
Pasal 1 Angka 1 Undang-undang No. 39 Tahun 1999
4
“Apa Saja Instrumen HAM Internasional yang Diratifikasi di Indonesia”, 2021, Diakses
dari (https://tirto.id/apa-saja-instrumen-ham-internasional-yang-diratifikasi-di-indonesia-glAU).
f. Dan lain-lain
Walaupun Indonesia telah menjamin dan menyebarluaskan tentang
HAM masih tetap ditemukan pelanggaran HAM, baik itu pelanggaran
HAM biasa maupun berat. Dalam penegakaan hak asasi manusia di
dampingi dengan pengadilan HAM yang berfungsi untuk melindungi hak
asasi manusia dari pelanggaran HAM. Undang-undang No. 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan HAM, Pengadilan HAM bertugas dan berwenang
memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang
berat.5 Pelanggaran HAM Berat dapat dilakukan Setiap orang adalah orang
perseorangan, kelompok orang,baik sipil, militer, maupun polisi yang
bertanggung jawab secara individual.6 Adapun Yang termasuk jenis
pelanggaran HAM berat yang dapat diadili di Pengadilan Hak Asasi
Manusa (HAM ) di Indonesia yaitu:
Pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi:
a. kejahatan genosida;
b. kejahatan terhadap kemanusiaan7.

Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan


maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian
kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:
a. membunuh anggota kelompok;
b. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap
anggota-anggota kelompok;
c. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan
mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau
sebagiannya;
d. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran
di dalam kelompok; atau

Pada Sabtu, 31 Desember pukul 13.30 WIB.


5
Pasal 4 Undang-undang No. 26 Tahun 2000
6
Pasal 1 Angka 4 Undang-undang No. 26 Tahun 2000
7
Pasal 7 Undang-undang No. 26 Tahun 2000
e. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke
kelompok lain8.

Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang


dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang
diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap
penduduk sipil, berupa:

a. pembunuhan;
b. pemusnahan;
c. perbudakan;
d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
e. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain
secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan
pokok hukum internasional;
f. penyiksaan;
g. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa,
pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa
atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
h. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan
yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis,
budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui
secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum
internasional;
i. penghilangan orang secara paksa; atau
j. kejahatan apartheid.9

B. Mekanisme Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Melalui Pengadilan HAM


Di Indonesia
Pendirian Pengadilan HAM di Indonesia merupakan salah satu wujud dari
tanggung jawab negara dalam penegakan dan perlindungan hak asasi

8
Pasal 8 Undang-undangNo. 26 Tahun 2000
9
Pasal 9 Undang-undang No 26 Tahun 2000
manusia. Keberadaan Pengadilan adalah sebagai wadah untuk menegakkan
hukum yang ada di negara ini. Indonesia merupakan negara hukum yang
berarti segala sesuatu peraturan dan aktivitas suatu negara berdasarkan suatu
hukum, oleh karena itu dalam penyelesaian Pelanggaran HAM harus
mengikuti hukum yang berlaku dan tidak boleh main hakim sendiri.
Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2000, Pengadilan HAM merupakan
pengadilan khusus yang berada dibawah peradilan umum dan merupakan lex
specialis dari Kitab Undang Hukum Pidana. Pengadilan ini dikatakan khusus
karena dari segi penamaan bentuk pengadilannya sudah secara spesifik
menggunakan istilah Pengadilan HAM dan kewenangan pengadilan ini juga
mengadili kejahatan-kejahatan tertentu. 10
Kejahatan-kejahatan yang merupakan yurisdiksi pengadilan HAM ini
adalah kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusian antara lain:
pembunuhan sewenang-wenang atau diluar putusan pengadilan
(arbitrary/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan orang secara
paksa, pembudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
(systematic descrimination)yang merupakan bagian dari Pelanggaran HAM
Berat sebagaiman sesuai dengan Pasal 7 Undang-undang No. 26 Tahun 2000
tentang Peradilan HAM.
Ada 2 Pengadilan HAM yang berfungsi untuk menyelesaikan Pelanggaran
HAM, yaitu:
1. Pengadilan HAM Ad Hoc

Pengadilan HAM Ad Hoc adalah pengadilan HAM yang dibentuk


sebelum adanya Undang-undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
HAM(Pelanggaran HAM Berat yang terjadi sebelum tahun 2000).
Pengadilan HAM Ad Hoc berfungsi untuk menyelesaikan pelanggaran
HAM berat yang terjadi sebelum disahkannya atau dibentuk Pengadilan
HAM permanen (Peradilan dalam UU No. 26/2000).

