Anda di halaman 1dari 34

RESUME BUKU

MATA KULIAH PENGANTAR SOSIOLOGI

Dosen Pengampu : M. Ulfatul Akbar Jafar, S.AP., M.IP.

Oleh :

KELOMPOK 1

1. SITI HALIFA (2022B1B101)


2. NURSABRIA (2022B1B077)
3. DINDA DWI KIRANA (2022B1B012)
4. AYU FITRIANINGSIH (2022B1B040)
5. AFSARIN (2022B1B070)
6. MEIDA MUTIARANI RIZKIA (2022B1B020)
7. ANJAS FARID (2022B1B104)
8. SONIATI (2022B1B082)
9. JUMRATUL JANNAH

KELAS B

SEMESTER I

ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

2022
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................................3
A. Pengantar........................................................................................................................3
B. Ilmu Pengetahuan dan Sosiologi.....................................................................................4
C. Gambaran Ringkas tentang Sejarah Teori-teori Sosiologi..............................................8
D. Metode-metode Dalam Sosiologi.................................................................................10
E. Mazhab-mazhab dan Spesialisasi dalam Sosiologi.......................................................12
F. Perkembangan Sosiologi di Indonesia..........................................................................12
BAB 2 PROSES SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL ..........................................................13
A. Pengantar......................................................................................................................13
B. Interaksi Sosial sebagai Faktor Utama dalam Kehidupan Sosial...................................14
C. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial......................................................................14
D. Kehidupan yang Terasing..............................................................................................15
E. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial.....................................................................................16
BAB 3 KELOMPOK KELOMPOK SOSIAL DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT.................................27
A. Pengantar..................................................................................................................27
B. Pendekatan Sosiologis terhadap Kelompok-kelompok Sosial..................................28
C. Tipe-tipe Kelompok Sosial.........................................................................................28
D. Kelompok-kelompok Sosial yang Tidak Teratur........................................................31
E. MAasyarakat Pedesaan (Rural Community) dan Masyarakat Perkotaan (Urban
Community) 32
F. Kelompok-kelompok Kecil (Small Group)..................................................................34
Judul Buku : “Sosiologi Suatu Pengantar “

Penulis : Prof. Dr. Soerjono Soekanto

Dra. Budi Sulistyowati, M.A.

Penerbit : PT RAJAGRAFINDO PERSADA

Bab yang di resume : Bab 1-3

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Pengantar

Sosiologi merupakan suatu ilmu yang masih muda, walau telah mengalami
perkembangan yang cukup lama. Sejak manusia mengenal kebudayaan dan peradaban,
masyarakat manusia sebagai proses pergaulan hidup telah menarik perhatian. Awal
mulanya, orang-orang yang meninjau
Masyarakat hanya tertarik pada masalah-masalah yang menarik perhatian umum,
seperti kejahatan, perang, kekuasaan golongan yang berkuasa, keagamaan, dan lain
sebagainya. Dari pemikiran serta penilaian yang demikian itu, orang kemudian meningkat
pada filsafat kemasyarakatan, di mana orang menguraikan harapan-harapan tentang
susunan serta kehidupan masyarakat yang diingini atau yang ideal. Dengan demikian,
timbullah perumusan nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang seharusnya ditaati oleh setiap
manusia dalam hubungannya dengan manusia lain dalam suatu masyarakat. Yang
dimaksudkan untuk menciptakan kehidupan yang bahagia dan damai bagi semua manusia
selama hidup di dunia ini.
Hal tersebut merupakan idaman manusia di kala itu yang pada umumnya bersifat
utopis. Artinya, orang harus mengakui bahwa nilai-nilai dan kaidah-kaidah masyarakat
yang diidam-idamkan itu tidak selalu sesuai dengan kenyataan yang ada di dalam
masyarakat pada suatu waktu yang tertentu. Perbedaan yang tidak jarang menimbulkan
pertentangan antara harapan dengan kenyataan memaksa para ahli pikir untuk mencari
penyebabpenyebabnya dengan jalan mempelajari kenyataan-kenyataan di dalam
masyarakat, sehingga timbul berbagai macam teori tentang masyarakat. Lambat laun
teori-teori tersebut dipelajari dan dikembangkan secara sistematis dan netral, terlepas dari
harapan-harapan pribadi para sarjana y ang mempelajarinya dan juga dari penilaian baik
atau buruk mengenai gejala-gejala atau unsur yang dijumpai di dalam tubuh masyarakat
itu sehingga timbullah ilmu pengetahuan mengenai masyarakat.
Filsafat biasanya dipandang sebagai induk ilmu pengetahuan atau ilmu pengetahuan
yang umum. Pythagoras menyatakan dirinya sebagai cinta kebijaksanaan karena kata
“philein” (bahasa Yunani) adalah cinta dan “sophia” merupakan kebijaksanaan. Filsafat
dicari untuk kebijaksanaan dan kebijaksanaan dicarikan. Asal-usul filsafat merupakan
penjelasan rasional secara semuanya. Prinsip-prinsip atau asas-asas yang dijelaskan
terhadap semua fakta adalah filsafat. Dengan demikian, walaupun filsafat merupakan
induk pengetahuan, filsafat berbeda dengan ilmu pengetahuan.
Selanjutnya, filsafat merupakan asas-asas dari eksistensi dan yang menduga
kenyataan yang terpenting. Kala itu, filsafat adalah ilmu tentang ilmu pengetahuan, kritik
dan sistematika pengetahuan, penyimpulan ilmu pengetahuan empiris, pengajaran
rasional, akal pengalaman, dan seterusnya. Dengan demikian, filsafat mencakup ontologi,
deontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ontologi yang menjadi cabang filsafat tentang
sifat kenyataan riil dan deontologi adalah sifat kenyataan idiil. Epistemologi merupakan
dasar-dasar dan batas-batas pengetahuan. Sementara itu, aksiologi adalah evaluasi atau
penilaian dasar-dasar dan kenyataan.

B. Ilmu Pengetahuan dan Sosiologi

1. Ilmu Pengetahuan (Science)


Manusia sebenarnya diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang
sadar. Kesadaran manusia itu dapat disimpulkan dari kemampuannya untuk berpikir,
berkehendak, dan merasa. Dengan pikirannya manusia mendapatkan (ilmu)
pengetahuan; dengan kehendaknya manusia mengarahkan perilakunya; dan dengan
perasaannya manusia dapat mencapai kesenangan. Sarana untuk memelihara dan
meningkatkan ilmu pengetahuan dinamakan logika, sedangkan sarana-sarana untuk
memelihara serta meningkatkan pola perilaku dan mutu kesenian, disebut etika dan
estetika. Apabila pembicaraan dibatasi pada logika, hal itu merupakan ajaran yang
menunjukkan bagaimana manusia berpikir secara tepat dengan berpedoman pada ide
kebenaran.
Secara pendek dapatlah dikatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah pengetahuan
(knowledge) yang tersusun sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran, yang
selalu dapat diperiksa dan ditelaah (dikontrol) dengan kritis oleh setiap orang lain yang
ingin mengetahuinya. Perumusan tadi sebetulnya jauh dari sempurna, tetapi yang
terpenting adalah perumusan tersebut telah mencakup beberapa unsur yang pokok.
Unsur-unsur (elements) yang merupakan bagian-bagian yang tergabung dalam suatu
kebulatan adalah:
a. Pengetahuan (knowledge)
b. Tersusun secara sistematis
c. Menggunakan pemikiran
d. Dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain atau umum (objektif).
2. Ilmu-ilmu Sosial dan Sosiologi
Ilmu-ilmu sosial dinamakan demikian karena ilmu-ilmu tersebut mengambil
masyarakat atau kehidupan bersama sebagai objek yang dipelajarinya. Ilmu-ilmu sosial
belum mempunyai kaidah-kaidah dan dalil-dalil tetap yang diterima oleh bagian terbesar
masyarakat karena ilmu-ilmu tersebut belum lama berkembang, sedangkan yang
menjadi objeknya adalah masyarakat manusia yang selalu berubah-ubah. Karena sifat
masyarakat yang selalu berubah-ubah, hingga kini belum dapat diselidiki dan dianalisis
secara tuntas hubungan antara unsur-unsur di dalam masyarakat secara lebih mendalam.
Lain halnya dengan ilmu pengetahuan alam yang telah lama berkembang sehingga telah
mempunyai kaidah-kaidah dan dalil-dalil yang teratur dan diterima oleh masyarakat,
yang juga disebabkan karena objeknya bukan manusia.
Bagi seorang sarjana ilmu-ilmu sosial, kiranya masih agak sulit untuk dapat
memberikan jawaban tepat dan memuaskan atas pertanyaanpertanyaan seperti
umpamanya “apakah ekonomi” atau “apakah sosiologi”. Tidak itu saja, bahkan apabila
ditanyakan tentang perumusan suatu ilmu sosial tertentu, juga akan timbul kesulitan-
kesulitan untuk menjawabnya dengan tepat. Misalnya, apabila ditanyakan “apakah
sosiologi”, maka mungkin akan timbul pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang
berbunyi “apa bedanya dengan antropologi” atau “apa bedanya dengan ilmu politik”,
dan seterusnya. Maka, untuk memperoleh suatu gambaran yang cenderung untuk
mendekati ketepatan, akan dicoba untuk menyusun beberapa kriteria untuk
menggambarkan beberapa ilmu-ilmu sosial dan memperbandingkannya sehingga akan
dapat diperoleh suatu garis besar metodologi pokok dari masing-masing ilmu-ilmu
sosial tersebut di dalam mencapai tujuannya.
Salah satu jalan yang agak mudah untuk memperoleh karakteristik suatu ilmu
pengetahuan adalah dengan cara melukiskannya secara konkret. Untuk memperoleh
gambaran yang sederhana dari suatu ilmu, paling sedikit diperlukan kriteria sebagai
berikut.
a. Isi ilmu sosial tersebut perlu dirinci secara konkret. Artinya, secara lebih tegas adalah
apa yang menjadi pusat perhatian para ahli dan para sarjana yang mengkhususkan diri
pada suatu ilmu pengetahuan tertentu. Misalnya, para ahli sosiologi tidak akan
memusatkan perhatiannya terhadap setiap aspek kehidupan keluarga.
b. Hal-hal yang dianggap sebagai sebab-sebab khusus dari variabel tergantung penting
sekali untuk dirinci. Misalnya, apabila seorang sosiolog menelaah angka-angka dan
derajat terjadinya perceraian, maka mungkin dia akan mencari keterangan tentang laju
urbanisasi, hubungan antarsuku bangsa, hubungan antaragama, perkawinan
antarkelas, dan lain sebagainya. Dengan demikian, maka diusahakan untuk mencari
variabel bebas yang pokok.
c. Pusat perhatian suatu ilmu pengetahuan dapat dirinci dengan mengemukakan variabel
bebas dan variabel tergantung serta ada susunan yang teratur dari variabel-variabel
tadi yang dinamakan keteraturan logika (logical-ordering). Keteraturan logika tadi
kemudian akan menghasilkan hipotesis-hipotesis yang merupakan perumusan tentang
kondisi-kondisi dalam mana diduga bahwa variabel tergantung akan berubah atau
bahkan tidak berubah. Apabila hipotesishipotesis tadi disusun kembali ke dalam
kerangka yang mantap, kerangka tersebut dinamakan model, yang dapat dianggap
sebagai kerangka acuan.
d. Diperlukan pengetahuan tentang teknik-teknik yang lazim dipakai oleh masing-
masing ilmu pengetahuan untuk mendapatkan kebenaran atau untuk mencapai
sasarannya. Hal ini mencakup metode dan teknik penelitian dari ilmu tersebut.

