Anda di halaman 1dari 24

SOSIOLINGUISTIK

SOSIOLINGUISTIK
“BILINGUALISME DAN DIGLOSIA”
“BILINGUALISME DAN DIGLOSIA”

KELOMPOK 8
Nitha Amanda Hutapea 2163210024
Novaria Siburian 2163210025
Okto Clarita Br Regar 2163210026
Porman Delan Panjaitan 2163210027
Siti Aisyah 2163210029

SASTRA INDONESIA
SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2018
Latar Belakang
I

Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang paling


baik, paling sempurna, dibandingkan dengan alat-alat
komunikasi lain (Chaer dan Agustina, 2004:11). Karena
Indonesia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa inilah yang
memungkinkan masyarakat Indonesia memiliki dan
menggunakan lebih dari satu bahasa, B1 (bahasa ibu/bahasa
daerah) dan B2 bahasa Indonesia dan/atau bahasa asing.
Penggunaan lebih dari satu bahasa ini disebut dengan
bilingualisme dan pengguna bahasa lebih dari satu bahasa
disebut bilingual. Hal inilah yang penyusun akan coba
ketengahkan didalam makalah ini disamping berbagai
permasalahan lainnya yang terkait dalam pembahasan
bilingualisme dan diglosia. Penelitian mengenai 'bahasa
kontak ini termasuk dari cabang sosiolinguistik, tetapi juga
bersinggungan dengan banyak sub disiplin ilmu lain, seperti
kontak linguistik kontak dan linguistik terapan”.
I
Latar Belakang

Kajian pidgin dan kreol menjadi bagian penting dari kajian


sosiolinguistik dengan segala literatur dari pidgin dan kreol
itu sendiri. Pada akhirnya, para penutur bahasa menyadari
bahwa berbicara dengan pidgin dan kreol bukanlah sebuah
variasi bahasa yang tidak penting, tetapi bahasa atau variasi
bahasa yang memiliki legitimasi, sejarah, struktur, dan
kemungkinan pengakuan sebagai sebuah bahasa yang patut
atau benar. Sehingga pengajaran bahasa bisa secara holistik
menyeluruh dengan mengetahui asal-usul bahasa yang
terbentuk di suatu daerah tertentu.
BILINGUALISME DAN DIGLOSIA

I
RUMUSAN MASALAH

Bagaimana hakikat bilingualisme dalam kajian sosioliguistik?

Bagaimana Bahasa Pidgin Dan Kreol dalam bilingualisme?

Bagaimana proses perubahan bahasa pidgin ke bahasa kreol


dalam bilingualisme?

Bagaimana hakikat diglosia dalam kajian sosiolinguistik?

Bagaimana hubungan bilingualisme dan diglosia dalam kajian


sosiolinguistik?
BILINGUALISME DAN DIGLOSIA

I
TUJUAN

Mengetahui hakikat bilingualisme dalam kajian sosioliguistik

Mengetahui Bahasa Pidgin Dan Kreol dalam bilingualisme

Mengetahui proses perubahan bahasa pidgin ke bahasa kreol


dalam bilingualisme

Mengetahui hakikat diglosia dalam kajian sosiolinguistik

Mengetahui hubungan bilingualisme dan diglosia dalam kajian


sosiolinguistik?
A. Bilingualisme

Pengertian II
menurut para ahli 1. Bilingualisme diartikan sebagai penggunaan
dua bahasa oleh seorang penutur dalam
pergaulannya dengan orang lain secara
bergantian (Mackey 1962:12, Fishman
1975:73 dalam Chaer dan Agustina, 2004:
84).

2. Bloomfield (1933:56 dalam Chaer dan Agustina, 2004:85)


mengatakan bahwa bilingualisme adalah “kemampuan seorang
penutur untuk menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya
(native like control of two languages)”.
3. Robert Lado (1964:214 dalam Chaer dan Agustina, 2004:86)
mengatakan bahwa bilingualisme adalah “kemampuan
menggunakan bahasa oleh seseorang dengan sama baik atau
hampir sama baiknya, yang secara teknis mengacu pada
pengetahuan dua buah bahasa bagaimanapun tingkatnya”.
A. Bilingualisme

II
Haugen (1961 dalam Chaer dan Agustina, 2004:86) “tahu
akan dua bahasa atau lebih berarti bilingual” menurut
Haugen selanjutnya “seorang bilingual tidak perlu secara
aktif menggunakan kedua bahasa itu, tetapi cukup kalau
bisa memahaminya saja.”