Ketentuan mengenai pembentukan Pengadilan HAM ad Hoc menurut


pasal 43 UU No. 26/2000 adalah

10
Zainal Abidin, “Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia: Regulasi, Penerapan
dan Perkembangannya”, Elsam, 2014, hlm: 2.
a. Pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum
diundangkannya Undang-undang ini, diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan HAM ad hoc.
b. Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden.
c. Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berada di lingkungan Peradilan Umum.

Penjelasan pasal 43 ayat (2) menyatakan: “Dalam hal Dewan


Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengusulkan dibentuknya
Pengadilan HAM ad hoc, Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia mendasarkan pada dugaan telah terjadinya pelanggaran hak
asasi manusia yang berat yang dibatasi pada locus dan tempos delicti
tertentu yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-undang ini”.

Pasal 44 UU No. 26/2000 menentukan tentang prosedur hukumnya


: “Pemeriksaan di Pengadilan HAM ad hoc dan upaya hukumnya
dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.”11

2. Pengadilan HAM

Pengadilan HAM permanen hanya menangani kejahatan yang


terjadi setelah pengesahan Undang-undang No. 26 Tahun 2000.
Pelanggaran HAM berat dalam UU Pengadilan HAM ini sebagaimana
tercantum dalam Pasal 7 hanya meliputi dua macam kejahatan yaitu
kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Kedua jenis
kejahatan tersebut memilik hal khusus dalam proses penyelesaiannya
dibandingkan kejahatan-kejahatan lain yang diduga juga merupakan
pelanggaran HAM seperti: pembunuhan, pemerkosaan dan lain-lain.
Dimana dua kejahatan tersebut yaitu genosida dan kejahatan
kemanusiaan diatur khusus dalam UU Pengadilan HAM. Adapun
proses penyelesaian pelanggaran HAM menurut undangundang
pengadilan HAM adalah sebagai berikut:
11
Ibid., hlm: 5.
1) Penangkapan
2) Penahanan
3) Penyelidikan
4) Penyidikan
5) Penuntutan
6) Sumpah
7) Pemeriksaan.

penyelesaian pelanggaran HAM menurut UU Pengadilan HAM


dapat disimpulkan bahwa korban dari pelanggaran HAM dapat
melaporkan pelanggaran yang telah dialaminya kepada Komnas
HAM, disertai dengan identitas pengadu yang benar dan bukti awal
serta materi pengaduan yang jelas. Komnas HAM akan melakukan
penyelidikan terhadap laporan tersebut, dan apabila laporan itu
terbukti benar maka berkas kasus tersebut di limpahkan kepada
pengadilan HAM untuk dapat diselidiki Jaksa Agung sebagi
penyidik yang berwenang, Jaksa Agung sebagai penyidik dan
penuntut umum yang berwenang berhak melakukan penahanan
terhadap tersangka pelanggaran HAM berat dilakukan oleh Jaksa
Agung, penuntutan wajib dilaksanakan paling lambat 70 hari
terhitung sejak tanggal hasil penyelidikan diterima. Perkara
pelanggaran HAM yang berat diperiksa dan diputus oleh Pengadilan
HAM paling lama 180 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke
Pengadilan HAM. Dalam perkara pelanggaran HAM yang berat
permohonan banding ke Pengadilan Tinggi diperiksa dan diputus
paling lama 90 hari, terhitung sejak perkara dilimpahkan ke
Pengadilan Tinggi. Permohonan Kasasi ke Mahkamah Agung
diperiksa dan diputus 90 hari sejak perkara itu dilimpahkam ke
Mahkamah Agung.12

