Anda di halaman 1dari 9

NAMA : I PUTU EKA PUTRAWAN

KELAS : B

NIM :1904551082

UAS HUKUM PIDANA

HAL 161.

1. Pendapat menentukan pertanggung jawaban pidana dilihat dari pendapat Jonkers


Menurut saya dapat dilihat dari pendapat Jonkers itu sendiri, 3 pembagian dalam
pembagian kesalahan meliputi ; kesengajaan,atau kealpaan,perbuatan melawan hukum,
dan kemampuan bertanggung jawab. Jika dilogikakan Jonkers menganggap kesalahan
jika seorang pelaku melakukan 1 atau lebih dari tindakan diatas maka pertanggung
jawaban pidana tersangka tersebut dapat dilakukan dan sudah pasti dinyatakan bersalah
karena sesuai dengan pengertian pertanggung jawaban pidana yakni Pertanggungjawaban
pidana adalah suatu bentuk untuk menentukan apakah
seorang tersangka atau terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana
yang telah terjadi. Dengan kata lain pertanggungjawaban pidana adalah suatu
bentuk yang menentukan apakah seseornag tersebuut dibebasakn atau dipidana. Maka
sudah jelas jika ia melakukan 1 atau lebih dari 3 pembagian kesalahan menurut jonkers
maka dia harus di pidana.
2. Perbedaan antara Kesengajaan
Kesengajaan dalam tindak pidana adalah apabila yang melakukan tindak pidana dengan
sadar, mengetahui dan menghendakinya atau juka tidak melakukannya (ia diam) tapi ia
setuju dengan tindakan tersebut dan membiarkan tindak pidana tersebut.
Menurut penjelasan, “sengaja” (opzet) ‘de (bewuste) richting van den wil op een bepaald
misdrijf,” (kehendak yang disadari yang ditujukan untuk melakukan kejahatan tertentu).
Menurut penjelasan tersebut, “sengaja” (opzet) sama dengan willens en wetensI
(dikehendaki dan diketahui).
Kealpaan adalah suatu struktur yang sangat gecompliceerd. Dia mengandung dalam satu
pihak kekeliruan dalam perbuatan lahir, dan menunjuk kepada adanya keadaan bathin
yang tertentu, dan dilain pihak keadaan bathinnya itu sendiri”. Selanjutnya dikatakan:
“jika dimengertikan demikian, maka culpa (kealpaan) mencakup semua makna kesalahan
dalam arti luas yang bukan berupa kesengajaan. Beda kesengajaan daripada kealpaan
ialah bahwa dalam kesengajaan ada sifat yang positif yaitu adanya kehendak dan
penyetujuan yang disadari daripada bagian-bagian delik yang meliputi oleh kesengajaan,
sedang sifat positif ini tidak ada dalam kealpaan.
3. Bentuk- bentuk kesengajaan dan kealpaan
Kesengajaan :
- Dolus premeditates, yaitu dolus dengan rencana terlebih dahulu.
- Dolus determinatus, yaitu kesengajaan dengan tingkat kepastian objek, misalnya
menghendaki matinya.
- Dolus indeterminatus, yaitu kesengajaan dengan tingkat ketidakpastian objek,
misalnya menembak segerombolan orang.
- Dolus alternatives, yaitu kesengajaan dimana pembuat dapat memperkirakan satu dan
lain akbat. Misalnya meracuni sumur.
- Dolus directus, yaitu kesengajaan tidak hanya ditujukan kepada perbuatannya, tetapi
juga kepada akibat perbuatannya.
- Dolus indirectus yaitu bentuk kesengajaaan yang menyatakan bahwa semua akibat
dari perbuatan yang disengaja, dituju atau tidak dituju, diduga atau tidak diduga, itu
dianggap sebagai hal yang ditimbulkan dengan sengaja. Misalnya dalam
pertengkaran, seseorang mendorong orang lain, kemudian terjatuh dan tergilas mobil
(dolus ini berlaku pada Code Penal Perancis, namun KUHP tidak menganut dolus
ini).