Bahwa kedwibahasaan berhubungan erat dengan pemakaian


dua bahasa atau lebih oleh seorang dwibahasawan atau
masyarakat dwibahasawan secara bergantian. Jadi,
pengertian kedwibahasaan adalah pemakaian dua bahasa
secara bergantian baik secara produktif maupun reseftif
oleh seorang individu atau oleh masyarakat.
A. Bilingualisme
II
Konsep umum bilingualisme adalah digunakannya dua buah bahasa
oleh seseorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain
secara bergantian telah menimbulkan sejumlah masalah yang
biasa dibahas kalau orang membicarakan bilingualisme. Masalah-
masalah itu adalah (Dittmer 1976:170) :

1. Sejauh mana taraf kemampuan seseorang akan B2 (B1


tentunya dapat dikuasai dengan baik) sehingga dia dapat
disebut sebagai seorang yang bilingual?
2. Apa yang dimaksud dengan bahasa dalam bilingualisme ini?
Apakah bahasa dalam pengertian langue, atau sebuah kode,
sehingga bisa termasuk sebuah dialek atau sosiolek.
A. Bilingualisme

3. Kapan seorang bilingual mengguankan kedua bahasa itu


secara bergantian? Kapan dia harus menggunakan B1-nya, dan
kapan pula harus menggunakan B2-nya? Kapan pula dia dapat
secara bebas untuk dapat menggunakan B1-nya atau B2-nya?
4. Sejauh mana B1-nya dapat mempengaruhi B2-nya, atau
sebaliknya, B2-nya dapat mempengaruhi B1-nya?
5. Apakah bilingualisme itu berlaku pada perseorangan
(seperti disebut dalam konsep umum) atau juga berlaku pada
satu kelompok masyarakat tutur?
B. Bahasa Pidgin Dan Kreol
1. Bahasa Pidgin
Holm mendefenisikan pidgin sebagai bahasa yang
II
dihasilkan oleh sebuah kelompok orang yang tidak memiliki
bahasa yang sama, kemudian berkembang sebagai alat
komunikasi untuk  perdagangan, tetapi bahasa ini tidak
memiliki penutur asli. 
Pidgin ialah suatu bahasa campuran dari dua bahasa (atau
lebih) yang muncul secara alamiah karena masing-masing
pihak penutur bahasa aslinya tidak saling mengerti
(Wardhaugh, 1986:57; Fasold, 1990:181; Crystal,
1992:334).
Pidgin tidak hanya muncul didaerah perdagangan dan
didaerah pesisir pantai, melainkan pidgin juga bisa terjadi
dikawasan bekas daerah-daerah jajahan dan di daerah yang
berkawasan masyarakat heterogen. Pidgin bisa terbentuk
dari kosakata dan struktur yang berlainan dan juga
mengambil salah satu bahasa lain sebagai dasar
penyempurnaan kosakatanya.contohnya saja Bahasa Melayu
Pasar. Bahasa Melayu ini terjadi akibat penyebaran
perdagangan antaretnis.
Bahasa Melayu Pasar adalah bahasa pidgin yang dipengaruhi
kontak antara pedagang Melayu dan Cina. Contohnya:
1. Rumah-ku menjadi Saya punya rumah
2. Saya pukul dia menjadi Saya kasi pukul dia
3. Megat dipukul Robert menjadi Megat dipukul dek Robert

2. Kreol

Holmes dalam Wardhaugh, 2010:59) mengatakakan kreol


adalah pidgin yang strukturnya diperluas, kosa katanya
mengekspresikan sejumlah arti dan berfungsi sebagai
pemerolehan bahasa pertama. Kreol  muncul ketika bahasa
pidgin menjadi bahasa ibu dari sebuah generaasi baru anak-
anak. Misalnya ketika seorang pria dan seorang wanita yang
memiliki bahasa yang berbeda menikah, keduanya tahu bahasa
pidgin dan belajar bahasa pasangannya. Pidgin kemudian
menjadi bahasa rumah yang digunakan bersama dan menjadi 
bahasa ibu anak-anak mereka.
Semua bahasa yang disebut pidgin pada kenyataannya
sekarang ini menjadi bahasa kreol baru. Misalnya bahasa
Tansi di Sawahlunto yang merupakan perpaduan bahasa
Jawa, bahasa Indonesia dan bahasa Minang, yang tumbuh dan
berkembang pada zaman kolonial Belanda yang digunakan
sebagai bahasa sehari-hari oleh buruh tambang yang
sebagian besar berasal dari suku Jawa yang masih bisa kita
rasakan pada saat ini , diantaranya:
1. dimana ke ? (dimana kamu?) "ke" dari "kowe”
2. udah ke kabek-in anjing ke? (sudah kamu ikatkan
anjingmu?)
3. kemana aja ke, kok lama gak ketok-ketok? (kemana saja
kamu, kok lama tidak keliatan?) "ketok" =
terlihat/tampak
4. udah ta’ kek-i tapi dia tak mau terima (sudah saya
berikan tapi dia tidak mau terima)  ta' = kata depan. kek-
i = berikan
3. Perbedaan Pidgin dan Kreol

