Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

RAGAM, FUNGSI, KEDUDUKAN DAN PROBLEMATIKA


BAHASA INDONESIA

DOSEN PEMBIMBING

MACHRUS ABADI, M.Pd.

DISUSUN OLEH

FIKRI MUBAROK ARFAIS 195010101111152

DYAH RETNO W. 195010101111156

ALIANTO 195010101111170

TAMA FRIZIA R.S. 195010100111197

SITI RASYA SALSABILA 195010100111199

VERONICA MAGDALENA S. 195010100111211

M. FAHRI WIDYANTORO 195010107111211

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2019 / 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Tuhan Yang


Maha Esa yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Bahasa Indonesia dengan judul “Ragam, Fungsi, Kedudukan, dan Problematika
Bahasa Indonesia”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada
dosen Bahasa Indonesia kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Malang, 1 September 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Dengan adanya
bahasa ini, bangsa Indonesia telah dipersatukan menjadi satu negara yang utuh,
walaupun terdiri dari beragam pulau. Kita sebagai bagian dari negara Indonesia, sudah
seharusnya lebih paham mengenai seluk beluk Bahasa Indonesia. Hal ini dikarenakan,
tanpa kita sadari bahwa Bahasa Indonesia tidak hanya sekadar bahasa persatuan
ataupun bahasa sehari – hari saja. Perlu diketahui bahwa Bahasa Indonesia juga
mempunyai ragam, fungsi, dan kedudukan yang sangat penting bagi kehidupan sehari
– hari. Di samping itu, Bahasa Indonesia juga mempunyai problematika yang sangat
perlu untuk diketahui.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan ragam bahasa?
2. Apa saja macam – macam ragam Bahasa Indonesia?
3. Bagaimana fungsi dan kedudukan Bahasa Indonesia?
4. Apa saja problematika dalam penggunaan Bahasa Indonesia?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari ragambahasa
2. Untuk mengetahui macam – macam ragam Bahasa Indonesia
3. Untuk mengetahui fungsi dan kedudukan Bahasa Indonesia
4. Untuk mengetahui problematika dalam penggunaan Bahasa Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ragam Bahasa


Pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor kebahasaan, tetapi
juga oleh faktor-faktor non kebahasaan, antara lain faktor lokasi geografis, waktu,
sosiokultural, dan faktor situasi. Faktor-faktor di atas mendorong timbulnya
perbedaan-perbedaan dalam pemakaian bahasa. Perbedaan tersebut akan tampak
dalam segi pelafalan, pemilihan kata, dan penerapan kaidah tata bahasa. Perbedaan
atau varian dalam bahasa, yang masing - masing menyerupai pola umum bahasa
induk, disebut ragam bahasa.

2.2 Macam – macam Ragam Bahasa


2.2.1 Ragam Bahasa Menurut Daerah
Ragam bahasa yang berhubungan dengan faktor daerah atau letak geografis
dikenal dengan nama logat atau dialek. Masing - masing logat dapat dipahami
secara timbal balik oleh penuturnya, setidaknya oleh penutur dari daerah tersebut.
Jika di dalam wilayah pemakaiannya, individu atau sekelompok orang sulit untuk
berkomunikasi, misalnya karena tempat kediamannya dipisahkan oleh
pegunungan, selat, atau laut, maka lambat laun tiap logat dapat mengalami
perkembangan sendiri - sendiri, sehingga semakin sulit dimengerti oleh penutur
lainnya. Pada saat itu, ragam - ragam bahasa tumbuh menjadi bahasa yang berbeda.

2.2.2 Ragam Bahasa Menurut Sikap Penutur

Ragam bahasa menurut sikap penutur, yang dapat disebut juga langgam atau
gaya, pemilihannya bergantung pada sikap penutu rterhadap orang yang diajak
berbicara. Sikapnya itu dipengaruhi, antara lain oleh usia dan kedudukan orang
yang disapa, tingkat keakraban antarpenutur, pokok persoalan yang hendak
disampaikan, dan tujuan penyampaian informasinya. Ketika berbicara dengan
seseorang yang berkedudukan lebih tinggi, penutur akan menggunakan langgam
atau gaya berbahasa yang berbeda dari pada ketika dirinya berhadapan dengan
seseorang yang berkedudukan lebih rendah. Begitu juga halnya ketika berbicara
dengan seseorang yang usianya lebih muda atau tua, penutur tentunya akan
menggunakan langgam atau gaya bertutur yang berbeda.

