Anda di halaman 1dari 9

TUGAS TERSTRUKTUR RANGKUMAN HUKUM PIDANA

MENGENAI

SCHULD / KESALAHAN
DOSEN PENGAJAR: Dr. H. Kuat Puji Prayitno, S.H., M.Hum.

Disusun oleh :
Muhammad Firza Putra Pradana
E1A022207/C

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
para penulis dapat menyelesaikan penulisan rangkuman yang berjudul “Rangkuman Hukum
Pidana Tentang Kesalahan / Schuld” dengan tepat waktu serta lancar tanpa ada suatu kendala
yang berarti.

Rangkuman ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Pidana. Selain
itu, rangkuman ini bertujuan menambah wawasan mengenai kesalahan / schuld dalam hukum
pidana, baik bagi para penulis dan juga bagi para pembaca.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, dikarenakan terbatasnya wawasan serta pengetahuan yang dimiliki oleh para
penulis saat ini. Maka dari itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
guna menjadi acuan agar para penulis menjadi lebih baik di masa mendatang.

Akhir kata para penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada para
pembaca dan semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan dapat
bermanfaat untuk perkembangan serta peningkatan ilmu pengetahuan.

Universitas Jenderal Soedirman, 4 Juni 2023


Salah satu unsur tindak pidana adalah kesalahan (schuld) yang dilakukan oleh si
pelaku. Si pelaku adalah seorang manusia, maka harus terdapat hubungan kebatinan (mens
rea).Hanya dengan unsur batin ini perbuatan yang dilarang dapat dipetanggungjawabkan pada
si pelaku dan kalau ini tercapai maka betul-betul ada suatu tindak pidana (geen strafbaar feit
zonder schuld).

Jika dalam keadaan mimpi seseorang dapat melakukan perbuatan yang masuk
perumusan perbuatan yang dilarang dalam suatu pasal ketentuan hukum pidana dengan
menendang orang lain yang berbaring disampingnya sehingga itu mendapat luka-luka maka
ini tidaklah terpenuhi unsur batin. Akan tetapi, jika dalam keadaaan sadar orang melakukan
perbuatan terlarang maka dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana.Kesalahan ini berupa
dua macam, yaitu pertama: kesengajaan (dolus/opzet), dan kedua: kurang berhati-hati/lalai
(culpa).

1. Kesalahan ( Schuld )

Seseorang melakukan sesuatu perbuatan yang bersifat melawan hukum, atau


melakukan sesuatu perbuatan mencocoki dalam rumusan undang-undang hukum pidana
sebagai perbuatan pidana, belumlah berarti bahwa dia langsung dipidana. Dia mungkin
dipidana, yang tergantung kepada kesalahannya.

Dapat dipidananya seseorang, terlebih dahulu harus ada dua syarat yang menjadi satu
keadaan, yaitu perbuatan yang bersifat melawan hukum sebagai sendi perbuatan pidana, dan
perbuatan yang dilakukan itu dapat dipertanggungjawabkan sebagai sendi kesalahan. Putusan
untuk menjatuhkan pidana harus ditentukan adanya perbuatan pidana dan adanya kesalahan
yang terbukti dari alat bukti dengan keyakinan Hakim terhadap seorang tertuduh yang
dituntut di muka pengadilan.

Vos menjelaskan bahwa tanpa sifat melawan hukumnya perbuatan tidaklah mungkin
dipikirkan adanya kesalahan, namun sebaliknya sifat melawan hukumnya perbuatan mungkin
ada tanpa adanya kesalahan. Prof. Moeljatno, S.H., menyatakan lebih baik dengan kalimat,
bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau dia tidak
melakukan perbuatan pidana, tetapi meskipun melakukan perbuatan pidana tidak selalu dia
dapat dipidana.
Istilah kesalahan berasal dari kata “schuld”, yang sampai saat sekarang belum resmi
diakui sebagai istilah ilmiah yang mempunyai pengertian pasti, namun sudah sering
dipergunakan di dalam penulisan-penulisan.