Kealpaan :
Pada umumnya, kealpaan dibedakan atas :

1) Kealpaan yang disadari (bewuste schuld)


Disini si pelaku dapat menyadari tentang apa yang dilakukan beserta akibatnya, akan
tetapi ia percaya dan mengharap-harap bahwa akibatnya tidak akan terjadi.
2). Kealpaan yang tidak disadari (onbewuste schuld).
Dalam hal ini si pelaku melakukan sesuatu yang tidak menyadari kemungkinan akan
timbulnya sesuatu akibat, padahal seharusnya ia dapat menduga sebelumnya.
Perbedaan itu bukanlah berarti bahwa kealpaan yang disadari itu sifatnya lebih berat dari
pada kealpaan yang tidak disadari. Kerapkali justru karena tanpa berfikir akan
kemungkinan timbulnya akibat malah terjadi akibat yang sangat berat. Van Hattum
mengatakan, bahwa “kealpaan yang disadari itu adalah suatu sebutan yang mudah untuk
bagian kesadaran kemungkinan (yang ada pada pelaku), yang tidak merupakan dolus
eventualis”. Jadi perbedaan ini tidak banyak artinya. Kealpaan sendiri merupakan
pengertian yang normatif bukan suatu pengertian yang menyatakan keadaan (bukan
feitelijk begrip). Penentuan kealpaan seseorang harus dilakukan dari luar, harus
disimpulkan dari situasi tertentu, bagaimana saharusnya si pelaku itu berbuat.
4. Yang dimaksud dengan penghapusan kesalahan dan perbedaannya dengan alas am
pembenar
Penghapusan kesalahan adalah, jika seseorang telah melakukan
perbuatan yang memenuhi semua unsur delik sebagaimana dirumuskan
dalam undang-undang, ia dapat dipidana. Walaupun demikian ada kalanya
perumusan delik tersebut karena sesuatu hal tidak berlaku untuk keadaan
keadaan tertentu (ada pengecualiannya). Pengecualiannya bisa terletak
pada orangnya (orang yang dapat dipersalahkan) atau dapat pula pada
perbuatannya yang tidak melawan hukum (dalam arti materiil). Hal ini
disebut dengan Straf uitsluitingsground (pengecualian kapan seseorang
dapat dipidana/alasan penghapus pidana).
Straft uitsluitingsground dapat berupa alasan pembenar (recht
vardigingsground) dan alasan pemaaf (straft uitsluitingsground). Alasan
pembenar yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya
perbuatan, sehingga apa yang dilakukan terdakwa lalu menjadi perbuatan
yang patut dan benar. Sedangkan alasan pemaaf adalah alasan yang
menghapuskan kesalahan terdakwa. Dalam hal ini perbuatan yang
dilakukan terdakwa tetap melawan hukum/tetap merupakan perbuatan yang
dapat dipidana pelakunya, tetapi pelakunya tidak dipidana karena tidak ada
kesalahan. Selain itu dikenal pula alasan penghapus penuntutan yang
bukan merupakan alasan penghapus yang berkaitan dengan sifat perbuatan
ataupun sifat orang yang melakukan perbuatan, tetapi dasar dihapusnya
penuntutan oleh pemerintah adalah kemanfaatannya bagi masyarakat
(kepentingan umum yang menjadi bahan pertimbangan). Tiadanya penuntutan berarti
tiadanya pemidanaan., dan perberdaannya dengan alasan pembenar adalah Alasan
penghapus kesalahan dimaksudkan untuk menghilangkan sifat melawan hukum suatu
kesalahan.Artinya, suatu perbuatan atau tindakan yang dalam kenyataannya sudah
memenuhi unsur – unsur kesalahan,tapi tidak dipidana atau diberikan ancaman hukuman
bagi si pelaku. Sedangkan alasan pembenar ,berarti alasan yang menghapus sifat
melawan hukum suatu tindak pidana. Jadi, dalam alasan pembenar dilihat dari sisi
perbuatannya (objektif).
5. Alasan penghapusan kesalahan dari dalam diri dan luar diri pelaku
Dalam diri :
- Pasal 44 KUHP
Alasan penghapus pidana karena jiwanya cacat dalam pertumbuhannya
(idiot/perkebangan jiwanya tidak sesuai dengan perkembangan
fisiknya/sesuai dengan umurnya) atau terganggu karena penyakit (gila, baik
permanen ataupun tidak, seprti kleptomani, klaustropobi, eksibionisme
dsb.). Dalam hal ini keadaan sipembuat yang menyebabkan tiadanya
kesalahan
Luar diri :
- Overmacht/Daya paksa
Suatu keadaan dimana seseorang merasa terjepit dan mendorongnya
sampai terpaksa
melakukan delik. Keterpaksaan ini dilakukan demi keadilan.
Dalam Overmacht ada beberapa syarat :
1. ada subsidiaritas (tidak ada jalan lain/mutlak perlu)
2. ada proporsionalitas (ada keseimbangan antara kepentingan yang
dilindungi dengan kepentingan yang dikorbankan)
dasar hukumnya ialah Pasal 48 KUHP
- Noodweer exes (Bela paksa yang melampaui batas)
• Pelampauan batas pembelaan ini disebabkan oleh serangan yang
menimbulkan kegoncangan jiwa (syarat noodweer exes)
• Kegoncangan jiwa : takut, bingung, putus asa, mata gelap, panik dsb.
• Harus ada hubungan kausal antara serangan dan kegoncangan jiwa.
Diatur dalam Pasal 49 ayat (2) KUHP
Dan, Melaksanakan perintah jabatan yang tidak sah diatur dalam Pasal 51
ayat (2)

