Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH BAHASA INDONESIA

“RAGAM BAHASA SEBAGAI SARANA


KOMUNIKASI ILMIAH”

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK II
1. NURDILLA SYAHFITRI N (20482014011)
2. CINDY SARI (20482014003)

Dosen Pengampu : Rusda Nita Nelly Manurung, M.Pd

PRODI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
AS-SYIFA KISARAN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum wr.wb.

Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah
dengan berjudul Ragam Bahasa Sebagai Sarana Komunikasi Ilmiah dapat selesai.

Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas pada bidang studi Bahasa Indonesia.
Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan menambah wawasan kepada pembaca tentang
Ragam bahasa yang juga sering menjadi sarana komunikasi masyarakat.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dosen mata kuliah Bahasa Indonesia.
Berkat tugas yang diberikan ini, dapat menambah wawasan penulis berkaitan dengan topik
yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada semua pihak
yang membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketidaksempurnaan
yang pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran
dari pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Kisaran, 01 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………………..


i

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………….


ii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..………..


iii

BAB I LATAR BELAKANG ……………………….……………………


4

RUMUSAN MASALAH ……………………….………………..


4

TUJUAN ………………..……………………….…………………
4

BAB II PEMBAHASAN

1. RAGAM DAN LARAS BAHASA ……………..……………..


5
2. LARAS ILMIAH ……………………….…………..………….
9
3. RAGAM BAHASA KEILMUAN …….……………….....…...
11

BAB III KESIMPULAN …………………………………….…………….


11

SARAN ……………………………………………………………
13

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………..


14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Bahasa Indonesia yang amat luas wilayah pemakainya dan bermacam ragam
penuturnya, mau tidak mau, takluk pada hukum perubahan. Arah perubahan itu tidak selalu
tak terelakkan karena kita pun dapat mengubah bahasa secara berencana. Faktor sejarah dan
perkembangan masyarakat turut pula berpengaruh pada timbulnya sejumlah ragam bahasa
Indonesia. Ragam bahasa yang beraneka macam itu masih tetap disebut “bahasa Indonesia”
karena masing-masing berbagi teras atau inti sari bersama yang umum. Ciri dan kaidah tata
bunyi, pembentukan kata, dan tata makna umumnya sama. Itulah sebabnya kita masih dapat
memahami orang lain yang berbahasa Indonesia walaupun di samping itu kita dapat
mengenali beberapa perbedaan dalam perwujudan bahasa Indonesianya.

Rasa cinta terhadap bahasa Indonesia tidak tertanam dalam jiwa dan raga kaum muda
dan pelajar, dikarenakan mereka tidak pernah tahu dan paham akan kedudukan dan fungsi
bahasa Indonesia di NKRI ini. Tidak tertanamnya rasa nasionalisme terhadap bahasa
Indonesia, karena faktor lingkungan, baik tempat tinggal, tempat bersosialisasi maupun di
sekolah tidak mendukung penggunaan bahasa Indonesia secara baik.

2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud Ragam dan Laras Bahasa ?
2. Bagaimana interpretasi dari Laras Ilmiah ?
3. Mengapa disebut Ragam Bahasa Keilmuan ?

4. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Ragam dan Laras Bahasa
2. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang interpretasi Laras Ilmiah
3. Mahasiswa dapat memahami makna dari Ragam Bahasa Keilmuan

4
BAB II
PEMBAHASAN

1. Ragam dan Laras Bahasa


Ragam Bahasa
Ragam atau variasi bahasa adalah bentuk atau wujud bahasa yang ditandai oleh
ciri-ciri linguistik tertentu, seperti fonologi, morfologi, dan sintaksis. Di samping
ditandai oleh ciri-ciri linguistik, timbulnya ragam bahasa yang juga ditandai oleh ciri-ciri
nonlinguistik, misalnya lokasi atau tempat penggunaannya, lingkungan sosial
pemakaiannya, dan lingkungan keprofesian pemakai bahasa yang bersangkutan.

