Anda di halaman 1dari 71

Pertanggungjawaban Pidana/

Kesalahan
Eka Nanda Ravizki, S.H., LL.M.
3 (tiga)
masalah pokok trias hukum pidana (Sauer)

hukum pidana

Pertanggungjawaban/
Perbuatan Kesalahan Pidana

Perbuatan manusia yg mem-


perkosa / menyalahi norma dsr
Objek Ilmu dr masyrkt dlm konkreto.
Hukum Pidana Perbuatan jahat sbg gejala
Berbeda dgn
Perbuatan yang dapat dipidana Masyarakat →arti kriminologis/
→Terwujud scr in abstracto dlm Criminologisch misdaadsbegrip
Perundang-undangan pidana
monistis
Unsur Perbuatan Pidana

D. Simon: Perbtn salah dan melawan hkm, yg diancam pid, yg


dilakukan oleh org yg mampu bertggjwb (een strafbaar gestelde,
onrechtmatige, met schuld verband staande handeling van een
toerekeningsvatbaar persoon).
Jadi unsurnya:
• Perbuatan manusia (positief atau negatief)
• Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld)
• Melawan hukum (onrechtmatig)
• Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand)
• Oleh orang yang mampu bertanggungjawab
(toerekeningsvatbaar persoon)

Unsur objektif: Unsur Subjektif:


1. Perbuatan orang; 1. Orang yg mampu bertgjwb
2. Akibat yg kelihatan dr perbuatan itu;
3. Mungkin ada keadaan ttt yg menyertai
2. Adanya kesalahan (dolus/ culpa) →
Perbtn itu (ex. Openbaar) dpt berupa akibat dr perbuatan
dualistis

Moeljatno:
• Perbtn Pid adlh perbtn yg diancam dg pid, brg siapa
yg mlggr larangan tsb.
• Perbtn pid hrs ada unsur:
– Perbuatan (manusia)
– Memenuhi rumusan UU (syarat formil)
– Bersifat melawan hkm (syarat materiil).

• Syarat formil berkaitan dengan asas legalitas


• Syarat materiil → perbtn itu hrs dirasakan oleh msyrkt
sbg perbtn yg tak boleh/ tak patut dilkkn.
• Kesalahan dan kemampuan bertgjwb tak masuk sbg
unsur Pbt pid krn hal tsb melekat pd org yg berbuat.
Tidak setiap perbuatan yang
mencocoki rumusan delik harus
dipidana. Untuk dapat dipidananya
seseorang harus ada kesalahan/
mampu dipertanggungjawabkan.
Asas yang berlaku:

Tiada pidana tanpa kesalahan:


Keine strafe ohne schuld:
Geen straf zonder schuld;
Nulla poena sine culpa.
Arti Kesalahan
• Arti Luas:
• Dapat disamakan dengan pengertian
pertanggungjawaban dalam hukum pidana.
• Didalamnya terkandung unsur dapat dicelanya
(verwijtbaarheid) si pembuat atas perbuatannya:
• Arti bentuk : kesengajaan dan kealpaan.
• Arti sempit: culpa (sebaiknya dihindarkan)
Idema:
• Membicarakan unsur pertanggungjawaban/
kesalahan dalam hukum pidana berarti kita
membicarakan jantungnya hukum pidana.

Sauer:
– Trias hukum Pidana :
• perbuatan yang bersifat melawan hukum;
• Kesalahan/ Pertanggungjawaban Pidana;dan
• pidana
Perkembangan Hukum
(civil law system)
• Dahulu
– Hukum pidana hanya menitikberatkan pada
perbuatan orang (tatstrafrecht) beserta
akibatnya (Erfolgstrafrecht), → Tatstrafrecht.
• Sekarang :
– Hukum pidana berpijak pada perbuatan juga
orangnya (sculdstrafrecht), artinya untuk
penjatuhan pidana disyaratkan adanya
kesalahan →Tat-Taterstrafrecht/ Dad-
Daderstrafrecht
• Penganut Anglo saxon (common law
system):
– Actus non facit reum nisi, mens sit rea
(mens rea) → mens rea merupakan
subjective guilt yang melekat pada si
pembuat.
– Ujud dari subjective guilt dapat berupa intent
(kesengajaan), Recklessness/ negligence
(kealpaan);
– Di Inggris ada “strict liability” pada tindak
pidana tertentu / mengenai unsur tertentu
pada tindak pidana tidak diperlukan unsur
mens rea.
Asas mens Rea (1)
• Menganut asas Actus non facit reum nisi mens
sit rea (tidak dirumuskan dalam UU);
• Syarat seorang dapat dapat dipidana, harus ada
actus reus (perbuatan lahiriah) dan mens rea
(sikap bathin yang tercela);
• Actus reus meliputi all elements in the definitions of crime
except the accused’s mental element, yaitu :
• Perbuatan terdakwa;
• Hasil atau akibat
• Keadaan-keadaan yang terkandung dalam rumusan delik
• Mens rea/ guilty or Wicked mind (intention,
reclessness, negligence)
Actus non est reus
nisi mens sit rea

Actus reus/
Perbuatan
+ mens rea/
Kesalahan = PIDANA
Perbuatan terdakwa;
Hasil atau akibat
Kadn yg terkandung dlm
rmsn delik Culpa/ kurang penghati-hati

Intention/ Recklessness/
sengaja Negligence/
sembrono
dpt menduga

Mengambil resiko dg sengaja/ kesalahan


Yang disadari/ bewuste schuld/ dolus eventualis
Strict liability → Inggris

• Meskipun menganut mens rea, tetapi dalam


beberapa hal ada delik yang tidak mensyaratkan
adanya mens rea (intention, recklessness atau
negligence)
• Strict liability berlaku untuk → sebagian besar delik yang diatur
dalam UU
– Public nuisance (gangguan tibum, menghalangi jln raya, mengeluarkan
bau tidak enak)
– Criminal libel (fitnah, Pencemaran nama baik)
– Contemp of court (pelanggaran tatib pengadilan)
Diadopsi dalam konsep KUHP
Strict liability sebagai absolute
liability ?
• Ada dua pendapat:
- perbuatan yang sudah mencocoki rumusan
UU disitu sudah dapat dipidana/ sudah ada
kesalahan;
Cttn: ada yang berpendapat strict liability tidak
berarti absolute liability, → tidak mutlak, orang
melakukan perbuatan yang dilarang dlm UU
belum tentu di pidana. Misalnya mabuk
dirumah, oleh kawan-kawannya di pindah di
pinggir jalan, mabuk dijalan merupakan delik.
Bentuk Pertanggungjawaban
• Based on foulth
• Vicarious liability;
• Strict liability
• Corporate liability
Pengertian Kesalahan

Pengertian Pengertian Pengertian


matematis psychologis normatif
• Pengertian kesalahan Matematis 2 X 2 = 5

• Pengertian kesalahan psychologis:


• Kesalahan dipandang sebagai hubungan psychologis (batin)
antara pembuat dan perbuatannya. Hub. Itu dapat berupa
kesengajaan dan kealpaan.