HAL 176
1. Perbedaan Hukuman dan Pidana

Hukuman adalah sebuah cara untuk mengarahkan sebuah tingkah laku agar sesuai
dengan tingkah laku yang berlaku secara umum. Dalam hal ini, hukuman diberikan
ketika sebuah tingkah laku yang tidak diharapkan ditampilkan oleh orang yang
bersangkutan atau orang yang bersangkutan tidak memberikan respon atau tidak
menampilkan sebuah tingkah laku yang diharapkan.

Secara umum hukuman dalam hukum adalah sanksi fisik maupun psikis untuk
kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan. Hukuman mengajarkan tentang apa yang
tidak boleh dilakukan.sedangkan Pidana ialah Istilah yang lebih tepat dari istilah
hukuman karena hukum sudah lazim merupakan terjemahan dari recht. Dapat
dikatakan istilah pidana dalam arti sempit adalah berkaitan dengan hukum pidana.
Pidana didefinisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan/diberikan
oleh negara pada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi)
baginya atas perbuatannya yang telah melanggar larangan hukum pidana. Secara
khusus larangan dalam hukum pidana ini disebut sebagai tindak pidana (strafbaar
feit).

2. Hukum Pidana menganut “double track system”

Double track system adalah sistem dua jalur tentang sanksi dalam hukum pidana,
yaitu jenis sanksi pidana di satu pihak dan jenis sanksi tindakan di pihak lain.
Sanksi pidana bersumber pada ide dasar mengapa diadakan pemidanaan, sedangkan
sanksi tindakan bersumber pada ide dasar “untuk apa diadakan pemidaan
itu”.Sehingga sanksi pidana sesungguhnya bersifat reaktif terhadap suatu perbuatan,
sedangkan sanksi tindakan lebih bersifat antisipatif terhadap pelaku . Fokus sanksi
pidana ditujukan pada perbuatan salah yang telah dilakukan seseorang melalui
pengenaan penderitaan agar pelakunya menjadi jera, adapun fokus sanksi tindakan
lebih terarah pada upaya memberi pertolongan pada pelaku agar berubah. Sehingga
sanksi pidana lebih menekankan unsur pembalasan dan sanksi tindakan menekankan
kepada perlindungan masyarakat dan pembinaan atau pun perawatan bagi pelakunya.