a. Ragam Bahasa Media


Bila ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa,
ragam bahasa dibagi menjadi: (1) ragam bahasa lisan; (2) ragam bahasa tulis.
Bahasa yang dihasilkan melalui alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai
unsur dasar dinamakan ragam bahasa lisan, sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya, dinamakan ragam bahasa
tulis. Jadi, dalam ragam bahasa lisan kita berurusan dengan lafal, dalam ragam bahasa
tulis kita berurusan dengan tata cara penulisan atau ejaan. Selain itu aspek tata bahasa
dan kosa kata dalam kedua jenis ragam itu memiliki hubungan yang erat. Ragam bahasa
tulis yang unsur dasarnya huruf, melambangkan ragam bahasa lisan. Oleh karena itu,
sering timbul kesan bahwa ragam bahasa lisan dan tulis itu sama. Padahal, kedua jenis
ragam bahasa itu berkembang menjadi sistem bahasa yang memiliki seperangkat kaidah
yang tidak identik benar walau ada pula kesamaannya. Meskipun ada keberimpitan aspek
tata bahasa dan kosa kata, masing-masing memiliki seperangkat kaidah yang berbeda
satu dari yang lain.

Contoh:

Ragam bahasa lisan


1. Zahra sedang baca surat kabar.
2. Aqis mau nulis
3. Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu.

5
4. Mereka tinggal di Mampang Prapatan.
5. Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
6. Saya akan tanyakan soal itu .

Ragam bahasa tulis


1. Zahra sedang membaca surat kabar.
2. Aqis mau menulis
3. Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
4. Mereka bertempat tinggal di Mampang Prapatan.
5. Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
6. Akan saya tanyakan soal itu.

Ragam bahasa lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat
menemukan ragam lisan yang standar, misalnya pada saat orang berpidato atau memberi
sambutan, dalam situasi perkuliahan, ceramah; dan ragam lisan yang nonstandar,
misalnya dalam percakapan antarteman, di pasar, atau dalam kesempatan nonformal
lainnya. Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis
pun dapat berupa ragam tulis yang standar maupun nonstandar. Ragam tulis yang standar
kita temukan dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Kita
juga dapat menemukan ragam tulis nonstandar dalam majalah remaja, iklan, atau poster.

b. Ragam Bahasa Berdasarkan Latar Belakang Penutur


1. Ragam Daerah
Ragam dialek atau ragam daerah akan mencerminkan asal penutur. Beberapa
kelompok suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan berujar. Orang Batak
biasanya memiliki kesulitan untuk mengujarkan bunyi e pepet atau [∂]. Mereka
melafalkan bunyi e pepet atau [∂] menjadi bunyi e taling atau [ӗ]. Contoh:
kata /b∂b∂rapa/ dilafalkan menjadi /bӗbӗrapa/, kata /b∂k∂rja/ dilafalkan
menjadi /bӗkӗrja/. Lain halnya dengan orang Jawa, mereka sering mengucapkan
kata yang berawalan “b” seperti Bandung, Bali, dan Bantul akan dilafalkan
dengan penambahan bunyi sengau “m” sehingga terdengar di telinga ucapan
/mBandung/, /mBali/, dan /mBantul/. Bunyi-bunyi berat seperti bunyi [b], [d],

6
dan [j] akan terdengar diucapkan /bh/, /dh/, dan /jh/. Contoh: /bhawa/, /dhudhuk/,
dan /jhadhi/.

Ragam dialek juga dapat dikenali melalui penambahan kata tertentu yang biasa
dikenal dalam bahasa asal mereka. Penambahan kata “orang” atau “sendiri” pada
satu ujaran, misalnya “Orang saya lagi kerja diganggu”, “Orang dia baru
datang”. Penambahan kata “orang” pada ujaran itu alih-alih kata “wong” dalam
bahasa Jawa. Gejala ini memang tampak pada bahasa Indonesia dialek Jawa.

2. Ragam Terpelajar dan Tak Terpelajar


Ragam terpelajar dan tak terpelajar didasarkan pada tingkat pendidikan penutur.
Ragam terpelajar dibedakan dengan ragam tak terpelajar. Penutur yang memiliki
tingkat pendidikan lebih tinggi relatif akan lebih terlatih dalam berbahasa
dibandingkan dengan penutur yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Hal ini
disebabkan besarnya peluang penutur pendidikan lebih tinggi untuk belajar dan
berlatih bahasa.
Terpelajar tidaknya penutur itu tampak dalam ujaran dan strukturnya. Ragam
terpelajar, antara lain dapat dilihat dari terpenuhinya kaidah pemakaian bahasa
baik yang menyangkut struktur yang benar maupun ujaran atau lafal yang benar.
Ragam terpelajar, misalnya tampak pada cara ujaran yang mencerminkan
kelengkapan bunyi bahasa yang didaftarkan dalam tata bunyi sebagaimana yang
tertuang dalam Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan.

