Kesalahan
Eka Nanda Ravizki, S.H., LL.M.
3 (tiga)
masalah pokok trias hukum pidana (Sauer)
hukum pidana
Pertanggungjawaban/
Perbuatan Kesalahan Pidana
Moeljatno:
• Perbtn Pid adlh perbtn yg diancam dg pid, brg siapa
yg mlggr larangan tsb.
• Perbtn pid hrs ada unsur:
– Perbuatan (manusia)
– Memenuhi rumusan UU (syarat formil)
– Bersifat melawan hkm (syarat materiil).
Sauer:
– Trias hukum Pidana :
• perbuatan yang bersifat melawan hukum;
• Kesalahan/ Pertanggungjawaban Pidana;dan
• pidana
Perkembangan Hukum
(civil law system)
• Dahulu
– Hukum pidana hanya menitikberatkan pada
perbuatan orang (tatstrafrecht) beserta
akibatnya (Erfolgstrafrecht), → Tatstrafrecht.
• Sekarang :
– Hukum pidana berpijak pada perbuatan juga
orangnya (sculdstrafrecht), artinya untuk
penjatuhan pidana disyaratkan adanya
kesalahan →Tat-Taterstrafrecht/ Dad-
Daderstrafrecht
• Penganut Anglo saxon (common law
system):
– Actus non facit reum nisi, mens sit rea
(mens rea) → mens rea merupakan
subjective guilt yang melekat pada si
pembuat.
– Ujud dari subjective guilt dapat berupa intent
(kesengajaan), Recklessness/ negligence
(kealpaan);
– Di Inggris ada “strict liability” pada tindak
pidana tertentu / mengenai unsur tertentu
pada tindak pidana tidak diperlukan unsur
mens rea.
Asas mens Rea (1)
• Menganut asas Actus non facit reum nisi mens
sit rea (tidak dirumuskan dalam UU);
• Syarat seorang dapat dapat dipidana, harus ada
actus reus (perbuatan lahiriah) dan mens rea
(sikap bathin yang tercela);
• Actus reus meliputi all elements in the definitions of crime
except the accused’s mental element, yaitu :
• Perbuatan terdakwa;
• Hasil atau akibat
• Keadaan-keadaan yang terkandung dalam rumusan delik
• Mens rea/ guilty or Wicked mind (intention,
reclessness, negligence)
Actus non est reus
nisi mens sit rea
Actus reus/
Perbuatan
+ mens rea/
Kesalahan = PIDANA
Perbuatan terdakwa;
Hasil atau akibat
Kadn yg terkandung dlm
rmsn delik Culpa/ kurang penghati-hati
Intention/ Recklessness/
sengaja Negligence/
sembrono
dpt menduga
Jika unsur tersebut di atas telah terpenuhi maka bisa dinyatakan bersalah
atau mempunyai pertanggungjawaban pidana sehingga ybs dapat dipidana
Kemampuan bertanggungjawab
(Toerekeningsvatbaarheid ).
Kemampuan bertanggungjawab
(Toerekeningsvatbaarheid ).
Tidak ada satu pasal pun dlm KUHP yg mbrkn pengertian mampu bertgjwb.
Ilmu Pengetahuan
• Feitelijke-dwaling:
– Suatu kekeliruan yang dilakukan dengan tidak sengaja yang tertuju pada
salah satu unsur perbuatan pidana. Ex. Seseorang membeli brg, dikira brg itu
sudah menjadi miliknya, kmdn brng itu dipretheli, shg sudah tidak seperti
aslinya, padahal beralihnya brg itu masih hrs diikuti dgn pembayaran lainnya.
Dhi tidak dpt dikenai Psl 406 KUHP.
• Rechts-dwaling:
– Melakukan suatu perbuatan dengan perkiraan hal itu tidak dilarang o/ UU. Dhi
dibedakan menjadi 2, yi kekeliruan yg dpt dimengerti, dan kekeliruan yg tdk
dpt dimengerti
• Eror in persona:
– kekeliruan mengenai org yg hendak menjadi tujuan dari perbuatan pidana.
• Eror in objecto:
– kekeliruan mengenai objek yg hendak menjadi tujuan dari perbuatan pidana.
• Aberratio ictus:
– Kekeliruan yang timbul disebabkan karena berbagai sebab, sehingga akibat
yang timbul berbeda/ berlainan dari yang dikehendaki
KEALPAAN
(CULPA, RECKLESSNESS,
NEGLIGENCE,
FAHRLASSIGKEIT, SEMBRONO,
TELEDOR )
• Di samping sikap batin berupa
kesengajaan ada pula sikap batin yang
berupa kealpaan.