• Pengertian kesalahan normatif:


• Kesalahan seseorang tidak hanya berdasar sikap bathin
antara pembuat dengan perbuatannya, ttp harus ada unsur
penilaian/ unsur normatif terhadap perbuatannya. Penilaian
normatif artinya penilaian dari luar mengenai hubungan
antara si pembuat dengan perbuatannya. Penilaian dari luar
merupakan pencelaan dengan memakai ukuran yang
terdapat dalam masyarakat, ialah yang seharusnya atau
tidak seharusnya diperbuat oleh sipembuat.
Kesalahan sebagai Pengertian Hukum
• Mezger :Kslhn adlh kslrhn syarat yg mbr dasar u/ adanya
pencelaan pribadi thd si pembuat.
• Simons : Sbg dasar u/ pertgjwbn dlm HP ia berupa keadaan
psychis dari si pembuat dan hub-nya thd perbuatannya dan dlm arti
bhw berdsrkan keadaa psychis (jiwa) itu perbutnnya dpt dicelakan
kpd si pembuat.
• Van Hamel: Kesalahan dlm suatu delik mrpkan pengertian
psychologis, perhubungannya antara keadaa jiwa si pembuat dan
terwujudnya unsur-unsur delik krn perbtn-nya. Kesalahan adlh
pertgg-jwban dlm hkm.
• Van Hattum: Pengertian kesalahan yg paling luas memuat semua
unsur dlm mana seseorg dipertg-jwbkan mnrt HP thd perbtn yg
mlwn hkm, meliputi semua hal, yg bersifat psychis yg terdpt dlm
keseluruhan berupa strafbaafeit termasuk si pembuatnya.
• Pompe: tidak merumuskan kesalahan, tetapi menjelaskan bhw
pada pelanggaran norma yg dilkkn krn kesalahannya, biasanya sifat
mlwn hkm itu mrpkn segi luarnya. Yg bersifat mlwn hkm itu adlh
perbtn-nya. Segi dlmnya yg bertalian dgn kehendak si pembuat adlh
kesalahan.
Unsur Kesalahan
• Adanya kemampuan bertanggungjawab pada si
pembuat;→ di sini dipersoalkan apakah org ttt menjadi
normadressat yang mampu
• Hubungan bathin dengan perbuatannya yang berupa
kesengajaan atau kealpaan (ini merupakan bentuk-
bentuk kesalahan) → disini dipersoalkan sikap bathin
sipembuat terhadap perbuatannya.
• Tidak ada alasan yang menghapus kesalahan atau tidak
ada alasan pemaaf.→ disini dipersoalkan ada tidaknya
keadaan yang mempengaruhi sipembuat yang
menyebabkan kesalahannya hapus.

Jika unsur tersebut di atas telah terpenuhi maka bisa dinyatakan bersalah
atau mempunyai pertanggungjawaban pidana sehingga ybs dapat dipidana
Kemampuan bertanggungjawab

(Toerekeningsvatbaarheid ).
Kemampuan bertanggungjawab
(Toerekeningsvatbaarheid ).

• untuk adanya pertanggungjawaban pidana


diperlukan syarat bahwa pembuat harus
mampu bertanggung jawab.
• seseorang tidak dapat dipertanggung
jawabkan apabila ia tidak mampu
bertanggung jawab.
Bilamana dan apa ukurannya untuk menyatakan adanya kemampuan bertanggung jawab itu ?

Tidak ada satu pasal pun dlm KUHP yg mbrkn pengertian mampu bertgjwb.

Ilmu Pengetahuan

Simons: Kemampuan bertgjwb dp diartikan sbg suatu keadaan psychis sedemikian


rupa , yg membenarkan adanya pnrpn suatu pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum
maupun orangnya.
Seseorang mampu bertgjwb jika jiwanya sehat, yi:
1. Org mampu menginsyafi perbtnnya yg bersifat mlwn hkm;
2. Sesuai dg penginsyafan itu dpt menentukan kehendaknya.

MvT (menentukan scr negatip):


Tdk mampu bertanggung jawab adlh :
1. Dlm hal org tdk diberi kbbsn memilih antara berbuat/ tdk berbuat u/ apa yg o/ UU
dilarang/ diperintahkan
2. Dlm hal org ada dlm keadaan ttt shg tdk dpt menginsyafi perbtn-nya bertentangan
dgn hkm, dan tidak mengerti akibat perbtn-nya.

Van Hamel: Suatu keadaan normalitas psychis dan kematangan (kecerdasan yg


membawa 3 akibat yi:
1. Bhw org mampu menginsyafi arti perbtnnya (makna dan akibatnya).
2. Org mampu menginsyafi perbtn-nya itu berttgn dgn kttbn masyrkt.
3. Bhw or mampu menentukan kehendaknya thd perbtn itu.
Tidak mampu bertanggung-jawab untuk sebagian

• ada beberapa jenis penyakit jiwa → penderitanya tidak mampu


bertanggung-jawab untuk sebagian (gedeeltelijke ontoere-
keningsvatbaarheid), misal :
1. kleptomanie, ialah penyakit jiwa yang berujud dorongan yang kuat dan
tak tertahan untuk mengambil barang orang lain, tetapi tak sadar bahwa
perbuatannya terlarang. Biasanya barang yang di jadikan sasaran itu
barang yang tidak ada nilainya sama sekali baginya. Dalam keadaan
biasa ia jiwanya sehat.
2. pyromanie, ialah penyakit jiwa yang berupa kesukaan untuk melakukan
pembakaran tanpa alasan sama sekali.
3. claustrophobie, ialah penyakit jiwa yang berupa ketakutan untuk
berada di ruang yang sempit. Penderitanya dalam keadaan tersebut
misal lalu memecah-mecah kaca jendela.
4. Penyakit yang berupa perasaan senantiasa dikejar-kejar/diuber- uber
(achtervolgingswaan) oleh musuh-musuhnya.
• Ybs tdk dpt dipertgjwbkan atas perbtn yg ada hub-nya dgn
penyakitnya, tetapi apabila melakukan perbtn lain yg tdk
berhub dg penyakitnya tetap dipidana.
Hubungan Batin antara pembuat dan Perbuatan
Berupa Kesengajaan dan Kealpaan