12
Laurensius Arliman, “Pengadilan Hak Asasi Manusia dari Sudut Pandang
Penyelesaian Kasus dan Kelemahannya”, Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai Vol. 2 No. 1, Maret
2017, hlm: 7-8.
2. Penyelesaian Pelanggaran HAM Melalui International
Criminal Court (ICC)
A. Yuridiksi International Criminal Court

Fungsi ICC bukan menggantikan sistem hukum nasional hanya sebagai


pelengkap suatu negara atas ketidakmauan atau ketidakmampuan suatu negara
atas penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia.

Statuta Roma 1998 mengatur yurisdiksi ICC terhadap pelanggaran HAM berat.
Adapun yurisdiksi tersebut sebagai berikut.

1) Territorial Jurisdiction: wilayah negara pihak, berlaku juga bagi para


kapal/pesawat yang terdaftar di negara pihak dalam wilayah bukan pihak
yang mengakui yuridiksi ICC berdasarkan deklarasi.
2) Material Jurisdiction:
Kejahatan yang menjadi yuridiksi ICC ada 4 yaitu:
1. Kejahatan terhadap kemanusiaan
2. Kejahatan terhadap perang
3. Kejahatan terhadap agresi
4. Genosida
3) Temporal Jurisdiction/National Jurisdiction: ICC hanya dapat memiliki
yuridiksi yang diatur dalam statute roma/setelah setelah statute roma
berlaku/diratifikasi.
4) Personal Jurisdction: bahwa ICC mempunyai yuridiksi terhadap
orang/personal dimana pelaku kejahatan di dalam yuridiksinya harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya secara individua tau individual
criminal responsibility baik terhadap pejabat, komandan militer maupun
rakyat sipil.

B. Proses Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Melalui ICC

Penyelidikan dapat dimulai dalam 3 cara yang berbeda:

1. negara pihak pada statuta dalam ICC bisa merujuk konflik yang diajukan ke
kejaksaan.
Dewan keamanan PBB bisa meminta kejaksaan untuk memulai penyelidikan titik
kejaksaan bisa memulai penyelidikan atas inisiatif sendiri berdasarkan info yang
diterima dari sumber terpercaya. Sebelum memulai penyelidikan kantor kejaksaan
ICC perlu melihat terhadap dugaan kejahatan dan memeriksa jika pengadilan
mempunyai yuridiksi.

kejahatan yang diperiksa dalam ICC:

1) kejahatan perang
2) kejahatan terhadap kemanusiaan
3) kejahatan agresi
4) genosida

ICC tidak bisa menyelidiki kejahatan yang terjadi sebelum 1 Juli 2002 dan
negara yang baru bergabung setelah tanggal itu. ICC tidak bisa menyelidiki
kejahatan sebelum negara tersebut bergabung dengan ICC dan meratifikasi Statuta
Roma. Selain itu, kejahatan tersebut harus dilakukan di teritorial negara para
pihak yang meratifikasi satu rumah atau dilakukan oleh warga negara yang
meratifikasi Statuta Roma.

Jika kriteria ini tidak terpenuhi, penyelidikan dapat dilakukan oleh dua cara
lainnya:

2. pihak non negara atau negara yang tidak meratifikasi dapat mengajukan
deklarasi menerima yuridiksi dari sebuah pengadilan atau;

3. PBB dapat merujuk pengadilan untuk kekerasan yang mengancam kedamaian


dan keamanan dunia.

Dikarenakan ICC adalah pengadilan terakhir maka harus dilakukan


pemeriksaan terhadap pengadilan nasional dan tribunal telah melakukan
penyelidikan serius atau tidak bersedia (unwilling) atau tidak mampu melakukan
(incapable/unable) terhadap penyelesaian kejahatan tersebut. ICC bukan
mengganti pengadilan nasional tapi melengkapi mereka. Negara pihak memikul
tanggung jawab menyidiki dan mengadili kejahatan, keterlibatan ICC hanya
digunakan untuk kejahatan serius. Jaksa akan menimbang untuk melakukan
penyidikan terhadap kejahatan tersebut dan mematuhi kepentingan atau hak
korban dan kepentingan keadilan.