Apakah pengertian kesalahan itu, menurut pandangan para ahli hukum pidana?
Ternyata terdapat keanekaragaman pendapat mengenai apa yang dimaksud pengertian
kesalahan. Menurut Jonkers di dalam keterangan tentang “schuldbegrip” membuat
pembagian atas tiga bagian dalam pengertian kesalahan yaitu:

1. Selain kesengajaan atau kealpaan (opzet of schuld);


2. Meliputi juga sifat melawan hukum (de wederrechtelijkheid);
3. dan kemampuan bertanggung jawab (de toerekenbaarheid).

Pompe berpendapat bahwa pengertian kesalahan mempunyai tanda sebagai hal yang
tercela (verwijtbaarheid) yang pada hakikatnya tidak mencegah (vermijdbaarheid) kelakuan
yang bersifat melawan hukum (der wederrechtelijke gedraging). Kemudian dijelaskan pula
tentang hakikat tidak mencegah kelakuan yang bersifat melawan hukum (vermijdbaarheid
der wederrechtelijke gedraging) di dalam perumusan hukum positif, di situ berarti
mempunyai kesengajaan dan kealpaan (opzet en onachtzaamheid) yang mengarah kepada
sifat melawan hukum (wederrechtelijkheid) dan kemampuan bertanggungjawab
(toerekenbaarheid).

2. Kesengajaan ( Opzet )

Yang dimaksud dengan sengaja berarti menghendaki dan mengetahui apa yang


diperbuat atau dilakukan. Dalam pergaulan hidup kemasyarakatan sehari-hari, seseorang
dengan suatu perbuatan sering mengakibatkan sekedar kerusakan, kalau ia akan
menghindarkan diri dari suatu celaan, hampir selalu berkata. “Saya tidak sengaja”.Biasanya
apabila kerusakan itu tidak begitu berarti, perbuatan yang tidak dengan sengaja itu dimaafkan
pleh pihak yang menderita kerugian. Artinya tidak dikenai hukuman apapun.

Undang-undang tidak menerangkan mengenai arti atau definisi tentang kesengajaan,


namun dalam ketentuan KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan
dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal
diundangkan, yakni pada tahun 2026, terdapat istilah “dengan rencana lebih dahulu” sebagai
berikut:
KUHP

 Pasal 340

“Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa


orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.”

 Pasal 355 ayat (1)

”Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan


pidana penjara paling lama 12 tahun”

UU 1/2023

 Pasal 459

“Setiap orang yang dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain,


dipidana karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun.”

 Pasal 469 ayat (1)

“Setiap orang yang melakukan penganiayaan berat dengan rencana lebih dahulu,


dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.”

Wirjono Prodjodikoro dalam buku “Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia”


menerangkan bahwa sebagian besar tindak pidana mempunyai unsur kesengajaan atau opzet,
bukan culpa (hal. 65). Hal ini dikarenakan, biasanya, yang pantas mendapat hukuman pidana
itu adalah orang yang melakukan sesuatu dengan sengaja (hal. 65 – 66). Lantas, apa itu unsur
dengan sengaja? Menurut Wirjono, kesengajaan terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

