Anda di halaman 1dari 3

Name: Muhammad Alfi Syahrin Zamni A.

B
NIM: 2001036216
Class: Business Law Kbi-Akt

Assignment
1. Prinsip Most Favored Nations (MFN), yaitu prinsip non-deskriminatif dalam
menjalankan perdagangan internasional
Prinsip Perlakuan Nasional, yaitu prinsip-prinsip yang mengatur produk hasil impor
harus diperlakukan sama dengan produk dalam negeri.
Prinsip Transparansi, yaitu prinsip antar negara anggota GATT
Prinsip Non Tariff Measures, yaitu negara anggota GATT hanya diperbolehkan untuk
melindungi produk dalam negeri dengan meningkatkan bea masuk produk impor.
Prinsip Quantitative Restriction, yaitu negara anggota GATT tidak mengizinkan kouta
terhadap perdagangan Internasional

Dua prinsip substansi sebagai berikut:


Sebuah Perlindungan melalui tarif
Pada prinsipnya, GATT hanya mengizinkan tindakan perlindungan terhadap industri
dalam negeri melalui tarif (menaikkan tingkat masuknya tarif) dan tidak melalui
tindakan perdagangan lainnya (non-tarif).
tindakan komersial).
Laporan
Prinsip ini merupakan prinsip dasar dalam GATT. Prinsip Ini muncul dalam
pembukaan GATT dan berlaku untuk negosiasi. negosiasi tarif berdasarkan timbal
balik dan saling menguntungkan kedua belah pihak. 21 Paragraf 3 Pembukaan GATT
menyatakan:
“Berkeinginan untuk berkontribusi pada tujuan-tujuan ini dengan mengadakan
pengaturan timbal balik dan saling menguntungkan yang diarahkan pada pengurangan
besar-besaran tarif dan hambatan lain dalam perdagangan dan penghapusan perlakuan
diskriminatif dalam perdagangan internasional”