• Unsur kedua dari kesalahan adalah hubungan batin


antara si pembuat terhadap perbuatan yang dapat
berupa sengaja atau alpa.
• Apa yg dimaksud dgn sengaja KUHP tidak memberi
definisi. MvT mengartikan kesengajaan (opzet) sbg
“menghendaki” dan “mengetahui” (willens en
wetens)
• Berhubung dgn keadaan batin org yg berbuat dgn
sengaja berisi “menghendaki” dan “mengetahui” itu,
dlm ilmu pengthn. timbul dua teori:
1.Teori Kehendak (wilstheorie) kesengajaan
adalah kehendak u/ mewujudkan unsur-unsur
delik dlm rumusan UU
2.Teori Pengetahuan/ membayangkan
(voorstellings-theorie) Sengaja berarti
membayangkan akan menimbulkan akbt dari
perbtnnya; org tak bisa menghendaki akbt,
melainkan hanya dpt membayangkannya. Teori
ini menitikberatkan pada apa yg dibayangkan o/
pembuat.
• Terhadap perbtn yg dilakukan pembuat kedua
teori ini tak ada perbedaan, keduanya mengakui
bahwa dlm kesengajaan hrs ada kehendak u/
berbuat.
Corak kesengajaan.

➢ Dapat dibedakan 3 corak sikap bathin yg menunjukkan


tingkatan kesengajaan:

1. Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk) :


Orang menghendaki perbuatan beserta akibatnya.
2. Kesengajaan sebagai Kepastian (opzet met
zekerheidsbewustzijn) :
dhi. perbuatan mempunyai 2 akibat yi. akibat yg
memang dituju oleh si pembuat dan akibat yg tidak
diinginkan ttp mrpkn suatu keharusan u/ mencapai
tujuan no. 1 (akibat ini pasti terjadi)
3. Kesengajan sebagai Kemungkinan (voorwaardelijk
opzet/ dolus eventualis) :
dlm hal ada keadaan ttt yg semula mungkin akan
terjadi, kmdn ternyata benar-benar terjadi.
Contoh:
• Kesengajaan sebagai maksud / tujuan (opzet als
oogmerk)
– A memukul B. Tentunya A menghendaki B sakit, akibat dipukul.
• Kesengajaan sebagai kepastian (opzet met
zekerheidsbewustzijn)
– A bermaksud menembak B yang berada di dalam ruang kaca.
Pecahnya kaca merupakan kesengajaan yang bersifat kepastian
yang berdiri sebagai tindak pidana sendiri.
• Kesengajaan sebagai kemungkinan (voorwaardelijk
opzet)
– A bermaksud membunuh B dengan bom. Bom dipasang
dirumahnya. Akibat ledakan bom memungkinkan sekali akan
mengenai orang-orang selain B.
Dolus Eventualis
• Dalam dolus eventualis dikenal teori “apa
boleh buat” yakni untuk mencapai apa yang
dimaksud, akan muncul resiko sebagai akibat
atau keadaan yang harus timbul disamping
maksud yang dituju. Kemungkinan akan adanya
akibat itu sungguh-sungguh timbul (disamping
hal yang dimaksud tadi), apa boleh buat, dia/
tersangka juga harus berani memikul resiko
yang timbul tadi (Teori Prof.Moeljatno, SH)
Kesengajaan yang diobjektipkan

• Dlm keadaan konkrit sangat sulit bagi hakim u/


menentukan sikap batin terdakwa berupa
kesengajaan/ kealpaan ada pada pembuat. Apbl
org menerangkan dgn jujur sikap batinnya, mk
tdk akan menemui kesulitan, ttp apbl terdakwa
tidak jujur, mk sikap batinnya hrs disimpulkan
dari keadaan lahir yg tampak dari luar. Jadi dlm
banyak hal hakim hrs mengobjektipkan adanya
kesengajaan itu.
Kesengajaan berwarna (gekleurd) dan tidak berwarna
(kleurloos).
• Persoalan:
– Apakah u/ adanya kesengajaan si pembuat hrs menyadari bhw perbtnnya itu
bersifat melawan hukum ?

• Mengenai hal ini ada dua pendapat:

sifat kesengajaan adanya kesengajaan diperlukan syarat bahwa


itu berwarna pembuat menyadari perbtn-nya itu dilarang
kesengajaan senantiasa berhub. dgn dolus malus
(dlm kesengajaan ter-simpul adanya kesadaran
mengenai sifat melawan hukumnya perbuatan)
tidak berwarna U/ kesengajaan cukup bhw si pembuat menghendaki
perbuatan itu. Di sini tidak diperlukan apakah ia tahu
bhw perbtn itu dilarang.

Keberatan terhdp pendirian kesengajaan itu berwarna ialah memberikan


beban yg berat bagi PU u/ membuktikan adanya kesengajaan.
Contoh rumusan “dengan sengaja”
• Dengan sengaja, sedang ia mengetahui, yang ia ketahui,
dengan tujuan, dengan tujuan yg ia ketahui, dlsb.

• Pasal 338 KUHP menggunakan istilah “dengan


sengaja”;
• Pasal 164 KUHP menggunakan istilah “mengetahui
tentang”;
• Pasal 362,378,263 KUHP menggunakan istilah
“dengan maksud”;
Pasal 53 KUHP menggunakan istilah “niat”;
• Pasal 340 dan 355 KUHP menggunakan istilah
“dengan rencana lebih dahulu”;
Jenis kesengajaan
• Dolus generalis kesengajaan yg ditujukan kepada org
banyak, mis. melempar bom ditengah kerumunan
• Dolus indirectus mlkkn perbuatn yg dilarang, ttp muncul
akibat lain yg tidak dikehendaki
• Dolus determinatus kesengajaan yg ditujukan pada
tujuan ttt (perbt/ akibat)
• Dolus indeterminatus kesengajaan yg ditujukan kpd
sembarang org
• Dolus alternativus kesengajaan yg dilkkn seseorang dgn
menghendaki akibat yang muncul adalah salah satu dari
beberapa kemungkinan.
• Dolus premiditatus kesengajaan yg tlh dipertimbangkan
dengan sungguh-sungguh
• Dolus repentinus kesengajaan dgn sekonyong-konyong.
Dwaling
Suatu kesengajaan dapat terjadi karena salah faham atau kekeliruan (melakukan
perbuatan pidana dengan sengaja karena kekeliruan). Bentuk dari kekeliruan ini
ada beberapa macam:

• Feitelijke-dwaling:
– Suatu kekeliruan yang dilakukan dengan tidak sengaja yang tertuju pada
salah satu unsur perbuatan pidana. Ex. Seseorang membeli brg, dikira brg itu
sudah menjadi miliknya, kmdn brng itu dipretheli, shg sudah tidak seperti
aslinya, padahal beralihnya brg itu masih hrs diikuti dgn pembayaran lainnya.
Dhi tidak dpt dikenai Psl 406 KUHP.
• Rechts-dwaling:
– Melakukan suatu perbuatan dengan perkiraan hal itu tidak dilarang o/ UU. Dhi
dibedakan menjadi 2, yi kekeliruan yg dpt dimengerti, dan kekeliruan yg tdk
dpt dimengerti
• Eror in persona:
– kekeliruan mengenai org yg hendak menjadi tujuan dari perbuatan pidana.
• Eror in objecto:
– kekeliruan mengenai objek yg hendak menjadi tujuan dari perbuatan pidana.
• Aberratio ictus:
– Kekeliruan yang timbul disebabkan karena berbagai sebab, sehingga akibat
yang timbul berbeda/ berlainan dari yang dikehendaki
KEALPAAN
(CULPA, RECKLESSNESS,
NEGLIGENCE,
FAHRLASSIGKEIT, SEMBRONO,
TELEDOR )
• Di samping sikap batin berupa
kesengajaan ada pula sikap batin yang
berupa kealpaan.
• Akibat ini timbul karena ia alpa, ia
sembrono, teledor, ia berbuat kurang hati-
hati atau kurang penduga-duga.
• Perbedaannya dengan kesengajaan ialah
bahwa ancaman pidana pada delik-delik
kesengajaan lebih berat.
• Kealpaan merupakan bentuk kesalahan
yang lebih ringan dari pada kesengajaan,
tetapi bukan kesengajaan yang ringan.
TINGKATAN CULPA

• Culpa lata : sangat tidak berhati-hati,


kealpaan serius, sembrono (gross fault or
neglect)
• Culpa levis : kesalahan biasa/ kesalahan
ringan (ordinary fault or neglect)
• Culpa levissima : kesalahan sangat
ringan (slight fault or neglect) (Black 1979
hal. 241)
Bentuk kealpaan

• Kealpaan yang disadari (bewuste culpa)


– Yaitu apabila pelaku didalam melakukan perbuatan dapat
menyadari, dapat membayangkan, atau dapat menduga tentang
apa yang dilakukan beserta akibatnya yang terjadi (kecelakaan)
akan tetapi meskipun ia percaya dan berharap serta berusaha
untuk mencegah timbulnya suatu akibat itu, namun akibat itu
terjadi juga.
• Kealpaan yang tidak disadari (onbewuste culpa)
– Yaitu apabila pelaku melakukan perbuatan disadari, atau tidak
disadari yang diperhitungkan adanya kemungkinan akan timbul
suatu akibat yang dilarang dan diancam dengan undang-
undang, padahal seharusnya ia memperhitungkan sebelumnya
akan timbul suatu akibat, seharusnya pelaku dapat
membayangkannya.
Dalam KU.H.P. terdapat beberapa Ps.
yang memuat unsur kealpaan a.l:
• Ps. 188: karena kealpaannya menimbulkan
peletusan, kebakaran dst.
• Ps. 231 (4): karena kealpaannya si-penyimpan
menyebabkan hilangnya dan sebagainya barang
yang di sita.
• Ps. 359: karena kealpaannya menyebabkan
matinya orang.
• Ps. 360: karena kealpaannya menyebabkan orang
luka berat dsb.
• Ps. 409: karena kealpaannya menyebabkan alat-
alat perlengkapan (jalan kereta api dsb.) hancur
dsb.
Apakah alasan pembentuk Undang-undang
mengancam pidana perbuatan yang mengandung
unsur kealpaan di samping unsur kesengajaan ?

Menurut M.v.T. adalah sebagai berikut :


"ada keadaan, yang sedemikian membahayakan
keamanan orang atau barang, atau mendatangkan
kerugian terhadap seseorang yang sedemikian
besarnya dan tidak dapat diperbaiki lagi, sehingga
Undang-undang juga bertindak terhadap
kekurangan penghati-hati, sikap sembrono
(teledor).
Pengertian Kealpaan.
Hazewinkel - Suringa.
• IImu pengeth hk dan jurisprudensi mengartikan 'schuld' (kealpaan), sbg:
1. kekurangan penduga-duga atau
2. kekurangan penghati-hati.

Van Hamel
• Kealpaan mengandung dua syarat :
1. tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum.
2. tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum.

Simons :
Pada umumnya "schuld" (kealpaan) mempunyai dua unsur :
1. tidak adanya penghati-hati, di samping
2. dapat diduganya akibat.

Pompe :
• Ada 3 macam yang masuk kealpaan (onachtzaamheid) :
1. dapat mengirakan (kunnen verwachten) timbulnya akibat.
2. mengetahui adanya kemungkinan (kennen der mogelijkheid).
3. dapat mengetahui adanya kemungkinan (kunnen kennen van de mogelijkheid).
Bagaimanakah menetapkan adanya kealpaan pada seseorang sehingga ia
dapat dinyatakan bersalah atau dicela ?

