Anda di halaman 1dari 4

NAMA : Eksanti Rahmi Ramadhani

KELAS : 3A D4 ADM. BISNIS


NIM : 45215002
1. Persediaan merupakan salah satu aktiva yang paling aktif dalam operasi kegiatan
perusahaan dagang. Persediaan juga merupakan aktiva lancar terbesar dari perusahaan
manufaktur maupun dagang. Pengaruh persediaan terhadap laba lebih mudah terlihat
ketika kegiatan bisnis sedang berfluktuasi.
Persediaan diklasifikasikan sebagai berikut:
a.    Persediaan barang dagang
Barang yang ada digudang dibeli oleh pengecer atau perusahaan dagang untuk
dijual kembali. Barang yang diperoleh untuk dijual kembali diperoleh secara fisik tidak
diubah kembali, barang tersebut tetap dalam bentuk yang yang telah jadi ketika
meninggalkan pabrik pembuatnya.
Dalam beberapa hal dapat terjadi beberapa komponen yang dibeli untuk
kemudian dirakit menjadi barang jadi. Misalnya, sepeda yang dirakit dari kerangka,
roda gir dan sebagainya serta dijual oleh pengecer sepeda adalah salah satu contoh.
b.    Persediaan manufaktur
1)   Persediaan bahan baku
Barang berwujud yang dibeli atau diperoleh dengan cara lain (misalnya dengan
menambang) dan disimpan untuk penggunaan langsung dalam membuat barang
untuk dijual kembali. Bagian dari suku cadang yang diproduksi sebelum digunakan
kadang-kadang diklasifikasikan sebagai persediaan komponen suku cadang.
2)   Persediaan barang dalam proses
Barang yang membutuhkan proses lebih lanjut sebelum penyelesaian .
3)   Barang jadi
Barang yang sudah selesai diproses dan siap untuk dijual.
2. Jenis Biaya Persediaan
1. Biaya penyimpanan (holding cost atau carrying costs)
Artinya adalah biaya persediaan terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung
dengan kuantitas persediaan. Yang termasuk biaya penyimpanan diantaranya adalah :
a. Biaya fasilitas (termasuk biaya penerangan, pendingin ruangan)
b. Biaya asuransi persediaan
c. Biaya pajak persediaan
d. Biaya pencurian, pengrusakan, atau perampokan dan lain sebagainya

2. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering costs atau procurement costs)


Biaya-biaya ini termasuk didalam biaya yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pemrosesan pesanan dan ekspedisi
b. Biaya telepon
NAMA : Eksanti Rahmi Ramadhani
KELAS : 3A D4 ADM. BISNIS
NIM : 45215002
c. Pengeluaran surat menyurat
d. Biaya pengepakan dan penimbangan
e. Biaya pengiriman ke gudang dan lain sebagainya

3. Biaya penyiapan / manufacturing (setup cost)


Hal ini terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri (didalam pabrik)
perusahaan, perusahaan tersebut menghadapi biaya penyiapan (setup cost) untuk
memproduksi komponen tertentu. Adapun didalam biaya-biaya ini terdiri dari seperti berikut:
a. Biaya mesin-mesin menganggur
b. Biaya penyiapan tenaga kerja langsung
c. Biaya penjadwalan
d. Biaya ekspedisi dan lain sebagainya

4. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage costs)


Maksudnya adalah biaya yang timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya permintaan
bahan. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a. Kehilangan penjualan
b. Kehilangan pelanggan
c. Biaya pemesanan khusus
d. Biaya ekspedisi
e. Selisih harga
f. Terganggunya operasi
g. Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial dan lain sebagainya.

3. Sistem Pengendalian Persediaan:


1. Statistical Inventory Control (Pengendalian Persediaan Statistik) 

Di dalam metode Statistical Inventory Control ini kita akan menggunakan ilmu
matematika dan statistik sebagai alat bantu utama dalam memecahkan
masalah kuantitatif dalam system persediaan. Metode ini berusaha mencari jawaban
optimal dalam menentukan :
- Jumlah ukuran pemesanan dinamis (EOQ).
- Titik pemesanan kembali (Reorder Point).
- Jumlah cadangan pengaman (safety stock) yang diperlukan.

Ditinjau dari sejarah perkembangannya, metode secara formal diperkenalkan oleh


NAMA : Eksanti Rahmi Ramadhani
KELAS : 3A D4 ADM. BISNIS
NIM : 45215002
Wilson pada tahun 1929 dengan mencoba mencari jawaban 2 pertanyaan dasar yaitu :