Ilmu-ilmu sosial yang masih muda usianya, baru sampai pada tahap analisis
dinamika, artinya baru sampai pada analisis-analisis tentang masyarakat manusia dalam
keadaan bergerak. Mungkin dari ilmu ekonomi dapat dikatakan bahwa perkembangannya
telah meningkat pada taraf kemungkinan.

Istilah sosial (social) pada ilmu-ilmu sosial mempunyai arti yang berbeda dengan
misalnya istilah sosialisme atau istilah sosial pada Departemen Sosial. Apabila istilah
“sosial” pada ilmu-ilmu sosial menunjuk pada objeknya, yaitu masyarakat, sosialisme
merupakan suatu ideologi yang berpokok pada prinsip pemilikan umum (atas alat-alat
produksi dan jasa-jasa dalam bidang ekonomi).
3. Definisi Sosiologi dan Sifat Hakikatnya
Merumuskan suatu definisi (batasan makna) yang dapat mengemukakan keseluruhan
pengertian, sifat, dan hakikat yang dimaksud dalam beberapa kata dan kalimat
merupakan hal yang sangat sukar. Oleh sebab itu, suatu definisi hanya dapat dipakai
sebagai suatu pegangan sementara saja. Sungguhpun penyelidikan berjalan terus dan
ilmu pengetahuan tumbuh ke arah pelbagai kemungkinan, masih juga diperlukan suatu
pengertian yang pokok dan menyeluruh. Untuk patokan sementara, akan diberikan
beberapa definisi sosiologi sebagai berikut.
a. Pitirim Sorokin mengatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari:
1) Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejalagejala sosial
(misalnya antara gejala ekonomi dengan agama; keluarga dengan moral,
hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik dan lain
sebagainya)
2) Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala
nonsosial (misalnya gejala geografis, biologis, dan sebagainya)
3) Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial.
b. Roucek dan Warren mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
c. William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff¹4 berpendapat bahwa sosiologi adalah
penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi
sosial.
d. J.A.A. van Doorn dan C.J. Lammers¹5 berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu
pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang
bersifat stabil.
e. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi ¹6 menyatakan bahwa sosiologi atau
ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses
sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Selanjutnya menurut Selo
Soemardjan dan Soelaeman Soemardi,
4. Objek Sosiologi
Sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, objek sosiologi adalah
masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antarmanusia dan proses yang timbul dari
hubungan manusia di dalam masyarakat. Agak sukar untuk memberikan suatu batasan
tentang masyarakat karena istilah masyarakat terlalu banyak mencakup pelbagai faktor
sehingga kalaupun diberikan suatu definisi yang berusaha mencakup keseluruhannya,
masih ada juga yang tidak memenuhi unsur-unsurnya.

C. Gambaran Ringkas tentang Sejarah Teori-teori Sosiologi

1. Teori
Suatu teori pada hakikatnya merupakan hubungan antara dua fakta atau lebih, atau
pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut merupakan sesuatu yang
dapat diamati danpada umumnya dapat diuji secara empiris. Oleh sebab itu, dalam
bentuknya yang paling sederhana, suatu teori merupakan hubungan antara dua variabel
atau lebih, yang telah diuji kebenarannya. Suatu variabel merupakan karakteristik dari
orang-orang, benda-benda, atau keadaan yang mempunyai nilai-nilai yang berbeda,
seperti misalnya, usia, jenis kelamin, dan lain sebagainya.
2. Perhatian terhadap Masyarakat Sebelum Comte

Masa Auguste Comte dipakai sebagai patokan karena sebagaimana dinyatakan


di muka Comte yang pertama kali memakai istilah ata pengertian sosiologi. Sosiologi
dapatlah dikatakan merupakan suat ilmu pengetahuan yang relatif muda usianya
karena baru mengalami perkembangan sejak masanya Comte tersebut. Akan tetapi, di
lain pihak, perhatian-perhatian serta pikiran-pikiran terhadap masyarakat manusi telah
dimulai jauh sebelum masa Comte.

Seorang filsuf Barat yang untuk pertama kalinya menelaah masyarakat secara
sistematis adalah Plato (429-347 SM), seorang filsuf Romawi. Sebetulnya Plato
bermaksud untuk merumuskan suatu teori tentang bentuk negara yang dicita-citakan,
yang organisasinya didasarkan pada pengamatan kritis terhadap sistem-sistem sosial
yang ada pada zamannya. Plato menyatakan bahwa masyarakat sebenarnya merupakan
refleksi dari manusia perorangan. Suatu masyarakat akan mengalami kegoncangan,
sebagaimana halnya manusia perorangan yang terganggu keseimbanga.

Jiwanya yang terdiri dari tiga unsur yaitu nafsu, semangat dan inteligensia.
Inteligensia merupakan unsur pengendali, sehingga suatu negara seyogyanya juga
merupakan refleksi dari ketiga unsur yang berimbang atau serasi tadi.

Dengan jalan menganalisis lembaga-lembaga di dalam masyarakat, Plato


berhasil menunjukkan hubungan fungsional antara lembaga-lembaga tersebut yang
pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan yang menyeluruh. Dengan demikian, Plato
berhasil merumuskan suatu teori organis tentang masyarakat, yang mencakup bidang-
bidang kehidupan ekonomis dan sosial. Suatu unsur yang menyebabkan masyarakat
berdinamika adalah adanya sistem hukum yang identik dengan moral karena
didasarkan pada keadilan.

Aristoteles (384-322 SM) mengikuti sistem analisis secara organis dari Plato.
Di dalam bukunya Politics, Aristoteles mengadakan suatu analisis mendalam terhadap
lembaga-lembaga politik dalam masyarakat. Pengertian politik digunakannya dalam
arti luas mencakup juga berbagai masalah ekonomi dan sosial. Sebagaimana halnya
dengan Plato, perhatian Aristoteles terhadap biologi telah menyebabkannya
mengadakan suatu analogi antara masyarakat dengan organisme biologis manusia. Di
samping itu, Aristoteles menggarisbawahi kenyataan bahwa basis masyarakat adalah
moral (etika dalam arti yang sempit).

3. Sosiologi Auguste Comte (1798-1853)


Auguste Comte yang pertama-tama memakai istilah “sosiologi” adalah orang pertama
yang membedakan antara ruang lingkup dan isi sosiologi dari ruang lingkup dan isi
ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Dia menyusun suatu sistematika dari filsafat sejarah
dalam kerangka tahaptahap pemikiran yang berbeda-beda. Menurut Comte ada tiga
tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan perkembangan dari
tahap sebelumnya. 25 Tahap pertama dinamakannya tahap teologis atau fiktif, yaitu
suatu tahap di mana manusia menafsirkan gejala-gejala di sekelilingnya secara
teologis, yaitu dengan kekuatan-kekuatan yang dikendalikan roh dewa-dewa atau
Tuhan Yang Maha Kuasa. Penafsiran ini penting bagi manusia untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan yang memusuhinya dan untuk melindungi dirinya dari faktor-
faktor yang tidak terduga timbulnya.
Comte kemudian membedakan antara sosiologi statis dengan sosiologi dinamis.
Sosiologi statis memusatkan perhatian pada hukum-hukum statis yang menjadi
dasar dari adanya masyarakat. Studi ini merupakan semacam anatomi sosial yang
mempelajari aksi-aksi dan reaksi timbal-balik dari sistem-sistem sosial. Cita-cita dasar
yang menjadi latar belakang sosiologi statis adalah bahwa semua gejala sosial saling
berkaitan, yang berarti bahwa percuma untuk mempelajari salah satu gejala sosial
secara tersendiri. Unit sosial yang penting bukanlah individu, tetapi keluarga yang
bagian-bagiannya terikat oleh simpati. Agar suatu masyarakat berkembang simpati
harus diganti dengan kooperasi, yang hanya mungkin ada apabila terdapat pembagian
kerja.
Sosiologi dinamis merupakan teori tentang perkembangan dalam arti
pembangunan. Ilmu pengetahuan ini menggambarkan cara-cara pokok dalam mana
perkembangan manusia terjadi dari tingkat inteligensia yang rendah ke tingkat yang
lebih tinggi. Dengan demikian, dinamika menyangkut masyarakat-masyarakat untuk
menunjukkan adanya perkembangan. Comte yakin bahwa masyarakat akan
berkembang menuju suatu kesempurnaan. Walaupun demikian Comte sebenarnya
lebih mementingkan perubahan-perubahan atau perkembangan dalam cita-cita
daripada bentuk. Akan tetapi, dia tidak menyadari betapa perubahan citacita akan
mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan bentuk pula.
4. Teori-teori Sosiologi Sesudah Comte
Suatu gambaran menyeluruh dan lengkap tentang teori-teori sosiologi sesudah
masa Comte tak akan mungkin diberikan dalam bagian ini. Oleh karena itu, dipilihkan
beberapa teori saja, yang dikelompokkan ke dalam beberapa mazhab untuk
memudahkan penyusunan. Teori-teori tersebut banyak yang dipengaruhi oleh ilmu-
ilmu lain, maupun data yang diperoleh dari penggunaan ilmu-ilmu tersebut. Pengaruh
yang mencolok akan terlihat, misalnya, dari geografi, biologi, antropologi, ilmu
hukum, dan lain sebagainya. Pengelompokan ke dalam mazhab-mazhab akan
didasarkan pada faktor-faktor tersebut sehingga akan dapat diperoleh suatu gambaran
yang minimal.
a. Mazhab Geografi dan Lingkungan
b. Mazhab Organis dan Evolusioner
c. Mazhab Formal
d. Mazhab Psikologi
e. Mazhab Ekonomi
f. Mazhab Hukum

D. Metode-metode Dalam Sosiologi

Pada dasarnya terdapat dua jenis cara kerja atau metode, yaitu metode kualitatif dan
metode kuantitatif. Metode kualitatif mengutamakan bahan yang sukar dapat diukur
dengan angka-angka atau dengan ukuran-ukuran lain yang bersifat eksak, walaupun
bahan-bahan tersebut terdapat dengan nyata di dalam masyarakat. Di dalam metode
kualitatif termasuk metode historis dan metode komparatif, keduanya dikombinasikan
menjadi historis- komparatif. Metode historis menggunakan analisis atas peristiwa-
peristiwa dalam masa silam untuk merumuskan prinsip-prinsip umum. Seorang sosiolog
yang ingin menyelidiki akibat-akibat revolusi (secara umum) akan mempergunakan
bahan-bahan sejarah untuk meneliti revolusi-revolusi penting yang terjadi dalam masa
yang silam.
Metode komparatif mementingkan perbandingan antara bermacam-macam
masyarakat beserta bidang-bidangnya untuk memperoleh perbedaan-perbedaan dan
persamaan-persamaan serta sebab-sebabnya. Perbedaan-perbedaan dan persamaan-
persamaan tersebut bertujuan untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk mengenai perilaku
masyarakat pada masa silam dan masa sekarang, dan juga mengenai masyarakat-
masyarakat yang mempunyai tingkat peradaban yang berbeda atau yang sama.
Metode studi kasus (case study) bertujuan untuk mempelajari sedalam-dalamnya
salah satu gejala nyata dalam kehidupan masyarakat. Studi kasus dapat digunakan untuk
menelaah suatu keadaan, kelompok, masyarakat setempat (community), lembaga-
lembaga maupun individuindividu. Dasarnya adalah bahwa penelaahan suatu persoalan
khusus yang merupakan gejala umum dari persoalan-persoalan lainnya dapat
menghasilkan dalil-dalil umum. Alat-alat yang dipergunakan oleh metode studi kasus
adalah misalnya wawancara (interview), pertanyaan-pertanyaan (questionnaires), dari
daftar pertanyaan-pertanyaan (schedules), participant observer technique, dan lain-lain.
Teknik wawancara sering kali dipakai apabila diperlukan data penting dari masyarakat
lain. Teknik wawancara dapat dilaksanakan secara tidak tersusun dan secara tersusun.
Pada yang pertama, penyelidik menyerahkan pembicaraan kepada orang yang diajak
berwawancara, sedangkan pada yang terakhir, penyelidik yang memimpin pembicaraan.
Dalam participant observer technique, penyelidik ikut serta dalam kehidupan sehari-
hari dari kelompok sosial yang sedang diselidikinya. Dalam hal ini penyelidik akan
berusaha sedapat-dapatnya untuk tidak memengaruhi pola-pola kehidupan masyarakat
yang sedang diselidikinya. Metode kualitatif tersebut dalam istilah bahasa Jerman dapat
dinamakan sebagai metode berdasarkan verstehen (artinya pengertian).
Metode kuantitatif mengutamakan bahan-bahan keterangan dengan angka-angka,
sehingga gejala-gejala yang diteliti dapat diukur dengan mempergunakan skala-skala,
indeks, tabel, dan formulaformula yang semuanya mempergunakan ilmu pasti atau
matematika. Metode yang termasuk jenis metode kuantitatif adalah metode statistik yang
bertujuan menelaah gejala-gejala sosial secara matematis. Akhirakhir ini dihasilkan suatu
teknik yang dinamakan Sociometry yang berusaha meneliti masyarakat secara kuantitatif.
Sociometry mempergunakan skala-skala dan angka-angka untuk mempelajari hubungan-
hubungan antarmanusia dalam masyarakat. Jadi sociometry adalah himpunan
konsepkonsep dan metode-metode yang bertujuan untuk menggambarkan dan meneliti
hubungan-hubungan antarmanusia dalam masyarakat secara kuantitatif.
Ada dua metode dalam Sosiologi:
1. Kualitatif: tidak bisa diukur dengan angka tetapi nyata dalam masyarakat (metode
historis, komparatif)
2. Kuantitatif: bisa diukur dengan angka, dengan mempergunakan skala, indeks, tabel
dan formula (metode statistik, sociometry)
Metode lainnya:
1. Deduktif: berdasarkan hal-hal yang bersifat umum kemudian ditarik ke hal-hal
yang lebih khusus
2. Induktif: berdasarkan hal-hal yang khusus kemudian diambil generalisasinya.

E. Mazhab-mazhab dan Spesialisasi dalam Sosiologi

Sudah menjadi sifat ilmu pengetahuan bahwa apabila teori-teor dalam ilmu
pengetahuan tersebut meningkat semakin dalam dan tinggi maka akan timbul spesialisasi-
spesialisasi ilmu pengetahuan. Di dalam perkembangan ilmu sosiologi tampak
kecenderungan bahwa ilmu tersebut di dalam taraf pertama dapat dibeda-bedakan
menurut metode

F. Perkembangan Sosiologi di Indonesia

1. Permulaan Sosiologi di Indonesia


Walau pada hakikatnya para pujangga dan pemimpin Indonesia belum pernah
mempelajari teori-teori formal sosiologi sebagai ilmu pengetahuan, banyak di antara
mereka yang telah memasukkan unsur-unsur sosiologi ke dalam ajaran-ajarannya.
Ajaran Wulang Reh yang diciptakan oleh Sri Paduka Mangkunegoro IV dari
Surakarta antara lain mengajarkan tata hubungan antara para anggota masyarakat
Jawa yang berasal dari golongangolongan yang berbeda, banyak mengandung aspek
sosiologi, terutama dalam bidang hubungan antargolongan (intergroup relations).
Almarhum Ki Hadjar Dewantoro, pelopor utama yang meletakkan dasar-dasar bagi
pendidikan nasional di Indonesia, memberikan sumbangan yang sangat banyak pada
sosiologi dengan konsep-konsepnya mengenai kepemimpinan dan kekeluargaan
Indonesia yang dengan nyata dipraktikkan dalam organisasi pendidikan Taman Siswa.
2. Perkembangan Sosiologi Sesudah Perang Dunia Kedua
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945,
seorang sarjana Indonesia, yaitu Soenario Kolopaking, untuk pertama kalinya
memberi kuliah sosiologi (1948) pada Akademi Ilmu Politik di Yogyakarta (akademi
tersebut kemudian dilebur ke dalam Universitas Negeri Gadjah Mada, yang kemudian
menjadi Fakultas Sosial dan Politik). Beliau memberikan kuliah-kuliah di dalam
bahasa Indonesia. Hal tersebut merupakan suatu kejadian baru karena sebelum Perang
Dunia Kedua, semua kuliah pada perguruan-perguruan tinggi diberikan dalam bahasa
Belanda. Pada Akademi Ilmu Politik tersebut, sosiologi juga dikuliahkan sebagai ilmu
pengetahuan dalam jurusan pemerintahan dalam negeri, hubungan luar negeri dan
publisistik. Oleh sebab itu, kuliah-kuliah dalam ilmu pengetahuan tersebut sukar
sekali untuk mencetuskan keinginan pada para sarjana, untuk memperdalam,
kemudian mengembangkan sosiologi. Dengan dibukanya kesempatan bagi para
sarjana dan mahasiswa Indonesia untuk belajar di luar negeri sejak tahun 1950,
mulailah ada beberapa orang Indonesia yang memperdalam pengetahuannya tentang
sosiologi, bahkan ada di antaranya yang mempelajari ilmu tersebut secara khusus.
Bertambahnya orang-orang yang memperdalam dan mengkhususkan diri dalam
sosiologi tidak hanya menjadi dorongan untuk berkembangnya dan meluasnya ilmu
pengetahuan tadi, tetapi sekaligus membawa perubahan dalam sifat dan sosiologi di
Indonesia.
BAB 2

PROSES SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL

A. Pengantar

Para sosiolog memandang betapa pentingnya pengetahuan tentang proses sosial,


mengingat bahwa pengetahuan perihal struktur masyarakat saja belum cukup untuk
memperoleh gambaran yang nyata mengenai kehidupan bersama manusia. Bahkan
Tamotsu Shibutani menyatakan bahwa sosiologi mempelajari transaksi-transaksi sosial
yang mencakup usaha-usaha bekerja sama antara para pihak karena semua kegiatan
manusia didasarkan pada gotong-royong.
Pengetahuan tentang proses-proses sosial memungkinkan seseorang untuk
memperoleh pengertian mengenai segi yang dinamis dari masyarakat atau gerak
masyarakat. Dahulu banyak sarjana sosiologi yang menyamakan perubahan sosial dengan
proses sosial, karena ingin melepaskan diri dari titik berat pandangan para sarjana
sosiologi klasik yang lebih menitikberatkan pada struktur daripada masyarakat.
Dewasa ini, para sosiolog memerhatikan kedua segi masyarakat itu, yaitu segi
statisnya atau struktur masyarakat serta segi dinamis atau fungsinya masyarakat. Terdapat
aspek-aspek struktural dan prosesual. Memang tidak dapat disangkal bahwa masyarakat
mempunyai bentukbentuk strukturalnya seperti, kelompok-kelompok sosial, kebudayaan,
lembaga sosial, stratifikasi, dan kekuasaan, tetapi semuanya itu mempunyai suatu derajat
dinamika tertentu yang menyebabkan pola-pola perilaku yang berbeda, tergantung dari
masing-masing

B. Interaksi Sosial sebagai Faktor Utama dalam Kehidupan Sosial

Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan proses
sosial) karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas
sosial. Bentuk lain proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi
sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antara orang-orang-perorangan, antara kelompok-kelompok
manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang
bertemu, interaksi sosial dimulai pada saat itu. Mereka saling menegur, berjabat tangan,
saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu
merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial. Walaupun orang-orang yang bertemu muka
tersebut tidak saling berbicara atau tidak saling menukar tanda-tanda, interaksi sosial
telah terjadi, karena masing-masing sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan
perubahan-perubahan dalam perasaan maupun syaraf orangorang yang bersangkutan,
yang disebabkan oleh misalnya bau keringat, minyak wangi, suara berjalan, dan
sebagainya. Semuanya itu menimbulkan kesan di dalam pikiran seseorang, yang
kemudian menentukan tindakan apa yang akan dilakukannya.

C. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat,
yaitu:
1. Adanya kontak sosial (social-contact)
2. Adanya komunikasi.
Kata kontak berasal dari bahasa latin con atau CUM (yang artinya bersama-sama)
dan tango (yang artinya menyentuh). Jadi, artinya secara harfiah adalah bersama-sama
menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah.
Sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena orang
dapat mengadakan hubungan dengan pihak lain tanpa menyentuhnya, seperti
misalnya, dengan cara berbicara dengan pihak lain tersebut.

D. Kehidupan yang Terasing

Pentingnya kontak dan komunikasi bagi terwujudnya interaksi sosial dapat diuji
terhadap suatu kehidupan yang terasing (isolation). Kehidupan terasing yang sempurna
ditandai dengan ketidakmampuan untuk mengadakan interaksi sosial dengan pihak-pihak
lain. Sudah tentu seseorang yang hidup terasing sama sekali dapat melakukan
tindakantindakan, misalnya terhadap alam sekitarnya, tetapi hal itu tak akan mendapatkan
tanggapan apa-apa.
Kehidupan terasing dapat disebabkan karena secara badaniah seseorang sama sekali
diasingkan dari hubungan dengan orang-orang lainnya. Padahal, seperti diketahui,
perkembangan jiwa seseorang banyak ditentukan oleh pergaulannya dengan orang-orang
lain. Banyak contoh, di mana anak-anak yang sejak kecil diasingkan dari pergaulan
dengan orangorang lain mempunyai kelakuan yang mirip dengan hewan. Mereka tak
dapat berbicara dan tak dapat berperilaku sebagai manusia biasa. Secara fisik saja mereka
tampaknya sebagai manusia, tetapi perkembangan jiwanya jauh terbelakang. Dalam salah
sebuah karangannya, Kingsley Davis pernah menelaah perihal seorang anak usia lima
tahun (namanya Anna) yang selama hampir seluruh usianya disekap dalam sebuah kamar
kecil di atas loteng di sebuah rumah petani di Pennsylvania.¹¹ Anak yang bernama Anna
tersebut menunjukkan sifat-sifat yang berlainan sama sekali dengan anak lain yang
seusia; dia tak dapat jalan, tak dapat mendengar dengan sempurna, tak dapat makan
seperti manusia dan seterusnya.
Terasingnya seseorang dapat pula disebabkan oleh karena cacat pada salah-satu
indranya. Seseorang yang sejak kecil buta dan tuli, misalnya, mengasingkan dirinya dari
pengaruh-pengaruh kehidupan yang tersalur melalui kedua indra tersebut. Dari beberapa
hasil penyelidikan ternyata bahwa kepribadian orang-orang demikian mengalami banyak
penderitaan sebagai akibat kehidupan terasing karena cacat indra itu. Orang-orang cacat
tersebut akan mengalami perasaan rendah diri, karena kemungkinankemungkinan untuk
mengembangkan kepribadiannya seolah-olah terhalang dan bahkan sering kali tertutup
sama sekali.

E. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan


(competition), dan bahkan dapat juga berbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict).
Suatu pertikaian mungkin mendapatkan suatu penyelesaian. Mungkin penyelesaian
tersebut hanya akan dapat diterima untuk sementara waktu, yang dinamakan akomodasi
(accomodation); dan ini berarti bahwa kedua belah pihak belum tentu puas sepenuhnya.
Suatu keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi
Bentuk-bentuk interaksi sosial adalah kerja sama (cooperation), persaingan
(competition), akomodasi (accomodation), dan bahkan dapat juga berbentuk pertentangan
atau pertikaian (conflict).
Proses-proses interaksi yang pokok adalah sebagai berikut.
1. Proses-proses yang Asosiatif
a. Kerja Sama (Cooperation)
Beberapa sosiolog menganggap bahwa kerja sama merupakan bentuk interaksi
sosial yang pokok. Sebaliknya, sosiolog lain menganggap bahwa kerja samalah
yang merupakan proses utama. Golongan yang terakhir tersebut memahamkan
kerja sama untuk menggambarkan sebagian besar bentuk-bentuk interaksi sosial
atas dasar bahwa segala macam bentuk interaksi tersebut dapat dikembalikan pada
kerja sama. Misalnya, apabila dua orang berkelahi, mereka harus bekerja sama
untuk saling bertinju. Pemberian arti semacam itu mengambil ruang lingkup yang
terlalu luas sehingga menimbulkan garis-garis kabur yang menyulitkan analisis.
Kerja sama di sini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang
perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan
bersama.
Bentuk dan pola-pola kerja sama dapat dijumpai pada semua kelompok
manusia. Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian dimulai sejak masa
kanak-kanak di dalam kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan.
Atas dasar itu, anak tersebut akan menggambarkan bermacam-macam pola kerja
sama setelah dia menjadi dewasa. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila
orang dapat digerakkan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada
kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi
semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerja serta
balas jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan selanjutnya, keahlian-
keahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerja sama supaya rencana kerja
samanya dapat terlaksana dengan baik.
b. Akomodasi (Accomodation)
1. Pengertian
Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti, yaitu untuk menunjuk pada
suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses. Akomodasi yang
menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan
(equilibrium) dalam interaksi antara orang-perorangan atau kelompokkelompok
manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial
yang berlaku di dalam masyarakat. Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk
pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-
usaha untuk mencapai kestabilan.
2. Bentuk-bentuk Akomodasi
Akomodasi sebagai suatu proses mempunyai beberapa bentuk, yaitu sebagai
berikut.
a. Coercion adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan
oleh karena adanya paksaan. Coercion merupakan bentuk akomodasi, di
mana salah satu pihak berada dalam keadaan yang lemah bila
dibandingkan dengan pihak lawan. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara
fisik (yaitu secara langsung), maupun secara psikologis (yaitu secara tidak
langsung). Misalnya perbudakan adalah suatu coercion, di mana interaksi
sosialnya didasarkan pada penguasaan majikan atas budak-budaknya.
Budak dianggap sama sekali tidak mempunyai hak-hak apa pun juga. Pada
negara-negara totaliter, coercion juga dijalankan, ketika suatu kelompok
minoritas yang berada di dalam masyarakat memegang kekuasaan. Hal ini
sama sekali tidak berarti bahwa dengan coercion tak akan dapat dicapai
hasil-hasil yang baik bagi masyarakat.
b. Compromise adalah suatu bentuk akomodasi di mana pihak-pihak yang
terlibat saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian
terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk dapat melaksanakan
compromise adalah bahwa salah satu pihak bersedia untuk merasakan dan
memahami keadaan pihak lainnya dan begitu pula sebaliknya. Beberapa
partai politik karena sadar bahwa masing-masing memiliki kekuatan sama
dalam suatu pemilihan umum, dan seterusnya.
c. Arbitration merupakan suatu cara untuk mencapai compromise apabila
pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri.
Pertentangan diselesaikan oleh pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah
pihak atau oleh suatu badan yang berkedudukan lebih tinggi dari pihak-
pihak yang bertentangan, seperti terlihat dalam penyelesaian masalah
perselisihan perburuhan, misalnya.
d. Mediation hampir menyerupai arbitration. Pada mediation diundanglah
pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada. Pihak ketiga
tersebut tugas utamanya adalah untuk mengusahakan suatu penyelesaian
secara damai. Kedudukan pihak ketiga hanyalah sebagai penasihat belaka.
Dia tak mempunyai wewenang untuk memberi keputusan-keputusan
penyelesaian perselisihan tersebut.
e. Conciliation adalah suatu usaha untuk mempertemukan
keinginankeinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya
suatu persetujuan bersama. Conciliation bersifat lebih lunak daripada
coercion dan membuka kesempatan bagi pihak-pihak yang bersangkutan
untuk mengadakan asimilasi. Suatu contoh dari conciliation adalah adanya
panitia-panitia tetap di Indonesia yang khusus bertugas untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan perburuhan, di mana duduk wakil-
wakil perusahaan, wakil-wakil buruh, wakil-wakil Departemen Tenaga
Kerja dan seterusnya khusus bertugas menyelesaikan persoalanpersoalan
jam kerja, upah, hari-hari libur dan lain sebagainya.
f. Toleration juga sering dinamakan tolerant-participation. Ini merupakan
suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya.
Kadang-kadang toleration timbul secara tidak sadar dan tanpa
direncanakan karena adanya watak orang-perorangan atau
kelompokkelompok manusia untuk sedapat mungkin menghindarkan diri
dari suatu perselisihan. Dari sejarah dikenal bahwa bangsa Indonesia
adalah bangsa yang toleran yang sedapat mungkin menghindarkan diri dari
perselisihan-perselisihan.
g. Stalemate merupakan suatu akomodasi, di mana pihak-pihak yang
bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada
suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya. Hal ini disebabkan
karena bagi kedua belah pihak sudah tidak ada kemungkinan lagi baik
untuk maju maupun untuk mundur. Stalemate tersebut, misalnya, terjadi
antara Amerika Serikat dengan Rusia di bidang nuklir.
h. Adjudication, yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.
Walaupun tersedia bermacam-macam bentuk akomodasi seperti
diuraikan di atas dan telah banyak ketegangan-ketegangan yang teratasi,
masih saja ada unsur-unsur pertentangan laten yang belum dapat diatasi
secara sempurna. Bagaimanapun juga akomodasi tetap perlu, apalagi
dalam keadaan dunia dewasa ini yang penuh ketegangan. Selama orang-
perorangan atau kelompok-kelompok manusia masih mempunyai
kepentingan-kepentingan yang tidak bisa diselaraskan antara satu dengan
lainnya, akomodasi tetap diperlukan.²2
3. Hasil-hasil Akomodasi
Secara panjang lebar Gillin dan Gillin²³ menguraikan hasil-hasil suatu
proses akomodasi dengan mengambil contoh-contoh dari sejarah. Antara lain
hasil-hasilnya adalah sebagai berikut.
a. Akomodasi, dan Integrasi Masyarakat
Akomodasi dan integrasi masyarakat telah berbuat banyak untuk
menghindarkan masyarakat dari benih-benih pertentangan laten yang akan
melahirkan pertentangan baru. Ketika orang-orang Normandia
menaklukkan Inggris pada 1066, mereka telah memaksakan suatu
kebudayaan baru terhadap masyarakat taklukannya. Bahasa, sistem
feodalisme, hukum, dan seterusnya diubah dan diganti. Dalam proses
tersebut terjadi perkawinan campuran dan banyak orang Inggris yang
mendapat kedudukan baru yang tinggi. Keadaan tersebut mengurangi jarak
sosial (social distance) antara penjajah dengan yang dijajah. Selain itu,
akomodasi juga menahan keinginan-keinginan untuk bersaing yang hanya
akan membuang biaya dan tenaga saja.
b. Menekan oposisi
Sering kali suatu persaingan dilaksanakan demi keuntungan suatu
kelompok tertentu (misalnya golongan produsen) dan kerugian pihak lain
(misalnya golongan konsumen). Akomodasi antara golongan produsen
yang mula-mula bersaing akan dapat menyebabkan turunnya harga, karena
barang-barang dan jasa-jasa lebih mudah sampai kepada konsumen.
4. Asimilasi (Assimilation)
Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai
dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat
antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi
usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses
mental dengan memerhatikan kepentingankepentingan dan tujuan-tujuan
bersama. Apabila orang-orang melakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok
manusia atau masyarakat, dia tidak lagi membedakan dirinya dengan
kelompok tersebut yang mengakibatkan bahwa mereka dianggap sebagai
orang asing. Dalam proses asimilasi, mereka mengidentifikasikan dirinya
dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok. Apabila dua
kelompok manusia mengadakan asimilasi, batas-batas antara kelompok-
kelompok tadi akan hilang dan keduanya lebur menjadi satu kelompok. Secara
singkat, proses asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap yang
sama, walau kadangkala bersifat emosional dengan tujuan untuk mencapai
kesatuan, atau paling sedikit mencapai integrasi dalam organisasi, pikiran dan
tindakan.
Proses asimilasi timbul bila ada:
1. Kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya
2. Orang-perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara
langsung dan intensif untuk waktu yang lama sehingga;
3. Kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut
masingmasing berubah dan saling menyesuaikan diri.

Dari uraian di atas jelas bahwa asimilasi terkait erat dengan pengembangan
sikap-sikap dan cita-cita yang sama. Di dalam proses tersebut, ada beberapa
bentuk interaksi sosial yang memberi arah ke suatu proses asimilasi (interaksi
yang asimilatif) bila memiliki syarat-syarat berikut ini.

1) Interaksi sosial tersebut bersifat suatu pendekatan terhadap pihak lain, di


mana pihak yang lain tadi juga berlaku sama. Seseorang mahasiswa yang
jujur dan baik tata lakunya misalnya, tak akan mungkin hidup bersama-sama
dengan rekannya yang licik di dalam satu kamar di asrama mahasiswa.
Walaupun mahasiswa yang jujur dan baik tadi berusaha untuk bersikap
toleran terhadap rekannya, tetapi tak akan terjadi suatu persahabatan karena
pihak yang lain bersikap sebagai musuh. Interaksi sosial tersebut harus
bersifat akrab pada kedua belah pihak guna tercapainya suatu asimilasi.
2) Interaksi sosial tersebut tidak mengalami halangan-halangan atau
pembatasan-pembatasan. Proses interaksi sosial yang asimilatif akan berhenti
apabila mengalami halangan-halangan yang mematikan atau apabila ada
pembatasan-pembatasan seperti misalnya halangan untuk melakukan
perkawinan campuran, pembatasan-pembatasan untuk memasuki lembaga-
lembaga pendidikan tertentu, dan seterusnya.
3) Interaksi sosial tersebut bersifat langsung dan primer. Misalnya upaya untuk
membentuk sebuah organisasi multilateral/bilateral akan terhalang oleh
adanya kesukaran melakukan interaksi langsung dan primer antara negara-
negara bersangkutan. Bisa saja masalahnya menyangkut keamanan,
kepentingan ekonomi, atau kedaulatan. Sebagai langkah pertama, biasanya
sering diusahakan pertukaran wisatawan, mahasiswa, sarjana, dan ahli-ahli
lain sebagainya.
4) Frekuensi interaksi sosial tinggi dan tetap, serta ada keseimbangan antara
pola-pola asimilasi tersebut. Artinya, stimulan dan tanggapantanggapan dari
pihak-pihak yang mengadakan asimilasi harus sering dilakukan dan suatu
keseimbangan tertentu harus dicapai dan dikembangkan. Mengadakan
interaksi sosial yang asimilatif dengan masyarakat-masyarakat tradisional
Indonesia yang masih terasing merupakan hal yang sulit karena para
warganya kurang mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi dengan para
warga masyarakat lain seperti misalnya masyarakat kota. Suatu contoh lain
adalah perlunya pertemuan tetap antara semua anggota suatu organisasi,
misalnya, demi tercapainya suatu asimilasi, khususnya antara para anggota
baru dengan para anggota lama organisasi. Dengan kata lain, tak ada asimilasi
yang bersifat pasif, di mana salah-satu pihak hanya menunggu dan menerima
saja. Maka, asimilasi yang dipaksakan juga tidak mungkin apabila paksaan
atau kekerasan tersebut hanya merupakan halangan terhadap terjadinya
interaksi sosial. Keadaan tersebut terlihat, misalnya, pada asimilasi antara
masyarakat dengan bekas narapidana. Apabila masyarakat beranggapan
bahwa riwayat hidup seorang bekas narapidana merupakan halangan bagi
terjadinya interaksi sosial penuh dengan warga-warga masyarakat lainnya,
ada keraguan apakah masyarakat akan dapat menerimanya kembali. Dalam
keadaan demikian, dapat dimengerti mengapa bekas narapidana tadi pada
akhirnya akan kembali mengadakan interaksi dengan golongan penjahat.
2. Proses Disosiatif
Proses-proses disosiatif sering disebut sebagai oppositional processes, yang
persis halnya dengan kerja sama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun
bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat
bersangkutan.
Faktor yang paling menentukan sebenarnya adalah sistem nilai masyarakat
tersebut. Masyarakat Amerika Serikat, misalnya, bersifat kompetitif; berhasilnya
seseorang ditentukan oleh faktor materi dan individualisme sangat dihargai. Hal itu
terutama disebabkan oleh latar belakang sejarah, di mana orang-orang yang pertama
datang di Amerika Serikat (dari Eropa) menghadapi tantangan berat di alam
sekitarnya. Mereka yang tidak tahan dan tidak kuat mental akan dilanda oleh
kebuasan alam sekelilingnya. Di samping itu mereka juga menghadapi penduduk asli,
yaitu orang-orang Indian. Betapa kemampuan individual sangat dihargai terlihat
dengan jelas pada film-film mereka yang bertemakan cerita-cerita Western. Film
tersebut selalu menampilkan tokoh yang mampu mengatasi masalah dan me-nguasai
keadaan, baik itu berupa kendala alam atau kekuatan-kekuatan lain dalam masyarakat.
Sudah tentu bentuk-bentuk proses sosial lainnya juga ada di dalam masyarakat
Amerika Serikat tersebut.
Berbeda dengan keadaan masyarakat Amerika Serikat, masyarakat Indonesia
pada umumnya bersifat kooperatif karena sistem nilai dalam masyarakat kita lebih
menghargai bentuk kerja sama ketimbang bentuk proses sosial yang bersifat
disosiatif.
Di dalam masyarakat tertutup, gerak sosial vertikal hampir tidak ada
sebagaimana misalnya pada masyarakat yang mengenal sistem kasta. Persaingan
antara kasta tidak begitu banyak terjadi, walau persaingan antaranggota suatu kasta
tertentu ada yang disebabkan oleh pertingkatan hierarkis kasta-kasta tersebut
ditentukan menurut kelahiran warga dan sistem kepercayaan yang telah tertanam
dalam masyarakat tersebut.
Oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang melawan seseorang atau
sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Terbatasnya makanan, tempat
tinggal, serta faktor-faktor lain telah melahirkan beberapa bentuk kerja sama dan
oposisi. Pola-pola oposisi tersebut dinamakan juga sebagai perjuangan untuk tetap
hidup (struggle for existence). Pengertian yang dipopulerkan oleh Charles Darwin ini
sering kali menimbulkan bermacam-macam penafsiran yang keliru.
Untuk kepentingan analisis ilmu pompengetahuan, oposisi atau proses-proses
yang disosiatif dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu sebagai berikut.
a. Persaingan (Competition)
Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, di
mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari
keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu
menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia)
dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang
telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.29 Persaingan
mempunyai dua tipe umum, yakni yang bersifat pribadi dan tidak pribadi.
Persaingan yang bersifat pribadi, orangperorangan, atau individu secara langsung
bersaing untuk, misalnya, memperoleh kedudukan tertentu di dalam suatu
organisasi. Tipe ini juga dinamakan rivalry.
Tipe-tipe tersebut di atas menghasilkan beberapa bentuk persaingan, yaitu
sebagai berikut.
1) Persaingan ekonomi
Persaingan di bidang ekonomi timbul karena terbatasnya persediaan
apabila dibandingkan dengan jumlah konsumen. Dalam teori ekonomi
klasik, persaingan bertujuan untuk mengatur produksi dan distribusi.
Persaingan merupakan salah satu cara untuk memilih produsen-produsen
yang baik. Bagi masyarakat sebagai keseluruhan, hal demikian dianggap
menguntungkan karena produsen yang terbaik akan memenangkan
persaingannya dengan cara memproduksi barang dan jasa yang lebih baik
dan dengan harga yang rendah. Kenyataan tidak selalu demikian karena
kemungkinan besar untuk mempertahankan kehidupan bersama harus
diadakan kerja sama. Selain itu, perusahaan besar yang mulamula bersaing
sering kali harus bekerja sama untuk dapat memonopoli pasaran jenis
barang-barang tertentu. Lagi pula persaingan sering kali hanya menambah
biaya dan membuang tenaga saja.
2) Persaingan kebudayaan
Persaingan dalam bidang kebudayaan terjadi ketika para pedagang
Barat berdagang di pelabuhan-pelabuhan Jepang atau sewaktu pendeta-
pendeta agama Kristen meluaskan agamanya di Jepang. Hal yang sama juga
terjadi sewaktu kebudayaan Barat, yang dibawa oleh orang-orang Belanda
pada akhir abad ke-15 jadi berhadapan dengan kebudayaan Indonesia.
Persaingan dalam bidang kebudayaan dapat pula menyangkut, misalnya,
persaingan di bidang keagamaan, lembaga kemasyarakatan seperti
pendidikan, dan seterusnya. Contoh lain adalah dalam bidang penghukuman
para narapidana. Dahulu dianut pendapat bahwa para “napi” harus dihukum
atas dasar pembalasan yang setimpal terhadap segala perbuatan yang
menyimpang dari norma-norma masyarakat. Cara penghukuman yang baru
lebih didasarkan pada usahausaha untuk menyadarkan mereka akan
kesalahan-kesalahannya dan bagaimana usaha-usaha untuk mengembalikan
mereka ke masyarakat. Salah satu cara adalah sistem lemb pemasyarakatan
terbuka. Kepada para narapidana diusahakan agar tidak merasa terkurung
dan terpisah dari masyarakat ramai.
3) Persaingan kedudukan dan peranan
Di dalam diri seseorang maupun di dalam kelompok terdapat
keinginan-keinginan untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang
mempunyai kedudukan serta peranan yang terpandang. Keinginan tersebut
dapat terarah pada suatu persamaan derajat dengan kedudukan serta peranan
pihak lain, atau bahkan lebih tinggi dari itu. Apabila seseorang dihinggapi
perasaan bahwa kedudukan dan peranannya sangat rendah, dia pada
umumnya hanya mengingini kedudukan dan peranan yang sederajat dengan
orang-orang lain.
b. Kontravensi (Contravention)
1. Pengertian
Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial
yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi
terutama ditandai oleh gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai diri
seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan,
kebencian, atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang. Atau,
perasaan tersebut dapat pula berkembang terhadap kemungkinan, kegunaan,
keharusan atau penilaian terhadap suatu usul, buah pikiran, kepercayaan,
doktrin, atau rencana yang dikemukakan orangperorangan atau kelompok
manusia lain.
Dalam bentuknya yang murni, kontravensi merupakan sikap mental
yang tersembunyi terhadap orang-orang lain atau terhadap unsur-unsur
kebudayaan suatu golongan tertentu. Sikap tersembunyi tersebut dapat
berubah menjadi kebencian, tetapi tidak sampai menjadi pertentangan atau
pertikaian. Suatu contoh adalah kecurigaan yang masih ada terhadap
seseorang yang sering dijumpai atau ditemui; atau apabila suatu rencana yang
telah ditetapkan oleh pemerintah diragukan kegunaannya oleh masyarakat.
Bentuk kontravensi menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker, ada
lima, yaitu:
a) Yang umum meliputi perbuatan-perbuatan seperti penolakan,
keengganan, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes,
gangguan-gangguan, perbuatan kekerasan, dan mengacaukan rencana
pihak lain
b) Yang sederhana seperti menyangkal pernyataan orang lain di muka
umum, memaki-maki melalui surat-surat selebaran, mencerca,
memfitnah, melemparkan beban pembuktian kepada pihak lain, dan
seterusnya
c) Yang intensif mencakup penghasutan, menyebarkan desas-desus,
mengecewakan pihak-pihak lain, dan seterusnya
d) Yang rahasia, umpamanya mengumumkan rahasia pihak lain, perbuatan
khianat, dan seterusnya;
e) Yang taktis, misalnya mengejutkan lawan, mengganggu atau
membingungkan pihak lain, umpama dalam kampanye partai-partai
politik dalam pemilihan umum.
2. Tipe-tipe Kontravensi
Menurut von Wiese dan Becker, terdapat tiga tipe umum kontravensi,
yaitu kontravensi generasi masyarakat, kontravensi yang menyangkut seks,
dan kontravensi parlementer.
Kontravensi generasi-generasi yang terdapat dalam masyarakat lazim
terjadi, terutama dalam zaman ini, di mana perubahan-perubahan terjadi
dengan cepat. Suatu contoh adalah mengenai pola-pola hubungan antara
orang tua dengan anak-anaknya yang pada umumnya bersifat asosiatif. Akan
tetapi, tidak jarang dengan meningkatnya usia dan kedewasaan anak, terjadi
suatu sikap keragu-raguan terhadap pendirian orang tua yang dianggap kolot
dan kuno. Orang tua yang telah terikat pada tradisi, tidak begitu saja akan
dapat menerima perubahan-perubahan dalam masyarakat, di mana perubahan-
perubahan tersebut lebih mudah diterima oleh generasi yang muda, yang
belum sepenuhnya berhasil membentuk kepribadiannya. Apabila hubungan
tersebut hanya sampai pada sikap keragu-raguan saja, maka belum terjadi
suatu pertentangan atau pertikaian.
3. Pertentangan (Pertikaian atau Conflict)
Pribadi maupun kelompok menyadari adanya perbedaan-perbedaan
misalnya dalam ciri-ciri badaniah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, polapola
perilaku, dan seterusnya—dengan pihak lain. Ciri tersebut dapat
mempertajam perbedaan yang ada hingga menjadi suatu pertentangan atau
pertikaian (conflict). Perasaan memegang peranan penting dalam
mempertajam perbedaan-perbedaan tersebut sedemikian rupa sehingga
masing-masing pihak berusaha untuk saling menghancurkan. Perasaan
tersebut biasanya berwujud amarah dan rasa benci yang menyebabkan
dorongan-dorongan untuk melukai atau menyerang pihak lain, atau untuk
menekan dan menghancurkan individu atau kelompok yang menjadi lawan.
Pertentangan atau pertikaian (selanjutnya disebut “pertentangan” saja)
merupakan suatu proses sosial di mana individu atau kelompok berusaha
untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang
disertai dengan ancaman dan/atau kekerasan. Sebab-musabab atau akarakar
dari pertentangan antara lain sebagai berikut.
a) Perbedaan antara individu-individu
Perbedaan pendirian dan perasaan mungkin akan melahirkan bentrokan
antara mereka
b) Perbedaan kebudayaan
c) Perbedaan kepribadian dari orang perorangan tergantung pula dari pola-
pola kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan serta
perkembangan kepribadian tersebut. Seorang secara sadar maupun tidak
sadar, sedikit banyaknya akan terpengaruh oleh pola-pola pemikiran dan
pola-pola pendirian dari kelompoknya. Selanjutnya, keadaan tersebut
dapat pula menyebabkan terjadinya pertentangan antara kelompok
manusia.
d) Perbedaan kepentingan
Perbedaan kepentingan antarindividu maupun kelompok merupakan
sumber lain dari pertentangan. Wujud kepentingan dapat
bermacammacam; ada kepentingan ekonomi, politik, dan lain sebagainya.
e) Perubahan sosial
Perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat untuk sementara waktu
akan mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Dan ini
menyebabkan terjadinya golongan-golongan yang berbeda pendiriannya,
umpama mengenai reorganisasi sistem nilai. Sebagaimana diketahui
perubahan sosial mengakibatkan terjadinya disorganisasi pada struktur.
BAB 3

KELOMPOK-KELOMPOK SOSIAL DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT

A. Pengantar
Manusia pada umumnya dilahirkan seorang diri, namun mengapa harus hidup
bermasyarakat? Seperti diketahui manusia pertama, Adam, telah ditakdirkan untuk hidup
bersama dengan manusia lain, yaitu istrinya yang bernama Hawa. Banyak cerita tentang
manusia yang hidup menyendiri seperti Robinson Crusoe. Akan tetapi, pengarangnya tak
dapat membuat suatu penyelesaian tentang hidup seorang diri tadi karena kalau dia mati
berarti riwayatnya pun akan habis pula. Maka, kemudian muncullah tokoh “Friday”
sebagai teman Robinson Crusoe. Walaupun temannya itu pria juga, hal itu membuktikan
bahwa pengarang sudah mempunyai perasaan tentang kehidupan bersama antarmanusia.
Begitu pula tokoh Tarzan di dalam film. Ia diberi pasangan seorang wanita sebagai teman
hidupnya, yang kemudian berketurunan pula, dan seterusnya. Apabila kita membaca
cerita-cerita dari dunia wayang, tokoh-tokoh seperti Arjuna yang sering bertapa dan
menyendiri akhirnya kembali pada saudara-saudaranya. Bertapa dan menyendiri hanyalah
untuk sementara dan bersifat temporer.

B. Pendekatan Sosiologis terhadap Kelompok-kelompok Sosial


Seorang sosiolog, di dalam menelaah masyarakat manusia akan banyak berhubungan
dengan kelompok-kelompok sosial, baik yang kecil seperti misalnya kelompok keluarga,
ataupun kelompok-kelompok besar seperti masyarakat desa, masyarakat kota, bangsa dan
lain-lain. Sebagai sosiolog, dia sekaligus merupakan anggota salah satu kelompok sosial.
Ilmuwan peneliti akan kian sadar bahwa sebagian dari kepribadiannya terbentuk oleh
kehidupan berkelompok dan dia hanya merupakan unsur yang mempunyai kedudukan
dan peranan yang kecil.

C. Tipe-tipe Kelompok Sosial


1. Klasifikasi Tipe-tipe Kelompok Sosial
Tipe-tipe kelompok sosial dapat diklasifikasikan dari beberapa, sudut atau atas
dasar pelbagai kriteria ukuran. Seorang sosiolog Jerman, Georg Simmel, mengambil
ukuran besar-kecilnya jumlah anggota kelompok, bagaimana individu memengaruhi
kelompoknya serta interaksi sosial dalam kelompok tersebut. Dalam analisisnya
mengenai kelompokkelompok sosial, Georg Simmel mulai dengan bentuk terkecil
yang terdiri dari satu orang sebagai fokus hubungan sosial yang dinamakannya
monad. Kemudian, monad dikembangkan dengan meneliti kelompokkelompok yang
terdiri dari dua atau tiga orang yaitu dyad serta triad dan kelompok-kelompok kecil
lainnya. Di samping itu, sebagai perbandingan, ditelaahnya kelompok-kelompok yang
lebih besar.
2. Kelompok Sosial Dipandang dari Sudut Individu
Seorang warga masyarakat yang masih bersahaja susunannya, secara relatif
menjadi anggota pula dari kelompok-kelompok kecil lain secara terbatas. Kelompok
sosial termaksud biasanya adalah atas dasar kekerabatan, usia, seks dan kadang-
kadang atas dasar perbedaan pekerjaan atau kedudukan. Keanggotaan masing-masing
kelompok sosial tadi memberikan kedudukan atau prestise tertentu yang sesuai
dengan adat istiadat dan lembaga kemasyarakatan di dalam masyarakat. Namun, yang
penting adalah bahwa keanggotaan pada kelompok sosial (termasuk pada masyarakat-
masyarakat yang masih sederhana) tidak selalu bersifat sukarela.
3. In-Group dan Out-Group
Dalam proses sosialisasi (socialization), orang mendapatkan pengetahuan
antara “kami”-nya dengan “mereka”-nya. Dan kepentingan suatu kelompok sosial
serta sikap-sikap yang mendukungnya terwujud dalam pembedaan kelompok-
kelompok sosial tersebut yang dibuat oleh individu. Kelompok sosial merupakan
tempat di mana individu mengidentifikasikan dirinya sebagai in-groupnya. Jelas
bahwa apabila suatu kelompok sosial merupakan “in-group” atau tidak bersifat relatif
dan tergantung pada situasi-situasi sosial yang tertentu. Out-group diartikan oleh
individu sebagai kelompok yang menjadi lawan in-groupnya. Ia sering dikaitkan
dengan istilah-istilah “kami atau kita” dan “mereka”, seperti “kita warga RT 001”
sedangkan “mereka warga RT 002”, “kami mahasiswa Fakultas Hukum,” sedangkan
“mereka mahasiswa Fakultas Ekonomi”, “kami pegawai negeri” dan “mereka
pedagang”. Sikap-sikap in-group pada umumnya didasarkan pada faktor simpati dan
selalu mempunyai perasaan dekat dengan anggotaanggota kelompok.
4. Kelompok Primer (Primary Group) dan Kelompok Sekunder (Secondary Group)
Di dalam klasifikasi kelompok-kelompok sosial, pembedaan yang luas dan
fundamental merupakan pembedaan antara kelompok-kelompok kecil di mana
hubungan antara anggota-anggotanya rapat sekali di satu pihak, dengan kelompok-
kelompok yang lebih besar di pihak lain.
5. Paguyuban (Gemeinschaft) dan Patembayan (Gesellschaft)
Asal mula buah pikiran Charles Horton Cooley tentang kelompok primer
sebagaimana diuraikan terlebih dahulu dapat dikembalikan pada buah pikiran yang
jauh sebelumnya telah dikemukakan oleh Ferdinand Tonnies tentang paguyuban
(gemeinschaft) dan patembayan (gesellschaft). Hubungan-hubungan positif antara
manusia selalu bersifat gemeinschaftlich atau gesellschaftlich.
Paguyuban merupakan bentuk kehidupan bersama di mana anggotaanggotanya
diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dasar
hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah
dikodratkan. Kehidupan tersebut dinamakan juga bersifat nyata dan organis, 17
sebagaimana dapat diumpamakan dengan organ tubuh manusia atau hewan. Bentuk
Paguyuban terutama akan dapat dijumpai di dalam keluarga, kelompok kerabatan,
rukun tetangga dan lain sebagainya.
6. Formal Group dan Informal Group
Apabila beberapa orang bekerja, mungkin karena mereka bertujuan untuk
mencapai sesuatu sasaran. Kalau orang-orang tersebut setuju untuk melakukan
sesuatu, mereka akan memerlukan organisasi. Untuk mencapai tujuan, diperlukan
suatu tata cara untuk bekerja. Kadang-kadang mereka setuju untuk mencapai tujuan
yang bersifat informal, yaitu mereka bekerja secara implisit. Akan tetapi, apabila
terdapat begitu banyak orang, manusia menentukan tata cara untuk mengatur
aktivitas. Mengatur aktivitas memerlukan organisasi yang diberangkatkan pada
kepentingan bersama. Hasil-hasilnya adalah umpamanya, mengorganisasikan partai
politik, membentuk rumah sakit, menentukan tata cara menjadi dasar suatu
perkumpulan olahraga, dan seterusnya. Anggota-anggota menjadi suatu organisasi
dan mereka mengharapkan untuk menaati hak dan kewajibannya.
7. Membership Group dan Reference Group
Pembedaan antara membership group dengan reference group berasal dari
Robert K. Merton. Membership group merupakan kelompok di mana setiap orang
secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut. Batasbatas yang dipakai untuk
menentukan keanggotaan seseorang pada suatu kelompok secara fisik tidak dapat
dilakukan secara mutlak. Hal ini disebabkan karena perubahan-perubahan keadaan.
Situasi yang tidak tetap akan memengaruhi derajat interaksi di dalam kelompok tadi
sehingga adakalanya seorang anggota tidak begitu sering berkumpul dengan
kelompok tersebut, walaupun secara resmi dia belum ke luar dari kelompok yang
bersangkutan. Keadaan demikian dapat dijumpai, misalnya, pada informal group.
Untuk membedakan secara tegas keanggotaan atas dasar derajat interaksi tersebut,
maka dikemukakan istilah nominal group-member dan peripheral group-member.
Seorang anggota nominal group dianggap oleh anggota-anggota lain sebagai
seseorang yang masih berinteraksi dengan kelompok sosial yang bersangkutan, tetapi
interaksinya tidak intens.
8. Kelompok Okupasional dan Volunter
Pada masyarakat seseorang mungkin saja melakukan berbagai pekerjaan
sekaligus. Artinya di dalam masyarakat tersebut belum ada spesialisasi yang tegas.
Akan tetapi, masyarakat tersebut pasti terpengaruh oleh dunia luar. Salah satu
akibatnya adalah bahwa masyarakat itu berkembang menjadi suatu masyarakat yang
heterogen. Dalam masyarakat yang sudah heterogen, berkembang sistem pembagian
kerja yang semakin didasarkan pada pengkhususan atau spesialisasi. Warga
masyarakat melakukan pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-
masing, yang mungkin berbeda dengan fungsinya yang tradisional.

D. Kelompok-kelompok Sosial yang Tidak Teratur


Setelah membicarakan kelompok sosial yang teratur kini tiba waktunya untuk secara
garis besar menguraikan kelompok-kelompok sosial yang secara relatif tidak teratur,
misalnya kerumunan, publik, dan lain sebagainya, beserta bentuk-bentuknya. Bermacam-
macam bentuk kelompok-kelompok sosial yang tidak teratur tadi pada dasarnya dapat
dimasukkan ke dalam dua golongan besar, yaitu kerumunan dan publik.
1. Kerumunan (Crowd)
Sangat sukar untuk menerima suatu pendapat yang mengatakan bahwa
sekumpulan manusia semata-mata merupakan koleksi manusia-manusia secara fisik
belaka. Setiap kenyataan adanya manusia berkumpul sampai batas-batas tertentu juga
menunjuk pada adanya suatu ikatan sosial tertentu. Walaupun mereka saling berjumpa
dan berada di satu tempat secara kebetulan, misalnya di stasiun kereta api, kesadaran
akan adanya orang lain telah membuktikan bahwa ada semacam ikatan sosial.
Kesadaran tersebut menimbulkan peluang-peluang untuk dapat ikut merasakan
perasaan orang lain yang berada di tempat yang sama. Suatu kelompok manusia tidak
hanya tergantung pada adanya interaksi belaka, tetapi juga karena adanya pusat
perhatian yang sama.
2. Publik
Berbeda dengan kerumunan, publik lebih merupakan kelompok yang tidak
merupakan kesatuan. Interaksi terjadi secara tidak langsung melalui alat-alat
komunikasi seperti misalnya pembicaraan pribadi yang berantai, desas-desus, surat
kabar, radio, televisi, film, dan lain sebagainya. Alat-alat penghubung semacam ini
lebih memungkinkan suatu publik mempunyai pengikut-pengikut yang lebih luas dan
lebih besar. Akan tetapi, karena jumlahnya yang sangat besar, tak ada pusat perhatian
yang tajam sehingga kesatuan juga tak ada. Setiap aksi publik diprakarsai oleh
keinginan individual (misalnya pemungutan suara dalam pemilihan umum), dan
ternyata individu-individu dalam suatu publik masih mempunyai kesadaran akan
kedudukan sosial yang sesungguhnya dan juga masih lebih mementingkan
kepentingan-kepentingan pribadi dari-pada mereka yang tergabung dalam kerumunan.
Dengan demikian, tingkah laku pribadi kelakuan publik didasarkan pada tingkah laku
atau perilaku individu.

E. MAasyarakat Pedesaan (Rural Community) dan Masyarakat Perkotaan (Urban


Community)
1. Masyarakat setempat (Community)
Istilah community dapat diterjemahkan sebagai “masyarakat setempat”, yang
menunjuk pada warga sebuah desa, kota, suku, atau bangsa. Apabila anggota-anggota
sesuatu kelompok, baik kelompok itu besar maupun kecil, hidup bersama sedemikian
rupa sehingga merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan-
kepentingan hidup yang utama, kelompok tadi disebut masyarakat setempat. Sebagai
suatu perumpamaan, kebutuhan, seseorang tidak mungkin secara keseluruhan
terpenuhi apabila dia hidup bersama-sama rekan lainnya yang sesuku. Dengan
demikian, kriteria yang utama bagi adanya suatu masyarakat setempat adalah adanya
social relationships antara anggota suatu kelompok. Dengan mengambil pokok-pokok
uraian di atas, dapat dikatakan bahwa masyarakat setempat menunjuk pada bagian
masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografis) dengan
batas-batas tertentu di mana faktor utama yang menjadi dasar adalah interaksi yang
lebih besar di antara para anggotanya, dibandingkan dengan penduduk di luar batas
wilayahnya. Dapat disimpulkan secara singkat bahwa masyarakat setempat adalah
suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial yang
tertentu.
Unsur-unsur perasaan komuniti (community sentiment) antara lain sebagai
berikut.
a. Seperasaan
Unsur seperasaan timbul akibat seseorang berusaha untuk
mengidentifikasikan dirinya dengan sebanyak mungkin orang dalam
kelompok tersebut sehingga kesemuanya dapat menyebutkan dirinya sebagai
“kelompok kami”, “perasaan kami” dan lain sebagainya. Perasaan demikian
terutama timbul apabila orang-orang tersebut mempunyai kepentingan yang
sama di dalam memenuhi kebutuhan hidup. Unsur seperasaan harus memenuhi
kebutuhan-kebutuhan kehidupan dengan “altruism”, yang lebih menekankan
pada perasaan solider dengan orang lain. Pada unsur seperasaan
kepentingankepentingan si individu diselaraskan dengan kepentingan-
kepentingan kelompok sehingga dia merasakan kelompoknya sebagai struktur
sosial masyarakatnya
b. Sepenanggungan
Setiap individu sadar akan peranannya dalam kelompok dan keadaan
masyarakat sendiri memungkinkan peranannya; dalam kelompok dijalankan
sehingga dia mempunyai kedudukan yang pasti dalam darah dagingnya
sendiri.
c. Saling memerlukan
Individu yang tergabung dalam masyarakat setempat merasakan
dirinya tergantung pada “komuniti”-nya yang meliputi kebutuhan fisik
maupun kebutuhan-kebutuhan psikologis. Kelompok yang tergabung dalam
masyarakat setempat tadi memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik seseorang,
misalnya atas makanan dan perumahan. Secara psikologis, individu akan
mencari perlindungan pada kelompoknya apabila dia berada dalam ketakutan,
dan lain sebagainya. Perwujudan yang nyata dari individu terhadap
kelompoknya (masyarakat setempat) adalah pelbagai kebiasaan masyarakat,
perilaku-perilaku tertentu yang secara khas merupakan ciri masyarakat itu.
Contoh yang mungkin dapat memberikan penjelasan lebih terang adalah aneka
macam logat bahasa masyarakat setempat.
2. Tipe-tipe Masyarakat Setempat
Dalam mengadakan klasifikasi masyarakat setempat, dapat digunakan empat
kriteria yang saling berpautan, yaitu:
a. Jumlah penduduk
b. Luas, kekayaan dan kepadatan penduduk daerah pedalaman
c. Fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat
d. Organisasi masyarakat setempat yang bersangkutan.
3. Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan
Dalam masyarakat yang modern, sering dibedakan antara masyarakat
pedesaan dengan masyarakat perkotaan rural community, dan urban community.
Perbedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian
masyarakat sederhana karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu
desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Sebaliknya pada masyarakat bersahaja
pengaruh dari kota secara relatif tidak ada. Pembedaan antara masyarakat pedesaan
dengan masyarakat perkotaan, pada hakikatnya bersifat gradual.

F. Kelompok-kelompok Kecil (Small Group)


Di dalam kelompok-kelompok besar, pasti akan timbul kelompokkelompok kecil. Hal
itu disebabkan karena manusia mungkin tidak mempunyai kepentingan-kepentingan
sama; manusia memerlukan perlindungan dari rekan-rekannya; manusia mempunyai
kemampuan yang terbatas di dalam pergaulan hidup dan lain sebagainya. Keadaan
demikian menyebabkan timbulnya small group yang merupakan wadah orang yang
mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama.
F. Dinamika Kelompok Sosial
Kelompok sosial bukan merupakan kelompok statis. Setiap kelompok sosial pasti
mengalami perkembangan serta perubahan. Untuk meneliti gejala tersebut, perlu ditelaah
lebih lanjut perihal dinamika kelompok sosial tersebut

Anda mungkin juga menyukai