Anda di halaman 1dari 19

Makalah

MASYARAKAT BAHASA & VARIASI BAHASA


(Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah linguistik umum yang diampu
oleh dosen ibu Ulfa Zakaria,S.Pd, M.Hum)

Disusun
Oleh
Kelompok 9

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 6

LASTRI OCTAPIANI PIPI (311420014)


ANGGRAINI NUR AULIYA DENGO (311420051)
GRASELA SALSABILLAH HAMZAH (311420015)
YULIANTI A. UMAR (311420074)
ASRILYANTO DJAFAR (311420050)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA & SASTRA INDONESIA


FAKULTAS SASTRA & BUDAYA
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
GANJIL 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa,
karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka kami dapat
menyelesaikan tugas makalah mata kuliah linguistik umum yang diampu oleh
dosen ibu Ulfa Zakaria, S.Pd, M.Hum.

Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul


masyarakat bahasa dan variasi bahasa berdasarkan pada bahasa masyarakat,
yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita.

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang
kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.

Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima
kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.

2
Daftar isi
KATA PENGANTAR .................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................. 1

C. Tujuan .............................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................ 2

A. Pengertian Masyarakat Bahasa ......................................... 2

B. Terbentuknya Masyarakat Bahasa .................................... 2

C. Bahasa dan Tingkatan Bahasa Dalam Masyarakat ............ 3

D. Faktor-Faktor Sosiosituasional ......................................... 3

E. Hakikat Variasi Bahasa ..................................................... 3

F. Penyebab Adanya Variasi Bahasa ..................................... 4

G. Jenis Variasi Bahasa ......................................................... 5

BAB III KESIMPULAN .............................................................. 5

DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 6

3
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Kajian bahasa yang menitikberatkan pada hubungan antara bahasa dan


masyarakat pemakainya disebut dengan sosiolingiustik. Konsep masyarakat
bahasa masih belum baik secara utuh dan masih harus dikaji lebih dalam lagi.
Ini dikarenakan banyaknya masyarakat bahasa yang belum memahami
dengan bahasa yang disampaikan akibat dari beberapa aspek. Berikut akan
disinggung sedikit apa itu masyarakat bahasa.
Bahasa sebagai alat komunikasi atau alat interaksi yang hanya dapat
dimiliki manusia. Dalam kehidupan masyarakat, sebenarnya manusia juga
dapat menggunakan alat komunikasi lain, selain bahasa. Namun
tampaknya bahasa merupakan alat komunikasi yang paling baik, paling
sempurna, dibandingkan alat komunikasi lain termasuk juga alat komunikasi
yang digunakan hewan.
Secara objektf hakikat keberadaan bahasa tidak dapat dipisahkan
dengan kehidupan manusia. Hakikat makna bahasa dan keberadaan bahasa
senantiasa memproyeksikan kehidupan manusia yang sifatnya tidak terbatas
dan kompleks.
Variasi bahasa adalah bentuk-bentuk bagian atau varian dalam bahasa yang
masing-masing memiliki pola yang menyerupai pola umum bahasa
induksinya. Variasi bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial
yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan
dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen.

Dalam kehidupan sosial masyarakat yang kompleks tersebut, wajar jika


kemudian muncul bermacam-macam variasi di dalam sebuah bahasa. Terlebih
lagi jika hal tersebut dipandang dari berbagai sudut yang berbeda.
Memperhatikan cara orang-orang menggunakan bahasa dalam konteks sosial
yang berbeda memberikan kekayaan informasi mengenai cara bahasa itu
bekerja, bagaimana hubungan sosial orang-orang tersebut dalam sebuah
komunitas, dan cara mereka saling memberi isyarat terhadap aspek-aspek
identitas sosial mereka melalui bahasa yang mereka gunakan.

4
C. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi titik permasalahan dari makalah ini adalah


sebagai berikut.
1. Apakah pengertian masyarakat bahasa?
2. Bagaimana ciri-ciri yang mendasari masyarakat bahasa dan terbentuknya
masyarakata bahasa itu sendiri?
3. Bagaimana bahasa dan tingkatan bahasa dalam masyarakat?
4. Bagaimanakah faktor-faktor sosio-situasional mempengaruhi masyarakat
bahasa?
5. Apakah yang dimaksud dengan variasi atau jenis bahasa?
6. Apa sajakah variasi atau jenis bahasa?