– Kealpaan orang tersebut harus ditentukan secara normatif, dan tidak secara
fisik atau psychis. Tidaklah mungkin diketahui bagaimana sikap batin
seseorang yang sesungguh sungguhnya, maka haruslah ditetapkan dari luar
bagaimana seharusnya ia berbuat dengan mengambil ukuran sikap batin orang
pada umumnya apabila ada dalam situasi yang sama dengan si-pembuat itu.
– "Orang pada umumnya" ini berarti bahwa tidak boleh orang yang paling
cermat, paling hati-hati, paling ahli dan sebagainya. Ia harus orang biasa/
seorang ahli biasa. Untuk adanya pemidanaan perlu adanya kekurangan hati-
hati yang cukup besar, jadi harus ada culpa lata dan bukannya culpa levis
(kealpaan yang sangat ringan).
– Untuk menentukan kekurangan penghati-hati dari si-pembuat dapat digunakan
ukuran apakah ia "ada kewajiban untuk berbuat lain".
– Kewajiban ini dapat diambil dari ketentuan Undang-undang atau dari luar
Undangundang, ialah dengan memperhatikan segala keadaan apakah yang
seharusnya dilakukan olehnya. Kalau ia tidak melakukan apa yang seharusnya
ia lakukan, maka hal tersebut menjadi dasar untuk dapat mengatakan bahwa ia
alpa. Undang-undang mewajibkan seorang untuk melakukan sesuatu atau
untuk tidak melakukan sesuatu. Misalnya, dalam peraturan lalu-lintas ada
ketentuan bahwa "di persimpangan jalan, apabila datangnya bersamaan
waktu, maka kendaraan dari kiri harus didahulukan".
Bagaimanakah apabila yang dilakukan oleh seorang
terdakwa dapat diterima oleh masyarakat, bahkan
mungkin sesuai dengan hukum ? apakah di sini ada
culpa atau tidak ?
• Dhi perbuatannya tidak bersifat melawan hukum.
• VOS: dalam delik culpa sifat melawan hukum telah
tersimpul di dalam culpa itu sendiri. "Memang culpa tidak
mesti meliputi dapat dicelanya si-pembuat, namun culpa
menunjukkan kepada tidak patutnya perbuatan itu dan
jika perbuatan itu tidak bersifat melawan hukum, maka
tidaklah mungkin perbuatan itu perbuatan yang
abnormal, jadi tidak mungkin ada culpa. Dalam delik
culpoos tidak mungkin diajukan alasan pembenar →
rechtvaardigingsgrond
• Suatu kapal motor sungai diberi muatan terlalu penuh. Krani yg bertugas
mengurus dan mengawasi semua pengangkutan brng dan penumpang
itu dianggap bertanggung-jawab. Ia tlh mendpt tegoran dari pengawas
kapal/ polisi yg bertugas, namun la tdk memperdulikannya, setidak-
tidaknya tdk mengambil tindakan yg tepat utk menghindarkan
kesukaran-kesukaran yg mungkin terjadi krn derasnya arus sungai.
• Stlh kapal berangkat, lalu miring, kemasukkan air dan tenggelam.
Akibatnya 7 orang meninggal. Pengadilan negeri Pontianak
menjatuhkan pidana 6 bulan penjara atas diri Krani tersebut, "karena
melakukan kjhtn krn kesalahannya bbrp orang menjadi mati".
• Dlm tingkat banding, PT Jakarta menjatuhkan pidana 9 bulan penjara,
dgmemperbaiki dictumnya, shg berbunyi : "karena kealpaannya dlm
mlkkn pekerjaannya tlh mengakibatkan kematian bbrp orang".
• Wirjono Prodjodikoro: "bahwa juragan kapal itu dpt di ptgjwbkn atas
tenggelamnya kapal dan matinya orang-orang itu, sebab juragan itu juga
tahu hal terlalu berat muatannya, bahkan turut memperingatkan si Krani,
ttp tidak mencegahnya.
• A mengendarai sepeda motor pada waktu di atas jembatan yang lebarnya 4
m ia menyusul orang yang berjalan kaki dengan arah yang sama. Ketika
hendak dilampaui, orang ini justru menyimpang kekanan sehingga
terlanggar dan meninggal dunia. Apakah di sini terdakwa telah berlaku
sembrono dan kurang hati-hati.
• Berbeda dengan pendapat officier van Justitie, Politierechter berpendirian
bahwa dalam hal ini tidak ada kesembronoan atau kekurangan hati-hati,
dengan pertimbangan antara lain sbb.
1. lalu-lintas di jalan umum tidak menghendaki pengendara sepeda
motor yang hendak menyusul orang pejalan kaki yang berjalan
kearah yang sama di sebelah kiri, kira-kira 1 1/2 meter dari
pagar jembatan yang lebarnya 4 meter itu, untuk membunyikan
klakson atau mengurangi kecepatan dalam hal ini tidak tinggi,
karena masih ada ruang cukup untuk di lalui sepeda motor itu ;
2. lalu-lintas di jalanan itu disesuaikan dengan pemakai jalan yang
normal;
3. dari pengendara sepeda motor itu menurut akal sehat tidak
dapat diharapkan untuk bisa menduga, bahwa pejalan kaki itu
tiba-tiba ber-reaksi secara keliru, ialah ketika dilalui ia minggir
kekanan jalan yang diperuntukkan bagi sepeda motor itu.
R.v.J. memberi keputusan lepas dari segala tuntutan
(onstslagvan alle rechtsvervolging).

Hooggerechtshof yang memutuskan perkara itu dalam


tingkat banding berpendapat antara lain :
1. bahwa terlanggarnya pejalan kaki hingga mati itu
bukanlah akibat dari perbuatan terdakwa.
2. bahwa sebab dari terlanggarnya pejalan kaki itu
dalam pemeriksaan di sidang tidak jelas.
Oleh karena itu putusan Hooggerechtshof (H.G.H.)
berbunyi:
1. membatalkan keputusan Politierechter;
2. menyatakan kesalahan terdakwa atas apa yang
dituduhkan kepadanya tidak terbukti secara
sah dan meyakinkan ;
3. oleh karena itu membebaskan terdakwa
(vrijspraak).
• Ibu jari A luka sehingga perlu dipotong. Sebelum
dipotong ibu jari harus disuntik agar tidak merasa sakit.
Tetapi pembantu dokter yang disuruh dokter untuk
mengisi mangkok dengan obat suntik (tutocaine) keliru
mengisinya dengan hydrochloras cocaine 0,5%. Akibat
suntikan dengan obat yang keliru ini, sang pasien
meninggal dunia.
• Raad van Justitie berpendapat antara lain, bahwa
perbuatan terdakwa mengandung kealpaan, dokter
tersebut seharusnya meneliti obat yang akan
disuntikkan; kalau tidak, maka ia berbuat atas risiko
sendiri dan tidak dapat melemparkan tanggungjawabnya
kepada orang yang membantunya.
• Putusan : pidana bersyarat 3 bulan kurungan.
"pro parte dolus, pro parte culpa".

