Anda di halaman 1dari 11

KELOMPOK 6

PRINSIP NATIONAL TREATMENT, MOST-FAVOURED NATION & RESPONSIBLE INVESTMENT

Elyanda Regita Yunara (20071010118)

Akmal Bukhari (20071010138)

Ryanda Mangara Thirafi (20071010159)

Faisal Wahyu Andrianto (20071010165)

Reniarti Asma Inayah (20071010268)

HUKUM INVESTASI DAN PASAR MODAL (KELAS J)


DEFINISI
DAN DASAR NATIONAL
HUKUM TREATMENT
Prinsip National Treatment (perlakuan nasional) dalam hukum investasi mengacu pada prinsip yang mewajibkan negara tuan rumah untuk
memberikan perlakuan yang sama kepada investor asing seperti yang diberikan kepada investor domestik dalam hal investasi mereka di negara
tersebut. Dengan kata lain, investor asing tidak boleh dikenakan perlakuan yang lebih buruk atau diskriminatif dibandingkan dengan investor
domestik dalam hal hak, perlindungan, dan insentif investasi. Prinsip ini bertujuan untuk mendorong investasi asing yang adil dan memastikan
bahwa investasi asing tidak mendapatkan perlakuan yang tidak adil atau diskriminatif, sehingga membantu menciptakan lingkungan investasi yang
stabil dan berdaya saing di tingkat global. Prinsip ini sering diatur dalam perjanjian investasi bilateral dan multilateral untuk melindungi investor
asing dari praktik proteksionis dan diskriminatif oleh negara tuan rumah.

Dasar Hukum: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512), kebihakan perdagangan luar negeri Indonesia, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal
38.
BENTUK NATIONAL
TREATMENT
Bentuk penerapan Prinsip National Treatment sendiri dalam suatu negara merupakan cerminan dari pembatasan kedaulatan dari
suatu negara. Hal ini kerap kali diperjanjikan dalam rangka mewujudkan suatu kompromi antara kepentingan nasional dan
kepentingan internasional yang sering bertentangan. Sehubungan dengan hal tersebut menurut Herman Mosler dan Taryana Sunandar
dalam Muhammad Sood menyatakan bahwa ”prinsip nasional treatment” semata-mata merupakan urusan hukum nasional yang
termasuk yurisdiksi domestik suatu negara sehingga sulit di tuntut berdasarkan hukum internasional..

Bentuk penerapan Prinsip National Treatment sendiri dalam suatu negara merupakan cerminan dari pembatasan kedaulatan dari
suatu negara. Hal ini kerap kali diperjanjikan dalam rangka mewujudkan suatu kompromi antara kepentingan nasional dan
kepentingan internasional yang sering bertentangan. Sehubungan dengan hal tersebut menurut Herman Mosler dan Taryana Sunandar
dalam Muhammad Sood menyatakan bahwa ”prinsip nasional treatment” semata-mata merupakan urusan hukum nasional yang
termasuk yurisdiksi domestik suatu negara sehingga sulit di tuntut berdasarkan hukum internasional..
Contoh kasus yang terjadi adalah produk impor daging ayam Indonesia dengan
Brasil. Pada tahun 2014 Negara Brasil memberikan laporan ke WTO atas tindakan
Indonesia dalam melarang serta memberikan batasan terhadap produk impor
ayam Brasil sejak 2009 dengan alasan terhambat persyaratan halal dan juga
CONTOH kesehatan. Brasil lebih mempermasalahkan pada pelanggaran prinsip National
Treatment. Prinsip tersebut menekankan adanya generalisasi perlakuan hukum
terhadap suatu produk baik barang atau jasa, maupun saham asing yang masuk
ke suatu wilayah negara.
KASUS Brasil beranggapan bahwa Indonesia telah melakukan diskriminatif terhadap
barang impor dari Brasil, dalam hal ini terkait persyaratan label halal. Persyaratan
halal tersebut tidak menjadi masalah bagi Brasil, mengingat penduduk Indonesia
sebagian besar terdiri dari masyarakat muslim. Sehingga, terhadap konsumsi
makanan masyarakat islam Indonesia harus aman serta memiliki jaminan halal.
Hal yang dipermasalahkan oleh Brasil adalah tidak diterapkannya pula pelabelan
halal terhadap produk daging ayam yang diproduksi dalam negeri. Sedangkan,
produk ayam luar negeri (impor) wajib berlabel halal. Brasil beranggapan bahwa
perbedaan perlakuan tersebut merupakan tindakan yang kurang menguntungkan
bagi produk impor dari Brasil.

