Anda di halaman 1dari 8

PENGGUNAAN BILINGUALISME PADA MASYARAKAT YANG

BERWIRAUSAHA

Ratna Dewi Kartikasari


Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Jakarta
g4lih_58@yahoo.com

Diterima: DD MM YYYY Direvisi: DD MM YYYY Disetujui: DD MM YYYY

ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masyarakat yang sudah jarang memakai bahasa
monolingual (1 bahasa). Namun dalam kehidupan sehari-hari, masih banyak masyarakat
yang memakai dua bahasa (bilingual). Setidaknya masyarakat yang menggunakan bahasa
daerah dan bahasa Indonesia. Penelitian ini dilakukan di daerah Kelurahan Sukamaju,
Kecamatan Cilodong. Hasil penelitian menunjukkan situasi kebahasaan pada masyarakat
tutur daerah Jawa, Mandailing, Padang, dan Sunda di daerah Cilodong ditandai dengan
adanya kontak bahasa yang menjadikan masyarakat tutur Jawa, Mandailing, Padang, dan
Sunda di daerah Cilodong sebagai masyarakat yang bilingual. Data dari peristiwa tutur
dalam berbagai ranah pada penelitian ini memperlihatkan bahwa kode yang berwujud
bahasa yang dominan digunakan dalam komunikasi pada masyarakat tutur Jawa,
Mandailing, Padang, dan Sunda di daerah CIlodong terdiri atas beberapa kode. Kode
tersebut berupa Bahasa Indonesia (BI), Bahasa Jawa (BJ), Bahasa Mandailing (BM),
Bahasa Padang/Minang (BP), dan Bahasa Sunda (BS).

Kata kunci: bilingualisme , masyarakat tutur , kode bahasa


selalu ada pada aktivitas dan kehidupannya
Negara Indonesia merupakan negara
PENDAHULUAN multietnis yang memiliki beratus-ratus
Pada umumnya masyarakat di ragam bahasa. Dengan adanya bermacam-
dunia pada zaman sekarang ini memiliki macam bahasa daerah di Indonesia,
bilingualisme (kedwibahasaan) untuk menjadikan bahasa daerah menjadi salah
berkomunikasi. Sarana komunikasi yang satu penunjuk identitas suatu etnis.
paling penting pada masyarakat adalah Walaupun memiliki bermacam-macam
bahasa. Oleh karena kedudukannya yang bahasa daerah, salah satu ciri yang
sangat penting, maka membuat bahasa
menonjol dari identitas bangsa Indonesia
tidak lepas dari kehidupan manusia dan
yaitu adanya bahasa persatuan,

47 | Pena Literasi
Ratna Dewi Kartikasari : Penggunaan Bilingualisme Pada Masyarakat Yang
Berwirausaha…
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/penaliterasiEmail : penaliterasi@umj.ac.id

bahasaIndonesia. Dalam masyarakat tutur, Pemilihan tuturan oleh penutur pendatang di