2.2.3 Ragam Bahasa Menurut Pendidikan Formal


Ragam bahasa Indonesia menurut pendidikan formal, menunjukkan perbedaan
yang jelas antarakaum yang berpendidikan formal dan yang tidak. Tata bunyi
bahasa Indonesia golongan penutur yang tidak terpelajar berbeda dengan fonologi
kaum terpelajar. Contohnya pengucapan bunyi /f/ dan gugus konsonan akhir /-ks/,
sering tidak terdapat dalam ujaran orang yang tidak bersekolah atau hanya
berpendidikan rendah.

2.2.4 Ragam Bahasa Menurut Jenis Pemakaiannya


Menurut jenis pemakaiannya, ragam bahasa dapat dibedakan menjadi tiga
macam :
1. Berdasarkan pokok persoalannya
Ragam bahasa ini dapat dibedakan menjadi beberapa macam pokok
persoalan. Contohnya, ragam bahasa undang-undang, ragam bahasa
jurnalistik, ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa sastra, ragam bahasa
sehari-hari, dan lain sebagainya.
2. Berdasarkan Media Pembicaraan
Ragam bahasa ini dapat dibedakan menjadi ragam lisan dan ragam
tulisan.
Berikut adalah tabel perbedaan ragam lisan dan tulisan.
Ragam Lisan Ragam Tulisan
Perlu kehadiran lawan tutur Tidak perlu kehadiran lawan tutur
Unsur gramatikal tidak
Unsur gramatikal lengkap
lengkap
Terikat ruang dan waktu Tidak terikat ruang dan waktu
Dipengaruhi pungtuasi, jeda,
Dipengaruhi oleh tanda baca / ejaan
ritme suara

3. Berdasarkan Hubungan Antarpembicara


Ragam bahasa ini dibedakan menjadi ragam bahasa resmi, ragam bahasa
santai, ragam bahasa akrab, ragam baku dan ragam tak baku. Situasi
resmi, yang menuntut pemakaian ragam baku, tercermin dalam situasi
berikut ini: (1) komunikasi resmi, yakni dalam surat - menyurat resmi,
surat - menyurat dinas, pengumuman - pengumuman yang dikeluarkan
oleh instansi - instansi resmi, penamaan dan peristilahan resmi,
perundang - undangan, dan sebagainya; (2) wacana teknis, yakni dalam
laporan resmi dan karya ilmiah; (3) pembicaraan di depan umum, yakni
dalam ceramah, kuliah, khotbah, dan sebagainya; dan (4) pembicaraan
dengan orang yang dihormati.