Pidgin:
1. Digunakan untuk fungsi dan domain yang terbatas,
2. Dibandingkan dengan bahasa sumber, bahasa pijin
mengalami penyederhanaan struktur,
3. Secara umum, bahasa pijin termasuk ke dalam bahasa
yang prestiusnya rendah dan diperlakukan secara negatif.
4. Pidgin adalah bahasa yang tidak memiliki penutur asli

Kreol :
5. Penggunaan bahasa ini tidak terbatas kepada kelompoknya
sahaja.
6. Bahasa kreol memiliki penutur asli
7. Bahasa kreol memiliki hubungan yang tidak sederhana
dengan bahasa standar yang menjadi akarnya.
C. Perubahan bahasa pidgin ke bahasa kreol

Kreolisasi merupakan perubahan sebuah pidgin menjadi


kreol. Bahasa Melayu Pasar masih dipakai dengan lingkup
terbatas di Singapura, Malaysia dan Sumba Timur (NTT).
Menurut Wardhaugh pidgin dan kreol  hampir saling
berlawanan. Pidgin melibatkan  penyederhanaan bahasa,
misalnya pengurangan morfologi (struktur kata) dan sintaksis
(struktur tata bahasa), adanya toleransi terhadap
variasi fonologi (pelafalan), pengurangan fungsi bahasa pidgin,
peminjaman kosakata dari bahasa ibu setempat.
Sebaliknya, kreol melibatkan pelebaran morfologi dan
sintaksis, pengaturan fonologi, secara sengaja ditambahkan
fungsi bahasa tersebut dan perkembangan sistem yang
rasional dan tetap untuk menambah vokabuler.
C. Perubahan bahasa pidgin ke bahasa kreol

Pidgin muncul karena kebutuhan untuk


berkomunikasi, terutama jika pembicara dan pendengar
memiliki bahasa yang berbeda. Tidak semua pijin
berubah menjadi kreol. Kebanyakan pijin adalah lingua franca,
ada karena kebutuhan. Jika pidgin tidak lagi digunakan, maka
ia akan mati. Pidgin berubah menjadi kreol hanya jika karena
suatu alasan tertentu, pijin menjadi satu ragam bahasa yang
diharus digunakan oleh anak-anak dalam situasi tertentu yang
tidak menghendaki penggunaan bahasa secara penuh. Orang
berbicara kreol lebih cepat daripada pidgin dan tidak
mengucapakan kata per kata, sehingga penyederhanaan sangat
terlihat. Misalnya, ma bilong mi (suami saya) menjadi mablomi.
D. Diglosia
Definisi diglosia yang dikemukakan oleh Ferguson
(1959:336 dalam Wardhaugh, 1986:87) diglosia adalah
situasi kebahasaan yang relatif stabil, dimana selain
terdapat sejumlah dialek-dialek utama (lebih tepat: ragam-
ragam utama) dari satu bahasa, terdapat juga sebuah ragam
lain. Dan dialek-dialek utama itu diantaranya bisa berupa
dialek standar atau sebuah standar regional. Sedangkan
ragam lain (yang bukan dialek-dialek utama) tersebut
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Sudah (sangat) terkodifikasi
2. Gramatikalnya lebih kompleks
3. Merupakan wahana kesusastraan tertulis yang sangat
luas dan dihormati
4. Dipelajari melalui pendidikan formal
5. Digunakan terutama dalam bahasa tulis dan bahasa lisan
formal
6. Tidak digunakan (oleh lapisan masyarakat manapun)
untuk percakapan sehari-hari (Chaer dan Agustina,
2004:93).
E. Kaitan Bilingualisme dan Diglosia
Fishman (1977 dalam Chaer dan agustina, 2004:102)
menggambarkan hubungan diglosia dan bilingualisme menjadi
empat jenis yaitu:
1. Bilingualisme dan diglosia; Contoh: Negara Paraguay,
dimana bahasa Guarani sebagai bahasa asli Amerika
berstatus sebagai bahasa T, dan bahasa Spanyol yang
merupakan bahasa Indo-Eropa berstatus sebagai bahasa
R. Dan keduanya digunakan menurut fungsinya masing-
masing.
2. Bilingualisme tanpa diglosia; Contoh: Masyarakat Montreal
di Kanada, dan contoh lain adalah di Belgia yang
berbahasa Jerman. Dimana peralihan kebahasa Perancis
dari bahasa Jerman berlangsung dengan disertai
meluasnya bilingualisme, dimana masing-masing bahasa
dapat digunakan untuk berbagai tujuan.
E. Kaitan Bilingualisme dan Diglosia