• Akibat ini timbul karena ia alpa, ia
sembrono, teledor, ia berbuat kurang hati-
hati atau kurang penduga-duga.
• Perbedaannya dengan kesengajaan ialah
bahwa ancaman pidana pada delik-delik
kesengajaan lebih berat.
• Kealpaan merupakan bentuk kesalahan
yang lebih ringan dari pada kesengajaan,
tetapi bukan kesengajaan yang ringan.
TINGKATAN CULPA
Van Hamel
• Kealpaan mengandung dua syarat :
1. tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum.
2. tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum.
Simons :
Pada umumnya "schuld" (kealpaan) mempunyai dua unsur :
1. tidak adanya penghati-hati, di samping
2. dapat diduganya akibat.
Pompe :
• Ada 3 macam yang masuk kealpaan (onachtzaamheid) :
1. dapat mengirakan (kunnen verwachten) timbulnya akibat.
2. mengetahui adanya kemungkinan (kennen der mogelijkheid).
3. dapat mengetahui adanya kemungkinan (kunnen kennen van de mogelijkheid).
Bagaimanakah menetapkan adanya kealpaan pada seseorang sehingga ia
dapat dinyatakan bersalah atau dicela ?
– Kealpaan orang tersebut harus ditentukan secara normatif, dan tidak secara
fisik atau psychis. Tidaklah mungkin diketahui bagaimana sikap batin
seseorang yang sesungguh sungguhnya, maka haruslah ditetapkan dari luar
bagaimana seharusnya ia berbuat dengan mengambil ukuran sikap batin orang
pada umumnya apabila ada dalam situasi yang sama dengan si-pembuat itu.
– "Orang pada umumnya" ini berarti bahwa tidak boleh orang yang paling
cermat, paling hati-hati, paling ahli dan sebagainya. Ia harus orang biasa/
seorang ahli biasa. Untuk adanya pemidanaan perlu adanya kekurangan hati-
hati yang cukup besar, jadi harus ada culpa lata dan bukannya culpa levis
(kealpaan yang sangat ringan).
– Untuk menentukan kekurangan penghati-hati dari si-pembuat dapat digunakan
ukuran apakah ia "ada kewajiban untuk berbuat lain".
– Kewajiban ini dapat diambil dari ketentuan Undang-undang atau dari luar
Undangundang, ialah dengan memperhatikan segala keadaan apakah yang
seharusnya dilakukan olehnya. Kalau ia tidak melakukan apa yang seharusnya
ia lakukan, maka hal tersebut menjadi dasar untuk dapat mengatakan bahwa ia
alpa. Undang-undang mewajibkan seorang untuk melakukan sesuatu atau
untuk tidak melakukan sesuatu. Misalnya, dalam peraturan lalu-lintas ada
ketentuan bahwa "di persimpangan jalan, apabila datangnya bersamaan
waktu, maka kendaraan dari kiri harus didahulukan".
Bagaimanakah apabila yang dilakukan oleh seorang
terdakwa dapat diterima oleh masyarakat, bahkan
mungkin sesuai dengan hukum ? apakah di sini ada
culpa atau tidak ?
• Dhi perbuatannya tidak bersifat melawan hukum.
• VOS: dalam delik culpa sifat melawan hukum telah
tersimpul di dalam culpa itu sendiri. "Memang culpa tidak
mesti meliputi dapat dicelanya si-pembuat, namun culpa
menunjukkan kepada tidak patutnya perbuatan itu dan
jika perbuatan itu tidak bersifat melawan hukum, maka
tidaklah mungkin perbuatan itu perbuatan yang
abnormal, jadi tidak mungkin ada culpa. Dalam delik
culpoos tidak mungkin diajukan alasan pembenar →
rechtvaardigingsgrond
• Suatu kapal motor sungai diberi muatan terlalu penuh. Krani yg bertugas
mengurus dan mengawasi semua pengangkutan brng dan penumpang
itu dianggap bertanggung-jawab. Ia tlh mendpt tegoran dari pengawas
kapal/ polisi yg bertugas, namun la tdk memperdulikannya, setidak-
tidaknya tdk mengambil tindakan yg tepat utk menghindarkan
kesukaran-kesukaran yg mungkin terjadi krn derasnya arus sungai.
• Stlh kapal berangkat, lalu miring, kemasukkan air dan tenggelam.
Akibatnya 7 orang meninggal. Pengadilan negeri Pontianak
menjatuhkan pidana 6 bulan penjara atas diri Krani tersebut, "karena
melakukan kjhtn krn kesalahannya bbrp orang menjadi mati".