bahasa mempunyai ragam atau variasi yang daerah Cilodong dalam
digunakan oleh masyarakat penuturnya. penelitian ini didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan misalnya,
Pertama, sejauh pengamatan penulis belum
Dengan latar belakang sosial, budaya, dan
pernah ada penelitian yang secara khusus
situasi, masyarakat tutur dapat menentukan
memfokuskan pengkajian pada pemilihan
penggunaan bahasanya. Dalam pandangan
Sosiolinguistik, situasi kebahasaan pada kode pada masyarakat pendatang dari
masyarakat bilingual (dwibahasa) ataupun daerah yang disebutkan di atas dalam
multilingual (multibahasa) sangat menarik penuturannya dengan masyarakat di
untuk diteliti. Cilodong. Kedua, dikaji dari pandangan
Sebagai akibat dari situasi Sosiolinguistik, kontak bahasa yang terjadi
kedwibahasaan pada masyarakat tutur pada masyarakat dwibahasa seperti dengan
pendatang di daerah Cilodong, pengamatan adanya bahasa Indonesia dan bahasa daerah
menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor pada Penelitian ini bertujuan untuk
penentu dalam pengambilan keputusan memperoleh pemahaman yang mendalam
pada sebuah tuturan. Selain itu, dengan tentang alih kode dan campur kode pada
adanya kontak bahasa di daerah Cilodong, tuturan masyarakat bilingual di wilayah
muncul pula gejala alih kode dan campur Cilodong, Depok. Penelitian tentang alih
kode pada penuturnya. Kedua gejala kode dan campur kode ini bermanfaat
kebahasaan tersebut–alih kode dan campur dalam beberapa hal. Pertama, dengan
kode–mengacu pada peristiwa di mana pada penelitian ini diharapkan dapat diperoleh
saat berbicara, seorang penutur deskripsi tentang pemilihan alih kode, dan
memasukkan unsur-unsur bahasa lain ke
campur kode pada masyarakat multibahasa
dalam bahasa yang sedang digunakannya.
di Indonesia, khususnya pada tuturan
Fenomena tersebut bisa terjadi di
masyarakat Mandailing, Padang, Jawa, dan
sembarang tempat, baik itu di rumah
Sunda di daerah Cilodong. Kedua, melalui
tangga, tempat umum, sekolah, dan lain
deskripsi tentang alih kode dan campur
sebagainya.
kode yang diungkap melalui penelitian ini
Objek penutur dalam penelitian ini diharapkan bermakna bagi upaya
adalah penutur yang merupakan pendatang pembinaan dan pengembangan ilmu bahasa,
dari Mandailing, Jawa, dan Padang yang baik yang menyangkut bahasa Indonesia
menggunakan bahasa daerah masing- maupun bahasa- bahasa lainnya.
masing. Pembatasan penutur dari luar
daerah Cilodong didasarkan pada alasan Lokasi penelitian ini adalah
bahwa bahasa ibu/ bahasa pertama (B1) Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Cilodong,
yang mereka miliki bukanlah bahasa lokal Kota Depok. Sedangkan yang dimaksud
yang ada di daerah Cilodong. Ketika para masyarakat Mandailing, Padang, Jawa, dan
pendatang dari daerah tersebut datang ke Sunda dalam penelitian ini adalah
daerah Cilodong, maka terjadilah kontak masyarakat tutur pendatang yang berasal
bahasa yang memungkinkan munculnya dari daerah tersebut dan menggunakan
alih kode dan campur kode. bahasa daerah mereka sebagai B I (Bahasa
48 | P e n a L t e r a s i
Ratna Dewi Kartikasari : Penggunaan Bilingualisme Pada Masyarakat Yang
Berwirausaha…
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/penaliterasiEmail : penaliterasi@umj.ac.id

pertama/ibu). Bahasa tersebut diketahui Indonesia beralih ke bahasa


melalui tuturan yang digunakannya. Inggris atau sebaliknya.
b. Alih kode intern
Istilah kode dipakai untuk menyebut
salah satu varian di dalam hierarki Bila alih kode berupa alih varian,
kebahasaan, sehingga selain kode yang seperti dari bahasa Jawa ngoko
mengacu kepada bahasa (seperti bahasa berubah ke krama.
Inggris, Belanda, Jepang, Indonesia), juga
Beberapa faktor yang menyebabkan alih
mengacu kepada variasi bahasa, seperti
kode antara lain sebagai berikut.
varian regional (bahasa Jawa dialek
Banyuwas, Jogja-Solo, Surabaya), juga 1) Penutur
varian kelas sosial disebut dialek sosial atau
sosiolek (bahasa Jawa halus dan kasar), Seorang penutur kadang dengan
varian ragam dan gaya dirangkum dalam sengaja beralih kode terhadap mitra
laras bahasa (gaya sopan, gaya hormat, atau tutur karena suatu tujuan. Misalnya
gaya santai), dan varian kegunaan atau mengubah
register (bahasa pidato, bahasa doa, dan situasi dari resmi menjadi tidak
bahasa lawak). Kenyataan seperti di atas resmi atau sebaliknya.
menunjukkan bahwa hierarki kebahasaan 2) Mitra Tutur
dimulai dari bahasa pada level paling atas
diikuti dengan kode yang terdiri atas varian, Mitra tutur yang latar belakang
ragam, gaya, dan register. kebahasaannya sama dengan penutur
biasanya beralih kode dalam wujud alih
1. Alih kode varian dan bila mitra tutur berlatar
Alih kode adalah peristiwa peralihan belakang kebahasaan berbeda cenderung
dari satu kode ke kode yang lain (Chaer alih kode berupa alih bahasa. 3)
dan Agustina, 2010: 107). Misalnya
Hadirnya Penutur Ketiga
penutur menggunakan bahasa
Indonesia beralih menggunakan bahasa Untuk menetralisasi situasi dan
Jawa. Alih kode merupakan salah satu menghormati kehadiran mitra tutur
aspek ketergantungan bahasa dalam ketiga, biasanya penutur dan
masyarakat multilingual. Dalam mitra tutur beralih kode, apalagi bila
masyarakat multilingual sangat sulit latar belakang kebahasaan mereka
seorang penutur mutlak hanya berbeda.
menggunakan satu bahasa. Dalam alih
4) Pokok Pembicaraan
kode masing-masing bahasa masih
cenderung mendukung fungsi Pokok Pembicaraan atau topik
masingmasing sesuai dengan merupakan faktor yang dominan
konteksnya. Suwito (1983: 100) dalam menentukan terjadinya alih
membagi alih kode menjadi dua yaitu: kode. Pokok pembicaraan yang
bersifat formal biasanya
a. Alih kode ekstern Bila alih diungkapkan dengan ragam baku,
bahasa, seperti dari bahasa dengan gaya netral dan serius dan
pokok pembicaraan yang bersifat
49 | P e n a L t e r a s i
Ratna Dewi Kartikasari : Penggunaan Bilingualisme Pada Masyarakat Yang
Berwirausaha…
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/penaliterasiEmail : penaliterasi@umj.ac.id