Brasil memberikan tuduhan kepada Indonesia terkait pelanggaran prinsip dasar


National Treatment sebagaimana termaktub dalam Article III GATT 1994 atas
penerapan sertifikat halal produk daging ayam impor luar negeri, tetapi tidak
memberlakukan pada produk milik lokal.
MOST FAVOURED
NATION
Merujuk IBFD International Tax Glossary (2015) Most Favoured Nation adalah perjanjian perdagangan dua negara yang memuat
klausul ‘most favoured nation’ di mana semua pihak sepakat setiap konsesi perdaganan yang diberikan ke mitra dagang akan
diterapkan ke pihak lain dalam perjanjian tersebut. Hal ini berarti ketentuan yang lebih menguntungkan tidak akan diberikan kepada
negara lain tanpa memberikan konsesi yang sama kepada mitra perjajian lainnya. Klausul MFN terkadang juga tercantum dalam tax
treaty..
Jika merujuk pada definisi yang dipaparkan pada laman resmi Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO),
MFN adalah prinsip yang menekankan perlakuan yang sama untuk semua negara anggota WTO.
MOST FAVOURED
NATION
BENTUK
Berupa klausul yang bersepakat untuk memuat prinsip Most
Favoured Nation. Prinsip ini tercantum dalam banyak dokumen
kesepakatan WTO seperti dalam perjanjian umum tarif dan
perdagangan.

DASAR HUKUM
MFN tercantum dalam banyak kesepakatan WTO, MFN secara khusus diatur dalam Article 1 GATT
tentang General Most-Favoured Nation Treatment. Didalamnya, prinsip tersebut mewajibkan anggota
WTO untuk mengenakan segera dan tanpa syarat perlakuan yang sama bagi impor dan eksportanpa
membedakan asal dan negara tujuan impor dan ekspor tsb sepanjang menyangkut anggota dari WTO.
Pada 22 November 2019, Uni Eropa resmi mengajukan permintaan konsultasi
CONTOH kepada Indonesia ke Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement
Bodies/DSU) di WTO terkait dengan protes terhadap kebijakan Indonesia
mengenai berbagai langkah menyangkut bahan baku tertentu yang diperlukan
untuk produksi baja, serta skema pembebasan bea masuk lintas sektor yang
KASUS tergantung pada penggunaan domestik barang impor. Uni Eropa mengklaim
bahwasannya salah satu ketentuan yang ada pada GATT adalah mengenai Most
Favoured Nation. Prinsip non-diskriminasi atau dikenal dengan Most Favoured
Nation merupakan prinsip dasar dari hukum WTO. Prinsip Most Favoured Nation
(MFN) merupakan prinsip paling penting dan paling mendasar pada GATT.
Prinsip ini tercantum pada Pasal I GATT, yang menyatakan bahwasannya semua
proses perdagangan internasional serta kebijakannnya haruslah dengan atas dasar
non-diskriminatif. Dengan kata lain, seluruh negara anggota harus mempelakukan
negara lain ataupun sebuah produk dengan sama terkait pelaksanaan dan
pembuatan kebijakannya, termasuk aturan mengenai ekspor dan impor serta
pemberlakuan tarif
Klausula MFN dalam perjanjian antara dua negara biasanya mensyaratkan
bahwa setiap negara harus memperlakukan pihak lain sama dibandingkan dengan
pihak ketiga. Sengketa perdagangan ini berkaitan dengan salah satu prinsip utama
yang ada pada GATT, yaitu prinsip non-diskriminasi atau biasa disebut dengan
prinsip Most Favoured Nation.
INVESTMEN
RESPONSIB
DEFINISI

Investasi yang bertanggung jawab adalah prinsip investasi yang secara eksplisit mengakui relevansi faktor lingkungan, sosial dan
tata kelola bagi investor, serta kesehatan jangka panjang dan stabilitas pasar secara keseluruhan. Hal ini mengakui bahwa
perolehan keuntungan jangka panjang yang berkelanjutan bergantung pada sistem sosial, lingkungan hidup dan ekonomi yang
stabil, berfungsi dengan baik dan diatur dengan baik. Singkatnya, hal ini dapat diartikan sebagai investasi yang menciptakan nilai
sosial, lingkungan, dan ekonomi (berkelanjutan) dalam jangka panjang; investasi yang menggabungkan penciptaan nilai finansial
dan non-finansial, atau investasi yang memperhitungkan risiko sosial, lingkungan, dan ekonomi dengan tepat.

