3
Atmojo, Danang Tri. 2013. Alih Kode dan 4
Mustikawati, Diyah Atiek. 2015. Alih Kode
Campur Kode Dalam Kelompok Masyarakat dan Campur Kode Antara Penjual dan
Perantau di Desa Kedung Bagong, Pembeli (Analisis Pembelajaran Berbahasa
Sidomakmur. Skripsi. Universitas Melalui Studi Sosiolinguistik). Jurnal.
Muhammadiyah Surakarta. Universitas Muhammadiyah Ponorogo.(
(http://eprints.ums.ac.id/23343/20/NASKA http://journal.umpo.ac.id/index.php/dimensi/
H_PUBLIKASI_2.pdf) article/viewFile/154/141)
situasi kebahasaan pada Kedwibahasaan
masyarakat tutur Madura di Menurut Ohoiwutun
Pontianak ditandai dengan (1997: 66) penggunaan dua
adanya kontak bahasa yang bahasa atau lebih oleh
menjadikan masyarakat tutur seseorang atau masyarakat
Madura di kota Pontianak tertentu disebut bilingualisme
sebagai masyarakat yang (bilingualism) atau
bilingual. Peristiwa alih kode kedwibahasaan6.
dan campur kode di kota Kedwibahasaan sebagai
Pontianak dapat wujud dalam peristiwa
dikategorikan dalam variasi kontak bahasa merupakan
bentuk, yaitu (1) alih kode istilah yang pengertiannya
dengan dasar bahasa bersifat nisbi/relatif. Hal ini
Indonesia; (2) alih kode disebabkan adanya pengertian
dengan dasar bahasa Madura. kedwibahasaan yang
Pada alih kode dasar bahasa berubah-ubah dari masa ke
Indonesia muncul variasi alih masa.
kode dengan pemilihan kode Sumarsono (2007)
bahasa Melayu dan bahasa mengemukakan bahwa
Arab. Fenomena campur bilingualisme menunjuk
kode dalam pemilihan bahasa kepada gejala penguasaan
pada masyarakat tutur bahasa kedua dengan derajat
Madura dibedakan penguasaan yang sama
berdasarkan kode yang seperti penutur aslinya.7 Hal
menjadi dasar dalam tersebut berkenaan dengan
pemilihan bahasa pada suatu pendapat bloomfield
peristiwa tutur.5 mengenai bilingualisme,
6
5
Arni. 2014. Variasi Alih Kode dan Campur Munandar, Aries. 2018. Alih Kode dan
Kode Dalam Masyarakat Dwibahasa Kajian Campur Kode dalam Interaksi
Sosiolinguistik pada Masyarakat Madura di Masyarakat Terminal Mallengkeri Kota
Kota Pontianak Kalimantan Barat. Makassar. Skripsi. Hlm.7
Vol.3,No.1. Jurnal Pendidikan Bahasa. (http://eprints.unm.ac.id/10388/1/ARTIKEL.
(http://journal.ikippgriptk.ac.id/index.php/ba pdf)
hasa/article/view/174/172)
7
Ibid,hlm.8
namun Macnamara (dalam maksud tertentu (untuk
Rahardi,2010: 14) menjamin kerahasiaan berita,
mengusulkan batasan pemerintah dan sebagainya).
