a. Pengertian dan Prinsip Hukum Perdagangan Internasional
Hukum perdagangan internasional adalah aturan-aturan hukum internasional yang berlaku terhadap perdagangan barang, jasa dan perlindungan hak atas kekayaan intelektual (HAKI). b. Prinsip Dasar WTO Di dalam perkembangannya, WTO menyepakati prinsip-prinsip dasar yang menjadi dasar aturan main dalam perdagangan internasional : 1. Perlakuan yang sama untuk semua anggota (Most Favoured Nations Treatment- MFN). Prinsip ini diatur dalam pasal I GATT 1994 yang mensyaratkan semua komitmen yang dibuat atau ditandatangani dalam rangka perlakuan yang secara kepada semua negara anggota WTO (azas non diskriminasi) tanpa syarat. Misalnya suatu negara tidak diperkenankan untuk menerapkan tingkat tarif yang berbeda kepada suatu negara dibandingkan dengan negara lainnya. Dengan berdasarkan prinsip MFN, negara-negara anggota tidak dapat begitu saja mendiskriminasikan mitra-mitra dagangnya. Keinginan tarif impor yang diberikan pada produk suatu negara harus diberikan pula kepada produk impor dari mitra dagang negara anggota lainnya. 2. Pengikatan Tarif (Tariff Binding). Prinsip ini diatur dalam pasal II GATT 1994 dimana setiap negara anggota GATT atau WTO harus memiliki daftar produk yang tingkat bea masuk atau tarifnya harus diikat (legally bound). Pengikatan atas tarif ini dimaksudkan untuk menciptakan “prediktabilitas” dalam urusan bisnis perdagangan internasional/ekspor. Artinya suatu negara anggota tidak diperkenankan untuk sewenang-wenang merubah atau menaikan tingkat tarif bea masuk. 3. Perlakuan nasional (National Treatment). Prinsip ini diatur dalam pasal III GATT 1994 yang mensyaratkan bahwa suatu negara tidak diperkenankan untuk memperlakukan secara diskriminasi antara produk impor dengan produk dalam negeri (produk yang sama) dengan tujuan untuk melakukan proteksi. Jenis-jenis tindakan yang dilarang berdasarkan ketentuan ini antara lain, pungutan dalam negeri, undang- undang, peraturan dan persyaratan yang mempengaruhi penjualan, penawaran penjualan, pembelian, transportasi, distribusi atau penggunaan produk, pengaturan tentang jumlah yang mensyaratkan campuran, pemrosesan atau penggunaan produk- produk dalam negeri. Negara anggota diwajibkan untuk memberikan perlakuan sama atas barang-barang impor dan lokal- paling tidak setelah barang impor memasuki pasar domestik. 4. Perlindungan hanya melalui tarif. Prinsip ini diatur dalam pasal XI dan mensyaratkan bahwa perlindungan atas industri dalam negeri hanya diperkenankan melalui tarif. 5. Perlakuan khusus dan berbeda bagi negara-negara berkembang (Special Dan Differential Treatment For Developing Countries – S&D). Untuk meningkatkan partisipasi nagara-negara berkembang dalam perundingan perdagangan internasional, S&D ditetapkan menjadi salah satu prinsip GATT/WTO. Sehingga semua persetujuan WTO memiliki ketentuan yang mengatur perlakuan khusus dan berbeda bagi negara berkembang. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan-kemudahan bagi negara-negara berkembang anggota WTO untuk melaksanakan persetujuan WTO. c. Persetujuan-persetujuan WTO Hasil dari Putaran Uruguay berupa the Legal Text terdiri dari sekitar 60 persetujuan, lampiran (annexes), keputusan dan kesepakatan. Persetujuan-persetujuan dalam WTO mencakup barang, jasa, dan kekayaaan intelektual yang mengandung prinsip-prinsip utama liberalisasi. Struktur dasar persetujuan WTO, meliputi: 1. Barang/goods (General Agreement on Tariff and Trade/ GATT) 2. Jasa/services (General Agreement on Trade and Services/ GATS) 3. Kepemilikan intelektual (Trade-Related Aspects of Intellectual Properties/ TRIPs) 4. Penyelesaian sengketa (Dispute Settlements) d. Stagnasi Perundingan WTO Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendorong kemajuan dalam perundingan, mulai dari pertemuan tingkat perunding, Pejabat Tinggi, dan Tingkat Menteri; baik dalam format terbatas (plurilateral dan bilateral) maupun multilateral. Namun hasilnya belum menggembirakan. Pihak-pihak utama atau negara-negara maju masih bertahan pada posisinya. Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO di Jenewa dilaksanakan bulan Desember 2011. KTM menyepakati elemen-elemen arahan politis (political guidance) yang akan menentukan program kerja WTO dan Putaran Doha (Doha Development Agenda) dua tahun ke depan. Arahan politis yang disepakati bersama tersebut terkait tema-tema sebagai berikut: 1. Penguatan sistem perdagangan multilateral dan WTO; 2. Penguatan aktivitas WTO dalam isu-isu perdagangan dan pembangunan; 3. Langkah ke depan penyelesaian perundingan Putaran Doha. Kebuntuan kemajuan perundingan WTO mendapatkan titik terang. KTM ke-9 yang dilaksanakan di Bali pada tanggal 3-7 Desember 2013, di mana untuk pertama kalinya dalam sejarah WTO, organisasi ini dianggap telah “fully-delivered”. Negara-negara anggota WTO telah menyepakati “Paket Bali” sebagai outcome dari KTM ke-9 WTO. Isu-isu dalam Paket Bali mencakup isu Fasilitasi Perdagangan, Pembangunan dan Least Developed Countries/LDCs, serta Pertanian, itu semua merupakan sebagian isu yang dibahas dalam perundingan Doha Development Agenda/DDA. Dengan Paket Bali, kredibilitas WTO telah meningkat sebagai satu-satunya forum multilateral yang menangani kegiatan perdagangan internasional, sekaligus memulihkan political confidence dari seluruh negara anggota WTO mengenai pentingnya penyelesaian perundingan DDA. Hal tersebut secara jelas tercantum dalam Post Bali Work, di mana negara-negara anggota diminta untuk menyusun work program penyelesaian DDA di tahun 2014. Selesainya perundingan DDA akan memberikan manfaat bagi negara-negara berkembang.