Proses Penyidikan:

1. Mengunjungi TKP atau bekerja dari daerah penyidik lain


2. Mewawancarai saksi
3. Mengumpulkan dokumen rekaman video dan bukti lainnya yang dapat
diandalkan.

pekerjaan ini memerlukan tenaga ahli dalam forensik balistik dan bidang lain
untuk mengumpulkan dan menganalisis bukti. Setelah bukti terkumpul penyidik
meminta hakim untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan atau panggilan
untuk hadir.

Hakim dalam ruang pra-peradilan dalam kasus itu perlu melakukan


penilaian dan memeriksa apakah orang tersebut bertanggung jawab atas kejahatan
serius tersebut dan menilai apakah dia dapat hadir secara bebas atau harus
dilakukan penangkapan. ICC bergantung pada kerjasama negara di berbagai
bidang seperti mengizinkan penyidikan dan memfasilitasi perlindungan terhadap
saksi dan berhubungan dengan korban. Menangkap tersangka Itu sendiri
bergantung pada negara untuk melakukannya kadang-kadang surat perintah
penangkapan tertunda selama bertahun-tahun tetapi itu berlaku seumur hidup
kecuali jika hakim memutuskan lain.Setelah penangkapan dilakukan, tersangka
dipindahkan ke pusat penahanan di den Haag tindakan ini dilakukan untuk
memastikan kesehatan dan kesejahteraannya.

6 langkah peradilan International Criminal Court:


1. Pemanggilan tersangka: terdapat pemeriksaan identitas dan dan
mempertanyakan bahasa yang digunakan atau dipahami agar tersangka
dapat memahami tuduhan.
2. Dakwaan: biasanya dilakukan beberapa bulan setelah kemunculan
tersangka, jaksa membacakan dakwaan. jika dakwaan sudah dikoordinasi
oleh terdakwa atau penasehat hukumnya maka dapat diadili dihadapan tiga
majelis yang berbeda dari tiga hakim yang berbeda.
3. Penjatuhan hukuman: jika terdakwa dinyatakan bersalah maka terdakwa
dijatuhi hukuman penjara atau hukuman lainnya seperti denda, penyitaan
properti dan aset. Dalam kasus jika kejahatannya telah menyebabkan
kerugian besar sehingga terdakwa tidak dapat bertanggung jawab atas
perbaikan maka negara menyediakan dana perwalian bagi para korban.
Jika terdakwa diduga tidak bersalah maka terdakwa akan dibebaskan dan
diberikan: kompensasi, rehabilitas dan dukungan medis
4. Banding: untuk mengukuhkan atau mengubah atau membatalkan Amar
putusan
5. Percobaan perjalanan hukuman (jika keputusan menjadi final)
6. Reparasi, Dalam kasus tertentu korban mungkin menerima reparasi jika
orang tersebut ditemukan bersalah. Reperasi dapat diberikan kepada
korbanDan yang membayar untuk itu pada prinsipnya adalah orang yang
dinyatakan bersalah yang harus bertanggung jawab atas kejahatanya
tetapi dalam banyak kasus dampak kejahatan bisa sangat besar dan orang
yang bersalah tidak memiliki sumber keuangan yang cukup untuk
mengkompensasi jumlah korban. Hal inilah menjadi sebab mengapa
negara juga menciptakan dana perwalian bagi para korban ( The Trust
Fund for Victims) yang dibiayai oleh kontribusi sukarela untuk
membantu dalam mengeksekusi reparasi yang telah diperintahkan oleh
hakim.

Manfaat proses ICC adalah menetapkan kebenaran terhadap apa yang terjadi
memutuskan bersalah atau tidaknya terdakwa dalam proses yang adil dan
menghormati hak-hak terdakwa dan paling penting adalah korban didengarkan
dan diakui di pengadilan sehingga mereka dapat mengungkapkan harapannya atas
keadilan.

Anda mungkin juga menyukai