bilingualisme sebagai Bahasa manusia adalah
pemilikan penguasaan sejenis kode; sistem bahasa
(mastery) atas paling sedikit dalam suatu masyarakat;
bahasa pertama dan bahasa variasi tertentu dalam suatu
kedua, meskipun tingkat bahasa (Kridalaksana,
batasan penguasaan bahasa 2008:127), Sedangkan
pada bahasa yang kedua itu menurut Poedjosodarmo
hanyalah pada batasan yang (Rahardi, 2010:55) kode
paling rendah. Hal ini sejalan adalah suatu sistem struktur
dengan batasan yang yang penerapan unsur-
dikemukakan oleh Haugen unsurnya mempunyai ciri-ciri
(dalam Rahardi,2010: 15) khas sesuai dengan latar
yang menyatakan bahwa belakang penutur, relasi
bilingualisme dapat diartikan penutur, dengan mitra tutur
sebagai sekadar mengenal dan situasi yang ada.8 Dalam
bahasa kedua. beberapa pengertian diatas
Berdasarkan beberapa dapat disimpulkan kode
pengertian tersebut, dapat adalah tanda yang
dinyatakan bahwa menggambarkan makna
kedwibahasaan adalah sistem bahasa pada suatu
kemampuan menggunakan masyarakat. Kode dalam
dua bahasa atau lebih secara sosiolinguistik meliputi
bergantian dalam suatu fungsi bahasa, alih kode dan
masyarakat. campur kode.
Kode Alih Kode
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia kode 8
https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/b
adalah tanda (kata-kata, itstream/handle/123456789/9060/Bab
%202.pdf?sequence=10 (diakses tanggal 26
tulisan) yang disepakati untuk Juni 2019 . 20.02 WIB)
Alih kode adalah peristiwa bahasa ke bahasa yang lain
peralihan kode yang satu ke untuk memperluas gaya
kode yang lain, jadi apabila bahasa atau ragam bahasa.
seorang penutur mula-mula B. Bentuk-bentuk Campur
menggunakan kode A Kode
(misalnya bahasa Indonesia) Menurut (Suwito,1985:
dan kemudian beralih ke kode 78-80) berdasarkan unsur-
B (misalnya bahasa Jawa), unsur kebahasaan yang
maka peristiwa peralihan terlibat didalamnya campur
bahasa tersebut disebut alih kode dapat dibedakan
kode (Code Switching), yakni menjadi penyisipan unsur-
peralihan pemakaian bahasa unsur yang berwujud kata,
yang terjadi karena situasi penyisipan unsur-unsur yang
dan terjadi antar bahasa serta berwujud frasa, dan
antar ragam dalam satu penyisipan unsur-unsur yang
bahasa (Aslinda dan berwujud klausa.
Leni,2007: 85) Dari pengertian diatas
Campur Kode dapat disimpulkan bahwa
A. Pengertian Campur bentuk campur kode dapat
Kode diklasifikasikan berdasarkan
Menurut Rokhman tingkat kebahasaan
(Ulfiani, 2014: 97) campur yaitucampur kode pada
kode adalah pemkaian dua tataran kata, tataran frasa dan
bahasa atau lebih dengan tataran klausa.
saling memasukkan unsur METODE PENELITIAN
bahasa yang satu ke dalam Metode penelitian yang
bahasa yang lain untuk dilakukan adalah metode
memperluas gaya bahasa. penelitian kualitatif dengan
Menurut Kridalaksana menggunakan pendekatan
(Susmita,2015:98) campur sosiolinguistik di lingkup
kode adalah penggunaan kelas 4B yaitu mengenai alih
satuan bahasa dari satu kode dan campur kode dua
bahasa yaitu bahasa Madura dan di paparkan dan
dan bahasa Jawa. Data yang dianalisis lebih rinci.
diperoleh dari penelitian ini PEMBAHASAN
diperoleh dari hasil Tidak dapat dipungkiri,
pengamatan dalam kelas berada dilingkungan yang
tersebut. berbeda juga mampu
Metode Pengumpulan Data mempengaruhi sebuah
Metode pengumpulan bahasa. Seperti halnya yang
data diperoleh dari hasil terjadi di Universitas
pengamatan peneliti dalam Trunojoyo Madura,
kelas tersebut, mengenai khususnya kelas 4B
bagaimana terjadinya tindak mahasiswa pendidikan
tutur alih kode dan campur Bahasa dan Sastra Indonesia,
kode dalam kelas yang mahasiswa yang berada
populasinya berasal dari didalamnya tidak hanya
daerah yang berbeda yaitu berasal dari satu suku.