2.3 Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia


2.3.1 Kedudukan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yang sangat penting, yaitu sebagai
bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia di
antaranya berfungsi mempererat hubungan antarsuku di Indonesia. Fungsi ini,
sebelumnya, sudah ditegaskan di dalam butir ketiga ikrar Sumpah Pemuda 1928
yang berbunyi “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan,
bahasa Indonesia”. Kata ‘menjunjung’ dalam KBBI antara lain berarti
‘memuliakan’, ‘menghargai’, dan ‘menaati’ (nasihat, perintah, dan sebaginya.).
Ikrar ketiga dalam Sumpah Pemuda tersebut menegaskan bahwa para pemuda
bertekad untuk memuliakan bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Pernyataan
itu tidak saja merupakan pengakuan “berbahasa satu”, tetapi merupakan
pernyatakan tekad kebahasaan yang menyatakan bahwa kita, bangsa Indonesia,
menjunjung tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia (Halim dalam Arifin
dan Tasai, 1995: 5). Ini berarti pula bahasa Indonesia berkedudukan sebagai
bahasa nasional yang kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dikukuhkan sehari setelah
kemerdekaan RI dikumandangkan atau seiring dengan diberlakukannya Undang-
Undang Dasar 1945. Bab XV Pasal 36 dalam UUD 1945 menegaskan bahwa
bahasa negara ialah bahasa Indonesia. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia
berfungsi sebagai bahasa dalam penyelenggaraan administrasi negara, seperti
bahasa dalam penyeelenggaraan pendidikan dan sebagainya.
2.3.2 Fungsi Bahasa Indonesia
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai: (1) Lambang kebanggaan kebangsaan, 2) Lambang identitas nasional, 3)
Alat penghubung antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya, 4) Alat
pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain fungsi-
fungsi di tersebut, bahasa Indonesia juga harus berfungsi sebagai alat yang
memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial
budaya dan bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan kebangsaan yang
bulat. Di dalam fungsi ini, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai-bagai suku
bangsa itu mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu tetapi tidak
meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya
serta latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan. Lebih dari itu, dengan
bahasa nasional , kita dapat meletakkan kepentingan nasional jauh di atas
kepentingan daerah atau golongan.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai: (1) bahasa resmi kenegaraan, 2) bahasa pengantar di dalam dunia
pendidikan, 3) alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, dan 4) Alat pengembangan
kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi
Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai di dalam segala
upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik dalam bentuk lisan maupun
tulisan. Termasuk ke dalam kegiatan-kegiatan itu adalah penulisan dokumen-
dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah dan badan-badan kenegaraan
lainnya, serta pidato-pidato kenegaraan. Pada fungsi kedua ini, bahasa
Indonesia dijadikan sebagai pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai
taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Meskipun lembaga-lembaga
pendidikan tersebut tersebar di daerah-daerah, mereka harus menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Memang ada pengecualian untuk
kegiatan belajar-mengajar di kelas-kelas rendah sekolah dasar di daerah-daerah.
Mereka diizinkan menggunakan bahasa daerah sebagai pengantar. Di dalam
hubungannya dengan fungsi ketiga di atas, yakni alat perhubungan pada tingkat
nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan,
bahasa Indonesia dipakai bukan saja sebagai alat komunikasi timbal-balik
antara pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan saja sebagai alat
perhubungan antardaerah dan antarsuku, melainkan juga sebagai alat
perhubungan di dalam masyarakat yang sama latar belakang sosial budaya dan
bahasanya.
Sebagai alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi,
bahasa Indonesia adalah satu-satunya alat yang memungkinkan kita membina
dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia
memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri, yang membedakannya dari
kebudayaan daerah. Pada waktu yang sama, bahasa Indonesia kita pergunakan
sebagai alat untuk menyatakan nilai-nilai sosial budaya nasional kita (Halim
dalam Arifin dan Tasai, 1995: 11-12).
2.4 Problematika dalam Penggunaan Bahasa Indonesia
Kesalahan penggunaan bahasa Indonesia sehari - hari pada kalangan
remaja umumnya menggunakan bahasa yang salah atau menyimpang. Dan sedikit
sekali orang yang menggunakan Bahasa Indonesia yang baku atau benar. Kesalahan
ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya lingkungan, budaya (kebiasaan),
masuknya budaya asing dan mencampurnya dengan Bahasa Indonesia agar terihat
menjadi mudah bagi yang menciptakannya. Lingkungan sangat mempengaruhi
penggunaan bahasa sehari – hari kita, di lingkungan sekolah, lingkungan keluarga,
lingkungan bermain, dan forum – forum lainnya, banyak sekali pengucapan –
pengucapan yang salah dan menjadi kebiasaan di kalangan remaja. Penggunaan bahasa
yang salah ini sudah menjadi kebiasaan di dalam kehidupan kita sehari – hari.

Contoh problematika penggunaan Bahasa Indonesia :


- Bahasa Prokem
Bahasa prokem atau bahasa gaul adalah ragam bahasa Indonesia non-
standar yang lazim digunakan di Jakarta pada tahun 1970-an yang kemudian
digantikan oleh ragam yang disebut sebagai bahasa gaul. Bahasa prokem ditandai
oleh kata - kata Indonesia atau kata dialek Betawi yang dipotong dua fonemnya
yang paling akhir kemudian disisipi bentuk -ok- di depan fonem terakhir yang
tersisa. Misalnya, kata bapak dipotong menjadi bap, kemudian disisipi -ok-
menjadi bokap. Diperkirakan ragam ini berasal dari bahasa khusus yang digunakan
oleh para narapidana. Seperti bahasa gaul, sintaksis dan morfologi ragam ini
memanfaatkan sintaksis dan morfologi bahasa Indonesia dan dialek Betawi.

Belakangan ini bahasa prokem mengalami pergeseran fungsi dari bahasa


rahasia menjadi bahasa pergaulan anak - anak remaja. Dalam konteks kekinian,
bahasa pergaulan anak - anak remaja ini merupakan dialek bahasa Indonesia non-
formal yang terutama digunakan di suatu daerah atau komunitas tertentu (kalangan
homo seksual atau waria). Penggunaan bahasa gaul menjadi lebih dikenal khalayak
ramai setelah Debby Sahertian mengumpulkan kosa kata yang digunakan dalam
komunitas tersebut dan menerbitkan kamus yang bernama Kamus Bahasa Gaul
pada tahun 1999.