I. Kesengajaan yang bersifat tujuan (opzet als oogmerk)


Dalam kesengajaan yang bersifat tujuan, dapat dikatakan bahwa si
pelaku benar-benar menghendaki mencapai akibat yang menjadi pokok alasan
diadakan ancaman pidana (hal. 67). Kesengajaan bentuk ini menimbulkan dua
teori, yaitu teori kehendak dan teori bayangan. Teori kehendak menganggap
kesengajaan ada apabila perbuatan dan akibat suatu tindak pidana dikehendaki
oleh si pelaku. Sementara, teori bayangan menganggap kesengajaan apabila si
pelaku pada waktu mulai melakukan perbuatan ada bayangan yang terang
bahwa akibat yang bersangkutan akan tercapai. Maka dari itu, ia
menyesuaikan perbuatannya dengan akibat itu (hal. 67).
II. Kesengajaan secara keinsafan kepastian (opzet bij zekerheids-bewustzijn)
Menurut Wirjono, kesengajaan semacam ini ada apabila si pelaku
dengan perbuatannya tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi
dasar dari delict, tapi ia tahu benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti
perbuatan itu (hal. 67 – 68).
Kalau terjadi, maka teori kehendak (wilstheorie) menganggap akibat
tersebut juga dikehendaki oleh pelaku, maka kini juga ada kesengajaan.
Menurut teori bayangan (voorstelling-theorie), keadaan ini sama
dengan kesengajaan berupa tujuan (oogmerk) karena dalam keduanya tentang
akibat tidak dapat dikatakan ada kehendak si pelaku, melainkan hanya
bayangan atau gambaran dalam gagasan pelaku, bahwa akibat itu pasti akan
terjadi. Maka, juga kini ada kesengajaan.
Oleh para penulis Belanda sebagai contoh selalu disebutkan peristiwa
“Thomas van Bremerhaven”, yaitu perbuatan seorang berupa memasukkan
dalam suatu kapal laut, yang akan berlayar di laut, suatu mesin yang akan
meledak apabila kapal itu di tengah laut. Dengan peledak tersebut kapal akan
hancur, dan kalau ini terjadi, pemilik kapal akan menerima uang asuransi dari
perusahaan asuransi.
Dalam merancangkan kehendak ini, si pelaku dianggap tahu benar
bahwa apabila kapal hancur, para anak kapal dan penumpang lainnya akan
tenggelam di laut dan akan mati semua. Dengan demikian, meskipun kematian
orang-orang ini tidak masuk tujuan si pelaku (oogmerk), namun kini toh di
anggap ada kesengajaan si pelaku itu, dan maka dari itu si pelaku dapat di
persalahkan melakukan tindak pidana pembunuhan.
III. Kesengajaan keinsafan kemungkinan (opzet bij mogelijkheids-
bewustzijn)
Sementara, kesengajaan keinsafan kemungkinan ini menurut Wirjono
dianggap terjadi apabila dalam gagasan si pelaku hanya ada bayangan
kemungkinan belaka, bahwa akan terjadi akibat yang bersangkutan tanpa
dituju. Maka harus ditinjau seandainya ada bayangan kepastian, tidak hanya
kemungkinan, maka apakah perbuatan itu tetap akan dilakukan oleh si pelaku
(hal. 69–70).
Kalau hal ini terjadi, maka dapat dikatakan bahwa kalau perlu akibat
yang terang tidak dikehendaki dan hanya mungkin akan terjadi itu, akan
dipikul pertanggungjawabannya oleh si pelaku jika akibatnya tetap terjadi (hal.
70).
3. Kelalaian (Culpa)

Disarikan dari artikel Kelalaian yang Merugikan Orang Lain Menurut Hukum Pidana,
yang dimaksud dengan kealpaan, kelalaian, atau culpa adalah macam kesalahan dalam
hukum pidana sebagai akibat dari kurang berhati-hati, sehingga secara tidak sengaja sesuatu
itu terjadi. Undang-undang juga tidak mendefinisikan pengertian dari culpa, namun terkait
dengan culpa, terdapat contoh pasal mengenai hal tersebut yaitu kelalaian yang
mengakibatkan kematian orang lain yang diatur dalam Pasal 359 KUHP dan Pasal 474 ayat
(3) UU 1/2023, yang berbunyi:

 Pasal 359 KUHP

“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati,


diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana kurungan paling lama
1 (satu) tahun.”

Pasal 474 ayat (3) UU 1/2023

“Setiap orang yang karena kealpaannya mengakibatkan matinya orang lain, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori
V yaitu Rp500 juta.”