Jawa dan Madura. Namun, terdiri atas suku
Metode Pengolahan Data Jawa dan Madura yang
Data yang diperoleh dari keduanya dapat menimbulkan
hasil pengamatan peneliti terjadinya alih kode dan
mengenai alih kode dan campur kode dalam sebuah
campur kode yang terjadi interaksi atau komunikasi.
ditarik poin-poin garis Analisis percakapan adalah
besarnya sehingga nantinya analisis yang digunakan yang
akan mudah untuk dilakukan secara sistematis
dipaparkan. tentang peristiwa berbicara
Teknik Analisis Data yang dihasilkan dalam setiap
Data penelitian mengenai situasi interaksi percakapan
alih kode dan campur kode (talk-in-interaction).
yang telah diolah kemudian A. Alih kode dan campur kode
di proses lagi untuk dianalisis individu berbahasa Jawa dan
Madura di kelas 4B
Alih kode dari bahasa Alih kode dari bahasa
Madura ke bahasa Indonesia: Jawa ke bahasa Indonesia:
Rizki: Marenah akuliyah A: Rekk ono seng ngerti
majuh kelompokan reng buku ta, pas keri nak kelas?
beteng yuh. B: bukune sopo?
Iwan: Edimmah A: bukuku, kyok e keri
tempatdeh? nak kelas sebelume iki maeng
Rizki: E kos megan beih C: buku apa emangnya?
Megan: Apa megan A: buku binder putih,
megan? kamu tau nggak?
Rizki: Nggak,, nanti Percakapan diatas terjadi
kelompokannya di kosmu saat interaksi diluar
saja ya pembelajaran. Percakapan
Percakapan diatas terjadi yang pada mulanya diawali
saat interaksi diluar oleh si A yang berasal dari
pemelajaran. Percakapan suku Jawa sehingga ia sering
yang pada mulanya diawali menggunakan bahasa Jawa
oleh Rizki dan Iwan yang saat komunikasi diluar
keduanya berasal dari pembelajaran dan kemudian
Madura sehingga disahuti dengan bahasa Jawa
memutuskan menggunakan oleh si B yang juga berasal
komunikasi dengan bahasa dari Jawa yaitu pada tuturan
Madura tiba-tiba Rizki “bukune sopo?” dan
beralih bahasa ke bahasa terjadilah percakapan dengan
Indonesia pada tuturan menggunakan bahasa Jawa
“Nggak.. nanti diantara keduanya. Kemudian
kelompokannya di kosmu si C yang berasal dari Madura
saja ya” ketika Megan yang yang hanya memahami inti
berasal dari Jawa menyahuti pembicaraan namun tidak
pembicaraan mereka dengan menguasai bahasa Jawa
bahasa Indonesia pada dengan benar yang ikut
tuturan “Apa megan megan?” menyahuti si A dengan
bahasa Indonesia, pada Partikel tersebut biasanya
tuturan “buku apa digunakan dalam bahasa
emangnya?”. Mendengar hal Jawa sebagai kata ganti ”saya
tersebut si A beralih kode atau aku”. Seharusnya
yang awalnya menggunakan penggunan kalimat yang tepat
bahasa Jawa ke dalam bahasa diatas adalah “aku taruh
Indonesia, hal ini terlihat disampingnya buku
pada tuturan “buku binder statistikku”
putih, kamu tau nggak?” . B. Faktor penyebab terjadinya
Campur kode bahasa alih kode dan campur kode
Indonesia dengan bahasa Faktor penyebab
Madura terjadinya alih kode
Campur kode bahasa Menurut
Indonesia dengan bahasa Widjajakusumah (Saleh dan
Jawa Mahmudah,2006: 85)
A: Kamu taruh dimana terjadinya alih kode
bulpoinku? disebabkan oleh (a) orang
B: Tak taruh di mejaku ketiga; (b) perpindahan topic;
sampinge buku statistikku (c) beralihnya suasana bicara;
A: Oke, saya ambil ya (d) ingin dianggap terpelajar;
Percakapan diatas (e) ingin menjauhkan jarak;
merupakan campur kode (f) menghindarkan bentuk
yang berwujud penyisipan kasar dan halus dalam bahasa
afiks jawa pada tutura “Tak daerah; (g) mengutip
taruh di mejaku sampinge pembicaraan orang lain; (h)
buku statistikku”. Afiks –e terpengaruh lawan bicara; (i)
pada kalimat tersebut berada di tempat umum; (j)
merupakan afiks yang menunjukkan bahasa
biasanya digunakan dalam pertamanya bukan bahasa
bahasa Jawa. Dan partikel daerah; (k) mitra
‘Tak’ pada kalimat tersebut berbicaranya lebih muda; dan
tidak seharusnya digunakan.