D. Tujuan

Makalah ini dibuat dengan tujuan supaya dapat memberikan pemahaman


yang lebih luas tentang konsep pemahaman bahasa pada suatu masyarakat.
Selain pemahaman dalam proses bahasa masyarakat, bab ini juga
menjustifikasikan akan pentingnya pengetahuan tentang bagaimana proses
bahasa masyarakat itu berlangsung sehingga tercipta suatu pemahan bahasa
yang baik disekelompok masyarakat.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Masyarakat Bahasa


Menurut Chaer dan Agustina (2010:36) masyarakat tutur sebagai
suatu kelompok orang atau masyarakat yang memiliki verbal repetoir
yang relatif sama serta mereka mempunyai penilaian yang sama
terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakan di dalam
masyarakat itu. Maka dapat dikatakan bahwa kelompok orang itu atau
masyarakat itu adalah sebuah masyarakat tutur. Selain itu untuk dapat
dikatakan satu masyarakat tutur adalah perlu adanya perasaan di
antara penuturnya bahwa mereka merasa menggunakan tutur yang
sama.
Menurut Rokhman (2011:7) Masyarakat bahasa adalah
masyarakat tidak hanya berdasarkan pada perkembangan bahasa,
tetapi berdasarkan sejarah, budaya dan politik. Pada tahap abstraksi
yang cukup tinggi ditempatkan cirri-ciri kelompok yang memiliki
kesamaan agama, usia, kelompok etnis, dan dibidang linguistic terutama
kesamaan bahasa atau variasi bahasa. Pada taham abstraksi yang lebih
rendah realitas bahasa tercermin melalui kelompok-kelompok yang
bersemuka.
Masyarakat tutur bukanlah hanya sekelompok orang yang
menggunakan bahasa yang sama, melainkan kelompk orang
yangmempunyai norma sama dalam menggunakan benyuk bentuk
bahasa. Dilihat dari sempit dan luasnya masyarakat tutur dibagi
menjadi 2, masyarakat tutur yang repetoir pemakaianya lebih luas, dan
masyarakat tutur yang sebagian anggotanya mempunyai pengalaman
sehari-hari dan aspirasi hidup yang sama, dan menunjukan pemilikan
wilayah linguistic yang lebih sempit. Kedua masyarakat tutur ini
terdapat dalam masyarakat yang kecil atau tradisional maupun yang
besar atau modern(chaer dan agustina:2010:38).

B. Terbentuknya Masyarakat Bahasa

Pada intinya masyarakat tutur terbentuk karena adanya saling


pengertian (mutual intelligibility), terutama karena adanya
kebersamaan dalam kode-kode linguistik secara terinci dalam aspek-
aspeknya, yaitu sistem bunyi, sintaksis, dan semantik. Dalam

6
saling pengertian itu ternayata ada dimensi social psikologi yang
subyektif. Dalam setiap populasi ada terdapat banyak masyarakat
ujaran (speech community). Ada 3 macam masyarakat ujara, yaitu :

a. Sebahasa dan saling mengerti.

b. Sebahasa tapi tidak saling mengerti.

c. Berbeda bahasa tapi saling mengerti

Verbal repertoir adalah semua bahasa beserta ragam-ragamnya


yang dimiliki atau dikuasai oleh seorang penutur. Berdasarkan luas dan
sempitnya verbal repertoir sebuah masyarakat tutur dibagi menjadi
dua, yaitu :

a).Verbal repertoir yang menjadi milik masyarakat tutur secara


keseluruhan, menunjukkan keseluruhan alat-alat verbal yang ada dalam
masyarakat tutur serta norma-norma untuk menentukan pilihan variasi
sesuai dengan fungsi dan situasinya.