3. Ragam Resmi dan Ragam Tak Resmi


Ragam resmi adalah bahasa yang digunakan dalam situasi resmi, seperti
pertemuan-pertemuan, peraturan-peraturan, dan undangan-undangan. Ciri-ciri
ragam bahasa resmi: 1) menggunakan unsur gramatikal secara eksplisit dan
konsisten; 2) menggunakan imbuhan secara lengkap; 3) menggunakan kata ganti
resmi; 4) menggunakan kata baku; 5) menggunakan EYD/EBI; dan 6)
menghindari unsur kedaerahan.
Ragam tak resmi adalah bahasa yang digunakan dalam situasi tak resmi, seperti
dalam pergaulan, dan percakapan pribadi, seperti dalam pergaulan, dan
percakapan pribadi. Ciri- ciri ragam bahasa tidak resmi kebalikan dari ragam

7
bahasa resmi. Ragam bahasa tidak resmi ini digunakan ketika kita berada dalam
situasi yang tidak normal.

4. Ragam Bahasa Standar, Semi Standar, dan Nonstandard


Bahasa ragam standar memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap.
Akan tetapi, kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam standar tetap luwes
sehingga memungkinkan perubahan di bidang kosa kata, peristilahan, serta
mengizinkan perkembangan berbagai jenis laras yang diperlukan dalam
kehidupan modern .
Pembedaan antara ragam standar, nonstandar, dan semi standar dilakukan
berdasarkan: (a) topik yang sedang dibahas; (b) hubungan antarpembicara; (c)
medium yang digunakan; (d) lingkungan; atau (e) situasi saat pembicaraan
terjadi.
Ciri yang membedakan antara ragam standar, semi standar dan nonstandar
adalah: (a) penggunaan kata sapaan dan kata ganti; (b) penggunaan kata tertentu;
(c) penggunaan imbuhan; (d) penggunaan kata sambung (konjungsi); dan (e)
penggunaan fungsi yang lengkap.

Laras Bahasa

Laras bahasa adalah ragam bahasa yang digunakan untuk suatu tujuan atau pada
konteks sosial tertentu. Banyak sekali laras bahasa yang dapat diidentifikasi tanpa
batasan yang jelas. Definisi laras bahasa menurut beberapa ahli linguistik, diantaranya
Ure dan Ellis (1977) menganggap laras bahasa sebagai pola bahasa yang lazim
digunakan mengikuti keadaan tertentu. Hal ini bermakna, sesuatu situasi akan
menentukan bentuk bahasa yang digunakan oleh pengguna bahasa itu dan pemilihannya
berdasarkan konvensi sosial masing-masing. Seorang penutur dalam situasi berbeda-beda
akan menggunakan laras mengikut situasi sosial yang berlainan yaitu istilah teknik untuk
menyatakan perlakuan bahasa (linguistic behavior) seseorang individu.

Halliday (1968) menyebut bahwa laras sebagai variasi bahasa yang berlainan
berdasarkan fungsi. Laras akan senantiasa berubah mengikut situasi. Dia telah membuat

8
penjenisan laras kepada tiga kategori yaitu: (1) tajuk wacana (field of discourse), (2) cara
penyampaian wacana (mode of discourse); dan (3) gaya wacana (style of discourse).
Sedang Joos (1961) membagi lima laras bahasa menurut derajat keformalannya, yaitu:

 Frozen (beku). Ragam beku digunakan pada situasi hikmat dan sangat sedikit
memungkinkan keleluasaan seperti pada kitab suci, putusan pengadilan, dan
upacara pernikahan.
 Formal (resmi). Ragam resmi digunakan dalam komunikasi resmi seperti pada
pidato resmi, rapat resmi, dan jurnal ilmiah.
 Consultative(konsultatif). Ragam konsultatif digunakan dalam pembicaraan yang
terpusat pada transaksi atau pertukaran informasi seperti dalam percakapan di
sekolah dan di pasar.
 Casual (santai). Ragam santai digunakan dalam suasana tidak resmi dan dapat
digunakan oleh orang yang belum tentu saling kenal dengan akrab.
 Intimate (akrab). Ragam akrab digunakan di antara orang yang memiliki hubungan
yang sangat akrab dan intim.