Perbedaan prinsip antara sanksi pidana dengan sanksi tindakan adalah sanksi pidana
menerapkan unsur pencelaan, bukan kepada ada tidaknya unsur penderitaan,
sedangkan sanksi tindakan menerapkan unsur pendidikan yang tidak membalas dan
semata-mata melindungi masyarakat dari ancaman yang dapat merugikan
kepentingan masyarakat.

3. Bagaimana perkembangan tujuan pemidanaan hingga dewasa ini ?

Pemidanaan adalah salah satu permasalahan pokok dalam hukum pidana yang
signifikan Pembahasan mengenai pemidanaan dan tujuan/alasan pembenaran adanya
pemidanaan telah menjadi diskusi panjang bahkan semenjak dikenalnya hukum
pidana itu sendiri. Pun dalam perjalanan hukum pidana Indonesia, pemidanaan
menjadi topik pembahasan para konseptor hukum pidana nasional. Tentunya semua
sepakat bahwa penentuan jenis pemidanaan dalam sebuah bangunan hukum nasional
akan tergantung pada pandangan filosofis: bagaimana tujuan pemidanaan yang
hendak dibangun dalam sistem hukum tersebut. Dengan memperhatikan beberapa
catatan perjalanan hukum Indonesia semenjak zaman prakolonial sampai pada usaha
pembangunan hukum nasional dapat disimpulkan bahwa tujuan pemidanaan dalam
hukum pidana Indonesia akan dibawa ke arah pemidanaan yang moderat dan lebih
baik. Dalam perkembangannya dewasa ini, di banyak negara di dunia, ketidak puasan
dan rasa frustasi terhadap mekanisme pemidanaan yang ada karena dirasakan tidak
dapat memenuhi rasa keadilan dan tujuan yang ingin dicapai yaitu mencegah dan
menanggulangi kejahatan. Perkembangan pemikiran tentang Hak Asasi Manusia telah
mempertajam pertanyaan-pertanyaan tentang hukuman dalam kaitannya dengan etika
dan moral. Meskipun undang undang telah mengatur mengenai jenis pidana mati
misalnya. Dewasa ini perkembangan tujuan pemindaan berkembang dengan lebih
memikirkan pelaku sebagai terpidana sehingga bisa kembali lagi ke dalam
masyarakat setelah menjalani proses pidana atau dengan kata lain memiliki tujuan
pada perbaikan atau pembinaan pelaku, yaitu dengan salah satunya rehabilitasi.
Pemberian efek jera ini biasanya berupa hukuman kurungan yang diberikan
tergantung dengan delik yang dilakukan. Berbeda delik yang dilakukan, berbeda juga
hukuman kurungan yang dijatuhi pada pelaku. Hukuman kurungan ini ditujukan dan
diharapkan agar para pelaku tindak pidana tidak mengulangi hal yang sama ataupun
melakukan hal lain yang juga melanggar dari hukum positif yang ada. Lalu muncul
yang lain adalah sebagai perlindungan masyarakat atau social defence. Tujuan yang
ini dimaksudkan sebagai salah satu contohnya adalah jika terjadi suatu extra ordinary
crime yang sangat meresahkan masyarakat, maka pelaku dari tindak pidana luar biasa
itu harus segera di tangkap dan dijatuhi pidana agar tidak meresahkan masyarakat.
Setelah social defence ada pencegahan, ini dimaksudkan bagi pelaku yang akan
melakukan tindak pidana melihat pidana yang akan di dapat jika ia melakukan tindak
pidana tersebut. Jadi pidana yang akan di dapat membuat pelaku untuk berfikir jika ia
melakukan akan mendapat pidana tersebut sehingga ia tidak jadi melakukan tindak
pidana tersebut