Contoh:
– Ps. 480 (penadahan)
– Ps. 483, 484 (delik yang menyangkut pencetak dan penerbit).
– Ps. 287, 288, 292 (delik-delik kesusilaan).
• Istilah yang dipakai dalam delik-delik tersebut ialah
"diketahui" atau "mengerti" untuk kesengajaan dan
"sepatutnya harus di-duga" atau "seharusnya menduga"
untuk kealpaan.
• Pada delik-delik ini kesengajaan atau kealpaan hanya
tertuju kepada salah satu unsur dari delik itu.
• Pada delik penadahan ditujukan kepada hal "bahwa
barang yang bersangkutan diperoleh dari kejahatan".
Apakah kealpaan orang lain dapat meniadakan
kealpaan dari terdakwa ?
• Jawaban : tidak dapat
• putusan Politierechter Medan (LT.v.R. 149 halaman : 707).
Terdakwa sebagai pengendara mobil tetap dipidana karena ia pada
malam hari menabrak grobag yang tidak memakai lampu.
Pengendara grobag alpa, tetapi ini tidak meniadakan kealpaan
terdakwa.
• Seorang pengemudi mobil pada pagi hari jam 03.00 melanggar 4
orang sekaligus yang sedang tidur di tengah jalan raya. Dalam
kasus inipun tidak boleh dilihat "kealpaan orang lain", akan tetapi
tetap harus ditinjau ada dan tidak adanya kealpaan pada
pengemudi mobil. Apakah ia kurang hati-hati dan kurang penduga-
duga ? Bagaimana keadaan mobilnya ? Kalau lampunya kurang
terang, maka ini merupakan indikasi dari kealpaannya. Apabila
lampunya normal, maka seharusnya ia dapat mengetahui orang
yang tidur di jalan itu. Kalau tidak, maka ini merupakan kealpaan.
Persoalan kesalahan pada tindak pidana
berupa pelanggaran.
• Dalam rumusan tindak pidana berupa pelanggaran pada dasarnya tidak
ada penyebutan tentang kesengajaan atau kealpaan, artinya tidak disebut
apakah perbuatan dilakukan dengan sengaja atau alpa. Hal ini penting
untuk hukum acara pidana, sebab kalau tidak tercantum dalam rumusan
Undang-undang, maka tidak perlu dicantumkan dalam surat tuduhan dan
juga tidak perlu dibuktikan.
• Apakah pada pelanggaran yang dirumuskan sedemikian itu, orang yang
melakukan perbuatan yang memenuhi rumusan delik berupa pelanggaran
itu mesti dipidana ? Apakah pada pelanggaran sama sekali tidak dihiraukan
sikap batin sipembuat ? Kalau hal ini terjadi, maka berlakulah ajaran "fait
materiel" (de leer van het materiele feit - ajaran perbuatan materiil).
• Mengenai hal ini baik dikutip apa yang terdapat dalam M.v.T. (Smidt III
halaman 175 - dikutip dari Hazewinkel-Suringa cetakan ke 51973, halaman
150), yang kurang lebih berbunyi demikian :
– Pada pelanggaran hakim tidak perlu mengadakan pemeriksaan secara khusus
tentang adanya kesengajaan, bahkan tentang adanya kealpaan juga tidak, lagi
pula tidak perlu memberi keputusan tentang hal tersebut. Soalnya apakah
terdakwa berbuat/ tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan Undang-
undang atau tidak.
Cara menentukan pertanggungjawaban

Pasal 44: Barangsiapa melakukan perbtn yg tdk dpt dipertgjwbkan


kepadanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau
terganggu karena penyakit, tidak dipidana.

• Pengertian ini tidak menjelaskan kemampuan bertgjwb, ttp


– pntpn bgmn keadaan jiwa si pembuat, yi konstatasi keadaan
pribadi si pembuat yg berupa keadaan akal atau jiwa yg cacat
dlm pertumbuhannya, atau terganggu krn penyakit. Ini akan
ditentukan oleh psychiater yg menyelidiki bgmn keadaan
pembuat pada saat perbtn dilakukan.
– Adanya penentuan hub kausal antara keadaan jiwa si pembuat
dengan perbuatannya akan ditentukan oleh hakim untuk
menentukan apakah Tsk dpt dipertanggungjwbkan.
• Sist yg dipakai KUHP untuk menentukan hub kausal antara keadaan
jiwa si pembuat dgn perbuatannya adalah deskriptif –normatif
– deskriptif, krn keadaan jiwa digambarkan menurut apa adanya oleh
Psychiater.

– normatif, krn hakimlah yg akan menilai, berdsrkan pemeriksaan


psychiater, dan menyimpulkan apakah Tsk mampu bertgjwb.
Metode u/ menentukan tidak mampu bertg-jwb:

1. Metode biologis:
apbl psikiater tlh menyatakan seseorg sakit jiwa, mk ia
tdk dpt dipidana.
2. Metode psikologis:
menunjukkan hub antara keadaan jiwa yg abnormal dgn
perbuatnnya. Metode ini mementingkan akibat jiwa thd
perbtn-nya shg dpt dikatakan tdk mampu bertg-jwb
dan tdk dpt dipidana.
3. Metode biologis-psikologis:
di samping memperhatikan keadaan jiwanya, kmdn
keadaan jiwa ini dipernilai dgn perbuatannya u/
dinyatakan tdk mampu bertg jwb.

KUHP menganut metode gabungan (biologis-


psikologis) dan dalam penetapan pidana
menggunakan sist deskriptif normatif.
Kedudukan Pertanggungjawaban dlm SF

• Kemampuan bertgjwb merupakan syarat utk


pertanggungjwbn pidana.
• Hazewinkel Suringa: kemampuan bertgjwb bukanlah isi
dari delik, ttp hanya mrpkn syarat utk dpt menjatuhkan
pidana. Ia tdk bersangkut paut dgn sifat dpt dipidananya
perbtn.
• Konsekuensi dari pandangan ini ialah penganjur
(Uitlocker) dan pembantu (medeplichtige) thd perbtn pid
yg dilakukan oleh org yg cacat jiwanya tetap dpt
dipidana.
Alasan Penghapus Pidana

MVT Ilmu Pengetahuan

Inwendig uitwendig
Umum Khusus
Pasal 44, 48 – Ex, Psl 166,
51 KUHP Psl 221 ayt 2
Pertumbhn jiwa yg tdk Overmacht
sempurna Pemblln terpaksa
Umur yg msh sangat Melaks UU Alasan Alasan
muda pembenar
Melaks perintah jabtn Pemaaf

Menghapus sifat melawan hk-nya Prbtn Menghapus kesalahan pembuat


-Pembelaan terpaksa →Psl 49 ayt 1, Tdk mampu bertgjwb (Ps 44)
-Melaks UU →50, Noodweer exces (49 ayt 2)
Dg etikad baik melaks perintah jbtn yg tdk sah
-Perintah jbtn →51 ayt 1
Macam-macam Alasan Penghapus Pidana