b).Verbal repertoire yang dimiliki setiap penutur secara individual,


menunjukkan keseluruhan alat-alat verbal yang dikuasai oleh setiap
penutur, pemilihan bentuk dan norma-norma bahasa sesuai dengan
fungsi dan situasinya. Dalam sosiolinguistik, Dell Hymnes tidak
membedakan secara eksplisit antara bahasa sebagai sistem dan tutur
sebagai keterampilan. Keduannya disebut sebagai kemampuan
komunikatif (communicative competence). Kemampuan komunikatif
meliputi kemampuan bahasa yang dimiliki oleh penutur beserta
keterampilan mengungkapkan bahasa tersebut sesuai dengan fungsi
dan situasi serta norma pemakaian dalam konteks sosialnya.
Kedua jenis masyarakat tutur ini terdapat baik dalam masyarakat yang
termasuk kecil dan tradisional maupun masyarakat besar dan modern.
Hanya seperti yang dikatakan Fishman dan juga Gumperz, masyarakat
modern mempunyai kecendrungan memiliki masyarakat tutur yang
terbuka dan cendrung menggunakan berbagai variasi dalam bahasa
yang sama, sedangkan masyarakat tradisional bersifat lebih tertutup
dan cendrung menggunakan variasi dan beberapa bahasa yang

7
berlainan. Penyebab kecendrungan itu adalah faktor sosial dan faktor
kultural. Sedangkan berdasarkan verbal reseptoir yang dimiliki oleh
masyarakat, masyarakat bahasa dibedakan menjadi tiga, yaitu :

1) Masyarakat monolingual (satu bahasa)

2) Masyarakat bilingual (dua bahasa)

3) Masyarakat multilingual (lebih dari 2 bahasa)

C. Bahasa Dan Tingkatan Bahasa Dalam Masyarakat


Adanya tingkatan sosial didalam masyarakat dapat dilihat dari
dua segi yaitu pertama dari segi kebangsawanan kalau ada dan yang
kedua adalah dari segi kedudukan sosial yang ditandai dengan
tingkatan pendidikan dan keadaan perekonomian yang
dimiliki.Biasanya yang memiliki pendidikan lebi baik memperoleh
kemungkinan untuk memperoleh taraf perekonomian yang lebih baik
pula.Tetapi ini tidak mutlak.Bisa saja taraf pendidikannya lebih baik
namum taraf perekonomiannya kurang baik.Sebaliknya yang memiliki
taraf pendidikan kurang tetapi memiliki taraf perekonomian yang baik.
Untuk melihat adakah hubungan antara kebangsawanan dan
bahasa, kita ambil contoh masyarakat tutur bahasa Jawa. Mengenai
tingkat kebangsawanan ini, tingkatan masyarakat Jawa terdiri atas
empat tingkat (1) wong cilik, (2) wong sudagar, (3) priyayi, dan (4)
ndara. Sedangkan Clifford Geertz (dalam Pride dan Holmes (ed.) 1976)
membagi masyarakat Jawa menjadi tiga tingkat yaitu, (1) priyayi, (2)
bukan priyayi tetapi berpendidikan dan bertimpat tinggal dikota, (3)
petani dan orang yang tidak berpendidikan.Dari kedua penggolongan
itu jelas adanya perbedaan tingkatan dalam masyarakat tutur bahasa
Jawa.Berdasarkan tingkat-tingkat itu, maka dalam masyarakat Jawa
terdapat berbagai variasi bahasa yang digunakan sesuai dengan tingkat
sosialnya. Jadi bahasa atau ragam bahasa yang digunakan diakalangan
wong cilik tidak sama dengan wong sudagar, da lain pula dari bahasa
yang digunakan para priyayi. Variasi bahasa yang digunakan oleh
orang-orang yang berbeda tingkat sosialnya termasuk variasi dialek

