(Paradigma Interpretif)
Dosen Pengampu:
Dr. Dra. Lilik Purwanti, M.Si., Ak.
Kelas Reguler 2:
1. Zahrudin Ma’ruf (196020302111015)
2. Maulana Fitri Agustin Nur Wahyuni (196020302111022)
B. Pengertian Paradigma
Paradigma merupakan pijakan atau landasan filosofis yang mendasari suatu kegiatan
ilmiah, yang mana kegiatan ilmiah tersebut dilakukan secara sistematik, sistemik dan
terencana, mulai dari makna, hakikat, tujuan, hingga metodenya. Lalu apakah yang disebut
dengan paradigma? Denzin dan Lincoln (eds.) (1994: 99) paradigma adalah “a basic set of
believes that guide action. Paradigma deal with first principles, or ultimate”. Sedangkan
given (ed 1990: 591) mengartikan paradigma sebagai “a set of assumtions and perceptual
orientations shared by member of a research community”. Sedangkan Guba (dalam
Cresweel, 2007: 19) mengartikan paradigma sebagai “a basic set of beliefs that guide
action”
Menurut Newman (1997: 62) dikenal ada 3 paradigma, yaitu : paradigma positivistik
(positivistic paradigm), Paradigma interpretif (interpretif paradigm) dan paradigma
refleksif (reflexive paradigm). paradigma positivistik (positivistic paradigm) disepadankan
dengan pendekatan kuantitativ (quantitativeapproach). Pendekatan quantitative pada
umumnya digunakan oleh ilmu-ilmu alam (natural sciences). Sedangkan Paradigma
interpretif (interpretif paradigm) disepadankan dengan pendekatan kualitatif (qualitative
approach) dan pada umumnya digunakan oleh ilmu-ilmu sosial (social sciences).
Dalam melakukan penelitian sosial diperlukan paradigma yang tepat. Burrel dan
Morgan (1979: 23) merangkum empat paradigma yang dapat digunakan dalam penelitian
sosial, diantaranya fuctional paradigm, interpretif paradigm, radical humanistdan radical
structualist. Functional paradigmmerupakan akar dari sociology of regulation dengan
sudut pandang obyektif yang lebih dominan digunakan pada studi terkait organisasi.
Sedangkan interpretif paradigm juga merupakan akar dari sociology of regulation namun
dengan sudut pandang subyektif. Realitas sosial dibahas dengan memandang dunia
sebagaimana adanya dengan merujuk pada aktor yang terlibat langsung. Radical humanist
berfokus pada pengembangan sociology of radical change dari sudut pandang subyektif
yang memandang bahwa kesadaran sesorang lebih didominasi oleh ideologinya, cara
pandang terhadap hidup dan interaksi lingkungannya. Paradigmayang terakhir yaitu
radical structuralist. Pendekatan ini berangkat dari pandangan sociology of radical change
namun memandang suatu masalah dari sudut pandang obyektif.
Melalui paradigma ini, peneliti melihat segala sesuatu langsung dari aktor yang
terlibat. Berusaha menjelaskan dan menyelesaikan realitas sosial langsung dari sumber
yang bersangkutan. Cara ini tidak diperoleh dari ketika peneliti menggungakan paradgima
positivis pada umumnya. Dengan menggunakan pendekatan ini maka peneliti dapat
menggali secara lebih dalam berbagai hal tentang realitas social dalam masyarakat.
Pengujian atau penelitian terkait dengan realitas sosial memunculkan 2 obyek, yaitu
aktor sebagai informan yang diteliti dan peneliti sebagai pencari informasi dilapangan.
Selanjutnya peneliti melakukan proses pencarian dan pengumpulan informasi kepada aktor
yang berperan langsung pada realitas dan sudut pandang yang diteliti. Paradigma
interpretif dinilai cocok untuk digunakan untuk memperoleh pemahaman yang tepat, dari
suatu realitas social yang ditinjau dari sudut pandang peneliti sebagai informan yang
diteliti atau dari sudut pandang peneliti sebagai pencari informasi dilapangan.
Salah satu metode yang digunakan dalam pendekatan paradigma interpretif adalah
fenomenologi. Kuswarno (2009:110) menyebutkan bahwa fenomenologi merupakan suatu
analisi yang merekonstruksi kehidupan manusia yang sebenarnya dalam bentuk apa yang
mereka sendiri alami. Anggota masyarakat saling berbagi persepsi dasar mereka terkait
dengan dunia dan realitas yang mereka hadapi yang diinternalisasikan melalui sosialisasi
yang memungkinkan mereka untuk melakukan interaksi dan komunikasi.