Anda di halaman 1dari 11

Agreement on Trade Related-Invesment Measures

(Perjanjian tentang Tindakan Investasi Terkait Perdagangan)

LATAR BELAKANG

Trade-Related Investment Measures (TRIMs), sebagai salah satu kesepakatan dalam


konvensi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). TRIMs adalah perjanjian tentang aturan-
aturan investasi yang menyangkut atau berkaitan dengan perdagangan. Kesepakatan TRIMs
dimaksudkan untuk mengurangi atau menghapus kegiatan perdagangan dan meningkatkan
kebebasan kegiatan investasi antar negara. Tujuan utama TRIMs adalah untuk menyatukan
kebijakan dari negara-negara anggota dalam hubungannya dengan investasi asing dan
mencegah proteksi perdagangan sesuai dengan prinsip-prinsip GATT. Pertimbangan-
pertimbangan tersebut menjadi dasar perundingan yang mengarahkan negara-negara
penerima modal mengatur investasi asing di negara tersebut. TRIMs melarang pengaturan-
pengaturan penanaman modal asing yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip GATT 1994,
sebagai instrumen untuk membatasi penanaman modal asing, namun ada pengecualian-
pengecualian tertentu asalkan memenuhi syarat-syarat tertentu juga Hal ini sangat penting
diketahui para pengusaha di Indonesia sehingga mereka dapat melihat sejak dini kebijakan-
kebijakan internasional yang sangat signifikan mempengaruhi pengembangan usaha di
kemudian hari. World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia
merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah
perdagangan antar negara. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu
persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil
perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota. Persetujuan tersebut
merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat pemerintah untuk mematuhinya
dalam pelaksanaan kebijakan perdagangan di negaranya masing-masing. Walaupun
ditandatangani oleh pemerintah, tujuan utamanya adalah untuk membantu para produsen
barang dan jasa, eksportir dan importir dalam kegiatan perdagangan. Pemerintah Indonesia
merupakan salah satu negara pendiri Word Trade Organization (WTO) dan telah
meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1994. Oleh sebab itu, apapun alasannya, cepat atau lambat, kebijakan-kebijakan investasi di
Indonesia harus mengacu pada ketentuan-ketentuan yang telah disepakati dalam Konvensi
Organisasi Perdagangan Dunia tersebut.

Tujuan utama TRIMs adalah untuk menyatukan kebijakan dari negara-negara


anggota dalam hubungannya dengan investasi asing dan mencegah proteksi perdagangan
sesuai dengan prinsip-prinsip GATT. Pertimbangan-pertimbangan tersebut menjadi dasar
perundingan yang mengarahkan negara-negara penerima modal mengatur investasi asing
negara tersebut. TRIMs melarang pengaturan-pengaturan penanaman modal asing yang
tidak sesuai dengan prinsip-prinsip GATT 1994, sebagai instrumen untuk membatasi
penanaman modal asing, namun ada pengecualian-pengecualian tertentu asalkan memenuhi
syarat-syarat tertentu juga hal ini sangat penting diketahui para pengusaha di indonesia
sehingga mereka dapat melihat kebijakan-kebijakan internasional yang sangat signifikan
mempengaruhi pengembangan usaha di kemudian hari. World Trade Organization (WTO)
atau organisasi perdagangan dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara
khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan multilateral WTO
diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional
sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota.
Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat pemerintah
untuk mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangan di negaranya masing-
masing.