2. Laras Ilmiah
Dalam uraian di atas dikatakan bahwa setiap laras dapat disampaikan dalam
ragam standar, semi standar, atau nonstandar. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan
laras ilmiah. Laras ilmiah harus selalu menggunakan ragam standar. Sebuah karya tulis
ilmiah merupakan hasil rangkaian gagasan yang merupakan hasil pemikiran, fakta,
peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi, seorang penulis karya ilmiah menyusun kembali
pelbagai bahan informasi menjadi sebuah karangan yang utuh. Oleh sebab itu, penyusun
atau pembuat karya ilmiah tidak disebut pengarang melainkan disebut penulis .
Dalam uraian di atas dibedakan antara pengertian realitas dan fakta. Seorang
pengarang akan merangkaikan realita kehidupan dalam sebuah cerita, sedangkan seorang
penulis akan merangkaikan berbagai fakta dalam sebuah tulisan. Realistis berarti bahwa
peristiwa yang diceritakan merupakan hal yang benar dan dapat dengan mudah
dibuktikan kebenarannya, tetapi tidak secara langsung dialami oleh penulis. Data realistis
dapat berasal dan dokumen, surat keterangan, press release, surat kabar atau sumber
bacaan lain, bahkan suatu peristiwa faktual. Faktual berarti bahwa rangkaian peristiwa
atau percobaan yang diceritakan benar-benar dilihat, dirasakan, dan dialami oleh penulis
(Marahimin, 1994: 378).

9
Laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan fungsi pemakaiannya. Laras
bahasa terkait langsung dengan selingkung bidang (home style) dan keilmuan, sehingga
dikenallah laras bahasa ilmiah dengan bagian sub-sublarasnya. Pembedaan di antara sub-
sublaras bahasa seperti dalam laras ilmiah itu dapat diamati dari:
(1) penggunaan kosakata dan bentukan kata;

(2) penyusunan frasa, klausa, dan kalimat;

(3) penggunaan istilah;

(4) pembentukan paragraf;

(5) penampilan hal teknis;

(6) penampilan kekhasan dalam wacana.

Persyaratan bagi sebuah tulisan untuk dianggap sebagai karya ilmiah adalah sebagai
berikut :

1. Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara sistematis atau menyajikan aplikasi
hukum alam pada situasi spesifik;
2. Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, dan tidak bersifat terkaan.
Dalam pengertian, jujur atau terkandung sikap etik penulisan ilmiah, yakni
penyebutan rujukan dan kutipan yang jelas;
3. Karya ilmiah disusun secara sistematis, setiap langkah direncanakan secara
terkendali, konseptual, dan procedural;
4. Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan pemahaman dan alasan
yang indusif yang mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan.
5. Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai dukungan dan pembuktian
berdasarkan suatu hipotesis;
6. Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa karya ilmiah hanya
mengandung kebenaran faktual sehingga tidak akan memancing pertanyaan yang
bernada keraguan. Penulis karya ilmiah tidak boleh memanipulasi fakta, tidak
bersifat ambisius dan berprasangka. Penyajiannya tidak boleh bersifat emotif;

10
7. Karya ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika pada akhirnya timbul kesan
argumentatif dan persuasif, hal itu ditimbulkan oleh penyusunan kerangka karangan
yang cermat. Dengan demikian, fakta dan hukum alam yang diterapkan pada situasi
spesifik itu, dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca dibiarkan mengambil kesimpulan
sendiri berupa pembenaran dan keyakinan akan kebenaran karya ilmiah tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, dari segi bahasa, dapat dikatakan bahwa karya ilmiah
memiliki tiga ciri, yaitu: (1) harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau
mendua makna; (2) harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan pengertian
yang digunakan, agar tidak menimbulkan kerancuan atau keraguan; dan (3) harus
singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.