8
sosial, lazim juga disebut sosiolek (Nababan 1984).Perbedaan variasi
bahasa dapat terjadi juga apabila yang terlibat dalam tuturan itu
mempunyai tingkat sosial yang berbeda.Variasi bahasa yang
penggunaannya didasarkan pada tingkat-tingkat sosial ini dikenal
dalam bahasa Jawa dengan istilah Unduk Usuk.Adanya tingkat-tingkat
bahasa yang disebut Unduk Usuk ini menyebabkan penutur dari
masyarakat tutur bahasa Jawa tersebut untuk mengetahui lebih dahulu
kedudukan tingkat sosialnya terhadap lawan bicara.Adakalanya mudah
tetapi sering kali tidak mudah.Lebih-lebih lagi kalau terjadi si penutur
lebih tinggi kedudukan sosialnya tetapi usianya lebih muda.Atau
sebaliknya, kedudukan sosialnya lebih rendah, tetapi usianya lebih tua
dari lawan bicaranya.Kesulitan ini ditambah pula dengan semacam kode
etik, bahwa seorang penutur tidak boleh menyebut dirinya dengen
tingkat bahasa yang lebih tinggi.Dengan demikian, dapat dilihat betapa
rumitnya pemilihan variasi bahasa untuk berbicara alam bahasa Jawa.
Sehubungan dengan Unduk Usuk ini bahasa Jawa terbagi menjadi
dua, krama untuk tingkat tinggi dan ngoko untuk tingkat rendah.Namun
di antara keduanya masih terdapat adanya tingkatan-tingkatan
antara.Uhlenbeck (1970) seorang pakar bahasa Jawa membagi
tingkatan variasi bahasa Jawa menjadi tiga yaitu krama, madya, dan
ngoko. Lalu masing-masing diperini lagi menjadi muda krama,
kramantara, dan werda krama madyangoko., madyantara dan madya
krama, ngoko sopan dan ngoko andhap. Sedangkan Clifford Geertz
(1976:168) membagi menjadi dua bagian pokok yaitu krama dan ngoko.
Lalu krama diperinci lagi menjadi krama inggil, krama biasa, dan krama
madya sedangkan ngoko diperinci lagi menjadi ngoko madya , ngoko
biasa, dan ngoko sae.

D. Faktor-Faktor Sosiosituasional
Pemakaian bahasa tidak hanya dipengaruh oleh factor sosio linguistic,
tetapi juga dipengaruhi oleh factor non sosiolinguistik. Factor-faktor
yang nonlinguistik yang dimaksud, yaitu factor social dan fktor non
social. Hubungan-hubungan antara faktor-faktor sosio-situasional dalam
pemakaian bahasa, serta terjadinya saling mempengaruhi antara kaidah-

9
kaidah gramatikal dan norma-norma pemakaian sesuai dengan fungsi
dan situasinya, dapat digambarkan seperti di atas.
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku manusia adalah faktor
situasional. Menurut pendekatan ini, perilaku manusia dipengaruhi oleh
lingkungan/situasi. Faktor-faktor situasional ini berupa:
a). faktor ekologis, misal kondisi alam atau iklim
b). faktor rancangan dan arsitektural, misal penataan ruang
c). faktor temporal, misal keadaan emosi, suasana perilaku, misal cara
berpakaian dan cara berbicara
d). faktor sosial, mencakup sistem peran, struktur sosial dan
karakteristik sosial individu
e). faktor lingkungan psikososial yaitu persepsi seseorang terhadap
lingkungannya.

E. Hakikat Variasi Bahasa


Variasi bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial
yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam
dan dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen. Dalam hal
variasi bahasa ini ada dua pandangan.
Pertama, variasi itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman
sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi variasi
bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan
keragaman fungsi bahasa. Kedua, variasi bahasa itu sudah ada untuk
memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat
yang beraneka ragam.
Dalam pandangan sosiolinguistik, bahasa tidak saja dipandang
sebagai gejala individual, tetapi merupakan gejala sosial. Sebagai gejala
sosial, bahasa dan pemakaiannya tidak hanya ditentukan oleh faktor-
faktor linguistik, tetapi juga oleh faktor-faktor nonlinguistik. Faktor-
faktor nonlinguistik yang mempengaruhi pemakaian bahasa seperti di
bawah ini.
Faktor-faktor sosial: status sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat
ekonomi, jenis kelamin, dan sebagainya.