Tuntutan pokok negara-negara maju yang belum dapat diterima negara berkembang
meliputi 2 hal. Pertama, negara berkembang tidak menerapkan kebijakan yang menentukan
investor asing untuk mengekspor sebagian produksinya sebagai syarat izin investasi
(Export performance requirement). Kedua, menerapkan kebijakan yang menentukan
investor asing untuk menggunakan sebagian dari input produksinya dari sumber dalam
negeri (Domestic Content Requirements). Siti Anisah, “Implementasi TRIMs dalam
Hukum Investasi di Indonesia”, Hukum Bisnis, Vol. 22 (Desember 2005) : 34.
Dalam melaksanakan perundingan-perundingan yang berkaitan dengan TRIMs,
negara-negara anggota sepakat membentuk suatu Komite TRIMs, yang terbuka bagi setiap
anggota dan mereka akan memilih sendiri ketua dan wakil ketua, yang akan bertemu paling
tidak 1 (satu) kali setahun, kecuali ada permintaan dari anggota untuk melakukan
pertemuan lainnya. Komite akan melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh dewan
perdagangan barang sesuai dengan perjanjian dan memberikan pelayanan konsultasi kepada
setiap anggota untuk melaksanakan konsultasi berkaitan dengan TRIMs. Tugas lain komite
ini adalah untuk melakukan pengawasan dan membuat laporan setiap tahun ke dewan
perdagangan barang.

METEDOLOGI

Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu . Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif, dengan mengumpulkan data dalam bentuk domentasi ( buku, jurnal, dll)

DISKUSI

TRIMs adalah perjanjian tentang aturan-aturan investasi yang menyangkut atau


berkaitan dengan perdagangan. Kesepakatan TRIMs dimaksudkan untuk mengurangi atau
menghapus kegiatan perdagangan dan meningkatkan kebebasan kegiatan investasi. TRIMs
merupakan isu baru dalam WTO. Perundingan TRIMs sarat dengan kepentingan negara-
negara maju dan mendapatkan pertentangan dari negara berkembang, sehingga menjadi isu
yang sensitif. Sejak awal pembahasan agenda Putaran Uruguay, pihak Amerika Serikat
yang didukung oleh Jepang mendorong supaya TRIMs diikutsertakan dalam Putaran
Uruguay. Keinginan Amerika Serikat adalah larangan terhadap TRIMs yang paling
menyebabkan distorsi perdagangan dan adanya kerangka penerbitan untuk TRIMs yang
lain. Bagi negara maju TRIMs diarahkan untuk menghilangkan aturan dalam bidang
investasi yang dapat menimbulkan distorsi dalam perdagangan internasional. Tuntutan
pokok negara-negara maju yang belum dapat diterima negara berkembang meliputi 2 hal.
Pertama, negara berkembang tidak menerapkan kebijakan yang menentukan investor asing
untuk mengekspor sebagian produksinya sebagai syarat izin investasi (export performance
requirement). Kedua, menerapkan kebijakan yang menentukan investor asing untuk
menggunakan sebagian dari input produksinya dari sumber dalam negeri (Domestic
Content Requirements). Siti Anisah, “Implementasi TRIMs dalam Hukum Investasi di
Indonesia”, Hukum Bisnis, Vol. 22 (Desember 2005): 34.

Pada tingkat perundingan Menteri di Brussel, perbedaan tersebut belum dapat


diatasi. Hal-hal yang masih mengandung perbedaan fundamental dalam pertemuan ini
berkaitan dengan ruang lingkup TRIMs yang akan diatur, tingkat disiplin yang akan
diterapkan, aplikasi disiplin terhadap negara berkembang, dan masalah aturan permainan
dalam hal perilaku dunia usaha, terutama dunia usaha negara maju dalam tindakan yang
bersifat restriktif dan anti kompetisi. Peraturan WTO yang berhubungan dengan
Perdagangan, yaitu Trade Related Investment Measures (TRIMs) dibahas dalam Putaran
Uruguay yang bertujuan untuk menyatukan kebijakan dari negara-negara anggota dalam
hubungannya dengan investasi asing dan mencegah proteksi perdagangan sesuai dengan
prinsip-prinsip GATT.