Menurut Wirjono, arti kata culpa adalah “kesalahan pada umumnya”. Tetapi dalam
ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan si pelaku
tindak pidana yang tidak seberat kesengajaan, namun karena kurang berhati-hati, sehingga
akibat yang tidak disengaja terjadi (hal. 72).

Terkait kelalaian, Andi Hamzah yang mengutip J. Remmelink dalam buku Hukum
Pidana Indonesia menerangkan bahwa siapa karena salahnya melakukan kejahatan berarti
tidak mempergunakan kemampuannya yang seharusnya dipergunakan (hal. 123).
Menurut Van Hamel sebagaimana dikutip Andi Hamzah dalam buku yang sama,
kelalaian dibagi atas dua jenis, yaitu ‘kurang melihat ke depan yang perlu’ dan ‘kurang hati-
hati yang perlu’ (hal. 123).

Yang pertama terjadi jika terdakwa tidak membayangkan secara tepat atau sama
sekali tidak membayangkan akibat yang terjadi. Yang kedua, misalnya ia menarik picu pistol
karena mengira tidak ada isinya (padahal ada) (hal. 124). Wirjono dalam buku yang
sama menyamakan kelalaian dengan culpa (hal. 74). Artinya, tidak sengaja juga berarti
lalai.

Sementara, dalam Penjelasan Pasal 474 ayat (1) UU 1/2023 menerangkan bahwa


kealpaan menunjukkan bahwa pelaku tidak menghendaki terjadinya akibat dari perbuatannya.
Namun, dalam kejadian konkret terdapat kesulitan untuk menentukan bahwa suatu perbuatan
dapat disebut dengan kealpaan. Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan tersebut,
pengertian kealpaan diserahkan kepada pertimbangan hakim untuk melakukan penilaian
terhadap kasus yang dihadapi.

Dalam Putusan PN Kayuagung No. 251/Pid.Sus/2018/PN Kag, majelis hakim


menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“karena kelalaiannya mengakibatkan korban meninggal dunia”, dan menjatuhkan pidana
penjara selama 4 tahun (hal. 9 – 10). Dalam pertimbangan, majelis hakim mengutip pendapat
Van Hamel yang menyatakan bahwa culpa mengandung dua syarat, yaitu tidak menduga-
duga sebagaimana diharuskan oleh hukum dan tidak mengadakan penghati-hatian
sebagaimana diharuskan oleh hukum (hal. 7).

Menurut majelis hakim, unsur kelalaian ini terbukti berdasarkan fakta persidangan
bahwa terdakwa membonceng dua orang dan mengendarai motor dengan kecepatan kira-kira
70 km/jam. Terdakwa tidak mengurangi kecepatan ketika mengambil jalur dengan kondisi
jalan berlubang/retak dan menurun. Dari arah berlawanan, ada pengendara motor, namun
terdakwa tidak memerhatikannya, sehingga terjadi kecelakaan yang mengakibatkan
pengendara motor itu dan satu teman terdakwa meninggal di tempat (hal. 8).

Majelis hakim berpendapat bahwa terdakwa tidak menduga-duga dan tidak


mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh hukum ataupun berpikir bahwa
perbuatannya akan menimbulkan kecelakaan mengakibatkan korban meninggal (hal. 8).
DAFTAR PUSTAKA
https://www.situshukum.com/2020/11/teori-tentang-kesalahan-schuld.html
https://www.hukumindo.com/2019/09/istilah-dan-pengertian-kesalahan-
schuld.html
https://www.hukumonline.com/klinik/a/perbedaan-sengaja-dan-tidak-sengaja-
dalam-hukum-pidana-lt5ee8aa6f2a1d3/
https://www.hukumonline.com/klinik/a/kelalaian-yang-merugikan-orang-lain-
lt51d592cf9865d

Anda mungkin juga menyukai