Anda di halaman 1dari 18

1.

Perlakuan Sama [1]

Setiap investor diperlakukan sama


Tidak membedakan negara asal (home country)
Prinsip ini berkembang dari prinsip perdagangan
internasional (most favoured nations dan national
treatment)
Investor dari negara-negara yang terikat dengan
perjanjian bilateral, regional dan multilateral
umumnya diberi perlakuan khusus
Perlakuan khusus tidak boleh menyebabkan
persyaratan bagi investor dari negara lain lebih
buruk dari kondisi sebelumnya
1. Perlakuan Sama [2] perlakuan sama berlaku pada
tahap post establishment stage atau brown
investment field Berlaku prinsip positive list
sesuai komitemen yang diberikan oleh negara
home country Perhatikan Pasal 6 UU No. 25
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

(1) Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua


penanam modal yang berasal dari negara mana pun yang
melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
bagi penanam modal dari suatu negara yang memperoleh hak
istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia.
2. Pembatasan bidang usaha

Umumnya host country membatasi dan memberikan syarat terhadap


suatu bidang usaha yang bisa ditanami modal asing. Daftar negatif
investasi (negative list)

Bentuk pembatasan :
a. Tertutup sama sekali untuk kegiatan investasi asing
b. Terbuka dengan syarat joint enterprise (pembatasan komposisi
pemilikan saham)
c. Terbuka dengan syarat khusus (kemitraan, syarat ketenagakerjaan,
dll)

Disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan suatu negara

3. Persyaratan komposisi penyertaan saham

Berlaku untuk bidang usaha yang diwajibkan dalam


bentuk kerjasama modal (joint enterprise).

Komposisi pemilikan saham dibatasi dalam persentase


tertentu, misalnya 45 %, 49%, 40%, dst.

Umumnya terhadap sektor usaha yang penting bagi


negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
Memberikan kesempatan berpartisipasi kepada investor
domestik

4. Persyaratan alih teknologi (1)


 Memanfaatkan kehadiran investor untuk mengembangkan teknologi
domestik.

 Teknologi diperhitungkan sebagai modal dan diberikan fasilitas.

 Proses ini pada umumnya gagal pada kebanyakan negara-negara


berkembang

 Faktor penyebab, antara lain :


1. Perangkat hukum kurang mendukung
2. Kurang memahami kontrak alih teknologi yang dibuat sangat rumit
3. Investor lokal tidak terlalu peduli dengan investasi teknologi karena biaya
mahal dan resiko tinggi
4. Investor asing pada dasarnya tidak sepenuh hati mengalihkan teknologi
yang dimilikinya.
4. Persyaratan alih teknologi (2)
Kendala Alih Teknologi

KENDALA EKSTERNAL

Sistem internasional lebih banyak


menguntungkan negara maju
Bargaining position NSB yang lemah
Tidak adanya full disclosure dari pemilik teknologi
Birokrasi pemerintah yang berbelit-belit
KENDALA INTERNAL
Lemahnya kepastian hukum, tidak adanya jaminan
keamanan dan kenyamanan bagi investor
Kualitas SDM masih rendah
Jumlah modal yang tersedia masih minim sedangkan
biaya untuk mendapatkan teknologi cukup tinggi
Kurangnya skill dan knowledge
Kurangnya dukungan teknologi pendukung pada tingkat
lokal/ nasional
Menejemen organisasi dan pemasaran yang lemah
Perbedaan sistem sosial dan budaya
Etos kerja yang rendah
Kurangnya dukung sistem pendidikan dan
lembagalembaga pendidikan.
5. Pengutamaan tenaga kerja domestik
Kepentingan host country untuk membuka lapangan kerja,
mengurangi tingkat pengangguran.

Mengutamakan penggunaan tenaga kerja dalam negeri (warga


negara sendiri)

Tenaga kerja asing diperbolehkan untuk jabatan yang belum diisi


atau pekerjaan yang belum bisa dilakukan oleh tenaga kerja
domestik.

Membatasi penggunaan tenaga kerja asing untuk jabatan tertentu


dalam waktu tertentu.
Free personal movement yang dibatasi dengan specific of
commitment
6. Divestasi

Banyak negara yang mengatur waktu secara tegas waktu


pengalihan saham asing kepada mitra domestik.

Ditentukan waktu pengalihan dan besarnya saham yang


dialihkan (misalnya 15 tahun setelah produksi komersial
sebesar 30 %, dan seterusnya).

Konsekwensi dari paradigma modal asing sebagai faktor


pelengkap
Di Indonesia saat ini divestasi diserahkan kepada
kesepakatan para pihak (umumnya diatur dalam Joint
Venture Agreement)
Beberapa permasalahan dalam divestasi

 Perangkat hukum tidak lengkap

 Pada waktu untuk divestasi, mitra domestik tidak


memiliki
uang untuk membeli saham dari divestasi

Perusahaan rugi saat tercapainya waktu

divestasi
7. Performance requirement (1)
Pada awal tahun 1980-an banyak negara menerapkan performance
requirement sebagai persyaratan investasi.

Diterapkan untuk mengembangkan industri domestik dan


mengamankan neraca pembayaran.

Pada tahun 1995 berdasarkan Agreement on Trade Related


Investment Measures ,WTO melarang sejumlah bentuk
performance requirement.

Performance requirement yang dilarang WTO


a. Local content requirement
b. Trade balancing policy
c. Foreign exchange limitation
d. Export limitation

7. Performance requirement (2)


Alasan pelarangan karena kebijakan tersebut mendistorsi
perdagangan internasional

Menimbulkan perlakuan diskriminatif terhadap produk impor

Bertentangan dengan Article III dan XI GATT tentang National


Treatment dan General Prohibition on Quantitative restriction.

Indonesia pernah diajukan ke DSB WTO atas kasus Mobil Nasional


karena menerapkan kebijakan LCR yang dihubungkan dengan
insentif investasi
8. Insentif Investasi

 Banyak diterapkan negara-negara untuk menarik minat


investor

 Kemudahan pajak , kewajiban finansial lainnya dan


hakhak atas tanah.

 Tidak boleh dikaitkan dengan performance requirement.

 Perhatikan Pasal 18 s/d 24 UU No. 25 Tahun 2007


tentang Penanaman Modal
8. Good Corporate Governance

Banyak negara yang mewajibkan perusahaan investasi


asing menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang
baik (good corporate governance)

Prinsip dasar GCG


a. Fairness (kewajaran)
b. Discolsure dan transparency
c. Accountability
d. Responsibility
10 Penyelesaian sengketa
 Berbagai cara menyelesaikan sengketa investasi (litigasi-litigasi)
dan non

 Di Indonesia :

1. Pemerintah– PMDN

Musyawarah
Arbitase sesuai kesepakatan
Pengadilan jika arbitrase gagal

2. Pemerintah– PMA

Musyawarah
Arbitase internasional
Tommy Aditia SInulingga, SH.,M.H

Anda mungkin juga menyukai