DASAR HUKUM

Investasi yang bertanggung jawab adalah prinsip investasi yang secara eksplisit mengakui relevansi faktor lingkungan, sosial
dan tata kelola bagi investor, serta kesehatan jangka panjang dan stabilitas pasar secara keseluruhan. Hal ini mengakui bahwa
perolehan keuntungan jangka panjang yang berkelanjutan bergantung pada sistem sosial, lingkungan hidup dan ekonomi yang
stabil, berfungsi dengan baik dan diatur dengan baik. Singkatnya, hal ini dapat diartikan sebagai investasi yang menciptakan
nilai sosial, lingkungan, dan ekonomi (berkelanjutan) dalam jangka panjang; investasi yang menggabungkan penciptaan nilai
E
T

finansial dan non-finansial, atau investasi yang memperhitungkan risiko sosial, lingkungan, dan ekonomi dengan tepat.
• Integrasi ESG (Environmental, Social, and Governance): Ini melibatkan penilaian dan integrasi faktor-faktor
lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan dalam proses pengambilan keputusan investasi.
• Pengecualian atau divestasi: Investor memilih untuk tidak berinvestasi dalam perusahaan atau industri yang
RESPONSIBLE tidak memenuhi standar tertentu dalam hal lingkungan, sosial, atau tata kelola perusahaan.

INVESTMENT • Pemilihannya: Investor secara aktif memilih untuk berinvestasi dalam perusahaan-perusahaan yang memiliki
kinerja yang baik dalam praktik bisnis yang bertanggung jawab secara sosial, lingkungan, dan tata kelola
perusahaan.
• Voting proxy: Melalui hak suara dalam rapat pemegang saham, investor dapat menggunakan kekuatan mereka
untuk mempengaruhi kebijakan dan praktik perusahaan yang berdampak pada ESG.
• Engagement atau dialog: Investor terlibat dalam dialog dengan perusahaan yang diinvestasinya untuk
BENTUK

mendorong perubahan perilaku yang lebih bertanggung jawab.


• Pengembangan produk investasi bertanggung jawab: Perusahaan investasi mengembangkan produk investasi
yang secara eksplisit mengintegrasikan pertimbangan ESG dalam proses investasi mereka.
• Kolaborasi: Investor bekerja sama dengan organisasi lain, termasuk perusahaan, pemerintah, dan organisasi
masyarakat sipil, untuk mempromosikan praktik bisnis yang bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan.
Salah satu contoh kasus dari responsible investment adalah ketika sebuah
CONTOH perusahaan memutuskan untuk mengalokasikan dana investasinya hanya
pada perusahaan-perusahaan yang memiliki praktik bisnis yang
bertanggung jawab secara sosial, lingkungan, dan tata kelola perusahaan
KASUS (Environmental, Social, and Governance/ESG). Misalnya, sebuah
perusahaan investasi memilih untuk tidak berinvestasi pada perusahaan
yang terlibat dalam kontroversi lingkungan atau yang memiliki buruk dalam
hal kebijakan sosial. Ini adalah contoh penerapan responsible investment
untuk menciptakan dampak positif secara sosial dan lingkungan.
Contoh lainnya adalah ketika investor atau dana investasi aktif terlibat
dalam dialog dengan perusahaan yang diinvestasinya untuk mendorong
perubahan perilaku yang lebih bertanggung jawab. Hal ini bisa termasuk
meminta perusahaan untuk meningkatkan transparansi dalam pelaporan
lingkungan, mengurangi emisi karbon, meningkatkan keberagaman di
tingkat manajemen, atau meningkatkan perlindungan pekerja. Tindakan-
tindakan ini menunjukkan bagaimana responsible investment tidak hanya
tentang mencari keuntungan finansial, tetapi juga tentang
memperhitungkan dampak sosial dan lingkungan dari investasi tersebut.
THAN
YOU
K

Anda mungkin juga menyukai