Anda di halaman 1dari 19

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat-syarat Tugas Mata Kuliah “Sosiolinguistik”

DOSEN PENGAMPU:
Ustadzah Maria Ulfa, M. Pd. I

KELAS PBA-3/SEM VI
DISUSUN
OLEH KELOMPOK 7:

Dewi Uliyanda (0302203075)


Laila Syabrina (0302203029)
M. Ilham Juanda (0302203087)
Mhd. Aditya Pratama Ramadhan (0302203031)
Shofi Khairani (0302203081)
Silvia Ardani (0302203046)

PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
TA. 2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWarahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.


Tuhan seluruh alam yang maha Rahman dan Rahim karena atas berkat rahmat dan kasih
Sayang-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah ini dengan Judul “Alih Kode dan Campur
Kode”.

Dan terima kasih kami sampaikan kepada dosen pengampu mata Sosiolinguistik yaitu
Ustadzah Maria Ulfa, M. Pd. I yang telah mengarahkan dan membimbing pembelajaran
dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan Makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, walaupun kami telah berusaha menyajikan yang terbaik bagi pembaca. Oleh
karena itu, kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini dengan senang hati kami
terima. Semoga Makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Aamiin.

Wassalamu’alaikumWarahmatullahi Wabarakatuh.

Medan, 18 Mei 2023

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii

I. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 3
A. Latar Belakang .................................................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 3
C. Tujuan Masalah ................................................................................................................. 3

II. ALIH KODE DAN CAMPUR KODE ......................................................................... 4


A. Alih Kode.......................................................................................................................... 4
1. Pengertian Alih Kode......................................................................................... 4
2. Ciri-ciri Alih Kode............................................................................................. 7
3. Macam-Macam Alih Kode ................................................................................. 8
4. Penyebab Terjadinya Alih Kode ........................................................................ 9
B. Campur Kode ................................................................................................................ 11
1. Pengertian Campur Kode ................................................................................. 11
2. Ciri-ciri dan Contoh Peristiwa Campur Kode ................................................... 13
3. Jenis-jenis Campur Kode ................................................................................. 13
4. Faktor Penyebab Campur Kode ....................................................................... 14
C. Persamaan & Perbedaan Alih Kode dan Campur Kode........................................ 15

III. PENUTUP .................................................................................................................. 17


A. Kesimpulan ...................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 18

ii
I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam berinteraksi dengan sesamanya, manusia tidak dapat dipisahkan dari bahasa,
bahasa memegang berperanan penting sebagai sarana komunikasi. Dalam proses komunikasi
tersebut sangat mungkin para penutur memakai bahasa yang lebih dari satu, misalnya,
seseorang yang berkebangsaan Indonesia ketika berbicara dengan turis asing menggunakan
bahasa Inggris tetapi ketika ada temannya sesama orang Indonesia dia berganti menggunakan
bahasa Indonesia. Kondisi seperti ini biasanya terjadi pada masyarakat bilingual atau
multilingual, kontak yang intensif antara dua bahasa atau lebih di dalam situasi yang bilingual
atau multilingual seperti dalam masyarakat Indonesia tersebut mengakibatkan timbulnya
fenomena bahasa, yaitu alih kode dan campur kode.
Alih kode dan campur kode jika dikaji lebih mendalam dapat kita ketahui bahwa alih
kode dan campur kode merupakan salah satu kajian dari sosiolinguistik. Alih kode adalah
gejala peralihan bahasa karena berubahnya situasi, sedangkan campur kode adalah suatu
keadaan berbahasa dimana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa
dalam peristiwa tutur.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari pembuatan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Apa itu alih kode dan campur kode?
2. Apa ciri-ciri alih kode dan campur kode?
3. Apa penyebab terjadinya alih kode dan campur kode?
4. Apa saja macam, bentuk, dan contoh dari alih kode dan campur kode?
5. Apa perbedaan dan persamaan alih kode dan campur kode?

C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian alih kode dan campur kode.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri alih kode dan campur kode
3. Untuk mengetahui dan memahami penyebab terjadinya alih kode dan campur kode.
4. Untuk mengetahui dan memahami macam, bentuk, dan contoh dari alih kode dan
campur kode.
5. Untuk mengetahui dan memahami perbedaan dan persamaan alih kode dan campur
kode.

3
II
ALIH KODE DAN CAMPUR KODE

Bahasa adalah sesuatu yang mengalami perkembangan. Sebagai sesuatu yang


mengalami perkembangan tentu saja mengalami perubahan. Oleh karena itu, bahasa adalah
satu-satunya milik manusia yang tidak perna lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia
sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Keterikatan dan Keterkaitan bahasa
dengan manusia itulah yang mengakibatkan bahasa itu menjadi tidak statis.

Dewasa ini sebagian besar manusia disebut sebagai dwibahasawan. Seseorang


dikatakan sebagai seorang dwibahasawan karena mampu menguasai dua bahasa sekaligus
dalam kehidupan bermasyarakat. Dwibahasawan yang dimaksud ialah selain menguasai
bahasa pertama (bahasa ibu) juga menguasai bahasa Indonesia (bahasa kedua) sebagai bahasa
dalam komunikasi.Peristiwa dwibahasa dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Salah
satunya di instansi pemerintahan. Instansi pemerintahan merupakan suatu organisasi yang di
mana pada umumnya dimiliki oleh pemerintah dan bekerja untuk pemerintah. Sebagai tempat
formal instansi pemerintah seharusnya menggunakan bahasa Indonesia. Namun, pada
kenyataannya ditemukan penggunaan bahasa Wolio. Peristiwa tersebut berupa peristiwa alih
kode dan campur kode.

A. Alih Kode
1. Pengertian Alih Kode

Pemahaman baru tentang keragaman linguistik telah muncul, dan bahasa dapat dilihat
dari sudut pandang komunikatif sebagai kode. Pepatah ini berlaku untuk keragaman bahasa
yang terkait dengan kode ini, misalnya, yang terjadi di Jawa, ketika seorang anak
memperoleh bahasa Jawa dari orang tuanya dan belajar bahasa Indonesia dari gurunya di
sekolah. Menghadapi situasi ini, anak terpaksa menggunakan bahasa Indonesia di departemen
pemerintahan, dan menggunakan bahasa Jawa ketika berbicara dengan teman dan kolega atau
ketika membeli dan menjual. Situasi ini dalam banyak kasus mengarah pada terjadinya
fenomena pergeseran linguistik.

Alih kode adalah fenomena linguistik yang umum. Penutur dua bahasa atau dialek
ketika penutur tiba-tiba beralih dan menggunakan satu frase atau lebih kalimat dalam bahasa

4
atau genre lain. Pergeseran linguistik memprovokasi berbagai reaksi dalam monolingual.
Bahkan dapat memunculkan respons serupa pada bilingual yang sering berganti.

Alih kode adalah peristiwa peralihan kode yang satu ke kode yang lain, jadi apabila
seorang penutur mula-mula menggunakan kode A (misalnya bahasa Indonesia), dan
kemudian beralih menggunakan kode B (misalnya bahasa Jawa), maka peristiwa peralihan
pemakaian bahasa seperti itu disebut alih kode (code-switching).

Adapun menurut Ohoiwutun (1997: 71) alih kode (Code Switching), yakni peralihan
pemakaian dari satu bahasa atau dialek ke bahasa atau dialek lainnya. Dengan demikian, alih
kode itu merupakan gejala peralihan pemakaian bahasa yang terjadi karena situasi dan terjadi
antarbahasa serta antar ragam dalam satu bahasa.

Menurut Myres dan Scotton (Piantari dkk, 2011: 13) alih kode adalah peralihan
penggunaan kode satu ke kode bahasa yang lainnya. Apabila seseorang mula-mula
menggunakan kode bahasa A, misalnya bahasa Indonesia, kemudian beralih menggunakan
bahasa B, misalnya bahasa Inggris, maka peralihan pemakaian seperti itu disebut alih kode
(code-swtching). Menurut (Kitu 2014: 52) alih kode merupakan salah satu aspek tentang
saling ketergantungan bahasa (language depedency) di dalam masyarakat multilingual hampir
tidak mungkin seorang penutur menggunakan bahasa secara murni tanpa sedikit pun
memanfaatkan bahasa atau unsur bahasa yang lain.

Appel (dalam Chaer 1976:79) mendefinisikan alih kode sebagai “gejala peralihan
pemakaian bahasa karena berubahnya situasi”. Kridalaksana (2008:7) setuju dengan pendapat
ini dan menambahkan bahwa alih kode adalah penggunaan variasi bahasa lain untuk
menyesuaikan diri dengan peran atau situasi lain, atau karena adanya partisipasi lain. Seperti
dinyatakan oleh Hymes (1974:103) alih kode dapat terjadi tidak hanya antarbahasa, namun
juga dapat dilakukan antar ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam suatu bahasa,
atau bahkan dalam gaya yang terdapat pada sauatu bahasa.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa alih kode adalah
terjadinya peralihan antar bahasa atau ragam dan gaya bahasa dalam satu ujaran atau
percakapan yang disebabkan karena berubahnya situasi atau partisipasi lain. Alih kode adalah
peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain. Apabila seseorang penutur semula
menggunakan kode A (misalnya bahasa Indonesia), kemudian beralih menggunakan kode B
(misalnya bahasa Jawa), maka peristiwa peralihan pemakaian bahasa seperti ini disebut alih

5
kode (Suwito, 1985:68). Alih kode dapat berupa alih kode gaya, ragam, maupun variasi-
variasi bahasa yang lainnya.Alih kode juga bisa didefinisikan deng]an beralih atau
berpindahnya suatu bentuk tuturan dari bahasa yang satu ke bahasa lain, atau dari variasi
yang satu ke variasi lain, atau dari dialek satu ke dialek lain (Subroto dkk, 2002:11).

Alih kode secara disadari atau disengaja pada umumnya terjadi karena alasan tertentu
dan motivasi tertentu. Menurut Kunjana (2001:20) alih kode adalah istilah umum untuk
menyebutkan pergantian atau peralihan pemakaian dua bahasa atau lebih, beberapa variasi
dari satu bahasa, atau bahkan beberapa gaya dari suatu ragam. Dia juga menyebut apa yang
disebut alih kode intern (internal code switching), yakni yang terjadi antarbahasa daerah
dalam suatu bahasa nasional, antardialek dalam satu bahasa daerah, atau antara beberapa
ragam dan gaya yang terdapat dalam suatu dialek.

Ada berbagai pengertian alih kode menurut para ahli. Wijana (2010: 178)
mengemukakan bahwa alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode satu ke kode yang lain.
Alih kode dapat berupa alih 7 kode gaya, ragam, maupun variasi bahasa lainnya. Sedangkan
menurut Nababan (dalam Rahardi, 2010: 5) menyebutkan bahwa alih kode mencakup
kejadian di mana kita beralih dari satu ragam fungsi dialek ke ragam lain, atau dari satu
dialek ke dialek lain dan sebagainya.

Dell Hymes (dalam Kunjana Rahardi, 2001: 20) berpendapat bahwa alih kode adalah
istilah umum untuk menyebut pergantian atau peralihan pemakaian dua bahasa atau lebih,
beberapa variasi dari satu bahasa atau bahkan beberapa gaya dari suatu ragam. Suwito (1996:
80) mengemukakan bahwa alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode
yang lain dalam pemakaian bahasa. Namun karena di dalam suatu kode terdapat beberapa
kemungkinan variasi bahasa (variasi regional, kelas sosial, ragam, gaya maupun register)
maka peristiwa alih kode mungkin berwujud alih varian, alih ragam alih gaya, atau alih
register. Peralihan demikian dapat diamati lewat tata bunyi, tata bentuk, tata kalimat, maupun
tata wacana.

Alih kode atau dialect switching adalah perpindahan satu dialek ke dialek lainnya
dalam satu bahasa (Alwasilah dalam Saddhono, 2009:62). Dari pendapat para ahli yang telah
disebutkan dapat disintesiskan bahwa alih kode merupakan suatu peristiwa kebahasaan, yakni
peralihan bahasa dari ragam bahasa satu ke ragam bahasa yang lain. Peralihan ragam bahasa
tersebut dapat terjadi karena berubahnya situasi berbahasa.

6
2. Ciri-ciri Alih Kode

Ciri-ciri yang menunjukkan kalau di dalam fenomena bahasa alih kode bahasa masih
mendukung fungsi tersendiri secara terpisah dan peralihan kode tersebut terjadi jika penutur
merasa bahwa situasi relevan dengan peralihan kodenya (Sumalia, 2015). Alih kode yaitu
penggunaan dua bahasa atau lebih dengan ditandai ciri-ciri yaitu: (1) pada masing-masing
bahasa masih mendukung fungsi-fungsi tersendiri sesuai dengan konteksnya, (2) fungsi
masing-masing bahasa disesuaikan dengan situasi yang relevan dengan perubahan konteks.

Seseorang dalam pembicaraannya sering memasukkan unsur bahasa satu dengan yang
lain yang mempunyai latar belakang tertentu, tetapi unsur bahasa yang menyisipinya itu tetap
mendukung fungsinya sebagai fungsi komunikasi dan fungsi sintaksis. Ciri-ciri fenomena
alih kode dapat dibuktikan dalam (Sumalia, 2015) yaitu adanya peralihan atau pergantian
(perpindahan) dari suatu variasi bahasa ke variasi bahasa lain, antara ragam atau pun
peralihan gayanya (Kurniasih & Zuhriyah, 2017). Begitu juga dengan penggunaan suatu
bahasa dan dalam penggunaan itu terselip kalimat dari bahasa lain (Fathurrohman dkk. 2013).
Peralihan pemakaian bahasa dari bahasa yang satu kebahasaan yang lain dan masing-masing
bahasa disesuaikan dengan konteks, disebut dengan ciri-ciri unit konteks. Ciri-ciri tersebut
menunjukkan bahwa di dalam fenomena bahasa alih kode masing-masing bahasa masih
memiliki dan mendukung fungsi-fungsinya secara terpisahh dan peralihan kode itu terjadi
jika penutur merasa bahwa situasii relevan dengan peralihan kodenya.

Fenomena menunjukkan suatu gejala adanya saling ketergantungan antara fungsi dan
konteksnya dengan situasi yang relevan dengan pemakaian suatu bahasa (Sumalia, 2015).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri fenomena alih kode, yaitu adanya peralihan atau
pergantian (perpindahan) dari suatu variasi bahasa ke variasi bahasa lain, antara ragam atau
peralihan gayanya (Romansyah, 2018). Begitu juga penggunaann suatu bahasa dan dalam
penggunaan itu terselip kalimat dari bahasa lain. Hal itu terjadi karena oleh adanya kontak
bahasa dan saling ketergantungan bahasa (language dependency), orang wicara adalah orang-
orang yang dwibahasawan (bilingual) atau aneka bahasawan (multilingual), dan atau diglosik.

Mengenai kedwibahasaan berhubungan dengan pemakaian dua bahasa atau lebih pada
komunitas masyarakat bilingual maupun individu secara bergantian (Azhar, 2011:16).
Masyarakat multilingual hampir tidak mungkin seorang penutur menggunakan satu bahasa
secara mutlak murni tanpa sedikitpun memanfaatkan bahasa atau unsur bahasa yang lain.
Alih kode yang merupakan penggunaan dua bahasa atau lebih ditandai oleh: (1) mendukung

7
fungsi-fungsi sesuai dengan konteksnya, (2) fungsi masing-masing bahasa disesuaikan
dengan situasi dan konsidi yang relevan dengan perubahan konteks. Beralihnya kode bahasa
harus memperhatikan situasi yang ada karena informasi yang disampaikan dapat dimengerti.
Tanda-tanda tersebut merupakan ciri-ciri unit kontekstual.

Ciri-ciri tersebut menunjukkan bahwa dalam alih kode masing-masing bahasa masih
mendukung fungsi-fungsi secara eksklusif dan peralihan kode terjadi apabila penuturnya
merasa bahwa situasinya relevan dengan peralihan kodenya. Dengan demikian, alih kode
memiliki suatu gejala saling ketergantungan antara fungsi kontekstual dan relevansional di
dalam pemakaian dua bahasa atau lebih.

3. Macam-Macam Alih Kode

Menurut Suwito (2004:69) alih kode ada dua macam, yaitu alih kode intern dan
ekstern. Alih kode intern adalah alih kode yang terjadi antarbahasa-bahasa daerah dalam satu
bahasa nasional, antara dialek-dialek dalam satu bahasa daerah, atau antara beberapa ragam
dan gaya yang terdapat dalam satu dialek. Alih kode ekstern adalah alih kode yang terjadi
antara bahasa asli dengan bahasa asing. Namun demikian, dalam praktiknya dimungkinkan
terjadinya alih kode intern dan ekstern secara beruntun.

Menurut Hymes (dalam Rahardi, 2001:106) juga menyebutkan tentang macam alih
kode, yakni alih kode intern (internal code switching) yakni alih kode yang terjadi
antarbahasa daerah dalam satu bahasa nasional, antardialek dalam satu bahasa daerah, atau
antara beberapa ragam dan gaya yang terdapat dalam suatu dialek. Adapun yang dimaksud
dengan alih kode ekstern (external code switching) yaitu apabila yang terjadi adalah antara
bahasa asli dengan bahasa asing.

Berbeda dengan Suwito dan Hymes, Poedjosoedarmo (1976:49) menyebutkan istilah


alih kode sementara (temporary code swicthing), yaitu pergantian kode bahasa yang
digunakan oleh seorang penutur yang berlangsung sebentar saja, sementara alih kode
permanen (permanent code switching), yaitu peralihan bahasa yang terjadi berlangsung
secara permanen, kendatipun sebenarnya hal ini tidak mudah untuk dilakukan. Alih kode
permanen biasanya berkaitan pula dengan peralihan sikap relasi atau hubungan antara
penutur dan mitra tutur di dalam suatu masyarakat. Sebenarnya tidak mudah bagi seorang
penutur untuk mengganti kode bicaranya terhadap mitra tuturnya secara permanen.

8
Menurut Jendra (2010:75-76) mengelompokkan bentuk alih kode secara tata bahasa,
yaitu:

a. Alih Kode Bentuk Kalimat (Tag Code-Switching) Alih kode bentuk kalimat terjadi
ketika seseorang yang bilingual memasukkan atau menggunakan ungkapan pendek
atau singkat dari bahasa yang lain atau berbeda di akhir ungkapan yang dia ucapkan.
b. Alih Kode Antar Kalimat (Inter-sentential Code-Switching). Alih kode antar
kalimat terjadi apabila adanya kalimat utuh dalam bahasa asing diungkapkan antara
dua kalimat.
b. Alih Kode Intra Kalimat (Intra-sentential Code-Switching)
Alih kode intra kalimat terjadi ketika sebuah frase atau sebuah klausa dalam bahasa
asing ditemukan dalam kalimat dalam pokok bahasa.

4. Penyebab Terjadinya Alih Kode

Menurut Suwito (2004:72-74) beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih
kode, antara lain: (a) Penutur, seorang penutur kadang-kadang dengan sadar berusaha beralih
kode terhadap lawan tuturnya karena suatu maksud. Biasanya usaha tersebut dilakukan
dengan maksud mengubah situasi, yaitu dari situasi resmi ke situasi tidak resmi. (b) Lawan
tutur, setiap penutur pada umumnya ingin mengimbangi bahasa yang dipergunakan oleh
lawan tuturnya. (e) Hadirnya penutur ketiga, kehadiran orang ketiga kadang-kadang juga
dapat dipakai sebagai penentu berubahnya kode yang dipakai oleh seseorang dalam
berkomunikasi. (d) Untuk membangkitkan rasa humor. tuturan untuk membangkitkan rasa
humor dapat pula menyebabkan peristiwa alih kode, yaitu pada berubahnya suasana menjadi
lebih santai dan akrab antara penutur dan mitra tutur sehingga mengubah kode di antara
keduanya. (e) Sekedar untuk bergengsi, yaitu di mana sebagian penutur yang beralih kode
sekedar untuk bergengsi. Hal itu terjadi apabila baik faktor situasi, lawan bicara, topik, dan
faktor-faktor sosial-situasional yang lain sebenarnya tidak mengharuskan untuk beralih kode.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Nababan (1991:7) mengatakan bahwa unsur-unsur


yang mempengaruhi alih kode ada beberapa macam, yaitu pemeran, topik, situasi, tujuan,
alur, dan ragam bahasa. Dia menambahkan bahwa pengkajian penggunaan bahasa dan laku
bahasa disebut dengan "otnografi berbahasa". Unsur yang terdapat di dalam tindak berbahasa
dan kaitannya dengan pengaruh terhadap bentuk dan pemilihan ragam bahasa, yaitu: (a)

9
Siapa berbicara dengan siapa, (b) tentang apa (topik), (c) dalam situasi yang bagaimana, (d)
dengan tujuan apa, (e) dengan jalur apa (tulisan, lisan, telegram, atau media lainnya).

Sementara itu, Menurut Chaer dan Agustina (2010:108), secara umum penyebab
terjadinya alih kode adalah sebagai berikut :

a. Pembicara atau Penutur Seorang pmbicara atau penutur seringkali melakukan alih
kode biasanya karena adanya maksud atau tujuan tertentu untuk mendapatkan
keuntungan atau manfaat. Dalam kebiasaan sehari-hari, penggunaan bahasa daerah
dapat membangun rasa keakraban atau kedekatan satu masyarakat tutur.
b. Pendengar atau Lawan Tutur
Lawan tutur melakukan alih kode biasanya karena kemampuan bahasa lawan tutur,
sehingga untuk menjaga percakapan tetap berjalan lancar, lawan tutur akan
melakukan alih kode.
c. Perubahan Situasi dengan Hadimya Orang Ketiga
Kehadiran orang ketiga yang memiliki status sosial atau tidak memiliki latar belakang
kemampuan bahasa yang sama membuat pembicaraan yang dilakukan oleh dua orang
dalam satu ragam bahasa, dialihkan menjadi bahasa yang dapat dimengerti oleh orang
ketiga, sehingga menyebabkan alih kode. Menurut Chaer dan Agustina (2010:107),
secara sosial perubahan pemakaian bahasa itu memang harus dilakukan, sebab adalah
sangat tidak pantas dan tidak etis secara sosial untuk terus menggunakan bahasa yang
tidak dimengerti oleh orang ketiga. Oleh karena itu, alih kode dapat dikatakan
memiliki fungsi sosial.
d. Perubahan dari Formal ke Informal atau Sebaliknya
Perubahan situasi dalam peristiwa komunikasi akan menentukan ragam bahasa yang
digunakan, begitu pula apabila dalam peristiwa komunikasi situasi seketika berubah,
biasanya akan terjadi alih kode, hal itu dimaksudnya untuk menyesuaikan keadaan
dengan situasi yang sedang terjadi.
e. Perubahan Topik Pembicaraan Berubahnya topik pembicaraan dapat juga
menyebabkan terjadinya alih kode, perpindahan topik yang menyebabkan terjadinya
perubahan situasi dari situasi formal menjadi situasi tidak formal merupakan
penyebab ganda.

Faktor hubungan antara penutur dengan mitra tuturnya dapat menentukan terjadinya
alih kode. Apabila si mitra tutur berlatar belakang bahasa yang sama dengan penutur. maka

10
peristiwa alih kode yang terjadi hanyalah berupa peralihan varian (baik regional maupun
sosial), ragam, gaya, atau register. Sedangkan apabila si mitra tutur berlatar belakang bahasa
tidak sama dengan penutur, maka peristiwa alih kode yang terjadi adalah berupa peristiwa
alih bahasa. Poedjosoedarmo (1976:49) mengemukakan penyebab timbulnya alih kode,
adalah sebagai berikut:

a. Kadang-kadang karena kehendak serta suasana hati penutur yang tiba-tiba berubah,
sehingga berakibut timbulnya pergantian kode yang digunakannya.
b. Kadang-kadang karena adanya orang atau pihak ketiga yang tiba-tiba muncul dalam
tindak komunikasi yang berakibat bahwa kode yang digunakan pun harus diganti
pula.
c. Kadang-kadang karena suasana pembicaraan berubah.
d. Kadang-kadang karena adanya pengaruh dari pokok pembicaraan yang lain, kode pun
berganti pula.
e. Kadang-kadang karena suatu kenyataan bahwa penutur tidak begitu menguasai kode
yang tengah digunakannya
f. Kadang-kadang kode berganti hanya disebabkan adanya pengaruh kalimat-kalimat
atau kode yang baru saja terucapkan yang macamnya lain dengan kode semula.

B. Campur Kode
1. Pengertian Campur Kode

Campur kode adalah peristiwa yang sering terjadi dalam mayarakat multilingual.
Campur kode adalah tindakan memilih salah satu kode dari pada kode lainnya atau fenomena
mencampur dua kode sacara bersama-sama dalam tuturan untuk menghasilkan sebuah ragam
bahasa tertentu. Dalam pengertian tersebut Davies juga memberi simpulan bahwa fenomena
terjadinya campur kode mencakup penggunaan bahasa dalam percakapan tunggal, pertukaran
ataupun ucapan (Davies dalam Roudane, 2005). Senada dengan pendapat para peneliti
sebelumnya, Subaktyo (dalam Suwandi, 2008: 87) berpendapat bahwa campur kode (code-
mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan
mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lain.

Nababan (1986:32) berpendapat bahwa seseorang dikatakan melakukan campur kode


bilamana ia mencampurkan bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa tanpa

11
adanya sesuatu dalam situasi berbahasa itu menuntut percampuran bahasa. maksudnya,
keadaan yang tidak memaksa atau menuntut seseoang untuk mencampur suatu bahasa ke
dalam bahasa lain saat peristiwa tutur sedang berlangsung. Jadi penutur dapat dikatakan
secara tidak sadar melakukan pencampuran serpihan-serpihan bahasa ke dalam bahasa asli.

Menurut Thelander dalam Chaer dan Agustina (2010:115) mengatakan apabila dalam
suatu peristiwa tutur terdapat klausa-klausa atau frase-frase yang digunakan terdiri dari
klausa dan frase campuran (hybrid clauses atau hybrid phrases), dan masing-masing klasusa
dan frase tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah
campur kode. Chaer (2010:114) menambahkan, bahwa campur kode dapat dikatakan sebagai
sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotomiannya.
Kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan saja
tanpa fungsi atau keotomian sebagai sebuah kode.

Selanjutnya istilah campur kode Kridalaksana (2001:32) mempunyai dua pengertian,


yang pertama, diartikan sebagai penggunaan satu bahasa dari suatu ke bahasa lain untuk
memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa, yang termaksud di dalamnya penggunaan kata,
klausa, sapaan, dan idiom. Sedangkan pengertian yang kedua campur kode diartikan sebagai
interferensi.

Secara sederhana, campur kode diartikan sebagai suatu gejala perncampuran


pemakaian bahasa karena berubahnya situasi tutur. Dalam KBBI (2016), campur kode adalah
(1) penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa yang lain untuk memperluas gaya
bahasa ataupun ragam abahsa, pemakaian kata, klausa, idiom, sapaan, dan lain sebagainya,
(2) interferensi.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dinyatakan bahwa campur kode adalah suatu


keadaan menggunakan satu bahasa atau lebih dengan memasukkan serpihan-serpihan atau
unsur bahasa lain tanpa ada sesuatu yang menuntut pencampuran bahasa itu dan dilakukan
dalam keadaan santai. Seperti diketahui, penggunaan sebuah kode tertentu merupakan
konsekuensi yang tidak dapat dihindari dari masyarakat dwibahasa ataupun multibahasa.
Setiap penutur pada umumnya ingin mengimbangi bahasa yang dipakai oleh lawan tuturnya.

12
2. Ciri-ciri dan Contoh Peristiwa Campur Kode

Menurut Nababan (1991:32) ciri yang paling menonjol dalam peristiwa campur kode
adalah kesantaian atau situasi tidak formal. Campur kode pada umumnya terjadi saat
berbicara santai sedangkan pada situasi formal, hal ini jarang sekali terjadi. Campur kode
sering digunakan sebagai strategi komunikatif dengan beragam motivasi. Apabila dalam
situasi formal terjadi campur kode, hal ini disebabkan tidak adanya istilah yang merujuk pada
konsep yang dimaksud. Oleh karena itu, Suwandi (2014:140) menyatakan bahwa terdapat
beberapa ciri campur kode, yaitu :

a) Campur kode tidak dituntut oleh situasi dan konteks pembicaraan, tetapi bergantung
kepada pembicaranya (fungsi bahasa).
b) Campur kode terjadi karena kesantaian pembicara dan kebiasaannya dalam bahasa.
c) Campur kode pada umumnya terjadi dan lebih banyak dalam situasi tidak resmi.
d) Campur kode berciri pada ruang lingkup di bawah klausa pada tataran yang paling
tinggi dan kata pada tataran yang terendah.
Setelah memahami secara teori mengenai alih kode, berikut contoh peristiwa
campur kode yang sering kali kita temukan dalam sehari-hari :
a) “Ojo lupa dengan nasihat Ibu ning kampung” – Jangan lupa dengan nasihat ibu
di kampung.
b) “Nah karena saya sudah kadhung apik sama dia, maka saya tanda tangan” –
Nah, karena saya sudah terlanjur baik dengan dia, maka saya tanda tangan.
c) “Seorang guru harus memiliki sikap ing ngarsa sung tulodo, ing madya mangun
karso, tutu wuri handayani” – Seorang guru harus memiliki sikap yang jika di
depan memberi teladan, di tengah mendorong semangat, dan di belakang
mengawasi.

3. Jenis-jenis Campur Kode

Menurut Suwito (1983:76) menyatakan tentang jenis campur kode yaitu dalam
kondisi yang maksimal. Campur kode merupakan konvergensi kebahasaan yang unsur-
unsurnya berasal dari beberapa bahasa yang masing-masing telah menanggalkan fungsinya
dan mendukung fungsi bahasa disiplinnya. Lebih lanjut (Suwito, 1983:78) wujud campur
kode terbagi atas lima bagian diantaranya:
1. Penyisipan berwujud kata

13
2. Penyisipan berwujud pengulangan kata
3. Penyisipan berwujud klausa
4. Penyisipan frasa: dan penyisipan berwujud idiom.

4. Faktor Penyebab Campur Kode

Terjadinya campur kode karena adanya hubungan timbal balik antara peranan
(penutur), bentuk bahasa dan fungsi bahasa. Artinya penutur yang mempunyai latar belakang
sosial tertentu, cenderung memilih bentuk campur kode tertentu untuk mendukung fungsi-
fungsi tertentu.
Campur kode berbeda dengan alih kode dalam proses terjadinya, penulis akan
mencoba memaparkan faktor terjadinya campur kode. Proses terjadinya campur kode,
seharusnya suatu keadaan saat penutur melakukan pencampuran bahasa dua bahasa atau lebih
ragam bahasa dalam suatu tindakan situasi berbahasa.

Menurut jendra (dalam Suandi, 2014:143) faktor penyebab terjadinya campur kode
berasal segi kebahasaan. Faktor kebahasaan mencakup beberapa elemen kebahasaan yang
terdapat pada proses percakapan yang mengakibatkan percampuran kode. Faktor penyebab
terjadinya campur kode yaitu:

1. Keterbatasan penggunaan kode


2. Penggunaan istilah yang popular
3. Pribadi pembicara
4. Mitra bicara
5. Modus pembicara
6. Topik
7. Fungsi dan tujuan pembicaraan
8. Ragam dan tindak tutur bahasa
9. Hadirnya orang ketiga
10. Perubahan pokok pembicaraan
11. Membangkitkan rasa humor

Fishman dalam Chaer dan Agustina (2004: 15) mengemukakan bahwa secara umum
penyebab alih kode ialah (a) pembicara, seorang pembicara sering kali melakukan alih kode
untuk mendapatkan “keuntungan” dari tindakannya, (b) lawan pembicara, lawan bicara dapat

14
menyebabkan terjadinya alih kode, misalnya karena penutur ingin mengimbangi kemampun
berbahasa silawantutur, (c) kehadiran orang ketiga yang tidak berlatar belakang bahasa yang
sama, (d) perubahan situasi bicara, (e) berubahnya topik pembicaraan.

C. Persamaan & Perbedaan Alih Kode dan Campur Kode


Persamaan dan Perbedaan Alih Kode dan Campur Kode Peristiwa alih kode dan
campur kode yang lazim terjadi dalam masyarakat yang Bilingual ini mempunyai kesamaan
yang besar, sehingga sering kali sukar untuk dibedakan. Oleh karena itu penulis ingin
menjabarkan persamaan dan perbedaan antara alih kode dan campur kode seperti berikut ini:

Persamaan Alih Kode dan Campur Kode

Berikut beberapa persamaan antara alih kode dan campur kode yang akan pemakalah
Jabarkan berdasarkan beberapa sumber yang digunakan :

a) Persamaan alih kode dengan campur kode adalah bahwa kedua peristiwa ini lazim
Terjadi di dalam masyarakat multilingual dalam menggunakan dua bahasa atau Lebih.
b) Dalam alih kode bahasa atau ragam bahasa yang digunakan masih memiliki fungsi
otonom masing-masing, sementara dalam campur kode kode utama atau kode dasar
yang digunakan yang memiliki fungsi dan keotomiannya, sementara piecies-nya tidak
memiliki fungsi atau keotomiannya sebagai sebuah kode.

Menurut Chaer dan Agustina (2010) mengatakan bahwa kesamaan yang ada antara
alih kode dan campur kode adalah digunakannya dua bahasa atau lebih dalam peristiwa tutur,
atau dua varian dari sebuah bahasa di dalam satu masyarakat tutur. Peristiwa alih kode
maupun peristiwa campur kode dapat terjadi dalam suatu perubahan bahasa atau kode
komunikasi antarpenutur atau di dalam penutur tunggalnya.

Perbedaan Alih Kode dan Campur Kode

Berikut beberapa perbedaan antara alih kode dan campur kode yang akan penulis
Jabarkan berdasarkan beberapa sumber yang digunakan:

a) Dalam alih kode setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan itu masih memiliki
fungsi otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar dan sengaja dengan sebab-
sebab tertentu. Sementara dalam campur kode bahasa menjadi sebuah dasar kode
utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotomian sedangkan
15
kode-kode yang lain terlibat dalam peristiwa tutur hanyalah Berupa serpihan-serpihan
tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode.
b) Apabila dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke
klausa bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Sementara apabila
dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frasa-frasa yang digunakan terdiri
dari klausa atau frasa campuran, dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak lagi
mendukung fungsi sendiri, maka peristiwa itu dinamakan Campur kode.
c) Alih kode itu peristiwa apabila satu klausa jelas-jelas memiliki struktur gramatika
Bahasa lain, sementara campur kode itu seseorang menggunaan satu kata atau satu
frase dari satu dari satu bahasa.

Hill dan Hill (dalam Chaer dan Agustina, 2010) mengatakan bahwa tidak ada harapan
untuk dapat membedakan antara alih kode dan campur kode. Fasold (dalam Chaer dan
Agustína, 2010) menawarkan kriteria gramatikal untuk membedakan antara peristiwa alih
kode dan campur kode. Dia mengatakan bahwa apabila seseorang menggunakan satu kata atu
frase dari satu bahasa, maka dia telah melakukan campur kode. Sementara apabila seseorang
menggunakan satu klausa yang jelas-jelas mempunyai struktur gramatikal satu bahasa, dan
klausa berikutnya disusun menurut struktur gramatikal bahasa lain, maka peristiwa itu adalah
peristiwa alih kode.

Poedjosoedarmo (1976:145) membedakan alih kode dengan pinjam leksikon. Alih


kode melibatkan peralihan kalimat, sedangkan pinjam leksikon hanya ditandai dengan
pemakaian kata-kata dari kode lain. Pegangan seperti yang dimaksud mudah mengatakannya,
tetapi dalam kenyataannya kita sering menemui keadaan yang sangat meragukan. Seringkali
sulit untuk menentukan apakah perpindahan yang terjadi sudah dapat dikatakan alih kode
ataukah hanya peminjaman leksikon saja. Terkadang ada frase-frase kode lain yang masuk
pada suatu kalimat dan karena bentuk kode tertentu itu tidak jauh berbeda dengan kode frase-
frase yang dipakai tersebut.

16
III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa ihwal alih kode dan campur kode
merupakan salah satu objek kajian dalam sosiolinguistik, di mana masing-masing objek
memiliki permasalahan dengan jenis yang berbeda tetapi hampir serupa. Terdapat banyak
faktor penyebab terjadinya peristiwa alih kode dancampur kode pada pengguna bahasa, salah
satunya adalah karena lahir dari masyarakat yang multiligual atau bilingual. Secara teori, kita
masih bisa dapat membedakan antara peristiwa alih kode dan campur kode, tetapi secara
teknis kita sering kali masih bingung dan keliru dalam membedakan keduanya. Untuk
mengatasi masalah seperti itu, maka kita dapat mengambil satu ciri khusus di antara
keduanya, yakni alih kode itu biasanya berupa kalimat atau klausa yang utuh dan memiliki
fungsi gramatika yang jelas, sementara campur kode biasanya beruka kata atau frasa yang
tidak memiliki fungsi yang otonom dalam sebuah kalimat.

17
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, A., &Agustina, L. (2004). Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: PT. Asdi.

Mahasatya. _______. (2010). Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Manaf, Eva Yuliana, dkk. 2021. Alih Kode dan Campur Kode Bahasa Walio Ke Dalan
Bahasa Indonesia di Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Bau Bau. Jurnal Ilmu
Budaya. Vol(9), No(1). hal. 222-223.

Maszein, Hana, dkk. 2019. Alih Kode dan Campur Kode dalam Interaksi Pembelajaran
Bahasa Indonesia di SMA Negeri 7 Surakarta. Jurnal Bahasa, Sastra dan
Pengajarannya. Vol(7), No(2). hal. 64-65.

Ningrum, melinda kusuma. Alih Kode dalam Percakapan Presiden Joko Widodo dengan Pak
Kabul dalam Acara Pembagian Sertifikat Tanah di Magelang. Universitas Sebelas
Maret.

Saddhono, Kundharu. 2012. Pengantar Sosiolingustik (Teori dan Konsep Dasar). Surakarta:
Universitas Sebelas Maret Press.
Suandi, I Nengah. (2014). Metode Sosiolinguistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sugiharti, Trias Amalia. 2018. Alih Kode dan Campur Kode. Garut: Institut Pendidikan
Indonesia.

Suwito. (1983). Sosiolinguistik: Teori dan Problem. Surakarta: henary Offset.

‫ جاوى الشرقية‬.‫ مدخل إلى علم اللغة اإلجتماعي‬.‫ م‬٢٠١٧ .‫ محمد عفيف الدين دمياطي‬: Lisan Arabi

18

Anda mungkin juga menyukai