10
Faktor-faktor situasional: siapa berbicara dengan bahasa apa, kepada
siapa, kapan, di mana, dan mengenai masalah apa.
Menurut Chaer (2010:62) variasi bahasa adalah keragaman
bahasa yang disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang
dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan
dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen. Menurut Allan
Bell (dalam Coupland dan Adam, 1997:240) variasi bahasa adalah salah
satu aspek yang paling menarik dalam sosiolinguistik. Prinsip dasar dari
variasi bahasa ini adalah penutur tidak selalu berbicara dalam cara yang
sama untuk semua peristiwa atau kejadian. Ini berarti penutur memiliki
alternatif atau piilihan berbicara dengan cara yang berbeda dalam
situasi yang berbeda. Cara berbicara yang berbeda ini dapat
menimbulkan maksa sosial yang berbeda pula. Jadi, berdasarkan
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa variasi bahasa adalah
sejenis ragam bahasa yang pemakaiannya disesuaikan dengan fungsi
dan situasinya, tanpa mengabaikan kaidah-kaidah pokok yang berlaku
dalam bahasa yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan, variasi bahasa
itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman
fungsi bahasa.

F. Penyebab Adanya Variasi Bahasa


Beberapa penyebab adanya variasi bahasa adalah sebagai berikut :
 Interferensi
Chaer (1994:66) memberikan batasan bahwa interferensi adalah
terbawa masuknya unsur bahasa lain ke dalam bahasa yang sedang
digunakan,sehingga tampak adanya penyimpangan kaidah dari
bahasa yang digunakan itu. Bahasa daerah menjadi proporsi utama
dalam komunikasi resmi, sehingga rasa cinta terhadap bahasa
nasional terkalahkan oleh bahasa daerah.
Alwi, dkk. (2003:9) menyatakan bahwa banyaknya unsur
pungutan dari bahasa Jawa, misalnya pemerkayaan bahasa
Indonesia, tetapi masuknya unsur pungutan bahsa Inggris oleh
sebagian orang dianggap pencemaran keaslian dan kemurnian
bahasa kita. Hal tersebut yang menjadi sebab adanya interferensi.

11
Selain bahasa daerah, bahasa asing (Inggris) bagi sebagian kecil
orang Indonesia ditempatkan di atas bahasa Indonesia. Penggunaan
bahasa inggris di ruang umum telah menjadi kebiasaan yang tidak
terelakkan lagi. Hal tersebut mengakibatkan lunturnya bahasa dan
budaya Indonesia yang secara perlahan tetapi pasti telah menjadi
bahasa primadona. Misalnya masyarakat lebih cenderung
menggunakan kata “pull” untuk “dorong” dan “push” untuk “tarik”,
serta “welcome” untuk “selamat datang”.
 Integrasi
Selain Interferensi, integrasi juga dianggap sebagai pencemar
terhadap bahasa Indonesia. Chaer (1994:67), menyatakan bahwa
integrasi adalah unsur-unsur dari bahasa lain yang terbawa masuk
dan sudah dianggap, diperlukan dan di pakai sebagai bagian dari
bahasa yang menerima atau yang memasukinya. Proses integrasi ini
tentunya memerlukan waktu yang cukup lama, sebab unsur yang
berintegrasi itu telah di sesuaikan, baik lafalnya, ejaannya, maupun
tata bentuknya. Contoh kata yang berintegrasi seperti montir, sopir,
dongkrak.
 Alih Kode dan Campur Kode
Chaer (1994:67) menyatakan bahwa alih kode adalah beralihnya
suatu kode (entah bahasa atau ragam bahasa tertentu) ke dalam
kode yang lain (bahasa lain). Campur kode adalah dua kode atau
lebih di gunakan bersama tanpa alasan, dan biasanya terjadi dalam
situasi santai (Chaer, 1994:69). Diantara dua gejala bahasa itu, baik
alih kode maupun campur kode gejala yang sering merusak bahasa
Indonesia adalah campur kode. Biasanya dalam berbicara dalam
bahasa Indonesia di campurkan dengan unsur-unsur bahasa daerah,
begitu juga sebaliknya. Dalam kalangan orang terpelajar sering kali
bahasa Indonesia di campur dengan unsur-unsur bahasa Inggris.
 Bahasa Gaul
Bahasa gaul merupakan salah satu cabang dari bahasa Indonesia
sebagai bahasa untuk pergaulan. Istilah ini mulai muncul pada akhir
tahun 1980-an. Pada saat itu bahasa gaul dikenal sebagai bahasanya
para anak jalanan. Penggunaan bahasa gaul menjadi lebih dikenal