3. Diglosia tanpa bilingualisme; Contoh: Misalnya, dalam suatu


periode sejarah Czar Rusia, dimana para bangsawannya
menggunakan bahasa Perancis sedangkan masyarakat Rusia
menggunakan bahasa Rusia dengan berbagai dialeknya.
4. Tidak bilingualisme dan tidak diglosia. Pada tingkatan ini,
hanya mungkin ada dalam masyarakat yang primitif atau
terpencil di pedalaman.
Dari keempat pola masyarakat kebahasaan ini, yang paling
stabil adalah diglosia dengan bilingualisme dan diglosia tanpa
bilingualisme. Karena keduanya berkarakter diglosia sehingga
perbedaannya adalah terletak pada bilingualismenya.
Adong sungkun-sungkun....???
PENUTUP

KESIMPULAN

Bilingualisme adalah kebiasaan penggunaan dua bahasa atau


lebih dalam masyarakat bahasa. Dalam realitas kehidupan,
manusia sebagai mahluk sosial saling berinteraksi satu dengan
yang lainnya. Didalam interaksinya ini peran bahasa sangat
dominan dalam komunikasi satu sama lain. Sehingga selama
proses komunikasi dan interaksi itu berlangsung terus-menerus
lambat laun akan menghasilkan apa yang namanya bilingualime
dan diglosia baik itu yang sudah ditetapkan maupun yang terjadi
berikutnya.
Pidgin bisa menjadi kreol ketika adanya penutur asing dan
digunakan oleh keturunannya yang kemudian dibekukan sebagai
bahasa pertama mereka. Bahasa ini dikatakan kreol apabila
bahasa pidgin itu telah berlangsung secara turun-temurun. 
PENUTUP

KESIMPULAN

Kreol memiliki penutur lebih banyak dibanding pidgin.


Karena kreol berkembang melalui anak-cucunya, dan pidgin
hanya merupakan bahasa aslinya. Ketika seseorang menyebut
suatu bahasa itu kreol, maka seharusnya terlebih dahulu bahasa
tersebut telah terbukti secara historis tentang asal-usulnya.
Hubungan antara bilingualisme dan diglosia terletak pada
titik temu dan titik pisah. Hubungan titik temu berupa
beradanya atau tidak beradanya bilingualism dan diglosia.
Sedangkan hubungan titik pisah berdasarkan beradanya salah
satu fenomena atau tidak adanya salah satu fenomena. Ada
empat tipe hubungan bilingualisme dan diglosia yaitu : (1)
diglosia dan bilingualisme, (2) tipe bilingualisme tanpa diglosia,
(3) tipe diglosia tanpa bilingualisme , dan (4) tipe tanpa diglosia
dan tanpa bilingualisme.
PENUTUP

SARAN

Dengan membaca makalah ini dapat bermanfaat untuk para


pemerhati pendidikan seperti, dosen, mahasiswa, guru, instruktur
dan peneliti di bidang pendidikan. Dan tentunya, penulis sadari
bahwa dalam makalah ini terdapat banyak kelemahan. Dengan
demikian, suatu kegembiraan kiranya jika terdapat banyak kritik
dan saran dari pembaca sebagai bahan pertimbangan untuk
perjalanan ke depan.
PENUTUP
III
Kesimpulan
Bahasa jurnalistik harus lebih mengutamakan kata-kata dan
kalimat denotatif dibandingkan dengan kata-kata dan kalimat
konotatif. Karya jurnalistik harus disampaikan dalam kata-kata dan
kalimat sederhana yang jelas, ringkas, lugas, dan tembak langsung (to
the point) agar tidak terjadi kesalahan persepsi.

Dalam jurnalistik, pendayagunaan kata pada dasarnya berkisar


pada dua permasalah pokok. Pertama, ketetapan memilih kata untuk
mengungkapkan sebuah gagasan,hal atau barang yang akan
diamanatkan. Kedua, kesesuian atau kecocokan dalam menggunakan
kata tadi. Perubahan kosa kata jurnalitik terjadi karena bahasa
jurnalistik adalah bahasa yang dinamis. Perubahan makna kata
tersebut terjadi sesuai dengan bergilirnya waktu yang dipengaruhi
perkembangan budaya.
Sekian
Dan
Terima Kasih…

Anda mungkin juga menyukai