4. Bagaimana pendapat saudara tentang perubahan paradigm tujuan pemidanaan


dari pembalasan ke resosialisasi, serta apa hubungannya dengan pelaksanaan
pidana penjara dengan sistem permasyarakatan yang diterapkan di Indonesia ?
Perubahan yang terjadi dari pembalasan ke resosialisasi dan pidana penjara ke
permasyarakatan adalah perubahan yang mengikuti perkembangan jaman dengan
timbulnya hak asasi manusia. Pembalasan yang dituju merupakan diberikan pidana
penjara. Dulu pembalasan siberikan tidak memperhitungkan hak asasi manusia karena
pembalasan murni diberikan karena alasan kesalahan yang dilakuka dan umumnya
diberikan pidana penjara. Selama masa penjara, terpidana dipaksa bekerja untuk
Negara dan tidak mempunyai skull untuk kembali ke masyarakat. Sedangkan
resosialisasi lebih mementingkan hak asasi manusia serta membantu bagi yang telah
dijatuhi pidana. Terpidana ketikan menjalani hukuman pidananya diberikan skill atau
keterampilan untuk bisa mencari kerja ketika kembali terjun kedalam masyarakat
setelah menjalani masa hukumannya.

DOLUS-DOLUS DAN CONTOHNYA

1. Kesengajaan bertujuan (opzet als oogmerk); Berarti apabila perbuatan yang dilakukan
atau terjadinya suatu akibat adalah memang menjadi tujuan si pembuat. Contoh: delik
formal (pencurian), delik materiil (pembunuhan).
2. Kesengajaan berkesadaran kepastian atau keharusan; Berarti apabila perbuatan yang
dilakukan atau terjadinya suatu akibat bukanlah yang dituju, tetapi untuk mencapai
perbuatan atau akibat yang dituju itu pasti/harus melakukan perbuatan atau terjadinya
akibat tersebut. Contoh: Kasus Kapal Thomas van Bremenharven tanggal 21 Mei
tahun 1900.
3. Kesengajaan berkesadaran kemungkinan atau kesengajaan bersyarat; Berarti apabila
dengan dilakukannya perbuatan atau terjadinya suatu akibat yang dituju itu, maka
disadari adanya kemungkinan akan timbulnya akibat lain. Contoh: Arrest Hoge Raad
‘Hoornse Taart’ tanggal 19 Juni 1911

 Pembagian atau Jenis Kesengajaan Menurut Ilmu Hukum Pidana:

1. Dolus Determinatus; Adalah kesengajaan tertentu, yaitu kesengajaan yang ditujukan


kepada objek tertentu.
2. Dolus Indeterminatus; Adalah kesengajaan tidak tertentu, yaitu kesengajaan yang
tidak ditujukan kepada objek tertentu, tetapi pada sembarang objek.
3. Dolus Alternativus; Adalah kesengajaan alternatif, yaitu kesengajaan yang ditujukan
kepada objek yang satu atau kepada objek yang lainnya. Jadi memilih di antara dua
objek.
4. Dolus Generalis; Adalah kesengajaan umum, yaitu kesengajaan yang ditujukan
kepada umum. Contoh: melempar bom ke tengah pasar yang sedang ramai.
5. Weberse Dolus Generalis; Adalah kesengajaan yang ditujukan kepada objek tertentu,
tetapi untuk mencapai tujuan itu dilakukan lebih banyak perbuatan.
6. Dolus Indirektus; Adalah kesengajaan terhadap suatu perbuatan yang menimbulkan
suatu akibat yang sebenarnya bukan merupakan kehendak atau tujuan si pelaku.
7. Dolus Premiditatus, Adalah kesengajaan yang direncanakan terlebih dahulu (met
voorbedachte raad). Misalnya: Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana
(moord).
8. Dolus Repentinus/Dolus Impetus; Yaitu kesengajaan yang timbul dengan serta merta.
Misalnya: Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan biasa (doodslag).
9. Dolus Formel; Adalah kesengajaan yang ditujukan kepada suatu perbuatan.
Contohnya: Pasal 362 KUHP tentang pencurian.
10. Dolus Materiil; Adalah kesengajaan yang ditujukan kepada suatu akibat atau suatu
keadaan. Contohnya: Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan

Anda mungkin juga menyukai