12
khalayak ramai setelah Debby Sahertian mengumpulkan kosa kata
yang digunakan dalam komunitas tersebut dan menerbitkan kamus
yang bernama kamus bahasa gaul pada tahun 1999. Contoh
penggunaan bahasa gaul adalah seperti : Ayah (Bokap), Ibu
(Nyokap), Saya (Gue), dan lain-lain.

G. Jenis Variasi Bahasa


Chaer dan Agustina (2010:62) mengungkapkan variasi bahasa itu
ada beberapa jenis, diantaranya:

A.Variasi Bahasa dari Segi Penutur

 Variasi Bahasa Idiolek

Variasi bahasa idiolek adalah variasi bahasa yang bersifat


perorangan. Menurut konsep idiolek setiap orang mempunyai variasi
bahasa atau idioleknya masing-masing. Idiolek ini berkenaan dengan
“warna” suara, pemilihan diksi, gaya bahasa, susunan kalimat,
ekspresi, dan bahkan karena kelainan keadaan rohani dan
kemampuan intelektual .Yang paling dominan adalah warna suara,
kita dapat mengenali suara seseorang yang kita kenal hanya dengan
mendengar suara tersebut.

 Variasi Bahasa Dialek

Variasi bahasa dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok


penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat,
wilayah, atau area tertentu. Umpamanya, bahasa Jawa dialek
Banyumas, Pekalongan, Surabaya, dan lain sebagainya.

 Variasi Bahasa Kronolek atau Dialek Temporal

Variasi bahasa kronolek atau dialek temporal adalah variasi


bahasa yang digunakan oleh sekelompok sosial pada masa tertentu.
Misalnya, variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan,
variasi bahasa pada tahun lima puluhan, dan variasi bahasa pada
masa kini.

13
 Variasi Bahasa Sosiolek
Variasi bahasa sosiolek adalah variasi bahasa yang
berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para
penuturnya. Variasi bahasa ini menyangkut semua masalah
pribadi para penuturnya, seperti usia, pendidikan, seks,
pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan
lain sebagainya. Variasi bahasa sosiolek dibagi menjadi sebagai
berikut:
 Variasi Bahasa Berdasarkan Usia
Variasi bahasa berdasarkan usia yaitu varisi bahasa yang
digunakan berdasarkan tingkat usia. Misalnya variasi bahasa
anak-anak akan berbeda dengan variasi remaja atau orang
dewasa.
 Variasi Bahasa Berdasarkan Pendidikan
Yaitu variasi bahasa yang terkait dengan tingkat pendidikan
si pengguna bahasa. Misalnya, orang yang hanya mengenyam
pendidikan sekolah dasar akan berbeda variasi bahasanya dengan
orang yang lulus sekolah tingkal atas. Demikian pula, orang lulus
pada tingkat sekolah menengah atas akan berbeda penggunaan
variasi bahasanya dengan mahasiswa atau para sarjana.
 Variasi Bahasa Berdasarkan Seks
Variasi bahasa berdasarkan seks adalah variasi bahasa yang
terkait dengan jenis kelamin dalam hal ini pria atau wanita.
Misalnya, variasi bahasa yang digunakan o!eh ibu-ibu akan
berbeda dengan varisi bahasa yang digunakan oleh bapak-bapak.
 Variasi Bahasa Berdasarkan Profesi
Variasi bahasa berdasarkan profesi adalah variasi bahasa
yang terkait dengan jenis profesi, pekerjaan dan tugas para
penguna bahasa tersebut. Misalnya, variasi yang digunakan oleh
para buruh, guru, mubalik, dokter, dan lain sebagninya tentu
mempunyai perbedaan variasi bahasa.
 Variasi Bahasa Berdasarkan Tingkat Kebangsawanan