(I) beralih media/sarana 3. Penutur ingin mengekspresikan
bicara. sikapnya kepada mitra tutur.
Menurut Fishman (1976) Senada dengan hal di atas, Wardaugh
faktor penyebab terjadinya (1986:102) mengatakan bahwa
alih kode yaitu meliputi siapa seorang penutur beralih dari variasi
yang berbicara, dengan X ke variasi Y karena adanya
bahasa apa, kepada siapa, solidaritas dengan pendengarnya,
kapan, dan dengan tujuan pemilihan topik, dan jarak sosial.
apa. Dalam berbagai Adapun Chaer dan Agustina
kepustakaan linguistik secara (1995:143) menyimpulkan bahwa
umum penyebab alih kode itu penyebab alih kode antara lain
antara lain: (1) pembicara penutur, mitra tutur, perubahan
atau penutur, (2) pendengar situasi karena adanya orang ketiga,
atau lawan tutur, (3) perubahan dari situasi formal ke
perubahan situasi dengan informal, dan topik yang dibicarakan.
hadirnya orang ketiga, (4) Dari berbagai pendapat
perubahan dari formal ke tersebut,dapat disimpulkan bahwa
informal atau sebaliknya, (5) munculnya alih kode dapat
perubahan topic pembicaraan. dipengaruhi oleh para partisipan
Menurut Crystal (dalam pembicaraan, perubahan situasi,
Skiba, 1997: p 3-4), peralihan perubahan topik, dan solidaritas.
bahasa satu ke bahasa lain
dapat dikarenakan oleh hal Faktor penyebab
berikut ini: terjadinya campur kode.
1. Penutur tidak dapat Gejala campur kode ini
mengungkapkan sesuatu dalam biasanya terkait dengan
bahasanya sehingga beralih ke karakteristik penutur, misal,
bahasa lain. latar belakang sosial,
2. Penutur ingin mengungkapkan pendidikan, dan kepercayaan.
solidaritas dengan kelompok sosial Setidaknya ada dua hal yang
tertentu. paling melatar belakangi
penggunaan campur kode.
Faktor pendorong terjadinya
campur kode oleh Suwito
(dalam Maulidini, 2007:37-
43) dapat dibedakan atas latar
belakang sikap (atitudinal
type) atau nonkebahasaan dan
latar belakang kebahasaan
(linguistic type).
PENUTUP
Keragaman bahasa yang
terjadi pada masyarakat
Indonesia dapat
menyebabkan timbulnya
masyarakat bilingualisme
atau kedwibahasaan.
Kedwibahasaan yang terjadi
antar masyarakat ini mampu
menyebabkan terjadinya alih
kode dan campur kode. Alih
kode adalah gejala peralihan
pemakaian bahasa karena
berubahnya situasi (Appel
dalam Chaer dan Agustina
1995:141). Sedangkan
campur kode ialah pemakaian
dua bahsa atau lebih dengan
saling memasukkan unsur-
unsur bahasa yang satu ke
dalam bahasa yang lain
secara konsisten.