Anda di halaman 1dari 5

KELOMPOK : AHMAD FADLI SYAHPUTRA (01011382126198)

DANDI ALGHAZALI (01011382126205)


DELVIRO PUTRA FAJAR (01011182126024)
HABIBURAHMAN FAIZ (01011382126144)
PROGRAM STUDI : S1 MANAJEMEN
MATA KULIAH : OPERASI BISNIS INTERNASIONAL
KELAS : A – PALEMBANG

KEBIJAKAN PERDAGANGAN EKSPOR & IMPOR INDONESIA (OLEH


KEMENTRIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA)

Kegiatan ekspor dan impor diberlakukan oleh perusahaan atau negara. Ekspor dapat
membantu meningkatkan pendapatan, sedangkan impor membantu mendapatkan barang atau
jasa yang tidak tersedia di dalam negeri. Mengutip dari buku Hukum Ekspor Impor (2014) karya
Adrian Sutedi, ekspor merupakan aktivitas perdagangan yang dilakukan dengan mengeluarkan
barang dari negara tertentu dan mengirimkannya ke negara lain. Sedangkan impor adalah
aktivitas perdagangan yang dilakukan dengan memasukkan barang dari negara lain ke negara
sendiri. Antara ekspor dan impor, keduanya sama-sama bisa dilakukan oleh perusahaan,
perseorangan ataupun negara. Dua kegiatan perdagangan internasional ini memiliki serangkaian
kebijakan yang harus diterapkan dan dipatuhi oleh pihak yang terlibat di dalamnya. Hal ini
dilakukan supaya tujuan dari pembuatan kebijakan tersebut bisa tercapai.
Dalam buku Ekonomi Internasional (2017) karya Nazaruddin Malik, disebutkan jika tujuan
dari kebijakan perdagangan internasional ialah:
- Melindungi kepentingan industri dan produksi dalam negeri
- Melindungi kondisi ekonokmi nasional dan menghindarkannya dari pengaruh buruk
Melindungi lapangan pekerjaan Menjaga nilai tukar agar tetap stabil
- Menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi Menjaga keseimbangan neraca pembayaran
internasional
 Kebijakan perdagangan internasional bidang ekspor

Kebijakan ini bisa mempengaruhi secara langsung ataupun tidak, terhadap transaksi
atau kelancaran usaha, struktur dan komposisi. Kebijakan tersebut di antaranya:
- Pemberian subsidi ekspor. Subsidi diberikan untuk meningkatkan atau memajukan
ekspor. Subsidi ini bisa dalam bentuk pembebasan pajak, pemberian fasilitas,
pengurangan biaya produksi atau lainnya. Tujuan subsidi ini ialah supaya produk ekspor
bisa memiliki daya saing di negara tujuan.
- Penetapan prosedur ekspor. Sebelum melakukan ekspor, tentu eksportir (pihak yang
melakukan ekspor) harus melakukan beberapa prosedur tertentu. Pemerintah
memberlakukan kebijakan yang setidaknya bisa mempermudah alur ekspor.
- Dumping. Menurut Para Ahli Dumping Adalah kebijakan penetapan harga barang ekspor
lebih murah dibanding di dalam negeri. Dengan arti lain, dumping merupakan kebijakan
menjual hasil produksi di luar negeri lebih rendah dari di dalam negeri. Biasanya
kebijakan ini diterapkan apabila pemerintah dapat mengendalikan harga barang di dalam
negeri terlebih dahulu.
- Larangan ekspor. Merupakan kebijakan pelarangan untuk mengekspor barang tertentu
ke luar negeri. Alasan pelarangan ini bisa karena ekonomi, politik, sosial ataupun budaya.
Contohnya larangan ekspor minyak bumi, barang bersejarah, kayu ataupun lainnya.
Diskriminasi harga Artinya barang ekspor ditetapkan dengan harga yang berbeda untuk
tiap negara. Biasanya hal ini dilakukan sesusai dengan perjanjian. Misalnya negara A
mengekspor pakaian ke negara B dengan harga murah, sedangkan pakaian yang diekspor
negara A ke negara C tergolong relatif mahal.
- Politik dagang bebas. Pemerintah memberikan kebijakan untuk bebas melakukan
kegiatan ekspor atau impor. Kebebasan ini diharapkan nantinya bisa membawa beberapa
keuntungan, contohnya mendapat barang produksi berkualitas tinggi atau barang yang
harganya lebih murah.
 Kebijakan perdagangan internasional bidang impor
Kebijakan perdagangan internasional secara impor, yaitu :
- Pemberlakuan kuota. Pemerintah menetapkan kuota impor dalam jangka waktu
tertentu. Tujuannya supaya tidak mengganggu kegiatan produksi dalam negeri. Namun,
apabila suatu negara telah menetapkan kebijakan politik dagang bebas, pemberlakuan
kuota tidak bisa dilakukan karena bisa mengganggu perdagangan internasional.
- Pemberian subsidi. Beberapa barang impor bisa jadi lebih murah dibanding barang
produksi dalam negeri. Maka dari itu, pemerintah memberikan subsidi supaya harga
barang dalam negeri bisa jauh lebih murah. Subsidi ini diberikan kepada produsen,
misalnya dengan pengurangan biaya produksi.
- Larangan impor. Kebijakan pelarangan impor berlaku untuk beberapa barang yang
dianggap bisa membahayakan lingkungan masyarakatnya. Contoh impor senjata berapi.
Selain itu, larangan impor ini juga sering diberlakukan untuk menghemat devisa.
- Tarif. Penetapan tarif dilakukan pada barang impor, bisa jadi lebih murah atau mahal.
Jika harga barang impor lebih mahal, hal ini bisa mendorong masyarakat untuk lebih
memilih memakai produk dalam negeri. Sedangkan untuk negara penganut politik
dagang bebas, biasanya cenderung memberi harga impor lebih murah atau sama dengan
barang dalam negeri
Sumber : https://www.kompas.com/skola/read/2021/06/21/131212369/kebijakan-
perdagangan-internasional-bidang-ekspor-dan-impor?page=all

KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA (OLEH BADAN


KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA)
Bagi perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA), di samping iklim ekonomi, stabilitas
politik, penting pula untuk dilihat adalah keadaan hukum negara yang akan dituju. Perusahaan
PMA pasti akan sangat memperhatikan peraturan perundangundangan, apakah kiranya sistem
dan ketentuan PMA yang berlaku memberikan prospek yang baik bagi penanaman modal atau
tidak. Dengan memahami betapa pentingnya sebuah pengertian, maka akan dipaparkan beberapa
pengertian modal asing. UUPMA memberikan pengertian penanaman modal asing dalam Pasal
1, yaitu: Penanaman modal secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan
UU ini dan yang digunakan menjalankan perubahan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik
modal secara langsung menanggung resiko dari penanaman modal
Perumusan di atas mengandung unsur-unsur pokok yaitu:
1. Penanaman modal secara langsung;
2. Penggunaan modal untuk menjalankan perusahaan;
3. Perusahaan tersebut berada di Indonesia;
Resiko yang langsung ditanggung oleh pemilik modal.
Kemudian menurut Pasal 2 Sub a yang dimaksud alat pembayaran luar negeri adalah
modal asing. Untuk menentukan alat pembayaran luar negeri mana yang termasuk dalam
pengertian modal asing, dalam hal ini pembuat undang-undang menggunakan kriteria "Kekayaan
Devisa Indonesia"
1. Modal Asing
Pada prinsipnya peranan modal asing di Indonesia tidak hanya melalui foreign direct investment
sebab berdasarkan Pasal 23 UUPMA dapat juga terjadi melalui joint ventura, yaitu sebagian
modal asing dan sebagian lagi dari modal nasional. Tetapi seringkali menjadi persoalan adalah
ketentuan dalam Pasal 18 UUPMA yang menyebutkan bahwa izin investor asing diberikan
paling lama 30 tahun. Mengedapankan persoalan lamanya izin yang diberikan ini karena
dihadapkan pada nilai keuntungan yang diperoleh investor asing. Sehingga, muncul pertanyaan
apakah ketentuan tersebut justru tidak mengurangi daya tarik terhadap investor asing. Daya tarik
yang bisa dikedepankan justru pengaturan mengenai hak transfer sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 19-20 UUPMA. Sebab, hampir semua investor asing mengharapkan dapatnya diberikan
izin transfer keuntungan-keuntungan usahanya dalam bentuk valuta asing
2. Bidang Usaha
Penentuan bidang usaha yang boleh dimasuki oleh modal asing, disamping menggunakan
parameter yang berkaitan dengan bidang-bidang yang penting bagi negara dan menguasai hajat
hidup rakyat banyak, juga yang menduduki peranan penting dalam pertahanan negara. Pasal 6
UUPMA menyebutkan secara eksplisit mengenai bidang-bidang yang tidak boleh dimasuki oleh
modal asing sehubungan dengan dua hal tersebut. Disamping itu BKPM juga mengeluarkan
Daftar Skala Prioritas (DSP) yang setiap tahunnya mengalami perubahan. Pada satu sisi hal
tersebut memang kondusif bagi Indoensia, khususnya bagi perkembangan PMDN, tetapi
kenyataan menunjukkan banyak bidang-bidang usaha yang digarap oleh BUMN membutuhkan
modal yang besar, dan tampaknya tidak cukup mampu jika hanya dibebankan pada modal
nasional.
3. Tenaga Kerja
Keberadaan Pasal 9 UUPMA yang memberikan kewenangan kepada investor asing untuk
menentukan direksi perusahaan adalah logis. Adapun tuntutan untuk memenuhi kebutuhan
tenaga kerja dengan warga negara Indonesia, kecuali yang belum terisi atau tidak bisa diisi oleh
warga negara Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 dan 11 UUPMA dengan PMA yang
diimplementasikan dalam bentuk joint ventura, disamping kepentingan-kepentingan kita dalam
berbagai aspek ekonomi.
4. Fasilitas-fasilitas Bagi PMA
Pemerintah melalui UUPMA memberikan insentif pada perusahaan modal asing baik berupa
pembebasan atau keringanan pajak (tax holiday) dengan mengingat prioritas mengenai
bidangbidang usaha. Bahkan apabila perusahaan modal asing tersebut sangat diperlukan bagi
pertumbuhan ekonomi, pemerintah menjanjikan kelonggaran-kelonggaran lain disamping
pembebasan dan keringanan pajak. Setelah diadakannya tax reform 1983 maupun setelah diubah
dengan UU Pajak 1994 tampaknya fasilitas atau kelonggaran ini tidak lagi diberikan
5. Nasionalisasi dan Kompensasi
Kebijakan mengenai nasionalisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UUPMA tampaknya amat
kondusif dalam menarik modal asing. Sebab, nasionalisasi baru dilakukan jika kepentingan
negara menghendaki. Itupun ditempuh melalui produk undang-undang. Untuk itu perlu investor
asing diberikan kompensasi yang macam dan cara pembayarannya ditentukan melalui putusan
arbitrase (Pasal 21-22 UUPMA).
6. Kewajiban Bagi Penanam Modal Asing
Kewajiban yang dibebankan kepada investor asing berdasarkan Pasal 27 UUPMA hanya
memberi kesempatan partisipasi bagi modal nasional secara efektif setelah jangka waktu tertentu
melalui penjualan saham.
7. Pengawasan / Koordinasi
Mengenai pengawasan atau koordinasi diatur dalam Pasal 13, 17, 20 dan 28 UUPMA, yang lebih
banyak dijelaskan dalam peraturan pelaksanaannya. Permasalahannya seringkali terjadi dalam
hal pengawasan dan koordinasiadalah tidak adanya sinkronisasi antar departemen sehingga
seringkali terjadi tumpah tindih kewenangan.

Contoh penerapan kebijakan pada penanaman modal asing di Indonesia :


Menurut kebijakan di Indonesia, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi investor asing di
Indonesia, yaitu :
1. Registrasi perusahaan: Investor harus mendaftarkan perusahaan mereka di Indonesia
dan memperoleh izin dan lisensi yang diperlukan. Ini termasuk memperoleh Akta
perusahaan, salinan KTP atau kartu identitas investor, dan salinan NPWP atau nomor
identifikasi pajak

2. Standar teknologi dan lingkungan: Menurut Luhut Pandjaitan, Menteri Koordinator


Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia, investor asing yang ingin berinvestasi di
Indonesia harus membawa teknologi yang baik dan ramah lingkungan.

3. Sektor investasi prioritas: Pemerintah Indonesia telah mengidentifikasi beberapa sektor


investasi prioritas, termasuk infrastruktur, pertanian, industri, maritim, pariwisata, zona
ekonomi khusus, dan ekonomi digital.

4. Persyaratan investasi langsung: Untuk investor asing yang ingin berinvestasi langsung
di Indonesia, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Ini termasuk mematuhi
Daftar Negatif Investasi, yang menguraikan sektor-sektor yang ditutup atau dibatasi
untuk investasi asing, dan mematuhi batas maksimum kepemilikan asing untuk setiap
sektor.
Dengan memenuhi persyaratan ini, investor dapat memanfaatkan populasi Indonesia yang besar,
sumber daya alam yang melimpah, dan peluang investasi yang menjanjikan.

Anda mungkin juga menyukai