 Berapa jumlah barang yang harus dipesan untuk setiap kali pemesanan ?
 Kapan saat pemesanan harus dilakukan ? 
Pengembangan formula Wilson kemudian dkembangkan pada keadaan yang lebih
realistik, terutama untuk fenomena yang bersifat probabilistik. Hal ini kemudian
memunculkan 2 metode dasar pengendalian persediaan yang bersifat probabilistik, yaitu:
  Metode P, yaitu menganut aturan bahwa saat pemesanan bersifat reguler mengikuti
suatu periode yang tetap (mingguan, bulanan, dsb), sedangkan kuatititas pemesanan
akan berulang – ulang.
 Metode Q, yaitu  jumlah ukuran pemesanan (kuantitas pemesanan) selalu tetap untuk
setiap kali kita pesan, sehingga saat pemesanan dilakukan akan bervariasi.  
Pada dasarnya, metode ini berusaha mencari jawaban optimal dalam menentukan Jumlah
ukuran pemesanan dinamis (EOQ), titik pemesanan kembali (Reorder Point), dan jumlah
cadangan pengaman (safety stock) yang diperlukan. Metode ini sering juga disebut
metode pengendalian tradisional, karena memberi dasar lahirnya metode baru yang lebih
modern. 
Metode pengendalian persediaan secara statistik ini biasanya digunakan untuk
mengendalikan barang yang permintaannya bersifat bebas (dependent) dan dikelola
saling tidak bergantung. Yang dimaksud permintaan bebas adalah permintaan yang
hanya dipengaruhi mekanisme pasar sehingga bebas dari fungsi operasi produk. Sebagai
contoh adalah permintaan untuk barang jadi dan suku cadang pengganti (spare part).

2.  Material Requirement Planning (Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku) 

Metode MRP adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk mengendalikan
persediaan bahan baku yang bersifat dependent demand (permintaan bergantung) atau
permintaan turunan (derived demand) yang berperan penting dalam keputusan material
atau bahan apa yang dibutuhkan, berapa banyak kebutuhannya, dan kapan waktu
dibutuhkannya. 

Metode pengendalian tradisional akan tidak efektif bila digunakan untuk permintaan
yang bersifat tidak bebas (dependent).  Yang dimaksud permintaan tidak bebas adalah
permintaan yang tergantung kepada kebutuhan suatu komponen/material dengan
komponen/material lainnya.  Dengan kata lain, kebutuhan tidak bebas adalah kebutuhan
yang tunduk pada fungsi operasi produksi.

Metode MRP ini bersifat oriented, yang terdiri dari sekumpulan prosedur, aturan – aturan
keputusan dan seperangkat mekanisme pencatatan yang dirancang untuk menjabarkan
Jadual Induk Produksi (JIP). Dari sejarahnya, penerapan MRP pertama kali digunakan
pada industri logam tipe Job Shop dimana tipe ini termasuk tipe yang paling suli untuk
dikendalikan dalam system manufaktur. Dengan demikian, kehadiran MRP sangat berarti
dalam meminimisasi investasi persediaan, memudahkan penyusunan jadwal kebutuhan
setiap komponen yang diperlukan dan sebagai alat pengendali produksi dan persediaan.
Dalam perkembangan selanjutnya, MRP dapat diterapkan juga pada pengendalian
persediaan dalam system manufaktur, baik untuk tipe Job Shop, tipe produksi massal
NAMA : Eksanti Rahmi Ramadhani
KELAS : 3A D4 ADM. BISNIS
NIM : 45215002
(mass production) maupun tipe lainnya.

3. Just In Time (Tepat Waktu)

Untuk mengantisipasi permasalahan terkait bagaimana cara mengendalikan persediaan


yang berdampak pada efisiensi biaya persediaan, olehnya itu perlu adanya metode
persediaan yang benar dan tepat. Dalam sistem akuntansi persediaan, dikenal dengan
istilah Just in time method, yakni Suatu proses produksi yang hanya akan memproduksi
apabila sesuai permintaan atau order saja. Sebagai akibatnya pemborosoan dapat
dihilangkan dalam skala besar, yaitu berupa perbaikan kualitas dan biaya produksi yang
lebih rendah. Kedua hal tersebut menjadikan perusahaan lebih bisa kompetitif. Tujuan
utama Just In Time sebenarnya adalah untuk meningkatkan laba dan posisi persaingan
perusahaan yang dicapai melalui usaha pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta
perbaikan kinerja dalam proses pengiriman.

Prinsip Dasar Just in Time

Konsep dasar Just In Time sangat sederhana, yaitu berproduksi hanya apabila ada
permintaan atau dengan kata lain hanya memproduksi sesuatu yang diminta, pada saat
diminta, dan hanya sebesar kuantitas yang diminta. Prinsip dasar Just In Time adalah
peningkatan kemampuan perusahaan secara terus menerus untuk merespon perubahan
dengan memperkecil pemborosan. Terdapat empat aspek pokok dalam konsep Just In
Time yaitu:
1. Menghilangkan semua aktifitas atau sumber-sumber yang tidak memberikan value
terhadap produk atau jasa yang dihasilkan
2. Menjaga kualitas barang yang diproduksi
3. Mendorong perbaikan berkesinambungan untuk meningkatkan efisiensi (continuous
improvement)
4. Menyederhanakan aktivitas produksi dengan minimalisir biaya penyimpanan
persediaan
Intinya bahwa konsep just in time langsung di terapkan secara keseluruhan dari
persediaan itu, yakni mulai dari proses pembelian sampai dengan digunakan untuk proses
produksi barang. Perusahaan yang menggunakan pembelian Just In Time akan dapat
menekan hidden cost yang berhubungan dengan menahan tingkat persediaan yang tinggi.
Biaya tersembunyi ini meliputi jumlah ruang penyimpanan yang lebih besar dan biaya
pemeliharaan persediaan digudang.

Anda mungkin juga menyukai