informal disampaikan dengan bahasa (innercode- mixing), campur


takbaku, gaya sedikit emosional, kode yang bersumber dari bahasa
dan serba seenaknya. 5) Untuk asli dengan segala variasinya.
membangkitkan rasa
2) Campur kode ke luar (outer code-
humor
mixing): campur kode yang berasal
Biasanya dilakukan dengan dari bahasa asing.
alih varian, alih ragam, atau
Latar belakang terjadinya campur
alih gaya bicara.
kode dapat digolongkan menjadi dua,
6) Untuk sekadar bergengsi yaitu:
Walaupun faktor situasi, lawan a. Sikap, latar belakang
bicara, topik, dan faktor sosio- sikap penutur.
situasional tidak mengharapkan
adanya alih kode, terjadi alih b. Kebahasaan, latar belakang
kode, sehingga tampak adanya keterbatasan bahasa, sehingga
pemaksaan, tidak wajar, dan ada alasan identifikasi peranan,
cenderung tidak komunikatif. identifikasi ragam, dan keinginan
untuk menjelaskan atau
2. Campur Kode menafsirkan.
Campur kode terjadi apabila seorang 3. Bilingualisme
penutur menggunakan suatu bahasa
secara dominan mendukung suatu Masyarakat bahasa adalah masyarakat
tuturan disisipi dengan unsur bahasa yang menggunakan satu bahasa yang
lainnya (Chaer dan Agustina, 2010: disepakati sebagai alat komunikasinya.
115). Hal ini biasanya berhubungan Dilihat dari bahasa yang digunakan dalam
dengan karakteristik penutur, seperti suatu masyarakat bahasa, masyarakat
latar belakang sosial, tingkat bahasa yang
pendidikan, rasa keagamaan. Biasanya menggunakan satu bahasa da nada
ciri menonjolnya berupa kesantaian masyarakat yang menggunakan dua
atau situasi informal. Namun bisa bahasa atau lebih. Masyarakat bahasa
terjadi karena keterbatasan bahasa, yang menggunakan satu bahasa disebut
ungkapan dalam bahasa tersebut tidak masyarakat monolingual. Sedangkan
ada padanannya, sehingga ada masyarakat bahasa yang menggunakan
keterpaksaan menggunakan bahasa dua bahasa atau lebih disebut masyarakat
lain, walaupun hanya mendukung satu bilingual.
fungsi. Campur kode termasuk juga Di era maju dan modern ini barangkali
konvergense kebahasaan (linguistic jarang ditemukan masyarakat bahaasa
convergence). Campur kode dibagi monolingual. Akan tetapi, mungkin masih
menjadi dua, yaitu: ada ditemukan misalnya, daerah- daerah
1) Campur kode ke dalam terpencil. Ada juga kemungkinan
masyarakat generasi lama yang karena
satu dan lain hal tidak memiliki
50 | P e n a L t e r a s i
Ratna Dewi Kartikasari : Penggunaan Bilingualisme Pada Masyarakat Yang
Berwirausaha…
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/penaliterasiEmail : penaliterasi@umj.ac.id