Pertimbangan-pertimbangan tersebut menjadi dasar perundingan yang mengarahkan


negara-negara penerima modal mengatur investasi asing di negara tersebut. TRIMs
melarang pengaturan-pengaturan penanaman modal asing yang tidak sesuai dengan prinsip-
prinsip GATT 1994, sebagai instrumen untuk membatasi penanaman modal asing, namun
ada pengecualian-pengecualian tertentu asalkan memenuhi syarat-syarat tertentu juga.
Sebagai contoh daftar di bawah ini diajukan oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa dalam
putaran Uruguay, yaitu peraturan-peraturan yang berkenaan dengan:

1. “Local content requirements (LCRs)” memaksa para investor untuk membeli atau
menggunakan input dari sumber-sumber lokal mutlak sejumlah tertentu atau sebagai
persentase nilai atau kuantitas produksi.
2. “Domestic manufacturing requirements” mewajibkan seorang investor untuk
memproduksi sejumlah persentase tertentu atau sejumlah produksi yang ditetapkan
atau input di negara tujuan.
3. “Trade balance requirements” membatasi seorang investor melakukan impor
produk-produk atau menggunakan produk-produk impor untuk kepentingannya.
4. “Exchange restrictions” umumnya membatasi akses investor untuk menggunakan
mata uang asing atau terhadap pendapatan ekspornya.
5. “Domestic sales requirements” mewajibkan penjualan sebesar persentase tertentu
dari output atau kuantitas minimum atau nilai produksi di pasar negara penerima
investasi.
6. “Export performance requirements” mewajibkan seorang investor untuk
mengekspor sebesar persentase yang ditentukan atau sebanyak kuantitas atau nilai
tertentu.
7. “Product mandating” mewajibkan seorang investor untuk memberikan hak-hak
eksklusif investasi terhadap pasar ekspor yang ditentukan, atau mewajibkan investor
tersebut untuk melakukan ekspor ke pasar regional dan internasional tertentu.
8. “Technology transfer requirements” mewajibkan seorang investor untuk
memasukkan teknologi tertentu dalam proses produksinya atau melakukan
penelitian dan pengembangan teknologi di negara penerima investasi.

9. Local equity requirements” mewajibkan investor untuk mempertahankan atau


mengontrol jumlah persentase modal dalam suatu investasi.

10. “Licensing requirements” mewajibkan seorang investor untuk membuat lisensi


produk dan penggunaannya, atau menjual produk dan teknologi tertentu kepada
perusahaan-perusahaan domestik.
11. “Manufacturing restrictions” mencegah seorang investor untuk melakukan pabrikasi
untuk produk-produk tertentu.
12. “Remittance restrictions” membatasi melakukan transfer keuantungan, pendapatan
atau modal ke negara asalnya.
13. “Incentives” termasuk tindakan-tindakan yang memaksa para investor asing untuk
menerima TRIMs tertentu, sementara sambil menawarkan benefit atau keuntungan
kepada investor.
Peraturan atau kebijakan tersebut di atas menyangkut bidang-bidang yang sensitif,
di mana pembatasan, keharusan dan prasyarat diperlakukan oleh negara-negara penerima
modal asing.

Dalam Article III GATT mengatur Perlakuan Nasional terhadap Perpajakan dan
Regulasi Dalam Negeri; antara lain:

1) Para pihak dalam kontrak mengakui bahwa pajak internal dan biaya internal
lainnya, dan undang-undang, peraturan, dan persyaratan yang mempengaruhi
penjualan internal, penawaran untuk dijual, pembelian, transportasi, distribusi atau
penggunaan produk, dan peraturan kuantitatif internal yang mewajibkan campuran
tersebut. , pengolahan atau penggunaan produk dalam jumlah atau proporsi tertentu,
tidak boleh diterapkan pada produk impor atau produk dalam negeri untuk
memberikan perlindungan terhadap produksi dalam negeri.*
2) Produk dari wilayah pihak manapun yang diimpor ke wilayah pihak lain mana pun
pihak dalam kontrak tidak akan dikenakan, secara langsung atau tidak langsung,
pajak internal atau biaya internal lainnya dalam bentuk apa pun yang melebihi yang
diterapkan, secara langsung atau tidak langsung, untuk produk dalam negeri yang
serupa. Selain itu, tidak ada pihak lain yang akan memberlakukan pajak internal
atau biaya internal lainnya untuk produk impor atau domestik dengan cara yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam ayat 1.*
3) Sehubungan dengan pajak internal yang ada yang tidak sesuai dengan ketentuan
ayat 2, tetapi yang secara khusus dikuasakan berdasarkan suatu perjanjian
perdagangan, yang berlaku pada tanggal 10 April l947, di mana bea masuk atas
produk kena pajak terikat terhadap kenaikan, pihak yang mengenakan pajak bebas
untuk menunda pemberlakuan pajak tersebut. ketentuan-ketentuan ayat 2 untuk
pajak tersebut sampai suatu saat dapat memperoleh pembebasan dari kewajiban-
kewajiban perjanjian perdagangan tersebut untuk mengizinkan peningkatan bea
tersebut sejauh diperlukan untuk mengkompensasi penghapusan unsur pelindung
pajak.
4) Produk-produk dari wilayah pihak manapun yang diimpor ke wilayah pihak
manapun yang membuat kontrak harus diberikan perlakuan yang tidak kurang
menguntungkan daripada yang diberikan kepada produk-produk serupa asal
nasional berkenaan dengan semua undang-undang, peraturan dan persyaratan yang
mempengaruhi penjualan internal mereka. , penawaran untuk dijual, dibeli,
diangkut, didistribusikan, atau digunakan. Ketentuan-ketentuan dalam ayat ini tidak
boleh menghalangi pemberlakuan bea angkutan dalam negeri diferensial yang
semata-mata didasarkan pada operasi ekonomis sarana pengangkut dan bukan pada
kebangsaan produk.
5) Tidak ada pihak dalam kontrak yang boleh menetapkan atau mempertahankan
peraturan kuantitatif internal yang berkaitan dengan campuran, pemrosesan atau
penggunaan produk dalam jumlah atau proporsi tertentu yang mensyaratkan, secara
langsung atau tidak langsung, bahwa setiap jumlah atau proporsi tertentu dari
produk apa pun yang menjadi subjek regulasi tersebut harus dipasok dari sumber
dalam negeri. Selain itu, tidak ada pihak lain yang akan menerapkan peraturan
kuantitatif internal dengan cara yang bertentangan dengan prinsip-prinsip yang
ditetapkan dalam ayat 1.*
6) Ketentuan ayat 5 tidak akan berlaku untuk setiap peraturan kuantitatif internal yang
berlaku di wilayah pihak manapun. pada tanggal 1 Juli 1939, 10 April 1947, atau 24
Maret l948, atas pilihan pihak yang mengadakan kontrak; Dengan ketentuan bahwa
setiap peraturan yang bertentangan dengan ketentuan ayat 5 tidak boleh diubah
sehingga merugikan impor dan akan diperlakukan sebagai bea pabean untuk tujuan
negosiasi.
7) Tidak ada peraturan kuantitatif internal yang berkaitan dengan campuran,
pemrosesan atau penggunaan produk dalam jumlah atau proporsi tertentu yang
diterapkan sedemikian rupa untuk mengalokasikan jumlah atau proporsi tersebut di
antara sumber pasokan eksternal.
8) (a) Ketentuan-ketentuan Pasal ini tidak berlaku untuk undang-undang, peraturan
atau persyaratan yang mengatur pengadaan oleh badan-badan pemerintah atas
produk-produk yang dibeli untuk tujuan pemerintah dan bukan dengan maksud
untuk dijual kembali secara komersial atau dengan maksud untuk digunakan dalam
produksi barang untuk dijual komersial. (b) Ketentuan Pasal ini tidak boleh
menghalangi pembayaran subsidi secara eksklusif kepada produsen dalam negeri,
termasuk pembayaran kepada produsen dalam negeri yang diperoleh dari hasil pajak
atau pungutan internal yang diterapkan secara konsisten dengan ketentuan Pasal ini
dan subsidi yang dilakukan melalui pembelian barang-barang domestik oleh
pemerintah. produk.
9) Para pihak mengakui bahwa tindakan pengendalian harga maksimum internal,
meskipun sesuai dengan ketentuan lain dalam Pasal ini, dapat berdampak
merugikan kepentingan pihak-pihak dalam kontrak yang memasok produk impor.
Oleh karena itu, pihak-pihak yang mengadakan perjanjian yang menerapkan
tindakan-tindakan tersebut harus mempertimbangkan kepentingan pihak-pihak
pengekspor dengan maksud untuk menghindari sejauh mungkin dampak merugikan
tersebut. (10) Ketentuan-ketentuan Pasal ini tidak boleh menghalangi pihak
manapun dalam membuat atau memelihara peraturan-peraturan kuantitatif internal
yang berkaitan dengan film-film sinematografi yang diekspos dan memenuhi
persyaratan-persyaratan Pasal IV. “Perjanjian tentang Tarif dan Perdagangan”,
Jenewa, Juli 1986.