Alsn
KUHP Di Luar UU Penghapus Pid
Putatief

Hak org tua/ guru


Hak yg timbul dari pekerjaan
Zaakwarneming
Alsn Penghapusan
Tdk ada sifat mlwn hk materiil
Penuntutan
1. Tidak mampu bertanggungjawab
2. Daya Paksa (overmacht)
3. Pembelaan Terpaksa
1. Tdk penuhi Pasal 2-8
4. Menjalankan UU 2. Ps 61,63 → penerbit
5. Melaksanakan Perintah Jabatan 3. Tdk ada pengaduan
pd delik aduan;
Org mengira tlh berbuat sesuatu dlm daya paksa/ 4. a.Terdakwa meninggal
Pembelaan darurat/ menjalankan UU/ perintah jbtn b. Ne bis in idem
c. Daluwarsa
padahal setelah pemeriksaan diketahui tdk ada
d. shicking
alasan tsb.
Alasan Penghapus Pidana
Tidak mampu bertgjwb
Ps. 44

Overmacht (Ps 48)


Noodtoestand

KUHP Noodweer (Ps 49 ayt 1)


Noodweer Exces (Ps 49 ayt 2)

Menjalankan UU

Mjlnkn Perintah Jbtn


Mjlnkn Perintah Jbtn tdk sah
1. Tdk mampu bertanggung jawab
• Tidak dipidana karena pelaku tdk dpt
dipertgjwbkan krn jiwanya terganggu/
sakit;
• MVT menyebut tdk dpt diptggjwbkan krn
sebab yg terletak dlm diri si pembuat;
• Menghapus kesalahan, perbtn-nya tetap
mlwn hkm.
2. Daya Paksa (overmacht)
• KUHP tdk menjelaskan arti daya paksa
• MvT: Setiap kktn, setiap paksaan atau tekanan yg tak
dpt ditahan → alam/ mns.
• Tak dpt ditahan menunjukkan bhw mnrt akal sehat tak
dpt dihrpkn dr pembuat utk mengadakan perlawanan.
• Keadaan itu hrs ditinjau scr objektif.
• Sifat daya paksa datang dari luar diri si pembuat dan
lebih kuat daripadanya.
• Paksaan tidak hrs berbentuk paksaan mutlak yg tdk
memberikan kesempatan kpd pembuat menentukan
kehendaknya
• Oki overmacht dpt dibedakan dlm dua hal, yi:
– Vis absoluta (paksaan yg absolut, Prof Moelyatno menyebut
karena kekt phisik yang mutlak)
– Vis compulsiva (paksaan yg relatif, Prof Moelyatno menyebut
karena kekt phychis yang mutlak)
• Daya Paksa yang absolut (Vis absoluta) dapat
disebabkan oleh kekt mns atau alam. Dhi
paksaan ini sama sekali tidak dapat ditahan. Ex.
Ledakan gunung berapi, air bah yg tiba-tiba,
tangan dipegang dan dipukulkan di kaca, mk org
yg dipegang tangannya tak dpt dikatakan tlh
memecahkan kaca.
• Daya Paksa yang relatif (Vis compulsiva)
menunjukkan bhw sebenarnya paksaan itu dpt
ditahan, ttp dr org yg di dlm paksaan itu tak dpt
diharapkan bhw ia akan dpt mengadakan
perlawanan (Prof. Moejatno menyebut karena
pengaruh daya paksa)→ kasir Bank ditodong
pisau untuk serahkan uang.
Keadaan Darurat (noodtoestand)

– KUHP tdk memuat Psl tersendiri ttg keadaan darurat


– Ada 3 type Keadaan darurat:
• Perbenturan antara dua kept hkm (papan
Carneades);
• Perbenturan antr kept hkm dan kwjb hkm (Opticien
arrest);
• Perbenturan antr kewajiban hkm dg kwjbn hkm
(dalam waktu bersamaan harus datang di
pengadilan);
3. Pembelaan Terpaksa
• Psl 49 (1) seolah-olah perbtn main hakim sendiri
diperbolehkan. Dhi tdk di pid apbl memenuhi syarat tdk ada
unsur mlwn hkm.
• Syarat:
– Ada serangan → hrs memenuhi unsur:
» Seketika
» Yg langsung mengancam
» Mlwn hkm
» Sengaja di7kan pd badan, peri-kesopanan, dan harta benda
– Ada pembelaan yg perlu dilkkn thd serangan itu → hrs
memenuhi unsur:
» Pembelaan hrs dan perlu dilakukan
» Pembelaan hrs menyangkut badan, peri-kesopanan, dan harta
benda
• Pembelaan terpaksa hrs ada keseimbangan antara
penyerangan dan pembelaan atau keseimbangan antara
perbtn pembelaan dan kept yg diserang
Perbedaan antara keadaan darurat dgn pembelaan
terpaksa

Keadaan Darurat Pembelaan Terpaksa


Dpt dilihat adanya perbtrn antr kept Situasi yg dihadapi perbtn yg bersft
hkm-kept hkm, kept hkm-kwjbn mlwn hkm
hkm, kwjbn hk-kwjbn hkm

Tdk perlu ada serangan Hrs ada serangan

Org bertindak berdsr berbgi kept/ Syarat pembelaan itu ditentukan scr
alasan limitatif

Ada yg berpendapat sbg alsn Sbg alasan penghapus sifat mlwn


pemaaf, ada yg sebg alsn pembenar hkm
Noodweer exess

• Pasal 49 ayat (2) → tdk dipidana apbl


pembelaan yg melampaui batas itu disebabkan
oleh kegoncangan jiwa krn serangan/ ancaman
serangan
• Jadi melampaui batas tdk dipidn apbl ada:
– kelampauan bts yg diperlukan;
– Pembelaan sbg akibat langsung dr
kegoncangan jiwa yg hebat;
– Goncangan jiwa itu disebabkan oleh
serangan (ada hub kausal)
4. Menjalankan Peraturan UU

• UU dhi diartikan materiil, yi tiap prtrn yg dibuat oleh


badan pembentuk prtrn.
• Pertrn di sini tdk perlu hrs didsrkan adanya prtrn pelaks,
ttp cukup prtrn itu memberi kwjbn utk melaksanakan.
• Utk dpt dikualifikasikan perbtn ini, mk perbtn hrs
dilakukan scr patut, wajar dan masuk akal → ada
keseimbangan antara tujuan dg cara pelaksanaannya.
5. Melaksanakan Perintah Jabatan