Bahasa prokem umumnya digunakan di lingkungan perkotaan. Terdapat


cukup banyak variasi dan perbedaan dari bahasa prokem bergantung pada kota
tempat seseorang tinggal, utamanya dipengaruhi oleh bahasa daerah yang berbeda
dari etnis - etnis yang menjadi penduduk mayoritas dalam kota tersebut. Sebagai
contoh, di Bandung, Jawa Barat, perbendaharaan kata dalam bahasa prokemnya
banyak mengandung kosa kata - kosa kata yang berasal dari bahasa Sunda.

- Problematika yang Dihadapi Guru dalam Proses Pembelajaran Bahasa


Indonesia
1. Format materi ajar dan tugas-tugas siswa, guru sepenuhnya mengacu pada
materi yang terdapat dalam buku siswa dan petunjuk guru. Guru mengalami
kesulitan dalam mengintegrasikan materi yang ada dalam buku siswa dan buku
petunjuk guru sehingga bagi guru yang mengajarkan jadi kendala dalam
menafsirkan maksud dalam buku siswa dengan yang ada dalam buku guru. Karena
kedua buku tersebut tidak terintegrasi satu sama lain.
2. Guru belum begitu memahami penerapan pendekatan saintifik yang disarankan
kurikulum 2013 sehingga pembelajaran bahasa Indonesia masih berpusat pada
guru, bukan berpusat pada siswa. Hal ini terjadi karena siswa dan guru sudah
terbiasa menggunakan metode mengajar dengan pola monoton, sulit bagi guru
mengubahnya.
3. Guru dalam mengajarkan bahasa Indonesia kepada siswa belum memiliki
perangkat penilaian otentik yang lengkap, dan belum menerapkan penilaian
tersebut. Hal ini terjadi karena faktor ketidakpahaman guru dalam menerapkan
penilaian tersebut atau karena guru malas dalam membuat dan memahami
perangkat penilaian yang ada. Untuk itu, perlunya guru pada waktu mengajar
mempersiapkan perangkat penilaian yang yang tepat sesuai karakteristik siswa.
4. Dalam mengajar, guru harus mampu menguasai berbagai macam model
pembelajaran dengan baik. Kondisi di lapangan tidak semua guru mampu
menguasai model-model pembelajaran yang diinginkan oleh kurikulum 2013.
5. Siswa dalam mengerjakan tugas yang terdapat dalam buku pegangan siswa,
literatur, dan contoh sangat sedikit karena acuan buku lebih banyak kepada IPA
sehingga guru kesulitan dalam mengembangkan materi pelajaran karena
keterbatasan referensi materi mengenai ilmu alam tersebut. Guru hanya mengacu
materi yang ada dalam buku siswa, kalau proses pembelajaran lebih baik, guru
lebih dulu harus mencari informasi dari sumber lain seperti di internet. Apabila hal
tersebut tidak dilaksanakan, guru tidak bisa langsung dengan percaya diri tampil
di depan kelas.
6. Dalam buku pegangan siswa, apabila guru tidak membaca dan memahami
(menganalisis) terlebih dulu buku pegangan siswa, guru juga akan kesulitan untuk
mengkomunikasikan tugas-tugas kepada siswa. Untuk itu, guru diminta sebelum
memerintahkan siswa untuk memahami dan mengerjakan tugas dalam buku
tersebut, guru terlebih dahulu menjelaskan maksud kalimat (soal) yang tertulis
dalam buku siswa serta menjelaskan contoh-contoh yang ada dalam buku. Apabila
tidak dijelaskan, siswa akan mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas.
7. Karena banyak tugas yang harus dikerjakan oleh siswa, guru harus juga banyak
menggunakan waktu untuk mengoreksinya. Untuk itu, tinggal kesediaan guru dan
ketekunan guru dalam melaksanakan tugas tersebut. Karena penilaian otentik
mengacu pada tiga ranah penilaian, yaitu penilaian sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Yang menjadi kendala, apabila guru tidak melaksanakan ketiga
konsep penilaian tersebut dalam proses pembelajaran di kelas.

