Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SOSIOLINGUISTIK

“BILINGUALISME DAN DIGLOSIA”


Dosen pengampu : Ustadzah Maria Ulfa, M. Pd. I

Di Susun oleh :
Kelompok 6
➢ Alwi Asnawi Nasution ( 0302203083)
➢ Hafizatul Hasanah ( 0302203079)
➢ Ihwanel Yitzak A. Ghifari ( 0302203034 )
➢ Muhammad Rizal Affandi (0302203103)
➢ Silvia Lisandri (0302203064)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENDIDIKAN BAHASA ARAB
2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah swt , karena dengan Rahmat dan karunia Nya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah Sosiolinguistik ini sebagaimana
kemampuan yang kami miliki. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih banyak
kepada ustadzah Maria Ulfa, M.Pd.i selaku dosen penganpu mata kuliah Sosiolinguistik yang
telah banyak membimbing dan membantu kami dalam penyelesaian makalah ini. Semoga tugas
ini sangat berguna sebagai penambah wawasan serta pengetahuan mengenai mata kuliah
Sosiolinguistik yang berjudul “ Bilingualisme dan Diglosia” .Kami menyadari bahwa didalam
tugas ini terdapat kekurangan – kekurangan, maka dari itu kami berharap adanya kritik dan
saran, Semoga tugas ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanyam

2
Medan , 28 apr 2023
DAFTAR ISI
COVER............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................................ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang ..............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
Bilingualisme .................................................................................................................5
Bilingualisme di Indonesia..............................................................................................6
Diglosia......,....................................................................................................................7
Negara yang termasuk Diglosia......................................................................................8
Kaitan Bilingualisme dan Diglosia..................................................................................10
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ...................................................................................................................12
BAB IV DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................13

3
BAB 1
PENDAHULUAN

a. Latar belakang

Sosiolinguistik adalah kajian yang menyusun teori-teori tentang hubungan


masyarakat dengan bahasa, ditinjau dari istilah asal katanya, sosiolinguistik berasal dari
kata sosiologi dan linguistik. Sosio adalah masyarakat dan linguistik adalah kajian
bahasa, Sosiolinguistik mengkaji keseluruhan masalah yang berhubungan dengan
organisasi sosial perilaku bahasa, tidak hanya menyangkut pemakaian bahasa saja,
melainkan juga sikap-sikap bahasa. Jadi sosiolinguistik mengacu kepada pemakaian
data kebahasaan dan menganalisis ke dalam ilmu-ilmu lain yang menyangkut
kehidupan sosial, mengacu kepada data kemasyarakatan, dan menganalisis ke dalam
linguistik.
Kesalahpahaman informasi dan rusaknya situasi komunikasi juga sering disebabkan
oleh penggunaan pilihan kata yang tidak tepat. Perbedaan pemilihan kata dapat
menimbulkan kesan dan efek komunikasi yang berbeda. Jika individu memakai dua
bahasa atau lebih dalam suatu masyarakat, maka terjadi kontak bahasa dengan segala
gejala peristiwa kebahasaan. Pada peristiwa itu dapat berlaku ilmu sosiologi sebagai
ilmu yang interdisiplin, ragam bahasa, pilihan kata, dan dwi kebahasaan atau bisa
disebut juga sosiolinguistik.

b. Rumusan masalah
1. Apa itu bilingualisme?
2. Apa itu diglosia?
3. Apa hubungan antara bilingualisme dan diglosia?
c. Tujuan
1. Mengetahui apa itu bilingualisme
2. Mengetahui apa itu diglosia
3. Mengetahui apa hubungan antar ke 2 nya