2. Per se illegal
Pendekatan per se illegal menyatakan setiap perjanjian atau kegiatan usaha tertentu
sebagai ilegal, tanpa pembuktian lebih lanjut atas dampak yang ditimbulkan dari perjanjian
atau kegiatan usaha tersebut. Kegiatan yang dianggap sebagai per se illegal biasanya meliputi
penetapan harga secara kolusif atas produk tertentu, serta pengaturan harga penjualan
kembali.
Jenis Perilaku yang digolongkan sebagai per se illegal adalah perilaku-perilaku dalam
dunia usaha yang hampir selalu bersifat anti persaingan, dan hampir selalu tidak pernah
membawa manfaat sosial. Pendekatan per se illegal ditinjau dari sudut proses administratif
adalah mudah. Hal ini disebabkan karena metode ini membolehkan pengadilan untuk
menolak melakukan penyelidikan secara rinci, yang biasanya memerlukan waktu lama dan
biaya yang mahal guna mencari fakta di pasar yang bersangkutan.
Rule of reason
Pendekatan rule of reason adalah suatu pendekatan yang digunakan oleh lembaga
otoritas persaingan usaha untuk membuat evaluasi mengenai akibat perjanjian atau kegiatan
usaha tertentu, guna menentukan apakah suatu perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat
menghambat atau mendukung persaingan.
Pendekatan ini memungkinkan pengadilan melakukan interpretasi terhadap UU
seperti mempertimbangkan faktor-faktor kompetitif dan menetapkan layak atau tidaknya
suatu hambatan perdagangan. Hal ini disebabkan karena perjanjian-perjanjian maupun
kegiatan usaha yang termasuk dalam UU Antimonopoli tidak semuanya dapat menimbulkan
praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat atau merugikan masyarakat. Sebaliknya,
perjanjian-perjanjian maupun kegiatan-kegiatan tersebut dapat juga menimbulkan dinamika
persainga usaha yang sehat. Oleh karenanya, pendekatan ini digunakan sebagai penyaring
untuk menentukan apakah mereka menimbulkan praktek monopoli atau persaingan usaha
yang tidak sehat atau tidak.
Contoh kasus yang merepresentasikan penyidikan per se illegal:
Salah satu fitur layanan yang paling populer bagi konsumen pengguna telpon seluler
adalah short message service (sms). Tujuan awal dari fitur sms adalah memberikan
kemudahan layanan bagi konsumen untuk berkomunikasi dengan biaya yang relatif lebih
murah dibandingkan dengan layanan panggilan. Pada tahun 2007 Komisi Pengawas
Pesaingan Usaha (KPPU) menduga adanya kecurangan yang dilakukan oleh beberapa
operator seluler di Indonesia. Dalam proses pemeriksaan, terungkap bahwa ternyata ada
kesepakatan tertulis yang ditandatangani oleh PT. Excelcomindo Pratama, Tbk. dengan
beberapa operator seluler lainnya mengenai penetapan tarif sms (price fixing). PT.
Excelcomindo Pratama, Tbk., telah berkonspirasi dengan 5 operator telepon seluler lainnya di
Indonesia yakni PT. Telekomunikasi Seluler, Tbk., PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk., PT.
Bakrie Telecom, Tbk., PT. Mobile-8 Telecom, Tbk., dan PT. Smart Telecom, Tbk., dalam
melakukan kartel dalam bentuk penetapan harga (price fixing) yang merupakan salah satu
bentuk perilaku bisnis yang hanya mementingkan keuntungan bagi mereka sendiri tanpa
memperdulikan hak-hak konsumennya. Dalam Putusan Perkara Nomor: 26/KPPU-L/2007,
ke-6 operator seluler tersebut telah mendapatkan sanksi denda sejumlah 52 milyar rupiah
kepada Negara. Ke-6 Operator telepon seluler tersebut juga harus membayar ganti kerugian
terhadap konsumen berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Perjanjian penetapan harga (price fixing) merupakan perbuatan yang per se illegal
atau mutlak dilarang menurut Pasal 5 UU Antimonopoli. Hal ini dikarenaka perbuatan
tersebut merupakan bentuk kesepakatan penetapan harga yang sama oleh pelaku usaha
dengan pelaku usaha pesaingnya. Perilaku ini hampir selalu bersifat anti persaingan, dan
hampir selalu tidak pernah membawa manfaat sosial. Penetapan harga yang dilakukan oleh
PT. Excelcomindo Pratama, Tbk dengan 5 operator telepon seluler di Indonesia merupakan
bentuk perilaku bisnis yang hanya mementingkan keuntungan bagi mereka sendiri tanpa
memperdulikan hak-hak konsumennya. Dalam proses pemeriksaan, terungkap bahwa
ternyata ada kesepakatan tertulis yang ditandatangani oleh PT. Excelcomindo Pratama, Tbk.
dengan beberapa operator seluler lainnya mengenai penetapan tarif sms (price fixing). Dalam
Putusan Perkara Nomor: 26/KPPU-L/2007, ke-6 operator seluler tersebut telah mendapatkan
sanksi denda sejumlah 52 milyar rupiah kepada Negara. Ke-6 Operator telepon seluler
tersebut juga harus membayar ganti kerugian terhadap konsumen.
3 a) Pasal 1131 KUHPerdata berkaitan dengan jaminan, yaitu jaminan yang timbul karena
undang-undang. Jaminan adalah jaminan yang bentuk dan isinya ditentukan oleh undang-
undang. Artinya seorang kreditur dapat diberikan jaminan berupa barang milik debitur tanpa
suatu perjanjian tertentu, dalam konteks ini kreditur hanyalah seorang kreditur merangkap
seluruh harta kekayaan debitur. Jaminan semacam itu disebut juga jaminan umum. Dalam
pasal 1132 disebutkan jenis jaminan, di mana harta debitur akan menjadi jaminan bagi
kreditur umum yang secara bersama-sama mempunyai piutang kepada debitur. Penghasilan
dari penjualan harta debitur akan dibagi rata kepada kreditur umum kecuali ada alasan bagi
kreditur untuk membayar terlebih dahulu.
b) 1) Kreditor Separatis
Kreditor separatis adalah kreditur yang memegang hak keamanan material. Hal ini diatur
dalam Pasal 138 UUK untuk PKPU yang menyatakan bahwa kreditur yang piutangnya
dijamin oleh jaminan materil dapat meminta diberikan hak kreditur serentak atas piutang,
tanpa mengurangi hak untuk diutamakan atas benda-benda yang menjadi jaminan piutangnya.
2) Kreditur Pilihan
Kreditur pilihan adalah kreditur yang memiliki hak istimewa atau hak prioritas. Sehingga
kreditur pilihan dapat melunasi piutangnya terlebih dahulu karena memiliki keistimewaan
terlebih dahulu berdasarkan sifat piutangnya.
3) Kreditur Serentak
Kreditur serentak adalah kreditur yang tidak memegang hak keamanan material, namun
kreditur ini berhak menagih debitur berdasarkan perjanjian. Namun, dalam penyelesaian
piutang, kreditur serentak mendapatkan pembayaran terakhir setelah kreditor dan kreditor
separatis pilihan melunasi piutang mereka.

Anda mungkin juga menyukai