- Problematika Siswa dalam Pembelajaran bahasa Indonesia


1. Siswa memiliki keberagaman kompetensi, pengetahuan, dan keterampilan
sehingga guru harus memiliki kesabaran untuk membimbing siswa sampai tuntas,
baik siswa memiliki kemampuan berpikir cepat, sedang, dan lambat. Kesemua
kompetensi tersebut dalam kurikulum 2013 harus terayomi dengan baik dan sesuai
dengan kondisi siswa yang ada di kelas. Apabila hal tersebut tidak terlaksana,
komponen penting dalam kurikulum 2013 tidak akan tercapai maka siswa
mengalami kendala dalam mengikuti pelajaran. Solusinya pada saat proses belajar-
mengajar, guru harus jeli dalam melihat potensi siswa yang ada.
2. Kemampuan anak yang rata-rata kecerdasannya lambat, guru perlu memperjelas
materi dengan dengan membimbing siswa secara penuh, sehingga terkesan guru
lebih aktif, bukan siswanya yang aktif. Materi pelajaran yang ada dalam buku
siswa, masih seputar tema pelajaran I, “Gemar Meneroka Alam Semesta”.
Lambatnya penggunaan buku siswa tersebut, telah diakui oleh guru yang
bersangkutan bahwa hal itu disebabkan lemahnya potensi kecerdasan siswa dalam
memahami dan menyerap pelajaran dalam buku siswa.
3. Materi yang ada dalam buku siswa cukup sulit bagi siswa yang wawasan
pengetahuannya terbatas atau siswa yang daya nalarnya katagori C (lambat
berpikir) untuk memahami buku teks pelajaran, siswa katagori ini harus dibantu
oleh guru secara penuh agar siswa dapat memahami pelajaran dengan baik dan
sesuai dengan tuntutan kurikulum.
4. Perlu mengintegrasikan materi yang diajarkan dengan pemahaman dan
pengetahuan yang dimiliki siswa.
5. Adanya istilah teknis yang tidak umum dan sulit dipahami siswa, perlu
dijelaskan oleh guru secara lebih lengkap agar siswa lebih memahami materi
pembelajaran. Bisa juga disarankan oleh guru agar siswa lebih dulu membaca
buku-buku yang relevan dengan materi ajar sehingga proses pembelajaran di kelas
menjadi lebih hidup dan siswa menjadi aktif.
6. Tidak adanya petunjuk yang jelas untuk menggunakan buku siswa dengan baik
pada waktu proses belajar-mengajar. Guru yang tidak kreatif hanya mengikuti
materi sesuai dengan apa yang dalam buku siswa, sehingga guru kesulitan
memahami soal atau tugas yang ada dalam buku siswa.
7. Adanya ketidakefektifan waktu pada saat siswa menjawab soal dalam buku
siswa, waktu terlalu banyak. Siswa masih terobsesi pada metode pembelajaran
dengan sistem KTSP, guru lebih berperan aktif menjelaskan.
8. Dalam kurikulum baru, siswa ditekankan pada keaktifan siswa dalam
melaksanakan tugas-tugas karena pada kurikulum 2013 ini ada banyak tugas yang
dilakukan oleh siswa. Siswa yang tidak terbiasa dengan tugas-tugas atau latihan
yang selalu ada dalam kurikulum ini, dia akan merasa keberatan atau paling tidak
ada semacam keluhan.
9. Karena cakupan materi yang ada pada buku siswa lebih banyak materi ilmu
alam, ada saja komentar dan pertanyaan siswa. Mengapa bahasa Indonesia, belajar
IPA tentang binatang? Nah ini yang sering ditanyakan oleh siswa kepada gurunya
sehingga guru sulit menjawabnya karena memang itu ada di kurikulum. Hal ini
adalah tuntutan yang harus diselesaikan. Yang lebih parah lagi apabila guru kurang
menguasai ilmu alam sehingga guru sulit melakukan implementasi atau
memberikan jawaban pertanyaan siswa yang menyangkut ilmu pengetahuan alam
ini.
10. Masalah lain seperti kesiapan siswa dalam menelaah dan mempelajari materi
buku pegangan siswa. Karena materinya harus betul-betul dipahami dan siswa
harus konsentrasi pada waktu membaca. Apabila siswa tidak konsentrasi, siswa
akan mengalami kesulitan dalam memahami teks yang dibaca akibatnya akan
berdampak pada kurang mampunya siswa mengerjakan tugas-tugas (soal-soal)
yang ada dalam buku paket siswa. Solusinya sebagai guru tidak boleh melepaskan
tanggung jawab bimbingan kepada siswa, karena ada guru membiarkan begitu saja
siswa mengerjakan tugas, siswa kebingungan dalam mengerjakan tugas-tugas dan
tidak dipandu oleh guru.
11. Setiap format latihan harus ditafsirkan oleh guru terlebih dahulu, baru
disuguhkan kepada siswa. Tujuannya agar siswa lebih memahami tugas yang
dikerjakannya apabila tugas yang dikerjakan dipahami siswa, guru tidak sulit lagi
dalam membimbing siswa mengerjakan. Siswa akan mengerjakan secara mandiri.
Sampai tugas tersebut selesai. Yang jadi kendala adalah apabila guru dan siswa
belum mampu untuk menafsirkan permasalahan (soal) yang ada dalam buku siswa,
sehingga guru dan siswa sama-sama meraba-raba alternatif jawaban yang benar
sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki oleh guru.
12. Siswa harus sering berinteraksi dengan materi yang dihadapinya, tidak lagi
bersifat teori tetapi harus real (nyata), untuk itu guru harus membawa contoh yang
nyata tentang materi ajar yang diperagakan kepada siswa agar siswa lebih
memahami.
13. Siswa dituntut untuk kreatif dengan banyak bertanya dalam mengerjakan
tugas-tugas pada buku pegangan siswa kepada guru. Apabila tidak, siswa akan
mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas, dan menjawab pertanyaan yang
ada dalam buku siswa.
14. Bila hendak mengetahui siswa yang cerdas dan kreatif akan terlihat dengan
kecepatan dan ketepatannya dalam menjawab-soal-soal yang ada dalam buku
siswa.