Laporan International Monetary Fund (IMF) per Oktober 2016 menyebutkan bahwa
Pasca krisis keuangan tahun 2008, pertumbuhan perdagangan global terus mengalami
perlambatan dan hanya tumbuh kurang dari 1% pertahunnya, dan ini akan terus
diperkirakan terjadi di tahun 2017 jika tidak terjadi perubahan kebijakan dan perilaku
dalam perdagangan global. Pelemahan pertumbuhan perdagangan global ini sangat
mempengaruhi paling tidak ¾ dari kinerja investasi global. Faktor yang turut
mempengaruhi perlambatan pertumbuhan perdagangan global adalah kemunduran dalam
liberalisasi perdagangan dan peningkatan aksi proteksionisme.

Penguatan aksi proteksionisme ini terus meningkat pasca krisis keuangan pada
2008. Hal ini terbukti dari Laporan WTO tahun 2016 yang menyebutkan bahwa terjadi
peningkatan atas tindakan pembatasan perdagangan dari 2010 hingga 2015. Tindakan
pembatasan perdagangan pada 2010 hanya sebanyak 546 tindakan, dan melonjak hingga
2557 pada tahun 2015. Namun, dari total tindakan pembatasan ini, hanya sekitar 642
tindakan yang pada akhirnya dihapuskan, sehingga sisa total tindakan pembatasan
perdagangan yang masih berlaku sebanyak 1915 tindakan atau 79% dari total tindakan.

Laporan WTO tahun 2016 juga mencatat, dari tindakan pembatasan perdagangan
paling banyak terkait dengan tindakan dibalik perbatasan (behind the borders) atau dalam
bentuk non-tarif, seperti penerapan kebijakan, subsidi, dan isu teknis atau aturan kesehatan,
serta standar produk, termasuk penerapan trade remedies seperti tindakan anti-dumping,
countervailing duties, dan tindakan safeguard. Bisa juga dalam bentuk penerapan Sanitasi
and phytosanitary ataupun Technical barriers to trade.

Menariknya, penguatan tindakan proteksi ini mendorong terjadinya peningkatan


sengketa perdagangan di WTO. Terhitung sejak 1995 hingga 2015, total sengketa
perdagangan yang masuk ke WTO Dispute settlement Body sebanyak 500 kasus. Isu
perjanjian yang paling banyak dimintakan konsultasi oleh para pihak yang bersengketa
adalah Anti-dumping 112 kasus, Subsidies and Countervailing Measures sebanyak 108
kasus, pertanian 73 kasus, Technical barriers to trade 49 kasus, safeguard 47 kasus, import
licensing 44 kasus, dan SPS 43 kasus.