• Psl 51 ayt (1) tidak dipid seseorg yg melaks


perintah jbtn yg sah.
• Sah:
– perintah itu berdsrkn tugas, wwng atau kwjbn yg
didsrkan suatu prtrn;
– Org yg memerintah dan yg diperintah hrs ada hub
jabatan dan bersifat sub ordinasi (meskipun
sementara)
• Psl 51 ayt (2) perintah jbtn yg tdk sah
– Perbtn tetap bersifat mlwn hkm, ttp tdk dipidana pbl:
• Ia mengira dgn etikad baik bhw perintah itu sah;
• Perintah itu dlm lingk org yg memrintah.
– Contoh: agen polisi diminta komandannya
menangkap seorg agitator dlm suatu rapat umum,
ternyata ia bukan agitator, jadi perintah tdk sah. Dhi
agen Polisi tdk dipidana.
AKIBAT
AKIBAT
• Menerangkan hub. antara sbb dgn akibat yg dpt
menimbulkan kejadian yg dilarang dan diancam dgn pid
oleh UU.
• Teori hub. Kausal untuk menetapkan hub obyektif antara
perbtn manusia dengan akibat.
• Hub. sebab-akibat hrs dittkn dlm UU apkh akibat yg terjadi
dan dilarang itu disbbkn oleh klkn org yg berbuat.
• Sangat penting untuk delik materiil
• Terdpt banyak teori untuk menentukan hub. sebab-akibat,
misalnya:
– Teori ekivalensi
– Teori individualisasi
– Teori generalisasi
– Teori adekwat
AJARAN TTG SEBAB-AKIBAT
DE LEER VAN DE CAUSALITEIT
Penting utk delik materiil
Utk menentukan pertanggungjawaban

TEORI MUTLAK/ EKIVALENSI dari VON BURI


Teori TRAEGER
CONDITIO SINE QUANON Teori V. Hamel
1. Setiap perbtn adlh sebab dr akibat Hanya mencari satu saja dari sekian banyak
Pengikut teori mutlak sebab, yi perbtn manakah yg menimbulkan aki-
yg timbul; ttp hrs ada unsur bat yg dilarang dan menimbulkan akibat.
2. Setiap syarat/ sbb itu memp nilai yg kesalahan
sama

Teori INDIVIDUALISASI Teori GENERALISASI


Teori BIRCKMAYER
Dipilih faktor mana yg plg menentukan→ Melihat sebab in concreto (scr post factum) Melihat sebab in abstracto . Menurut
Sebab adalah syarat yang paling kuat Hal yg khusus diukur menurut pandangan perhitungan yg layak, maka kiranya yg
individuil. akan menimbulkan akibat.
Antara syarat dan akibat diadakan pembedaan.
Teori KOHLER
Dipilih yg paling memberi ketentuan Teori ADEQUAT dr Von KRIES
bagi timbulnya sesuatu Teori BINDING Perbuatan hrs seimbang dgn akibat
Syarat Positif Syarat Negatif yg timbul
Yg benar-benar Yang mencegah
menentukan suatu timbulnya suatu
akibat. akibat
Teori OBJEKTIF
Dari RUMELIN
Teori Subjektif dr Von Kries

Keadaan yg diketahui oleh umum Teori Gabungan Keadaan yg hrs diketahui oleh pelaku
Objektif + Subjektif Itu sendiri
Simon
• Teori Conditio Sine Quanon/ Ekivalensi: Tiap syarat
adalah sebab, dan semua syarat mempunyai nilai yang
sama, sebab jika satu syarat tidak ada, maka akibatnya
akan lain pula;
• Kebaikan: teori ini mudah diterapkan, dan menarik secara
luas sekali dalam membatasi lingk berlakunya
pertanggungjwbn pid.
• Kritik: hub kausal membentang kebelakang tanpa akhir,
tiap-tiap sebab sebenarnya merupakan akibat dari sebab
yg terjadi sebelumnya.
• Teori Individualisasi: memilih secara post factum (in
concreto) artinya setelah peristiwa konkrit terjadi.
• Dari serentetan faktor yang aktif dan psif dipilih sebab yang
paling menentukan dari peristiwa tersebut, sdg faktor yg
lain hanya merupakan syarat belaka.
• Penganut Indiviadualisasi Birkmayer, Binding, Kohler:
• Birkmayer: sebab adalah syarat yang paling kuat.
– Kritik: Bagaimanakah menentukan faktor yang paling kuat itu ? Apa
ukurannya ?
• Binding: sebab dari suatu perubahan adalah identik
dengan perubahan dalam kesimbangan antara faktor yang
menahan (negatif) dan faktor positif, dimana faktor positif
lebih unggul. Yang disebut sebab adalah syarat-syarat
positif dalam keunggulannya terhadap syarat-syarat
negatif. Satu-satunya sebab adalah faktor atau syarat
terakhir yang menghilangkan keseimbangan dan
memenangkan faktor positif itu.
• Teori Generalisasi: Melihat secara ante factum (sebelum
kejadian/ in abstracto) → apakah diantara serentetan
syarat itu ada perbtn mns yg pd umumnya dpt
menimbulkan akibat semacam itu, atau memp kadar utk
timbulkan akibat semacam itu ? Dalam teori ini dicari
sebab yang adequat (ad-aequare artinya di buat sama) utk
timbulnya akibat ybs.
Bagaimanakah penentuannya bahwa suatu sebab itu pada
umumnya cocok utk menimbulkan akibat tertentu

• Penentuan subjektif: Disini yg dianggap sebab ialah apa


yang oleh si pembuat dapat diketahui/ diperkirakan bahwa
apa yg dilakukan itu pada umumnya dapat menimbulkan
akibat semacam itu. (jadi pembuatlah yang menentukan
(Von Kries);
• Penentuan Objektif: Dasar penentuan akibat ialah keadaan
atau hal-hal yg scr objektif kemuadian diketahui atau pada
umumnya diketahui. Jadi tdk didasarkan pengeth pembuat,
ttp hakim.
Kausalitas pada delik ommisie dan Commissionis per
Ommissionen Commissa

• Dalil ilmu pengeth alam: tidak mungkin


orang tidak berbuat bisa timbulkan akibat →
dalil ini tidak berlaku pada ilmu hukum. Dhi
ada beberapa teori:
– Teori berbuat lain:
– Teori berbuat yang sebelumnya:
– Teori kewajiban hukum untuk berbuat:

Anda mungkin juga menyukai