14
Variasi bahasa berdasarkan lingkal kebangsawanan adaiah
variasi yang lerkail dengan lingkat dan kedudukan penuliir
(kebangsawanan atau raja-raja) dalam masyarakatnya. Misalnya,
adanya perbedaan variasi bahasa yang digunakan oleh raja
(keturunan raja) dengan masyarakat biasa dalam bidang kosa
kata, seperti kata mati digunakan untuk masyarakat biasa,
sedangkan para raja menggunakan kata mangkat.
 Variasi Bahasa Berdasarkan Tingkat Ekonomi Para Penutur
Variasi bahasa berdasarkan tingkat ekonomi para penutur
adalah variasi bahasa yang mempunyai kemiripan dengan variasi
bahasa berdasarkan tingkat kebangsawanan hanya saja tingkat
ekonomi bukan mutlak sebagai warisan sebagaimana halnya
dengan tingkat kebangsawanan. Misalnya, seseorang yang
mempunyai tingkat ekonomi yang tinggi akan mempunyai variasi
bahasa yang berbeda dengan orang yang mempunyai tingkat
ekonomi lemah.
 Variasi Bahasa Berdasarkan Tingkat Golongan, Status, dan Kelas
Sosial.
Dalam Chaer dan Agustina (2010:87-89) variasi bahasa
berdasarkan tingkat golongan, status dan kelas sosial para
penuturnya dikenal adanya variasi bahasa akrolek, basilek, vulgar,
slang, kulokial, jargon, argoi, dan ken. Adapun penjelasan tentang
variasi bahasa tersebut adalah sebagai berikut:
a. Akrolek adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau
lebih bergengsi darivariasi sosial lainya;
b. Basilek adalah variasi sosial yang dianggap kurang bergengsi
atau bahkan
dipandang rendah;
c. Vulgar adalah variasi sosial yang ciri-cirinya tampak pada
pemakai bahasa yang kurang terpelajar atau dari kalangan yang
tidak berpendidikan;
d. Slang adalah variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia;
e. Kolokial adalah variasi sosial yang digunakan dalam
percakapan sehari-hari yang cenderung menyingkat kata karena

15
bukan merupakan bahasa tulis. Misalnya dok (dokter), prof
(profesor), let (letnan), nda (tidak);
f. Jargon adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas
oleh kelompok sosial tertentu. Misalnya, para montir dengan
istilah roda gila, didongkrak, dll;
g. Argot adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas
oleh profesi tertentu dan bersifat rahasia. Misalnya, bahasa para
pencuri dan tukang copet, barang dalam arti mangsa, daun dalam
arti uang, dll;
h. Ken adalah variasi sosial yang bernada memelas, dibuat
merengek-rengek penuh dengan kepura-puraan. Biasanya
digunakan oleh para pengemis.

B. Variasi Bahasa dari Segi Pemakaian

Variasi bahasa berkenaan dengan pemakaian atau fungsinya


disebut fungsiolek atau register adalah variasi bahasa yang menyangkut
bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya bidang
jurnalistik, militer, pertanian, perdagangan, pendidikan, dan sebagainya.
Variasi bahasa dari segi pemakaian ini yang paling tanpak cirinya
adalah dalam hal kosakata. Setiap bidang kegiatan biasanya mempunyai
kosakata khusus yang tidak digunakan dalam bidang lain. Misalnya,
bahasa dalam karya sastra biasanya menekan penggunaan kata dari segi
estetis sehingga dipilih dan digunakanlah kosakata yang tepat. Ragam
bahasa jurnalistik juga mempunyai ciri tertentu, yakni bersifat
sederhana, komunikatif, dan ringkas. Sederhana karena harus dipahami
dengan mudah; komunikatif karena jurnalis harus menyampaikan
berita secara tepat; dan ringkas karena keterbatasasan ruang (dalam
media cetak), dan keterbatasan waktu (dalam media elektronik). Intinya
ragam bahasa yang dimaksud di atas, adalah ragam bahasa yang
menunjukan perbedaan ditinjau dari segi siapa yang menggunakan
bahasa tersebut.