4
BAB 2
PEMBAHASAN

Sosiolinguistik memulai studinya tentang keragaman bahasa, dengan menandai


keragaman ini ada dua istilah yaitu: diglosia dan bilingualisme, pengertian yang
pertama dari diglosia dalam literaturnya bahwasanya kedudukan bahasa itu relatif stabil
terdapat tambahan padanya. 1
Adapun bingualisme itu adalah kedudukan bahasa bagi seseorang atau kelompok
manusia tertentu yang menguasai bahasa dan itu tanpa anggotanya memiliki
kemampuan kata-kata khas dalam satu bahasa, lebih dari pada bahasa yang lain, dalam
pengertian ini dibutuhkan dua aspek: aspek individu, yang diwakili oleh orang yang
mengetahui dua bahasa dengan pengetahuan yang sama atau berbeda, dan aspek sosial,
yang diwakili oleh masyarakat yang anggotanya menggunakan dua bahasa yang
berbeda, Menurut para ilmuwan keragaman bahasa, kedua istilah tersebut sering
dipertukarkan, di persamakan, dan bercampur, hanya saja yang umum dalam
pengetahuan mereka adalah proses terjadi dalam bahasa yang sama, adapun
bilingualisme ini multi bahasa dan mereka menentukan adanya duplikasi dengan
kriteria tertentu, ada sekelompok yang berbeda bersama dalam satu lingkungan bahasa,
mereka menentukan adanya duplikasi menurut kriteria tertentu yang terdapat dalam
komunitas bahasa yaitu: fungsi, status, warisan sastra, normatif, keteguhan, aturan,
kamus dan suara, istilah lain mungkin melekat pada istilah bilingualisme)yaitu

1 ‫ اللسانيات االجتماعية‬، ‫حسن كزار‬. ‫د‬


‫في الدراسات العربية الحديثة‬
٢٠١٨ ‫ لبنان‬/‫ بيروت‬،‫ الطبعة األولى‬،‫التلقي والتمثالت‬

5
(multlingualism) Multi bahasa ini menunjukkan pertukaran penggunaan tiga bahasa
atau lebih dalam sekelompok bahasa, atau orang yang berbicara. 2
• BILINGUALISME

Istilah bilingualisme dalam bahasa inggris ialah bilingualism dalam bahasa Indonesia
disebut juga kedwibahasaan, dari istilahnya secara harfiah sudah dapat dipahami apa
yang dimaksud dengan bilingualisme itu, yaitu berkenaan dengan penggunaan dua
bahasa atau dua kode bahasa, secara sosiolinguistik, bilingualisme diartikan sebagai
penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain
secara bergantian, untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus
menguasai kedua bahasa itu.3

1. Bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya (disingkat B 1),


2. Bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya (disingkat B2). 4

Orang yang dapat menggunakan kedua bahasa itu disebut orang yang bilingual
(dalam bahasa Indonesia disebut juga dwibahasawan), sedangkan kemampuan untuk
menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas (dalam bahasa Indonesia di sebut juga
kedwibahasawanan), selain istilah bilingualisme dengan segala jabarannya ada juga
istilah multilingualisme (dalam bahasa Indonesia disebut juga keanekabahasaan) yakni
keadaan digunakannya lebih dari dua bahasa oleh seseorang dalam pergaulannya
dengan orang lain secara bergantian, dalam makalah ini tentang multilingualisme tidak
akan dibicarakan secara khusus, sebab modelnya sama dengan bilingualisme.5
Konsep umum bahwa bilingualisme adalah digunakannya dua buah bahasa oleh
seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian telah
menimbulkan sejumlah masalah yang biasa dibahas kalau orang membicarakan
bilingualisme. 6

• BILINGUALISME DI INDONESIA

2 Ibid,,,
3 Leonie, chaer, “ Sosiolinguistik (perkenalan awal)”, jakarta: rineka cipta, 2010, hal 85-91
4 Ibid,,,
5 Ibid,,,
6 Ibid,,,