• Dlm tingkat banding, PT Jakarta menjatuhkan pidana 9 bulan penjara,
dgmemperbaiki dictumnya, shg berbunyi : "karena kealpaannya dlm
mlkkn pekerjaannya tlh mengakibatkan kematian bbrp orang".
• Wirjono Prodjodikoro: "bahwa juragan kapal itu dpt di ptgjwbkn atas
tenggelamnya kapal dan matinya orang-orang itu, sebab juragan itu juga
tahu hal terlalu berat muatannya, bahkan turut memperingatkan si Krani,
ttp tidak mencegahnya.
• A mengendarai sepeda motor pada waktu di atas jembatan yang lebarnya 4
m ia menyusul orang yang berjalan kaki dengan arah yang sama. Ketika
hendak dilampaui, orang ini justru menyimpang kekanan sehingga
terlanggar dan meninggal dunia. Apakah di sini terdakwa telah berlaku
sembrono dan kurang hati-hati.
• Berbeda dengan pendapat officier van Justitie, Politierechter berpendirian
bahwa dalam hal ini tidak ada kesembronoan atau kekurangan hati-hati,
dengan pertimbangan antara lain sbb.
1. lalu-lintas di jalan umum tidak menghendaki pengendara sepeda
motor yang hendak menyusul orang pejalan kaki yang berjalan
kearah yang sama di sebelah kiri, kira-kira 1 1/2 meter dari
pagar jembatan yang lebarnya 4 meter itu, untuk membunyikan
klakson atau mengurangi kecepatan dalam hal ini tidak tinggi,
karena masih ada ruang cukup untuk di lalui sepeda motor itu ;
2. lalu-lintas di jalanan itu disesuaikan dengan pemakai jalan yang
normal;
3. dari pengendara sepeda motor itu menurut akal sehat tidak
dapat diharapkan untuk bisa menduga, bahwa pejalan kaki itu
tiba-tiba ber-reaksi secara keliru, ialah ketika dilalui ia minggir
kekanan jalan yang diperuntukkan bagi sepeda motor itu.
R.v.J. memberi keputusan lepas dari segala tuntutan
(onstslagvan alle rechtsvervolging).
Contoh:
– Ps. 480 (penadahan)
– Ps. 483, 484 (delik yang menyangkut pencetak dan penerbit).
– Ps. 287, 288, 292 (delik-delik kesusilaan).
• Istilah yang dipakai dalam delik-delik tersebut ialah
"diketahui" atau "mengerti" untuk kesengajaan dan
"sepatutnya harus di-duga" atau "seharusnya menduga"
untuk kealpaan.
• Pada delik-delik ini kesengajaan atau kealpaan hanya
tertuju kepada salah satu unsur dari delik itu.
• Pada delik penadahan ditujukan kepada hal "bahwa
barang yang bersangkutan diperoleh dari kejahatan".
Apakah kealpaan orang lain dapat meniadakan
kealpaan dari terdakwa ?
• Jawaban : tidak dapat
• putusan Politierechter Medan (LT.v.R. 149 halaman : 707).
Terdakwa sebagai pengendara mobil tetap dipidana karena ia pada
malam hari menabrak grobag yang tidak memakai lampu.
Pengendara grobag alpa, tetapi ini tidak meniadakan kealpaan
terdakwa.
• Seorang pengemudi mobil pada pagi hari jam 03.00 melanggar 4
orang sekaligus yang sedang tidur di tengah jalan raya. Dalam
kasus inipun tidak boleh dilihat "kealpaan orang lain", akan tetapi
tetap harus ditinjau ada dan tidak adanya kealpaan pada
pengemudi mobil. Apakah ia kurang hati-hati dan kurang penduga-
duga ? Bagaimana keadaan mobilnya ? Kalau lampunya kurang
terang, maka ini merupakan indikasi dari kealpaannya. Apabila
lampunya normal, maka seharusnya ia dapat mengetahui orang
yang tidur di jalan itu. Kalau tidak, maka ini merupakan kealpaan.
Persoalan kesalahan pada tindak pidana
berupa pelanggaran.
• Dalam rumusan tindak pidana berupa pelanggaran pada dasarnya tidak
ada penyebutan tentang kesengajaan atau kealpaan, artinya tidak disebut
apakah perbuatan dilakukan dengan sengaja atau alpa. Hal ini penting
untuk hukum acara pidana, sebab kalau tidak tercantum dalam rumusan
Undang-undang, maka tidak perlu dicantumkan dalam surat tuduhan dan
juga tidak perlu dibuktikan.
• Apakah pada pelanggaran yang dirumuskan sedemikian itu, orang yang
melakukan perbuatan yang memenuhi rumusan delik berupa pelanggaran
itu mesti dipidana ? Apakah pada pelanggaran sama sekali tidak dihiraukan
sikap batin sipembuat ? Kalau hal ini terjadi, maka berlakulah ajaran "fait
materiel" (de leer van het materiele feit - ajaran perbuatan materiil).
• Mengenai hal ini baik dikutip apa yang terdapat dalam M.v.T. (Smidt III
halaman 175 - dikutip dari Hazewinkel-Suringa cetakan ke 51973, halaman
150), yang kurang lebih berbunyi demikian :
– Pada pelanggaran hakim tidak perlu mengadakan pemeriksaan secara khusus
tentang adanya kesengajaan, bahkan tentang adanya kealpaan juga tidak, lagi
pula tidak perlu memberi keputusan tentang hal tersebut. Soalnya apakah
terdakwa berbuat/ tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan Undang-
undang atau tidak.
Cara menentukan pertanggungjawaban
1. Metode biologis:
apbl psikiater tlh menyatakan seseorg sakit jiwa, mk ia
tdk dpt dipidana.
2. Metode psikologis:
menunjukkan hub antara keadaan jiwa yg abnormal dgn
perbuatnnya. Metode ini mementingkan akibat jiwa thd
perbtn-nya shg dpt dikatakan tdk mampu bertg-jwb
dan tdk dpt dipidana.
3. Metode biologis-psikologis:
di samping memperhatikan keadaan jiwanya, kmdn
keadaan jiwa ini dipernilai dgn perbuatannya u/
dinyatakan tdk mampu bertg jwb.
Inwendig uitwendig
Umum Khusus
Pasal 44, 48 – Ex, Psl 166,
51 KUHP Psl 221 ayt 2
Pertumbhn jiwa yg tdk Overmacht
sempurna Pemblln terpaksa
Umur yg msh sangat Melaks UU Alasan Alasan
muda pembenar
Melaks perintah jabtn Pemaaf
Alsn
KUHP Di Luar UU Penghapus Pid
Putatief
Menjalankan UU
Org bertindak berdsr berbgi kept/ Syarat pembelaan itu ditentukan scr
alasan limitatif
Keadaan yg diketahui oleh umum Teori Gabungan Keadaan yg hrs diketahui oleh pelaku
Objektif + Subjektif Itu sendiri
Simon
• Teori Conditio Sine Quanon/ Ekivalensi: Tiap syarat
adalah sebab, dan semua syarat mempunyai nilai yang
sama, sebab jika satu syarat tidak ada, maka akibatnya
akan lain pula;
• Kebaikan: teori ini mudah diterapkan, dan menarik secara
luas sekali dalam membatasi lingk berlakunya
pertanggungjwbn pid.
• Kritik: hub kausal membentang kebelakang tanpa akhir,
tiap-tiap sebab sebenarnya merupakan akibat dari sebab
yg terjadi sebelumnya.
• Teori Individualisasi: memilih secara post factum (in
concreto) artinya setelah peristiwa konkrit terjadi.
• Dari serentetan faktor yang aktif dan psif dipilih sebab yang
paling menentukan dari peristiwa tersebut, sdg faktor yg
lain hanya merupakan syarat belaka.
• Penganut Indiviadualisasi Birkmayer, Binding, Kohler:
• Birkmayer: sebab adalah syarat yang paling kuat.
– Kritik: Bagaimanakah menentukan faktor yang paling kuat itu ? Apa
ukurannya ?
• Binding: sebab dari suatu perubahan adalah identik
dengan perubahan dalam kesimbangan antara faktor yang
menahan (negatif) dan faktor positif, dimana faktor positif
lebih unggul. Yang disebut sebab adalah syarat-syarat
positif dalam keunggulannya terhadap syarat-syarat
negatif. Satu-satunya sebab adalah faktor atau syarat
terakhir yang menghilangkan keseimbangan dan
memenangkan faktor positif itu.
• Teori Generalisasi: Melihat secara ante factum (sebelum
kejadian/ in abstracto) → apakah diantara serentetan
syarat itu ada perbtn mns yg pd umumnya dpt
menimbulkan akibat semacam itu, atau memp kadar utk
timbulkan akibat semacam itu ? Dalam teori ini dicari
sebab yang adequat (ad-aequare artinya di buat sama) utk
timbulnya akibat ybs.
Bagaimanakah penentuannya bahwa suatu sebab itu pada
umumnya cocok utk menimbulkan akibat tertentu