- Problematika Materi dan Media dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia


1. Media berupa LCD masih terbatas di sekolah sehingga tidak semua kelas dapat
menggunakan media tersebut ketika proses pembelajaran berlangsung.
2. Sarana belajar penunjang berupa buku-buku penunjang yang ada di
perpustakaan (sebagai referensi) masih terbatas. Hal ini membuat belum banyak
memberikan wawasan atau pengetahuan baru bagi siswa. Siswa menjadi kesulitan
untuk memahami bingung untuk menafsirkan materi yang ada dalam buku siswa.
3. Materi ajar dalam buku teks siswa, sebagian ada yang sulit dipahami oleh siswa.
Hal ini disebabkan siswa belum terbiasa dengan masalah yang dikemukakan dalam
buku pegangan siswa tersebut.
4. Adanya sebagian materi dalam buku siswa yang tidak sesuai dengan usia dan
karakteristik siswa. Contoh teks prosedur kompleks tentang pembuatan Surat Izin
Mengemudi (SIM), kendalanya siswa kelas X masih berumur di bawah 17 tahun,
sedangkan SIM baru bisa dibuat apabila siswa berumur 17 tahun ke atas.

- Problematika Penilaian dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Penilaian


adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur
pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian merupakan serangkaian kegiatan
untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil
belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan,
sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
Penilaian dapat dilakukan selama pembelajaran berlangsung (penilaian proses)
dan setelah pembelajaran usai dilaksanakan (penilaian hasil/produk).
1. Guru masih belum memiliki perangkat penilaian otentik secara lengkap yang
diinginkan oleh kurikulum karena aspek penilaian ini belum sepenuhnya
dilaksanakan oleh guru. Kalau pun dilaksanakan, penilaiannya hanya sebagian
atau hanya sebatas penilaian sikap, sedangkan penilaian yang lain belum
mengemuka. Hal ini dikarenakan waktu yang terbatas dengan format 2 x 40 menit,
(untuk 1 x pertemuan). Pada saat mengajar, guru asyik membimbing siswa
sehingga waktu untuk menerapkan penilaian terbatas bahkan ada yang tidak
sempat.
2. Terlalu banyaknya format prosedur penilaian kepada siswa membuat guru sulit
merangkum penilaian secara keseluruhan.
3. Waktu untuk melakukan proses penilaian sangat sedikit. Hal ini biasa dilakukan
guru pada saat pelajaran mulai berakhir. Waktu yang tersedia sangat singkat, tidak
semua siswa dapat dinilai segala aktivitasnya pada waktu pembelajaran tersebut.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai