Anda di halaman 1dari 12

Makalah

Kajian Sosiolinguitik
Alih kode, Campur Kode, Interferensi, dan Integrasi Bahasa
Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiolinguistik yang diampu oleh Dr. Titin Setiartin
Ruslan, M.Pd.

Disusun Oleh:
Wildan Anugrah 202121006

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Bahasa Indonesia


UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Berkat rahmat dan karunia-
Nya, penulis menyusun makalah penelitian yang berjudul “Kajian Sosiolinguitik Alih kode,
Campur Kode, Interferensi, dan Integrasi Bahasa.”
Makalah penelitian ini menyajikan berbagai gejala bahasa yang dikaji melalui berbagai
bidang kajian sosiolinguistik yaitu alih kode, campur kode, interferensi, dan integrasi bahasa.
Penulisan makalah penelitian ini diajukan guna mengetahui dan menambah ilmu pengetahuan
mengenai prosi kajian sosiolinguistik dalam bahasa.
Penulis menyadari kekurangan pada makalah penelitian ini. Oleh karena itu, saran dan kritik
senantiasa diharapkan demi perbaikan karya penulis. Penulis juga berharap semoga makalah
penelitian ini mampu memberikan pengetahun tentang kajian sosilinguistik di berbagai
bidang kajiannya.

Tasikmalaya, 28 November 2022

Wildan Anugrah
Daftar Isi
Kata Pengantar.................................................................................................................. i
Daftar Isi............................................................................................................................. ii
Bab 1. Pendahuluan........................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................. 1
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................... 2
Bab 2. Pembahasan............................................................................................................ 3
2.1 Ruang Lingkup Kajian Sosiolinguistik.............................................................. 3
2.2 Proses Interferensi Bahasa Daerah dan Bahasa Asing....................................... 6
Bab 3. Penutup................................................................................................................... 8
3.1 Kesimpulan........................................................................................................ 8
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam ilmu Bahasa, Bahasa lisan disebut sebagai Bahasa primer. Bahasa lisan
merupakan awal dari kemunculan Bahasa tulisan. Dalam hal ini, Bahasa primer
adalah Bahasa yang diucapkan melalui alat ucap manusia (Chaer, 2007, hlm.42).
Pembicaraan Bahasa lisan memang tidak lepas dari penuturnya, apalagi Bahasa-
bahasa di Indonesia memang dirancang dengan kelisanan yang amat kental. Penutur
yang dimaksud ialah masyarakat. Masyarakat di Indonesia memiliki ragam suku dan
bahasa sehingga muncul istilah masyarakat bahasa. Menurut (Halliday, 1968),
masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang merasa atau mengganggap diri
mereka memakai bahasa yang sama. Terbentuknya suatu masyarakat bahasa
dikarenakan atas dasar kesepakatan dalam penggunaan bahasa yang sama. Terlepas
dari masyarakat bahasa, bahasa juga tidak lepas dari tuturan. Hal ini tentunya sangat
terkait dengan masyarakat tutur. masyarakat tutur adalah adanya perasaan diantara
penuturnya, bahwa mereka merasa menggunakan tutur yang sama (Djokokentjono,
1982).
Bahasa tidak akan pernah dengan masyarakat yang menjadikan bahasa sebagai alat
dalam berinteraksi dan komunikasi. Dengan beragamnya bahasa di Indonesia dan
Dunia, membuat bahasa memiliki variasi bahasa dan masalah-masalah kebahasaan
yang harus dikaji terkait hubungan bahasa dengan masyarakat. Kajian mengenai
hubungan bahasa dengan masyarakat merupakan salah satu tugas dari cabang ilmu
linguistik yaitu sosiolinguistik. Sosilinguistik merupakan ilmu yang mengkaji aspek-
aspek bahasa dengan variasi yang selalu dijadikan masalah utama yang
mempengaruhi perbedaan aspek sosiokultural dalam masyarakat. Abdul Chaer
(2004:2) berpendapat bahwa intinya sosiologi itu adalah kajian yang objektif
mengenai manusia di dalam masyarakat, mengenai lembaga-lembaga, dan proses
sosial yang ada di dalam masyarakat, sedangkan pengertian linguistik adalah bidang
ilmu yang mempelajari bahasa atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai
objek kajiannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Sosiolinguistik adalah
bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan
penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat. Oleh karena itu kajian bahasa dengan
masyrakat tuturnya diperlukan untuk menemukan titik terang terhadap masalah-
masalah yang terjadi dalam masyarakat dengan bahasanya. Hal ini akan dikaji melalui
ruang lingkup dalam kajian ilmu sosiolinguistik.

1.2 Rumusan Masalah


Penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut.
1. Apa saja bidang yang akan dikaji dalam sosiolinguistik beserta contoh dari setiap
bidang?
2. Bagaimana ciri perbedaan dari setiap bidang dalam kajian sosiolinguistik?
3. Bagaimana proses interferensi bahasa daerah dan bahasa asing?
1.3 Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan.
1. Bidang yang akan dikaji dalam sosiolinguistik beserta contoh-contoh dari setiap
bidang.
2. Ciri perbedaan dari setiap bidang dalam kajian sosilinguistik.
3. Proses interferensi bahasa daerah dan bahasa asing.
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Ruang Lingkup Kajian Sosiolinguistik


2.1.1 Alih Kode dan Campur Kode
Menurut Poedjosoedarma (dalam Suandi, 2014: 132) menyatakan
bahwa kode mengacu pada suatu sistem tutur dalam penerapannya mempunyai
ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan mitra
tutur dan situasi tutur yang ada. Kode biasanya berbentuk varian bahasa yang
secara nyata dipakai untuk berkomunikasi antaranggota suatu masyarakat
bahasa. Oleh karena itu, kode sering dipakai dalam menyebut salah satu varian
dalam hierarki kebahasaan. Kode yang mengacu kepada bahasa juga mengacu
kepada variasi bahasa, seperti varian regional, juga varian kelas sosial yang
disebut dialek sosial, varian ragam dan gaya dirangkum dalam laras bahasa,
dan varian kegunaan atau register. Pada dasarnya bahasa memiliki kode sesuai
dengan variasi bahasanya. Kode digunakan dalam sosiolinguistik dalam
mengkaji variasi bahasa dalam berkomunikasi anatar masyarakat bahasa.

1. Alih Kode
Appel (dalam Chaer, 2014: 107) mendefinisikan alih kode sebagai gejala
peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Alih kode dapat
diartikan sebagai peristiwa atau gejala pemakaian bahasa dengan
mengalihkan dari kode satu ke kode yang lain, alih kode ini dapat terjadi
antara bahasa, antarvarian, anatrregister, anatarragam, atau antargaya.
Menurut Suwito (1985) membagi alih kode menjadi dua, yaitu
a. Alih kode eksternal : alih bahasa yang terjadi bila misalnya bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris atau sebaliknya.
b. Alih kode internal : alih kode yang terjadi berupa alih varian, seperti
dari bahasa jawa ngoko berubah ke krama.
Adapun faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya alih kode yaitu dari
penutur, mitra tutur, hadirnya penutur ketiga, pokok pembicaraan,
membangkitkan rasa humor yang biasa dilakukan dengan alih varian, alih
ragam, atau alih gaya bicara, dan untuk sekedar gengsi.

2. Campur Kode
Menurut Kachru (dalam Suandi, 2014: 141) yang dimaksud dengan
campur kode adalah pemakaian dua buah bahasa atau lebih dengan saling
memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu dengan bahasa yang lain secara
konsisten. Campur kode disebabkan oleh ada hubungannya dengan
karakteristik penutur, seperti latar belakang sosial, latar belakang
Pendidikan, rasa religius. Adapun ciri-ciri campur kode sebagai berikut.
- Tidak dituntut oleh situasi dan konteks pembicaraan.
- Terjadi karena kesantaian pembicara dan kebiasaan dalam pemakaian
bahasa.
- Pada umumnya terjadi dan lebih banyak dalam situasi tidak resmi.
- Ruang lingkupnya di bawah klausa yang paling tinggi dan kata yang
paling rendah.

Selain dari ciri-ciri, campur kode juga memiliki beberapa jenis,


diantaranya.
- Campur kode ke dalam. Jenis campur kode yang menyerap unsur
bahasa asli yang masih sekerabat. Misalnya bahasa Indonesia dengan
bahasa daerah.
- Campur kode keluar. Campur kode yang menyerap unsur bahasa asing.
Misalnya pemakaian bahasa Indonesia dengan sisipan bahasa Inggris.
- Campur kode campuran. Campur kode yang di dalamnya menyerap
unsur-unsur bahasa asli (bahasa daerah) dan bahasa asing.

3. Persamaan dan Perbedaan Alih Kode dengan Campur Kode


Alih Kode Campur Kode
Kesamaan yang ada dalam alih kode dan campur kode adalah
digunakannya dua bahasa atau lebih, atau dua variasi dari sebuah bahasa
dalam satu masyarakat tutur…(Chaer, 2014: 115)
Apabila satu klausa jelas-jelas Jika seseorang menggunakan satu
memiliki struktur gramatikal kata atau frasa dari satu bahasa itu
bahasa lain, maka peristiwa yang merupakan campur kode
terjadi adalah alih kode.

2.1.2 Interferensi dan Integrasi


A. Interferensi
Menurut pendapat Chaer (1998:159) interferensi pertama kali
digunakan oleh Weinrich untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu
bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan
unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual.
Interferensi mengacu pada adanya penyimpangan dalam menggunakan
suatu bahasa dengan memasukkan sistem bahasa lain. Serpihan-serpihan
klausa dari bahasa lain dalam suatu kalimat bahasa lain juga dapat
dianggap sebagai peristiwa interferensi. Hal tersebut berarti interfensi
merupakan kekacauan pemakaian bahasa akibat pengaruh bahasa 1 dalam
penggunaan bahasa 2 atau sebaliknya. Kekacauan yang dimaksud ialah
terhadap penggunaan bahasa di masyarakat akibat terbawanya kebiasaan
penggunaan bahasa 1 dalam pemakaian bahasa 2 atau sebaliknya. Adapun
faktor-faktor yang memengaruhi interferensi bahasa yaitu kontak bahasa
yang menimbukan gejala inteferensi dalam tuturan dwibahasawan,
interferensi merupakan gejala penyusupan sistem suatu bahasa ke dalam
bahasa lain, unsur bahasa yang menyusup ke dalam struktur bahasa yang
lain dapat menimbulkan dampak negatif, dan terakhir interferensi
merupakan gejala ujaran yang bersifat perseorangan, dan ruang geraknya
dianggap sempit yang terjadi sebagai gejala parole.
Terdapat beragam jenis interferensi sepert berikut ini.
a. Interferensi Fonologis
Interferensi fonologis merupakan pengaruh bahasa 1 terhadap bahasa 2
atau sebaliknya dalam bentuk produksi bunyi bahasa.
b. Interferensi Morfologis
Interferensi morfologis merupakan pengaruh bahasa 1 terhadap bahasa 2
atau sebaliknya pada tingkat pembentukan kata.
c. Interferensi Sintaksis
Interferensi sintaksis merupakan pengaruh bahasa 1 terhadap bahasa 2 atau
sebaliknya pada tingkat penyusunan kalimat.
d. Interferensi Leksikon
Interferensi leksikon merupakan penyisipan kata dari bahasa 1 dalam
penggunaan bahasa 2 atau sebaliknya. Penyisipan kosakata bisa dilihat
sebagai campur kode sekaligus bisa dipandang sebagai interfensi.

B. Integrasi
Sebagian masyarakat dunia adalah masyarakat bilingual. Proses integrasi
terjadi karena adanya campur tangan dari interferensi. Interferensi yang
memiliki dua pandangan yaitu positif dan negatif menurut masyarakat yang
bersangkutan. Sebagai suatu gejala sosial interferesni itu dapat dipandang
negatif. Karena dipandang sebagai gejala yang bisa dikatakan mencampur
adukan bahasa, karena tidak menjaga kemurnian bahasa. Sebaliknya
interferensi dipandang positif karena bisa meningkatkan dan memperkaya
kosakata tertentu. Maka interferesni dipandang sebagai kekeliruan berbahasa,
karena kekeliruan ini yang terjadi berlarut-larut dalam waktu yang lama,
sehingga menjadi sebuah kebiasaan bagi masyarakat dan menghilangkan
pandangan kekeliruan dalam berbahasa. Dan Ketika sudah menjadi kebiasaan
dalam menggunakan bahasa itu merupakan bagian integral dalam bahasa.
Misalnya masyarakat Indonesi yang sering mencampuradukan bahasa
Indonesia dengan bahasa asing misalnya bahasa Inggris, awalnya itu
merupakan sebuah kekeliruan dalam berbahasa. Tetapi karena hal tersebut
sudah menjadi kebiasaan karena sudah berlangsung lama bagi masyarakat
Indonesia sehingga unsur-unsur bahasa asing tersebut menjadi bagian dari
khasanah bahasa Indonesia. Ketika para penutur menyepakati bahwa unsur-
unsur bahasa asing yang awalnya merupakan kekacauan atau kekeliruan tetapi
sudah menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan, hal tersebut dapat
diartikan sebagai integrasi.
Integrasi adalah penggunaan unsur bahasa lain secara sistematis seolah-olah
merupakann bagian dari suatu bahasa tanpa disadari oleh pemakainya
(Kridalaksana: 1993:84). Salah satu proses integrasi adalah peminjaman kata
dari satu bahasa ke dalam bahasa lain. Jadi integrasi adalah bentuk penyatuan
unsur-unsur bahasa asing atau bahasa daerah ke dalam satu sistem bahasa,
sehingga unsur-unsur bahasa yang awalnya asing itu sudah menjadi bagian
dari khasanah kebahasaan tersebut.

2.2 Proses Interferensi Bahasa Daerah dan Bahasa Asing.

2.2.1 Interferensi dalam Tataran Fonem


Bahasa Daerah
Contoh : jika penutur bahasa Sunda mengucapkan kata-kata berupa barang
yang di tengah katanya terdapat furuf /d/,/b/, misalnya kata sendok, sendal,
dan ember. Seringkali orang Sunda menghilangkan huruf tersebut dengan
mengucapkan /senok/, /senal/, dan /emer.
Bahasa Asing
Contohnya : jika orang-orang Indonesia mampu berbahasa Inggris baik.
“Guys” seringkali berubah oleh anak-anak muda di Indonesia menjadi
“Gais/gaes”

2.2.2 Interferensi dalam Tataran Morfem (afiksasi)


Bahasa Daerah
Inferensi ini terjadi dalam pembentukan kata dengan menyerap afiks-afiks
bahasa lain. Contoh dalam bahasa Sunda : katabrak, kapotong, kahapus.
Bentuk-bentuk tersebut dikatakan interfensi karena bentu-bentuk tersebut
sebenarnya ada bentuk yang benar yaitu, tertabrak, terpotong, terhapus.
Bahasa Asing
Contoh dalam bahasa Indonesia : “terhot, basicnya” dalam Indonesia
sebenrnya yaitu terpanas. Padahal bentuk tersebut terdapat padanan bentuk
yang sebenarnya dalam bahasa Inggris : hottest

2.2.3 Interferensi dalam Tataran Frasa/Klausa


Interferensi dalam tataran frasa atau klausa tidak terlalu sering terjadi. Dalam
frasa terdapat frasa verba, frasa numeralia, frasa adjektiva, frasa preposisional
Bahasa Daerah
Contoh dalam frasa numeralia bahasa Sunda: sajodo manuk japati nu sami
satia.
Dalam bahasa Indonesia menjadi “sepasang brung merpati yang sama setia”.
Bentuk tersebut merupakan bentuk interferensi karena sebenarnya ada
padanan bentuk yang lebih gramatikal yaitu: “sepasang burung merpati yang
setia”

2.2.4 Interferensi dalam Tataran Kalimat


Dalam interferensi tataran kalimat jarang terjadi, karena perlu dihindari,
penyebabnya ialah terdapat pola struktur yang merupakan ciri utama
kemandirian suatu bahasa.
Bahasa Daerah
Contoh : apa maksudnya alasannya lelaki berani melangkah maju. Bentuk
tersebut merupakan bentuk interferensi karena sebenarnya ada padanan bentuk
tersebut yang dianggap lebih gramatikal yaitu: apa maksudnya alasan lelaki
berani melangkah maju. Terjadinya penyimpangan tersebut disebabkan karena
ada padanan konteks dari bahasa donor, misalnya: naon margina numawi
lalaki kolu maju.
Bahasa Asing
Interferensi bahasa asing yang selalu menjadi sisipan dalam bahasa Indonesia
sekarang ini sedang maraknya di kalangan anak muda jaksel atau Jakarta
Selatan. Contoh : basicnya sih sama seperti itu.

2.2.5 Interferensi dalam Tataran Semantik


Berdasarkan resipien (penyerap) interferensi semantik dapat dibedakan
menjadi, interferensi bahasa yang menyerap konsep kultural beserta namnya
dari bahasa lain, dan disebut sebagai ekspansif atau perluasan. Dan interferensi
yang disebabkan adanya alih kode dan campur kode.
Bahasa Daerah
Contoh kata nya yaitu: mengulik. Kata tersebut berasal dari bahasa Sunda.
Bahasa Asing
Contohnya: politik, demokrasi yang berasal dari bahasa Yunani-Latin.
BAB 3. PENUTUP

2.3 Kesimpulan
Tentunya dalam berkomunikasi terdapat gejala-gejala yang terjadi dalam masyarakat.
Alih kode, campur kode, interferensi dan itegrasi bisa dikatakan hal-hal yang
berpangruh dalam gejala komunikasi masyarakat penutur. Alih kode didefinisikan
sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa dari bahasa stu ke bahasa lain karena
perubahan situasi. Tidak hanya alih kode, campur kode juga dalam pemakaian bahasa
sering terjadi di tengah komunikasi. Campur kode dapat diartikan bahwa ada satu
bahasa yang digunakan, tetapi didalamnya terdapat sisipan-sisipan bahasa lain.
Terlepas dari alih kode dan campur kode, terdapat fenomena atau gejala lainnya yaitu
adanya interferensi dan integrasi bahasa. Interferensi merupakan akibat dari
penggunaan bahasa pertama dalam unsur bahasa kedua yang digunakan dalam pilihan
kata atau gramatikal yang keliru. Sehingga muncul anggapan positif dan negatif
mengenai interferensi bahasa. Sementara integris disebabkan oleh adanya interferensi,
dimana sisipan bahasa-bahasa yang dulunya dianggap keliru lama kelamaan memiliki
anggapan hal yang biasa bagi para penutur, sehingga bahas-bahasa lain itu masuk
kedalam khasanah dan diakui oleh bahasa terkait yang menjadi bahasa murni penutur.
Daftar Pustaka

Muchtar Uton, R.H. & Umabara, K. (1987). “MODANA”. Bandung: PT Mangle Palipur.

Husnunnisa, Intan Aulia. 2022. “135 Istilah-istilah Gaul Bahasa Jaksel untuk Menambah Kosakata
Bahasa Inggris-mu”,
https://www.english-academy.id/blog/istilah-istilah-gaul-bahasa-jaksel-untuk-menambah-
kosakata-bahasa-inggris diakses pada 17 November 2022.

Chaer, A. dan Agustina, L. 1995. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta. Interferensi
Fonologi, Morfologi, Leksikal Skriptorium, Vol. 1, No. 3 15. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal.
Jakarta: Rineka Cipta

Weinreich, Uriel. 1968. Languages In Contact: Findings And Problems. New York: The Hague,
Mouton.

Anda mungkin juga menyukai