Pada 2015 terhitung ada 13 sengketa yang masuk, dan terbentuk sebanyak 15 Panel
DSB WTO serta dikeluarkannya 11 Panel Report atas sengketa yang masuk. Indonesia
sendiri memiliki total 23 sengketa yang dibawa ke WTO terhitung sejak 1995 hingga 2015,
10 diantaranya sebagai complainant atau penuntut dan 13 sisanya sebagai respondent.
Ditengah ketidakpastian ekonomi global, tentunya akan menjadi masa-masa sulit bagi
sebuah Negara. Tindakan pembatasan perdagangan global menjadi upaya yang paling
rasional yang bisa dilakukan untuk melindungi perekonomian nasional. Peningkatan
tindakan pembatasan perdagangan serta jumlah sengketa perdagangan menunjukan bahwa
saat ini dunia menghindari liberalisasi sebagai upaya untuk menyelamatkan dirinya masing-
masing dari ketidakpastian ekonomi global.
Penguatan era proteksionisme juga mengindikasikan bahwa liberalisasi
perdagangan global bukanlah jawaban atas persoalan ekonomi global saat ini. Pemaksaan
terhadap agenda liberalisasi perdagangan global hanya akan berdampak terhadap
ketidakpastian bagi ekonomi lokal. Agenda penguatan ekonomi lokal melalui kebijakan
perlindungan menjadi langkah yang diperlukan saat ini.

Perjanjian tentang Tindakan Investasi Terkait Perdagangan (TRIMS) mengakui


bahwa tindakan investasi tertentu dapat membatasi dan mendistorsi perdagangan. Ini
menyatakan bahwa anggota WTO tidak boleh menerapkan tindakan apa pun yang
mendiskriminasi produk asing atau yang mengarah pada pembatasan kuantitatif, yang
keduanya melanggar prinsip-prinsip dasar WTO. Daftar TRIMS yang dilarang, seperti
persyaratan konten lokal, merupakan bagian dari Perjanjian. Komite TRIMS memantau
operasi dan pelaksanaan Perjanjian dan memberikan kesempatan kepada anggota untuk
berkonsultasi mengenai hal-hal yang relevan.

Tujuan dari TRIMS sebagaimana didefinisikan dalam pembukaannya, termasuk


“ekspansi dan liberalisasi progresif perdagangan dunia dan untuk memfasilitasi investasi
lintas batas internasional sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi semua mitra
dagang, khususnya anggota negara berkembang, sambil memastikan persaingan bebas. ”.

Dampak positif dari TRIMs

1. Menciptakan perusahaan baru, mendukung penelitian teknologi, Dan memperluas


pasar
2. Meningkatkan industri ekspor, daya saing pasar, dan merangsang Pertumbuhan
ekonomi pada sektor keuangan dan jasa
3. Meningkatkan pendapatan negara dari pajak penghasilan Perusahaan asing
4. Menambah devisa negara
5. Besarnya kemungkinan penyerapan bahan baku lokal untuk Diolah
6. Meningkatkan taraf ekonomi melalui penyerapan tenaga kerja
7. Memacu pembangunan dengan adanya ketersediaan modal dari Investor asing.
8. Memajukan teknologi yang ada dalam negeri dengan edukasi Teknologi maju dari
perusahaan asing.

KESIMPULAN

TRIMs melarang pengaturan-pengaturan penanaman modal asing yang tidak


sesuai dengan prinsip-prinsip GATT 1994, sebagai instrumen untuk membatasi
penanaman modal asing, namun ada pengecualian-pengecualian tertentu asalkan
memenuhi syarat-syarat tertentu. Perubahan-perubahan kebijakan pemerintah berkaitan
dengan investasi akan terus berkembang sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan yang
telah disetujui oleh Pemerintah Indonesia berbagai Konvensi Internasional. Namun
demikian, perlu diingat konvensi internasional di bidang perdagangan sangat dinamis
karena itu diikuti secara regular sehingga tidak ketinggalan terhadap isu-isu yang sangat
signifikan dalam pengembangan perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai