....
Agreement on
Establishing World Trade
Organization and Trade
Related Aspecs of
Intelectual Property
Rights- World Trade
TRIPS
TRIPs-WTO
Agreement WORLD TRADE
ORGANIZATION
Sumber.- wikipedia.org
1. Prinsip Most-Favoured-Niitiori
Prinsip most-fm’oured-nation MFN ) ini termuat dalam pasal I GATT. Prinsip ini
menyatakan bahwa suatu kebijakan perdagangan harus dilaksana-Lan atas dasar non-
diskrirninatif. Menurut prinsip ini, semita negara anggota terikat untuk memberikan
negara-negara lainnya perlakuan yang sama dalam pelaksanaan dan kebijakan impor
dan ekspor serta yang inenyangkut biaya-biaya lainnya. Perlakuan yang sama tersebut
harus dijalankan dengan segera dan tanpa syarat i’iuuueJiatelv arid unconditionally” )
terhadap produk yang berasal atau yang diajukan kepada semua anggota GATT. Karena
itu, sesuam negara tidak boleh memberikan perlakuan istimewa kepada negara lainnya
atau melakukan tindakan diskriminasi terhadapnya. Prinsip ini tampak dalam Pasal 4
perjanjian yang terkait dengan hnk kekayaan intelektual (TRIPS) dan tercantum piila
dalam pasal 2 perjanjian mengenai jasa (GATS). Pendek kata, semua negara harus
diperlakukan atas dasar yang sama dan semua negara menikrnati keuntungan dari suatu
kebijaksanaan perdagangan. Namun dernikian, dalam pelaksanaannya prinsip ini
mendapat pengecualian-pengecualiannya, khusiisnya dalam inenyangkut kepentingan
negara sedang berkembang. Jadi, berdasarkan prinsip itu, suatu negara anggota pada
pokoknya dapat rnenuntut untuk diperlakukan sama terhadap produk impor dan
ekspornya di negara-negara anggota lain. Narnun demAian, ada beberapa pengecualian
terhadap prinsip ini.
Pengecualian tersebut sebagian ada yang ditetapkan dalam pasal-pasal GATT itu
sendiri dan sebagian lagi ada yang ditetapkan dalam putusan-putusan dalam konperensi-
konperensi GATT melalui suatu penanggalan ( ’iqri er) dan prinsip-prinsip GATT
berdasarkan Pasal XXV. Pengecualian yang dimaksud adalah: 1) keuntungnn yang
diperoleh karena jarak lalu lintas ifontier trn ic ar ’‹mtnge ], tidak boleh dikenakan
terhadap anggota GATT lainnya (Pasal VI): 2) perlakuan preferensi di wilayah-
wilayah tertentu yang sudah ada (misalnya kerja sama ekonomi dalam ‘British
Commonwealth’; the French Union (Perancis dengan negara-negara bekas
koloninya): dan Banelux (Base/ifT EcononiiC Union ), tetap boleh terns dilaksanakan,
namun tingkat batas preferensinya tidak boleh dinaikkan (Pasal I ayat 2-4): 3)
anggota-anggota GATT yang membentuk suatu Customs Union atau Free TraJr. Area
yang memenuhi persyaratan Pasal XXIV tidak harus memberikan perlakuan yang
sama kepada negara anggota lainnya.
Untuk negara-negara yang inembentuk pengaturan-pengaturan preferensial
regional dan bilateral yang tidak memenuhi persyaratan Pasal XXIV, dapat
membenmk pengecualian dengan menggunakan alasan ‘penanggalan’ (B'aJver)
terhadap ketentuan GATT. Penanggalan ini dapat pula dilakukan atau diminta oleh
suatu negara anggota. Menurut prinsip ini, suatu negara manakala ekonoininya atau
keadaan perdagangannya dalam keadaan yang sulit, dapat memohon pengecualian dari
kewajiban tertentu yang ditetapkan oleh GATT. 4) pernberian prefensi tnrif oleh
negara-negara maju kepada produk impor dari negara yang sedang berkembang atau
negara-negara yang kurang beruntung (lean dm’eloped) melalui fasilitas Geiiernliserl
Systems of Preference (sistem preferensi umum). Pengecualian lainnya adalah apa
yang disebut dengan ketentuan ‘pengamanan’ (safeguard fief/e). Pengecualian ini
mengakui bahwa suatu pemerintah, apabila tidak mempunyai iipaya lain, dapat
melindungi atau memproteksi untuk sementara wakm industri dalam negerinya.
Pengaturan ’srifegnnrJ ini yang diatur dalam Pasal XIX, memperbolehkan kebijakan
demikian, namun hanya dipakai dalam keadaan-keadaan tertentu saja. Suatu negara
anggota dapat membatasi atau inenangguhkan suatu konsesi tarif pada prodiA-produk
yang diimpor dalam suafii jumlah (kuantitas) yang meningkat dan yang inenyebabkan
kerusakan serius (serioifi injnm ) terhadap produsen dalam negeri.
Dalam tahun-tahun belakangan ini, cukup banyak anggota GATT yang
inenerapkan pengaturan bilateral diskriminatif yang juga sering kali disebut dengan
‘1*OJff/ffori’ Arport restraints’ (VERs). Kebijakan perdagangan ini dilakukan untuk
menghindari salah satu isu yang cukup hangat dibahas dalam Putaran Uruguay, yakni
perdagangan tekstil. VERs adalah cara ’halus’ negara maju untuk menekan negara
sedang berkembang yang umiimnya adalah penghasil tekstil. Untuk membatasi
inasuknya prodiA tekstil ke pasar dalam negerinya, negara maju secara halus menyatakan
kepada negara berkeinbang untuk rnengekspor tekstilnya dalam jumlah tertentu saja.
Dalam hal ini, negara maju menekankan bahwa pembatasan jumlah tersebut semasa-
mata haruslah sukarela sifatnya yang datang atau berasal dari kehendak negara
berkeinbang.
HKUM4302 Modul 01
lain, melalui penurunan suku biinga yang dilakukan oleh lebih dari 120 negara.
Komitmen negara-negara ini dituangkan dalam 22.500 halaman national tarif
schedules. Dalam pengurangan tarif ini, WTO mensyaratkan agar pengurangan
tersebut dapat diturunkan sampai 40% (khususnya terhadap produk-produk industri di
negara-negara maju) untuk jangka waktu S tahun (tahun 2000). Pada waktu putaran
Uruguay ditutup (1994), tingkat tarif yang umumnya berlaku adalah sekitar 6,8%.
Dengan tingkat tarif yang rnenunin demikian, diharapkan akan terjadi peningkatan
penerimaan produk- produk industri maju yang mernperoleh pembebasan bea masuk
(yakni dari 20% menjadi 4% di negara-negara maju). Seperti halnya tarif, GATT juga
mensyaratkan negara-negara anggotanya untuk menerapkan prinsip transparansi.
Prinsip ini pula yang menjadi kunci bagi prasyarat perdagangan yang pasti
@reJictahle ). Prinsip transparansi ini mensyaratkan keterbukaan atau transparansi
hukum atau perundang-undangan nasional dan praktik perdagangan suatu negara.
Cukup banyak aturan dalam perjanjian WTO memiiat prinsip transparansi yang
mensyaratkan negara-negara anggotanya untuk mengumumkan pada lingkup nasional
dengan menerbitkan pada lembaran-lembaran resmi negara atau dengan cara
meinberitahukannya secara formal kepada WTO.
5. Prinsip Resiprositas
Prinsip ini merupakan prinsip fundamental dalam GATT. Prinsip ini
prerimhule GATT dan berlM dalam penindingan-perundingan tarif yang didasarkan
atas dasar timbal balik dan saling menguntungkan kedua belah pihak. Paragraph 3
Preainhiil GATT menyatakan: "Being desirous of contributing to these objectii es bv
entering riiio reciprocnl and iitiffffa//v aA’antage.one arrangements Jirected to the
subirarifia/ reduction of tarifs and other i 'arriers to trade anJ to the. eliminations of
dis rriiitinatori
frentiiie.nt in irilernnlionul coiii nierce."
Sumber: slideshare.net
Gambar 1.20
Prinsip-prinsip GATT
Istilah, Pengertian dan Ruang Lingkup, Prinsip dan Teori Pelindungan
....
WTO berbeda dengan GATT, tidak hanya mengenai masalah barang dan jasa,
tetapi njuga mengurus inasalah kekayaan intelektual. Perbedaan utama GATT dan WTO
antara lain sebagai berikut.
a. GATT bersifat nd hoc dan sementara wakm. Persetujuan umum tidak pernah
diratifikasi oleh parlemen negara anggota dan tidak rnengandung ketentuan bagi
penciptaan suatu organisasi.
b. WTO menjadi anggota. GATT secara resrni merupakan suatu teks legal.
c. GATT hanya memasukkan perdagangan barang. WTO mencakrip baik barang
maupun jasa dan kekayaan intelektual.
d. Sistem penyelesaian sengketa WTO lebih cepat dan lebih otomatis daripada
sistem GATT yang lama.
e. WTO dan persetujuan-persetujuan di dalainnya bersifat perinanen, dan sebagai
organisasi internasional, WTO mempunyai aturan-aturan yang pasti dan
diratifikasi oleh negara-negara anggotanya. Persetujuan-persetujuan WTO
rnemuat bagaimana WTO berfiingsi.
Negara anggota GATT adalah anggota WTO, perlu dikemukakan di sini bahwa
istilah anggota pada GATT bukan ‘member’ tetapi ‘contracting party’. Hal ini menipakan
konsekuensi dari status GATT yang sifatnya, dengan meninjau sejarah berdirinya,
‘organisasi’. Karena inn pula, negara-negara ikut serta dalam GATT tidak tepat unmk
disebut anggota karena mernang sebutan wggota' i uieinhe.r ) hanya menunjuk pada
istilah peserta/pihak pada suatu organisasi intemasional. Oleh karena itu, iinmk GATT
yang ‘bukan’ organisasi ini, istilah yang tepat adalah contracting parti’. Pada dasarnya,
ada dua cara untuk dapat menjadi anggota WTO. Berdasarkan pasal XXXIII GATT,
suatu anggota dapat menjadi anggota berdasarkan prosedur normal. Unmk itu, diperlukan
suatu putusan dua pertiga inayoritas suara dari negara anggota. Untuk dapat menjadi
anggota maka aksesi negara tersebut harus disetujui oleh contrnctiiig parties. Dalam
kenyataannya, unmk mendapatkan persetujuan ini tidaklah mudah. Ada cukup banyak
persyaratan yang perlu dipenuhi, misalnya komitmen negara
11' Huala adolf dan A. Chandraumlan, :Hasala h-mazalah hukum Dalam Perdagangan Intecnasionai.
Jakarta : Rajawali Pers. Cet. 2., 1995. hlm 9.
11
* Huala Adolf, op.cit, hlm 109
11
Hatta, Perdagangan Internasional Dalam Sistem Cr.4TT dan ISO-Aspek-Aspek HxRm dan .Von
Hukum. Bandune: Refika Aditama, 2006, hlm 8.
ibid. hlm 89.
I
" Huala Adolf dan A. Chandrawula. op.cit. hlm 89.
Ibid, bLn 17.
Istilah, Pengertian dan Ruang Lingkup, Prinsip dan Teori Pelindungan
....
Sumber: dwelerofearth.bIogspot.com
Gambar 1.21
Peta Anggota WTO
Istilah, Pengertian dan Ruang Lingkup, Prinsip dan Teori Pelindungan
....
B. PERJANJIAN TRIPs
Ada empat lampiran utama persetujuan pembenmkan WTO. Salah satunya adalah
persetujuan TRIPs. TRlPs ini adalah puncak dari lobi intens oleh Ainerika Serikat yang
juga didukring oleh Uni Eropa, Jepang, dan negara maju. Persetujuan diberlakukannya
TRlPs tidak lain karena keprihatinan Amerika Serikat atas Pelindungan dan penegakan
kekayaan intelektual selama perundingan Putaran Uruguay. Dari perspektif Amerika
Serikat, perjanjian TRIPs adalah prestasi besar. Sebehunnya, perdebatan panjang
mengenai implementasi TRIPs terjadi dengan melibatkan kepentingan negara inaju dan
negnra berkembang. Pada akhirnya, perdebatan ini dimenangkan oleh negara-negara
maju sehingga persetujuan TRIPs dimasukkan menjadi persetujuan dalam pernbentukan
WTO.
Pemberlakuan TRIPs oleh beberapa kalangan juga dianggap sebagai
kemenangan dan hegeinoni dari negara maju sebagai peinilik modal dan penguasa
teknologi di dunia. TRlPs notabene adalah kemenangan strategis yang dapat dijadikan
alat untuk memperjuangkan kepentingan investasi mereka serta Pelindungan yang
efektif di kancah internasional.i2’ Dengan demikian, Persetujuan TRIPs tidak hanya
dipahami
sebagai sebuah instrumen perjanjian intemasional yang memberantas adanya
pelanggaran terhadap KI, tetapi juga sebagai sebuah kebijakan Pelindungan teknologi
dan ekonomi yang lebih menguntungkan negara-negara maju. ' 2' lika melihat
karakteristik perjanjian TRlPs, kebijakan ini rnemang didesain dengan cara
inenggabungkan dua konvensi pendahulunya, yaitu Konvensi Paris dan Konvensi Wina.
Ketentuan substantif TRIPs dalam hal kekayaan intelekmal di bidang industri seperti hak
paten, ketentuan rnerek dagang, nama dagang, modal utilitas, desain industri, dan
persaingan tidak sehat diadopsi dari Konvensi Paris. Sedangkan iinmk Pelindungan
seperti karya sastra dan seni (yang inencakup hak cipta), TRIPs lebih banyak
inengadopsi persetujuan Berne. Dalam praktiknya, TRIPs mewajibkan setiap negara
anggotanya untuk memberikan Pelindungan yang kuat terhadap kekayaan intelektual.
Perjanjian TRlPs berlaku untuk semua anggota TRIPs, dan bentuknya bukan perjanjian
plurilateral." 9
"* Anus Sarjono, Pembangunan Hukum Kekayaan Intelektual Indonesia. Antara Kebutuhan dan
Kenyataan, (Pidato Peneukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Keperdataan Pada Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, Depok, 27 Februari 2008), hlm 6.
"' Carlos M. Correa, Intellectual Properg Rights, The WTO, and Developing Countries . Penang: Third
World NeRvork, 2000, pane 5.
"’ O' eri' iew of Intellectual Proper ' Rights and the TRIPS Agreement.
http:.'/uwvu'.osec.doc.eov ' Multilateral berarti suatu kerja sama antara semua negara anggota dalam suatu
badan''organisasi internasional. Sementara plurilateral berarti kerja sama yane sama itu, namun hanya
diikuh oleh sebagian negara anggota dalam badan/'organisasi tersebut. diakses 12 Juni 2020.
HKU t4302 Modul 01
Sumber: kompas.com
l 0
’ Bambang Kesowo, 'Implementasi Persetujuan TRLP s dalam Hukum Hak Atas Kekayaan Inteleklual
Nasional”, Makalah Disampaikan dalam Seminar Nasional Perlindungan Konsumen dalam Era Pasar
Bebas, Surakarta: Fakultas Hukum UNS. 1997, him. 12.
I
" Direktorat Jendral IndusA Kecil Menengah Departemen Perindustrian, ’Hak dan Kewajiban
Pemerintahan dalam Penerapan UU No. 7,'94 Tentang Ratifikasi TRIPs”, (Indonesia: Direktorat
Jendral Industri Kecil Menengah Departemen Perindustrian).
Istilah, Pengertian dan Ruang Lingkup, Prinsip dan Teori Pelindungan
....
"' TRLPs: Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectua I Property Rights, http:'/ v.w4o.org.''.
diakses 7 Juli 2020.
HKU t4302 Modul 01
bersama pembuat dan pemakai pengetahuan teknologi, dengan cara membuat sebuah
kesejahteraan sosial dan ekonomi serta berkeseimbangan antara hak dan kewajiban.’ 3’
Perjanjian TRIPs memiliki tujuan untuk menanggulangi atau meminimalisii
hambatan dalam permasalahan perdagangan yang disebabkan masalah yang terkait
dengan KI, permasalahan yang utama, yaitu pemalsuan dan masalah tentang barang-
barang bajakan yang beredar. Tingginya presentase telah diduduki oleh sejumlah
pelanggaran hak kekayaan intelektual dan palsu dan masalah pembajakan. Karena itu,
perlu diininiinalisasi gangguan dan hambatan yang dihadapi dalam permasalahan yang
berkaitan dengan perdagangan internasional, dengan mengingat kebutuhan untuk
meningkatkan Pelindungan yang efektif terhadap kekayaan intelektual, serta untuk
lebih menjamin agar tindakan dan prosedur untuk inenegakkan kekayaan intelektual
tidak kemudian menjadi penghalang bagi perdagangan yang sah dan agar lebih
terstrukmr lebih baik jalur pelaporan dan lain-lain.
Hal- hal yang harus dipenuhi dalam persyaratan standar minimum di Bidang
Pelindungan kekayaan inteklekRial ini termasuk beberapa hal sebagai berikut:
1. Merek dagang.
2. Indikasi geografis.
3. Desain industri.
4. Paten.
5. Rahasia dagang
6. Hak cipta dan hak yang berkaitan dengan cipta, termasuk program koinputer
dan database.
7. Desain tata letak sirkuit terpadu.
8. Pengendalian praktik anti-coiiipetitif pada lisensi kontraktual.
I
” Direktorat Jendral Industri Kecil Meneneah Departemen Perindustrian, “Hak dan K‹nva than
Pemerintahan dalam Penerapan LW“ .Vo. 7/94 Tentang Ratifikasi TRIPS ” Indonesia: Direktorat
Jendral Industri Kecil Meneneah Departemen Perindustrian.
I
'" M greement on Trade-R elated Aspect oflntellectual Proper5 Rights. (Moroco: Annex Cl. 1994).
Istilah, Pengertian dan Ruang Lingkup, Prinsip dan Teori Pelindungan
....
I
'° Lihat Pasal 3 TRIPs.
I
” Huala Adolf & A.Chandrawmlan, op.cir, htm 17.
Istilah, Pengertian dan Ruang Lingkup, Prinsip dan Teori Pelindungan
....
Hal ini berarti melarang perbedaan perlakuan antara barang asing dan
barang dornestik pada saat suatu barang impor telah masuk ke pasaran dalam negeri
suatu anggota, dan setelah melalui daerah pabean serta membayar bea masuk maka
barang impor tersebut harus diperlakukan tidak lebih buruk daripada produk dalam
negeri.13' Prinsip ini sifatnya berlaku luas karena berlaku juga terhadap semua rnacam
pajak dan pungutan lainnya serta perundang-undangan, pengaturan, dan persyaratan-
persyaratan (hukum) yang rnernenganihi penjualan, pembelian, pengangkutan,
distribusi, atau penggunaan produk-produk di pasar dalam negeri serta memberikan
Pelindungan terhadap proteksionisme sebagai akibat upaya-upaya atau kebijakan
administratif atau legislatif. "' Dalam kaitan dengan Pelindungan terhadap KI, setiap
anggota hams memberikan Pelindungan yang sama terhadap pemilik KI pada
umumnya kepada warga negara sendiri dengan memperhatikan beberapa pengecualian
yang sudah ada berdasarkan Konvensi Paris (1967) tentang Pelindungan terhadap Hak
Milik Perindustrian, Konvensi Bern (1971) tentang Pelindungan terhadap Sastra dan
Karya Sent, Konvensi Roma (1961) tentang Pelindungan terhadap Pelaku
Pertunjukan. Prosedur Rekaman Musik dan Organisasi Siaran, serta Perjanjian tentang
KI di bidang Sirkuit Terpadu (1989).
Sumber.- otoritas-semu-blogspot.com
4. Prinsip Most-Fiivoured-button
Menurut prinsip ini yang tercantum di dalam Pasal 4 TRIPs, berbunyi:
"' H.S Kartadjoemena. Substansi Perjanjian G2TT/HFO dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa: Sistem,
Kelembagaan, Prosedur Implementa5 i, dan Kepentingan Negara Berkembang, Jakarta. UI-Press,
2000, hlm 109. Lihat juga Huala Adolf & A.Chandrauv1an. op.cix, hlm 17.
"' Olivier Lone sebagaimana dikuLp oleh Huala Adolf & A.Chandrawu1an, ibid, hlm 18.
HKUM4302 ( Modul
01
property; (b). granted in accordance with the provisions of the Berne Convention
(1971) or the Rome Convention authorizing that the treatment accorded be a function
not of national treatment but of treatment accorded in another country; (c). In
respect of the rights of performers, producers of phonograms and broadcasting
arganlzatlons not provided under this Agreement; (d). deriving from international
agreements related to the protection of Intellectual property which entered into farce
prior to the entry Into force of the Agreement Establishing the MTO, provided that
such agreement are notified to the Council for Trade-Related Aspects of Intellectual
roperty Rights and do not constitute an arbitrary or unjustifiable discrimination against
nationals of other Members”.
Number: yuokysurinda.wprdpress.com
I
" Huala Adolf & A.Chandrauv1an. op.cit, hlm 15.
I
Namun demikian, prinsip mi tidak berlaku terhadap transaksi-bansaksi komersial di antam anggota
GATT yang secara teknis bukan merupakan impor atau ekspor produk-produk seperti peneanekutan
internasional, pengalihan paten, lisensi, dan hak-hak tak benxmjud lainnya, atau aliran modal. Lihat
Huala Adolf & A.Chandrauv1an. ibid.
Istilah, Pengertian dan Ruang Lingkup, Prinsip dan Teori Pelindungan
....
5. Ketentuan Exhaustion
Ketentuan Pasal 6 mengatakan:
For the purposes of dispute settlement under this Agreement, subject to the
provisions of Articles 3 and 4 nothing in this Agreement shall be used to address
the issue of the exhaustion of intellectual property nghts.
Tabel 1.2
Konvensi Internasional yang Diratifikasi Indonesia
Serikat, pada tahun 1911; Den Haag, Belanda, pada tahun; London, Inggris,
pada tahun 1934;. Nice, Perancis, pada tahun 1957; dan di
Stockholm, Swedia, pada tahun 1967. serta diamandemen pada tahun
1979. Per tahun 2018, tercatat 55 negara menjadi anggota perjanjian ini.
3) H‹igtie Agreenieiit conceriting the /riieriintional Deposit of Industrial
designs 1925).
Ditandatangani di Den Haag, Belanda, oleh Jerman, Maroko, Perancis,
Portugal, Spanyol, Swiss, dan Tunisia. Perjanjian ini direvisi dua kali, di
London, Inggris, pada tahun 1934, lalu di Deen Haag, Belanda, pada
tahun 1960. Additional Act ditandatangani di Monako pada tahun 1961,
disusul dengan Complementary Act yang ditandatangani di Stockholm,
Swedia, pada tahun 1967; yang kemudian diamandemen pada tahun
1979. Pada tahun 1999 ditandatangani pula Perjanjian Tambahan. Saat ini
berlaku versi 1960 dan 1999, tergantung yang mana yang diratifikasi oleh
negara anggota yang bersangkutan. Adapiin versi 1934 dinyatakan tidak
lagi berlaku sejak tnhun 2009. Per 2018, terdapat 68 negara di dunia yang
menjadi anggota perjanjian ini.
4) Nice Agreemetit Concerning the International Classification of Goods
anJ See ices for the Purpose of the. Registration ofMnrks 1957).
Ditandatangani di kota Nice, Perancis, sampai tahun 2018, terdapat 84
negara yang menjadi anggota perjanjian ini. Meski bukan anggota, sistem
klasifikasi merek di DJKI mengacu pada sistem klasifikasi berdasarkan
Perjanjian Nice.
5) Lisbon Agreement for the. Protection of Apellations of Origin and their
liiternationnl RegistTayo ff ( 1958).
Rose Con ention for the Protection of Perforiiters, producers of
Plioiiogrnius and Brondcastiiig Organic-ntion (1961 ).
6) Locarno Agreeme.nt Establishing nri International Classification for
Industrial Designs [ 1968).
7) Patent Cooperalii e Treat (PCT) (1970).
ditandatangani di Washington, D.C., dan mulai efektif berlaku per 24
Januari 1970. PCT adalah suatu instrumen hukum intemasional untuk
menyelaraskan dan menyederhanakan prosedur permohonan paten di negara-
negara anggotanya. PCT saat ini dikelola oleh WIPO. dan sudah diratifikasi
oleh 148 negara, termasuk Indonesia.
8) Strasbourg Agreement Concerning /Jie International Patent Clnssificntion
(1971).
9) Gen‹ni’a Coiii’ention for the. Prote,ctioii of the prodifCPrS of plioiiograws
Againts Unantliori-ed DNylicntions of their plioiiograms 1971).
10) Vienna Agreeitient Establishing an International Class ification of the
Figurnti› e Elements of Marks 1973).
Istilah, Pengertian dan Ruang Lingkup, Prinsip dan Teori Pelindungan
....
oem»Convenwon‹or
onvenronnor he
P‹ota•mlenot
Reouatonundor
Gambar 1.22
Ratifikasi Konvensi Internasional di Bidang HKI
'"' Direktorat Jendral Industri Kecil Meneneah Departemen Permdusbian, Doc, cix.
HKUM4302 ( Modul
01
Latihan
Rangkuman
10. Beberapa ratifikasi perjanjian lain ywg telah dilakukan Indonesia, yaitu:
a. MMdrid Agreenient for the Repression of False or Deceyti›’e
Indications ofSOHrce on GOOds ( 1891).
b. Mridrirl Agreewent Concerning the Internntional Registration of
Marks (1891 ).
c. HagNe Agreeiite.nl concerning the Internrltioiial Deposit of
Indiistriril de,signs 1925).
d. Nice Ai-eement Concerning the liiteriuitionnl Classificntioii of
Goods and her ices for the Purpose of the. Registration of Mnrks
( 1957).
e. Lisbon Agreenieiit for the Protection of Ayellntions of Origin and
their International Registration t 1958).
f. Louie Com’entioii for the Protection of Performers, yroJncers of
Phonograins and Broadcasting Organic-ntion [ 1961).
g. Locariio Agreemerit Establishing air International Classification
for Industriril Designs 1968).
b. Potent Cooperatii’e Trenri• (PCT) (1970).
i. Strasbourg Agreeuient Coitcerning the Interiiationnl Patent
/f7âS fOfIOD (1971).
I
TRI9s: Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights, http.i”ix svw.wto.ore/.
diakses 20 Mei 2020.
Istilah, Pengertian dan Ruang Lingkup, Prinsip dan Teori Pelindungan
....
Tes Formatif 4
1) GATT atau Geneml Agreeitient on Tariffs nnd TraJe. berpedoman utama pada
prinsip-prinsip...., /reciio/i
A. Most-Fm’oiirerI-Nation
B. Pelindungan melalui Tarif
C. Tidak ada Larangan Restriksi (Pembatasan) Kuantitatif
D. Resiprositas