3. Ragam Bahasa Keilmuan


Menurut Sunaryo, (1994: 1), bahwa dalam berkomunikasi, perlu diperhatikan
kaidah-kaidah berbahasa, baik yang berkaitan kebenaran kaidah pemakaian bahasa sesuai
dengan konteks situasi, kondisi, dan sosio budayanya. Pada saat kita berbahasa, baik
lisan maupun tulis, kita selalu memperhatikan faktor-faktor yang menentukan bentuk-
bentuk bahasa yang kita gunakan. Pada saat menulis, misalnya kita selalu
memperhatikan siapa pembaca tulisan kita , apa yang kita tulis, apa tujuan tulisan itu,
dan di media apa kita menulis. Hal yang perlu mendapat perhatian tersebut merupakan
faktor penentu dalam berkomunikasi.
Faktor-faktor penentu berkomunikasi meliputi: partisipan, topik, latar, tujuan, dan
saluran (lisan atau tulis). Partisipan tutur ini berupa P1 yaitu pembicara/penulis dan P2
yaitu pembaca atau pendengar tutur. Agar pesan yang disampaikan dapat
terkomunikasikan dengan baik, maka pembicara atau penulis perlu; (a) mengetahui latar
belakang pembaca/pendengar, dan (b) memperhatikan hubungan antarpembicara/penulis
dengan pendengar/pembaca.
Hal itu perlu diketahui agar pilihan bentuk bahasa yang digunakan tepat, di samping
agar pesannya dapat tersampaikan, agar tidak menyinggung perasaan, menyepelekan,
merendahkan dan sejenisnya.
Topik tutur berkenaan dengan masalah apa yang disampaikan penutur ke penanggap
penutur. Penyampaian topik tutur dapat dilakukan secara: (a) naratif (peristiwa,

11
perbuatan, cerita); (b) deskriptif (hal-hal faktual: keadaan, tempat barang, dsb.); (c)
ekspositoris; dan (d) argumentatif dan persuasif.
Ragam bahasa keilmuan mempunyai ciri: (1) cendekia yaitu bahasa Indonesia
keilmuan itu mampu digunakan untuk mengungkapkan hasil berpikir logis secara tepat;
(2) lugas dan jelas yaitu bahasa Indonesia keilmuan digunakan untuk menyampaikan
gagasan ilmiah secara jelas dan tepat; (3) gagasan sebagai pangkal tolak yaitu bahasa
Indonesia keilmuan digunakan dengan orientasi gagasan. Hal itu berarti penonjolan
diarahkan pada gagasan atau hal-hal yang diungkapkan, tidak pada penulis; dan (4)
formal dan objektif yaitu komunikasi ilmiah melalui teks ilmiah merupakan komunikasi
formal.
Hal ini berarti bahwa unsur-unsur bahasa Indonesia yang digunakan dalam bahasa
Indonesia keilmuan adalah unsur-unsur bahasa yang berlaku dalam situasi formal atau
resmi. Pada lapis kosakata dapat ditemukan kata-kata yang berciri formal dan kata-kata
yang berciri informal.
Contoh kata berciri formal dan informal

Kata berciri formal Kata berciri informal

korps korp

berkata bilang

karena lantaran

suku cadang onderdil

12
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa :
1. Ragam atau variasi bahasa adalah bentuk atau wujud bahasa yang ditandai oleh ciri-
ciri linguistik tertentu, seperti fonologi, morfologi, dan sintaksis.
2. Laras bahasa adalah ragam bahasa yang digunakan untuk suatu tujuan atau pada
konteks sosial tertentu. Banyak sekali laras bahasa yang dapat diidentifikasi tanpa
batasan yang jelas.
3. Laras ilmiah harus selalu menggunakan ragam standar. Sebuah karya tulis ilmiah
merupakan hasil rangkaian gagasan yang merupakan hasil pemikiran, fakta, peristiwa,
gejala, dan pendapat.
4. Ragam bahasa keilmuan mempunyai ciri: (1) cendekia yaitu bahasa Indonesia
keilmuan itu mampu digunakan untuk mengungkapkan hasil berpikir logis secara
tepat; (2) lugas dan jelas yaitu bahasa Indonesia keilmuan digunakan untuk
menyampaikan gagasan ilmiah secara jelas dan tepat; (3) gagasan sebagai pangkal
tolak yaitu bahasa Indonesia keilmuan digunakan dengan orientasi gagasan. Hal itu
berarti penonjolan diarahkan pada gagasan atau hal-hal yang diungkapkan, tidak pada
penulis; dan (4) formal dan objektif yaitu komunikasi ilmiah melalui teks ilmiah
merupakan komunikasi formal.

13
DAFTAR PUSTAKA

Halliday, M. A. K. 1968. Language as Social Semiotic: the social interpretation of language


and meaning. London: Edward Arnold

Lubis, Winaria dan Dadi Waras Suhardjono. 2019. Bahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta: Sahabat Pena. ISBN 978-623-7440-11-6

Tarigan Henry Guntur. & Djago Tarigan. 1990. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa.
Bandung: Angkasa

14

Anda mungkin juga menyukai