16
C. Variasi Bahasa dari Segi Keformalan

Joos (Chaer dan Agustina, 2010:70) membagi variasi bahasa atas


lima macam, yaitu:

a). Ragam Beku (frozen). Gaya atau ragam beku adalah variasi
bahasa yang paling formal, yang digunakan pada situasi-situasi hikmat,
misalnya dalam upacara kenegaraan, khotbah, dan sebagai nya.

b). Ragam Resmi (formal). Gaya atau ragam resmi adalah variasi
bahasa yang biasa digunakan pada pidato kenegaraan, rapat dinas,
surat-menyurat, dan lain sebagainya.

c). Ragam Usaha (konsultatif).Gaya atau ragam usaha atau ragam


konsultatif adalah variasi bahasa yang lazim dalam pembicaraan biasa
di sekoiah, rapat-rapat, atau pembicaraan yang berorientasi pada hasil
atau produksi.

d). Ragam Santai (casual). Gaya bahasa ragam santai adalah ragam
bahasa yang digunakan dalam situasi yang tidak resmi untuk
berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu
istirahat dan sebagainya.

e). Ragam Akrab (intimate).Gaya atau ragam akrab adalah variasi


bahasa yang biasa digunakan leh para penutur yang hubungannya
sudah akrab. Variasi bahasa ini biasanya pendek-pendek dan tidak jelas.

D. Variasi Bahasa dari Segi Sarana

Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang
digunakan. Misalnya, telepon, telegraf, radio yang menunjukan adanya
perbedaan dari variasi bahasa yang digunakan. Jenisnya adalah ragam
atau variasi bahasa lisan dan bahasa tulis yang pada kenyataannya
menunjukan struktur yang tidak sama. Ragam bahasa lisan adalah
bahan yang dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem

17
sebagai unsur dasar. Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan
dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya.

BAB III

KESIMPULAN

Masyarakat bahasa atau masyarakat tutur adalah sekumpulan orang


yang menggunakan sistem isyarat bahasa yang sama (Blomfield dikutip
Aslinda dan Leni Syafyahya, 2007:8). Dengan demikian kalau ada sekelompok
orang yang menggunakan bahasa yang sama-sama menggunakan bahasa
Sunda, maka bisa dikatakan mereka adaalh masyarakat bahasa Sunda. Karena
titik berat pengertian masyarakat bahasa pada “merasa menggunakan bahasa
yang sama” maka konsep masyarakat bahasa dapat menjadi luas dan dapat
menjadi sempit.
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku manusia adalah faktor
situasional. Menurut pendekatan ini, perilaku manusia dipengaruhi oleh
lingkungan/situasi. Faktor-faktor situasional ini berupa: faktor ekologis,
faktor rancangan dan arsitektural, faktor temporal, faktor sosial, faktor
lingkungan psikososial.
Variasi bahasa adalah macam-macam bentuk bahasa yang
berbeda. Variasi bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial
yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan
dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen. Variasi bahasa dari
segi penutur terbagi menjadi empat macam, yaitu: idiolek, dialek,
kronolek/dialek temporal dan sosiolek. Variasi bahasa berkenaan dengan
tingkat, golongan, status, dan kelas sosial. Variasi bahasa dari segi
keformalanpemakaian dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya,
atau tingkat keformalan dan sarana penggunaan. Variasi dari segi keformalan
terbagi atas lima macam gaya (style), yaitu: gaya/ragam beku (frozen), gaya
resmi (formal), gaya usaha (konsultatif), gaya santai (casual), dan gaya
akrab (intimate). Variasi dari segi sarana adalah dengan menggunakan sarana
atau alat tertentu, yakni misalnya dalam bertelepon dan betelegraf.

18
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul, Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta.


Aslinda, Leni Syafyahaya. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika
Aditama.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2002. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta:Rineka Cipta.
Nababan, P.W.J, 1984, Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta:Gramedia.
Alwi, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Chaer, Abdul. 1994. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka


CiptaChaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan
Awal. Jakarta: Rineka CiptaCoupland, Nikolas dan Adam Jaworski.
1997. Sosiolinguistics: A Reader and Coursebook. England: Macmillan Press
LTD.

19

Anda mungkin juga menyukai