kesempatan belajar bahasa lain selain lain secara bergantian (Chaer dan
bahasa daerahnya. Setelah menjadi Agustina, 2010: 84). Dengan
generasi tua, mereka menjadi masyarakat demikian campur kode terjadi
monolingual. Namun dalam kehidupan karena adanya hubungan timbal balik
sehari-hari, ada pula masyarakat antara peranan penutur, bentuk
bilingual. Setidaknya masyarakat yang bahasa, dan fungsi bahasa.
menggunakan bahasa daerah dan bahasa Masyarakat yang bilingual dalam
Indonesia. Misalnya, masyarakat yang komunikasi berbahasa
menggunakan bahasa Sunda dan bahasa dengan
Indonesia, bahasa Banjar dengan bahasa masyarakat sekitar berkenaan dengan
Indonesia dan bahasa Jawa dan bahasa siapa yang berkomunikasi dengan
Indonesia. mereka. Penggunaan bahasa dalam
berkomunikasi harus sesuai dengan
Istilah bilingualisme dalam bahasa
situasi yang ada, dan pilihan kode ketika
Indonesia disebut juga
berkomunikasi sangat memungkinkan
kedwibahasaan (Chaer dan Agustina,
lancarnya proses komunikasi. Dengan
2010: 85). Dari istilah secara harfiah
adanya kontak bahasa antara masyarakat
sudah dapat dipahami apa yang
Jawa, Sunda, Mandailing, dan Padang
dimaksud dengan bilingualisme itu,
dari daerah yang sama dan masyarakat
yaitu berkenaan dengan penggunaan
yang tinggal di daerah Cilodong,
dua bahasa atau dua kode bahasa.
terjadi pula alih kode, campur kode, dan
Secara secara sosiolinguitik secara
bilingualism yang didasarkan pada
umum, bilingualisme diartikan
barbagai faktor sosial. Hipotesis faktor-
sebagai penggunaan dua bahasa. atau
faktor sosial penentu alih kode antara lain
lebih seorang penutur dalam
kehadiran orang ketiga dan peralihan
pergaulannya dengan orang lain
pokok pembicaraan. Pada campur kode,
secara bergantian (Mackey dalam
faktor- faktor sosial penentu adanya
Chaer dan Agustina, 2010: 87).
campur kode adalah keterbatasan
Untuk dapat menggunakan dua
penggunaan kode dan penggunaan istilah
bahasa tentunya seseorang harus
yang lebih populer. Kemudian dalam
menguasai dua bahasa itu. Pertama,
proses komunikasi, seorang yang
bahasa itu sendiri atau bahasa
bilingual dilihat dari situasi dengan siapa
pertamanya (B I) dan bahasa yang
ketika mereka berbicara apakah dengan
kedua (B II). Orang yang
orang yang berasal dari daerah yang
menggunakan bahasa kedua tersebut
sama atau dari lingkungan lain atau
disebut orang yang bilingual
lingkungan setempat.
(kedwibahasaan). Sedangkan
kemampuan untuk menggunakan dua
bahasa disebut bilingualitas. Selain METODE PENELITIAN
istilah bilingualisme juga digunakan Penelitian ini menggunakan
istilah multibilingualisme yakni pendekatan Sosiolinguistik dan merupakan
keadaan yang digunakan lebih dari sebuah penelitian lapangan. Pendekatan
dua bahasa oleh seseorang Sosiolinguistik tersebut secara metodologis
dalam pergaulannya dengan orang dipusatkan pada komunikasi yang
51 | P e n a L t e r a s i
Ratna Dewi Kartikasari : Penggunaan Bilingualisme Pada Masyarakat Yang
Berwirausaha…
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/penaliterasiEmail : penaliterasi@umj.ac.id