6
Bilingualisme atau kedwibahasaan (bilingualism) menurut Subyakto-Nababan
(1992) harus dibedakan dengan bilingualitas (bilinguality), Bilingualisme adalah
kebiasaan atau perilaku untuk menggunakan dua bahasa dalam sebuah masyarakat
bahasa (speech community), sedangkan bilingualitas adalah kemampuan seseorang
memahami dua bahasa, bilingualisme terjadi pada masyarakat yang bilingual atau
bahkan multilingual yaitu masyarakat yang menggunakan dua buah bahasa atau lebih
dalam melakukan komunikasi antar anggota masyarakat tersebut, sementara
bilingualitas lebih mengacu kepada perseorangan, yaitu kemampuan seseorang dalam
menggunakan dua bahasa yang berbeda, dalam praktiknya para tokoh bahasa masih
mempunyai pandangan dan pendapat yang berbeda-beda mengenai fenomena
bilingualisme ini. 7
Bilingualisme atau multilingualisme pada tataran tertentu bagi sebagian orang masih
menjadi hal yang tidak umum dan terkesan agak aneh, bagi mereka ’kemampuan’ para
orang-orang bilingual ini dalam menggunakan dua bahasa kadang-kadang masih
dianggap sesuatu yang negatif karena menurut mereka biasanya orang-orang atau
masyarakat yang bilingual adalah para imigran atau pendatang dengan segala
permasalahan hidup mereka dan anak-anak hasil kawin campur (mix marriage). 8
Bahasa pertama (B1) atau bahasa ibu (mother tongue) di Indonesia adalah bahasa
yang diperoleh anak pertama kalinya dari kedua orang tua mereka, maka bahasa
pertama orang Indonesia bisa berupa bahasa daerah (vernacular) atau bisa juga bahasa
Indonesia (lingua franca), Petyt seperti yang dikutip oleh Wardhaugh mengatakan
bahwa bahasa daerah atau vernacular ialah bahasa yang ditransmisikan dari orang tua
kepada anak yang dipakai sebagai media komunikasi utama, bahasa daerah ini selain
berfungsi sebagai alat komunikasi antaranggota kelompok juga berfungsi sebagai
penanda identitas kedaerahan. 9
Bahasa kedua (B2) adalah bahasa Indonesia yang secara formal telah dideklarasikan
sejak tanggal 28 Oktober 1928 dalam sebuah peristiwa Sumpah Pemuda, disitulah
bahasa Indonesia telah diakui sebagai bahasa nasional Indonesia dan dipakai secara
resmi dalam bidang pendidikan dan pemerintahan. 10

7 Izzak arif, “Bilingualisme dalam Perspektif Pengembangan Bahasa Indonesia”, Mabasan – Vol. 3 No. 1 , 2009,hal 18-23
8 Ibid,,,
9 Ibid,,,
10 Ibid,,,

7
Dalam konteks ini, bahasa Indonesia juga menjadi alat perhubungan antarsuku bangsa
di Indonesia di samping sebagai penanda identitas nasional kebangsaan dan lambang
kebanggaan nasional, sejak bahasa Indonesia dideklarasikan pada tahun 1928 dan
selanjutnya disusun dalam sebuah perencanaan bahasa yang dimanifestasikan dalam
bentuk kebijakan politik bahasa nasional, penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa
pertama dan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua berjalan beriringan, masing-
masing memiliki ranah pemakaian, peran, dan fungsi sendiri sehingga tidak saling
menggantikan fungsi, peran dan kedudukan setiap bahasa tersebut. 11

• Diglosia
Kata Diglosia berasal dari bahasa Prancis diglossie, yang pernah digunakan oleh
Marcais, seorang linguis asal Prancis, tetapi istilah itu menjadi terkenal dalam studi
linguistic setelah digunakan oleh seorang sarjana dari Stanford University, yaitu C.A.
Ferguson tahun 1958 dalam suatu symposium tentang “Urbanisasi dan bahasa-bahasa
standar” yang diselenggarakan oleh American Antrhopological Association di
Washington DC. Diglosia (diglossia) adalah situasi bahasa dengan pembagian
fungsional atas varian-varian bahasa yang ada, satu varian diberi status “tinggi” dan
dipakai untuk penggunaan resmi atau pengggunaan publik dan mempunyai ciri-ciri
yang lebih kompleks dan konservatif, varian lain mempunyai status “rendah” dan
dipergunakan untuk komunikasi tak resmi dan strukturnya disesuaikan dengan saluran
komunikasi lisan.12
Fungsi merupakan kriteria diglosia yang sangat penting, Menurut Ferguson dalam
masyarakat diglosia terdapat dua variasi dari satu bahasa: variasi pertama disebut dialek
tinggi (disingkat dialek T atau ragam T), dan variasi kedua disebut dialek rendah
(disingkat dialek R atau ragam R), dalam bahasa Arab dialek T-nya adalah bahasa Arab
klasik, bahasa Al-Quran yang lazim disebut al-fusha, dialek R-nya adalah berbagai
bentuk bahasa Arab yang digunakan oleh bangsa Arab, yang lazim disebut addarij.
Dalam bahasa Yunani dialek T-nya disebut katharevusa, yaitu bahasa Yunani murni
dengan ciri-ciri linguistik Yunani klasik, sedangkan dialek R-nya disebut dhimotiki,
yakni bahasa Yunani lisan. 13

11 Ibid,,,
12 leonie, chaer & abdul, “Sosiolinguistik”, jakarta:Rineka cipta, 2004
13 Ibid,,,

8
Dalam bahasa Jerman-Swiss dialek T-nya adalah Jerman standar, dan dialek R-nya
adalah berbagai dialek bahasa Jerman, di Haiti, yang menjadi dialek T-nya adalah
bahasa Prancis, sedangkan dialek R-nya dalah bahasa Kreol-Haiti, yang dibuat
berdasarkan bahasa Prancis, distribusi fungsional dialek T dan dialek R mempunyai arti
bahwa terdapat situasi dimana hanya dialek T yang sesuai untuk digunakan, dan dalam
situasi lain hanya dialek R yang bisa digunakan. Fungsi T hanya pada situasi resmi atau
formal, sedangkan fungsi R hanya pada situasi informal dan santai. 14
Konsep Ferguson mengenai diglosia, bahwa di dalam masyarakat diglosia ada
pembedaan ragam bahasa T dan R dengan fungsinya masing-masing dimodifikasi dan
diperluas oleh Fishman, menurut Fishman diglosia tidak hanya berlaku pada adanya
pembedaan ragam T dan ragam R pada bahasa yang sama, melainkan juga berlaku pada
bahasa yang sama sekali tidak serumpun, atau pada dua bahasa yang berlainan , jadi
yang menjadi tekanan bagi Fishman adalah adanya pembedaan fungsi kedua bahasa
atau variasi bahasa yang bersangkutan.15

• NEGARA YANG TERMASUK DIGLOSIA


1. Paraguay
Fishman mengemukakan kasus di Paraguay di mana masyarakat
mengenal dua bahasa, yaitu bahasa Guarani, yang termasuk rumpun
bahasa Indian, dan bahasa Spanyol, yang termasuk rumpun bahasa
Roman. Di Paraguay bahasa Spanyol dianggap sebagai bahasa T,
sedangkan bahasa Gurani adalah bahasa R. lebih dari separuh penduduk
Paraguay merupakan penutur bilingual; bahasa Spanyol dan bahasa
Guarani. Banyak penduduk Paraguay di desa-desa yang tadinya
monolingual (Guarani), lalu menjadikan bahasa Spanyol sebagai alat
interaksi sosial yang berhubungan dengan pendidikan, pemerintah, dan
agama, sebaliknya banyak penduduk kota yang tetap mempertahankan
penggunaan bahasa Guarani untuk kegiatan-kegiatan santai demi
solidaritas kelompok.16
2. Tanzania

14 Ibid,,,
15 Ibid,,,
16 Ibid,,,

9
Di Tanzania ada digunakan bahasa Inggris, bahasa Swahili, dan
sejumlah bahasa daerah, pada satu situasi, bahasa Swahili adalah bahasa
T, dan yang menjadi bahasa R-nya alah sejumlah bahasa daerah, pada
situasi lain, bahasa Swahili menjadi bahasa R, sedangkan bahasa T-nya
adalah bahasa Inggris, Jadi bahasa Swihili mempunyai status ganda
sebagai bahasa T terhadap bahasa-bahasa daerah, dan sebagai bahasa R
terhadap bahasa Inggris.17
Bahasa daerah dipelajari di rumah sebagai bahasa ibu, dan digunakan
dalam komunikasi antarkeluarga atau antarpenutur yang berbahasa ibu
sama, bahasa Swahili dipelajari di sekolah dasar dan digunakan sebagai
bahasa penutur proses belajar mengajar, serta sebagai alat komunikasi
antarteman sekolah yang tidak berbahasa ibu sama, maka dari cara
pemerolehan dan fungsi penggunaannya bahasa daerah adalah bahasa R,
dan bahasa Swahili berstatus sebagai bahasa T, Kemudiann ketika anak-
anak Tanzania memasuki pendidikan yang lebih tinggi mereka harus
belajar bahasa Inggris sebagai mata pelajaran dan menggunakannya
sebagai bahasa pengantar, oleh karena itu bahasa Inggrris
dipersyaratkan untuk keberhasilan, dan harus digunakan untuk situasi-
situasi formal, maka bahasa Inggris menjadi berstatus sebagai bahasa
bahasa T terhadap bahasa Swahili yang digunakan dalam situasi-situasi
informal.18
3. India
Dalam masyarakat tutur Khalapur ada dua bahasa, yaitu bahasa Hindi
dan bahasa Khalapur, yaitu salah satu variasi bahasa Hindi dengan
sejumlah persamaan dan perbedaan dalam bidang fonologi, morfologi,
sintaksis, dan leksikon. 19
Bahasa Khalapur dipelajari di rumah, dan digunakan oleh setiap orang
di desa untuk hubungan local sehari-hari sedangkan bahasa Hindi
dipelajari di sekolah, atau melalui warga yang bermukim di kota,
maupun melalui kontak luar, dengan ini dapat disimpulkan bahwa
Khalapur adalah masyarakat diglosis dengan bahasa Hindi sebagai

17 Ibid,,,
18 Ibid,,,
19 Ibid,,,

10
bahasa T, dan bahasa Khalapur sebagai bahasa R, namun di samping itu
baik bahasa Hindi maupun bahasa Khalapur sama-sama juga memiliki
variasi bahasa T dan variasi bahasa R, bahasa Khalapur mempunyai
dua variasi, yang satu disebut dengan Moti boli, dan yang lainnya saf
boli, Variasi Moti boli (bahasa kasar) digunakan dalam hubungan
informal, sedangkan saf boli menghindari dengan perbedaan Khalapur-
Hindi, jadi Moti boli merupakan ragam R dan Saf boli merupakan ragam
T di dalam bahasa Khalapur. 20
4. Indonesia
Di Indonesia juga ada pembedaan ragam T dan ragam R bahasa
Indonesia, ragam T digunakan dalam situasi formal seperti di dalam
pendidikan sedangkan ragam R digunakan dalam situasi nonformal. 21
Dalam masyarakat Indonesia pun ragam bahasa Indonesia baku
dianggap lebih bergengsi daripada ragam bahasa Indonesia nonbaku, di
Indonesia terdapat perbedaan antara bahasa tulis dan bahasa lisan. 22
• Kaitan Bilingualisme dan Diglosia
Kaitan bilingualisme dan diglosia memiliki empat macam sebagai
Berikut :
1) Diglosia dan Bilingualisme adanya dua bentuk bahasa dalam masyarakat,
distribusi stabil atau tetap dari variasi-variasi bahasa sesuai dengan fungsi
sosialnya,
2) Diglosia tanpa bilingualisme dalam masyarakat bahasa, terdapat perbedaan
fungsional yang ketat dari ragam-ragam bahasa sesuai dengan T dan R, dalam
kasus ini, adalah perilaku kelompok dari kekuatan yang berkuasa (ragam T),
bukan hanya hidup jauh dari orang-orang biasa, melainkan sengaja
membedakan bahasa merekadari banyak orang, kasus ini sering ditemukan
dalam masyarakat yang pernah dijajah,
3) Bilingualisme tanpa diglosia, diglosia ditandai dengan distibusi fungsi sosial
yang bervariasi sesuai dengan suasana individual ataupunsosial, Jadi
bilingualisme bervariasi sesuai dengan situasi peran topik dan tujuan
komunikasi,

20 Ibid,,,
21 Ibid,,,
22 Ibid,,,

11
4) Tanpa bilingualisme dan diglosia jenis ini terdapat pada masyarakat yang
terisolasi.masyarakat yang tidak berhubungan dengan dunia luar, menurut
Fishman, jenis ini jarang ditemukan. 23
Dari keempat pola masyarakat kebahasaan di atas yang paling stabil hanya
dua, yaitu (1) diglosia dengan bilingualisme, dan (2) diglosia tanpa
bilingualisme. Keduanya berkarakter diglosia, sehingga perbedaannya adalah
terletak pada bilingualismenya. 24

BAB 3

KESIMPULAN

Bilingualism dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan, dari


istilahnya secara harfiah sudah dapat dipahami apa yang dimaksud dengan
bilingualisme itu, yaitu berkenaan dengan penggunaan dua bahasa atau dua
kode bahasa, secara sosiolinguistik, bilingualisme diartikan sebagai
penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang
lain secara bergantian, untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya
seseorang harus menguasai kedua bahasa itu.
Bilingualisme atau multilingualisme pada tataran tertentu bagi sebagian orang
masih menjadi hal yang tidak umum dan terkesan agak aneh, bagi mereka
’kemampuan’ para orang-orang bilingual ini dalam menggunakan dua bahasa
kadang-kadang masih dianggap sesuatu yang negatif karena menurut mereka
biasanya orang-orang atau masyarakat yang bilingual adalah para imigran atau

23 Syafyahya, aslinda, “pengantar sosiolinguistik”, bandung: refika aditama, 2007


24 Leonie, chaer, “ Sosiolinguistik (perkenalan awal)”, jakarta: rineka cipta, 2010,hal 104

12
pendatang dengan segala permasalahan hidup mereka dan anak-anak hasil
kawin campur (mix marriage).
Diglosia (diglossia) adalah situasi bahasa dengan pembagian fungsional atas
varian-varian bahasa yang ada, satu varian diberi status “tinggi” dan dipakai
untuk penggunaan resmi atau pengggunaan publik dan mempunyai ciri-ciri
yang lebih kompleks dan konservatif, varian lain mempunyai status “rendah”
dan dipergunakan untuk komunikasi tak resmi dan strukturnya disesuaikan
dengan saluran komunikasi lisan, Negara yang termasuk Diglosia ialah
Paraguay, Tanzania, India dan Indonesia.

BAB 4

DAFTAR PUSTAKA

Abdul chaer, Leonie agustina, 2010, Sosiolinguistik: perkenalan awal, jakarta:


Rineka cipta

Aslinda dan Leni Syafyahya. 2007, “Pengantar Sosiolinguistik”, Bandung:


Refika Aditama.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta

Izzak arif,2009, “Bilingualisme dalam Perspektif Pengembangan Bahasa


Indonesia”, Mabasan – Vol. 3 No. 1

13
‫د ‪.‬حسن كزار ‪ ،‬اللسانيات االجتماعية في الدراسات العربية الحديثة‬

‫التلقي والتمثالت‪ ،‬الطبعة األولى‪ ،‬بيروت‪ /‬لبنان ‪٢٠١٨‬‬

‫‪14‬‬

Anda mungkin juga menyukai