dikembangkan dengan menggunakan data 1. Masyarakat Jawa


kualitatif. Tuturan yang menjadi data
Konteks: Pembeli orang Jawa sedang
penelitian ini terealisasi di dalam penggalan
berbelanja di warung yang juga orang Jawa.
tuturan masyarakat tutur Jawa, Mandailing,
Sunda, dan Padang di daerah Cilodong. Pembeli: Bu, wonten indomie napa
Metode observasi pada penelitian mboten? Regine pinten? (Bu, ada indomie
ini menggunakan dua teknik lanjutan, tidak? Harganya berapa?)
yaitu teknik simak libat cakap dan teknik Pedagang: Wonten indomie, regine
simak bebas libat cakap. Dalam teknik simak tigangewu. (Ada indomie, harganya tiga
libat cakap, peneliti berpartisipasi dalam ribu.)
menyimak dan terlibat dalam pembicaraan
tersebut. Sedangkan pada teknik bebas libat Pembeli: tumbas kaleh mawon kalean
cakap, peneliti tidak terlibat atau tidak ikut pasta giginipun setunggal ingkang ageng.
serta dalam suatu peristiwa tutur, namun (Beli dua saja sama pasta giginya satu yang
hanya mendengarkan tuturan dari sebuah besar)
peristiwa tutur. Dalam penelitian ini, Penjual: Nggih (iya)
peneliti hanya menggunakan teknik
mendengarkan tanpa terlibat dengan Penggunaan kata indomie dan pasta
percakapan tetapi peneliti berusaha mencari gigi pada peristiwa tutur tersebut
tahu maksud dari yang diucapkan oleh merupakan fenomena adanya campur kode
pada tuturan dengan kode dasar Bahasa
penutur.
Jawa (BJ). Kata indomie dan pasta gigi
pada tuturan tersebut merupakan campur
HASIL DAN PEMBAHASAN kode dari kode Bahasa Indonesia (BI). 2.
Pada data peristiwa tutur dalam Masyarakat Mandailing
berbagai ranah pada penelitian ini
memperlihatkan bahwa kode yang Orang I: Nangkin ke au manabusi nga
berwujud bahasa yang dominan digunakan pasuo, ahirna mulan au mulak tubagas.
dalam komunikasi pada masyarakat tutur (Tadi saya pergi mencari soto, tetapi tidak
Jawa, Mandailing, dan Padang di daerah ketemu, akhirnya saya balik
Cilodong terdiri atas beberapa kode. Dari lagi.)
penelitian tersebut, kode yang ditemukan
Orang II: Nga uboto sanga
adalah kode yang berupa Bahasa Indonesia
aha utabusi be? (Terus jadinya
(BI), Bahasa Jawa (BJ), Bahasa Mandailing
beli apa?)
(BM), Bahasa Padang (BP). Keempat kode
tersebut muncul akibat adanya peristiwa OrangI: Ujung-ujung na manabusi bakso.
kontak bahasa antara masyarakat tutur (Ujung-ujungnya beli bakso.)
daerah tersebut dengan masyarakat tutur
yang menggunakan bahasa Indonesia. Tiba-tiba datang pembeli yang
Berikut penggunaan metode korelasi dalam menggunakan bahasa Indonesia.
peristiwa campur kode dan alih kode dalam Orang III: Abang beli terigu, telor,
peristiwa tutur. sama minyak, dong.

52 | P e n a L t e r a s i
Ratna Dewi Kartikasari : Penggunaan Bilingualisme Pada Masyarakat Yang
Berwirausaha…
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/penaliterasiEmail : penaliterasi@umj.ac.id

Orang 1: Berapa? sudah datang barangnya katakana pada


bapak, ya.)
Dilihat dari percakapan di atas bisa
diketahui bahwa pada saat peristiwa tutur Ibu: Iyo, Pak. (Iya, Pak.)
tesebut sedang berlangsung adanya
peristiwa campur kode dan alih kode, pada Dilihat dari percakapan di
kata bakso dalam kalimat di atas bahwa atas adanya campur kode yang digunakan
kata bakso menggunakan Bahasa Indonesia dalam proses berkomunikasi, adanya
(BI) karena tidak ada bahasa Mandailing kata-kata dalam bahasa Indonesia seperti
yang mengartikan bakso, dan kemudian bahan- bahan, indomie, minyak, dan
pada kalimat selanjutnya bahwa terjadinya satu yang tidak bisa di terjemahkan ke
alih kode. Pada saat orang kesatu dan orang dalam bahasa Padang (Minang). Sehingga
kedua sedang berbincang mereka percakapan tersebut menggambarkan
menggunakan bahasa daerahnya yaitu bahwa masyarakat Indonesia sering sekali
bahasa Mandailing, kemudian setelah ada mencampurkan antara bahasa ibu/bahasa
orang ketiga maka orang satu langsung daerah mereka dengan bahasa Indonesia.
beralih menggunakan bahasa Indonesia 4. Masyarakat Sunda
yang memang bahasa Nasional bangsa Pembeli: Mang, ieu peuyeum sabaraha
Indonesia dalam peristiwa tutur apabila pangaosna? (Bang, itu tape berapa
mereka berbeda daerah dan hanya bahasa harganya?)
Indonesia yang menjadi pedoman dalam
berbahasa. Pedangang: Nu eta mah dua ribu teh, tos
amis nu eta mah, parantos asak. (Yang itu
3. Masyarakat Padang dua ribu mbak, sudah manis karena sudah
Bapak: Bundo alah di bali bahan- matang.)
bahan kadai alun, anan di bali cako? (Ibu
Pembeli: Oh muhun, abdi meser sakilo
sudah beli bahan-bahan warung
belum? Apa saja tadi yang dibeli?) atuh mang. (Oh, iya saya beli sekilo.)

Ibu: Alah pak, cako alah pasan jo uda Dilihat dari percakapan di atas walaupun
pasa, talua ciek peti, indomie sapuluh berada dilingkungan masyarakat betawi,
karduih, minyak duo drum, jo terigi limo sesama orang sunda masih tetap
karuang. (Sudah pak, tadi sudah pesan menggunakan bahasa ibu mereka untuk
sama abang pasar, telur satu peti, berkomunikasi dengan orang sesame
indomie sepuluh kardus, minyak dua daerahnya.
drum, sama terigu lima karung.)
Kemudian dari analisis yang dilihat dari
Bapak: Oh jadih Bu, bara total sadonya? angket yang telah di isi bahwa masyarakat
(Oh ya sudah Bu, totalnya berapa semua?) tutur daerah Jawa, Mandailing, Padang, dan
Sunda yang berada di lingkungan
Ibu: Satu juto lima ratuih, Pak. (Satu juta
masyarakat Sukamaju Cilodong memang
lima ratus, Pak.)
merupakan masyarakat yang bilingualisme,
Bapak: Jadih kalau alah tibo, agiah tau ka sebab mereka menguasai lebih dari satu
bapak yo. (Ya sudah Bu, kalau bahasa. Bahasa pertama/bahasa ibu (B I)
mereka kuasai sejak kecil yang memang
53 | P e n a L t e r a s i
Ratna Dewi Kartikasari : Penggunaan Bilingualisme Pada Masyarakat Yang
Berwirausaha…
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/penaliterasiEmail : penaliterasi@umj.ac.id

diajarkan oleh keluarga mereka sendiri Bahasa Mandailing (BM), Bahasa


yang memang merupakan masyarakat asli Padang/Minang (BP), dan Bahasa
daerah sana dan mereka yang memang lahir Sunda (BS).
dan besar di sana. Jadi hal tersebut
mempengaruhi mereka dalam mempelajari
bahasa daerah asalnya. Kemudian ketika
mereka tinggal di lingkungan lain yang
otomatis bukan daerah asal mereka dan
mereka beralih dalam penggunaan bahasa
yang digunakan dalam berkomunikasi
dengan masyarakat sekitar. Kode Bahasa
Indonesia (BI) dalam masyarakat tutur di REFERENSI
aerah Sukamaju Cilodong. BI merupakan
Chaer, Abdul dan Agustina, Leoni. 2010.
kode yang paling dominan sebagai hahasa
Sosiolinguistik:
persatuan. Hal itu disebabkan kenyataan
Perkenalan Awal. Jakarta:
situasi kebahasaan di daerah Cilodong yang
Rineka Cipta.
mayoritas masyarakatnya merupakan
masyarakat pendatang dari berbagai daerah
Mackey, W.P. 1970. “The Description of
di Indonesia yang memiliki bahasa daerah
Bilingualism” dalam J.A Fishman
yang berbedabeda.
(Ed.) 1970.
Suwito. 1983. Sosiolinguistik: Teori dan
KESIMPULAN
Problema. Surakarta: Kenary Off-
Berdasarkan hasil yang set.
diungkapkan dalam penelitian
ini, maka disimpulkan bahwa
profil situasi kebahasaan pada
masyarakat tutur daerah Jawa,
Mandailing, Padang, dan Sunda di
daerah Cilodong ditandai dengan
adanya kontak bahasa yang menjadikan
masyarakat tutur Jawa, Mandailing,
Padang, dan Sunda di daerah Cilodong
sebagai masyarakat yang bilingual.
Data dari peristiwa tutur dalam
berbagai ranah pada penelitian ini
memperlihatkan bahwa kode
yang berwujud bahasa yang dominan
digunakan dalam komunikasi pada
masyarakat tutur Jawa, Mandailing,
Padang, dan Sunda di daerah
CIlodong terdiri atas beberapa kode.
Kode tersebut berupa Bahasa
Indonesia (BI), Bahasa Jawa (BJ),
54 | P e n a L t e r a s i

Anda mungkin juga menyukai