SEJARAH SOSIOLOGI
1.PENDAHULUAN
26
Setelah mengikuti materi ini mahasiswa / praja dapat :
3. KEGIATAN BELAJAR
27
3.1 KEGIATAN BELAJAR 1
3.1.1. URAIAN
28
1954: 285-312). Karya Khaldun tersebut ditungkan dalam
bukunya yang berjudul al-Muqaddimah tentang sejarah dunia dan
sosial-budaya yang dipandang sebagai karya besar di bidang
tersebut (Sharqawi, 1986: 144). Dari kajiannya tentang watak
masyarakat manusia, Khaldun menyimpulkan bahwa kehidupan
nomaden lebih dahulu ada dibanding kehidupan kota dan masing-
masing kehidupan ini mempunyai karakteristik tersendiri.
Menurut pengamatannya politik tidak akan timbul kecuali dengan
penaklukan, dan penaklukan tidak akan terealisasi kecuali dengan
solidaritas. Lebih jauh lagi ia mengemukakan bahwa kelompok
yang terkalahkan selalu senang mengekor ke kelompok yang
menang, baik dalam slogan, pakaian, kendaraan, dan tradisinya.
Selain itu salah satu watak seorang raja adalah sikapnya yang
menggemari kemewahan, kesenangan, kedamaian. Dan apabila
hal-hal ini semuanya mewarnai sebuah negara maka negara itu
akan masuk dalam masa senja. Dengan demikian kebudayaan itu
adalaah tujuan masyarakat manusia dan akhir usia senja (Al-
Muqaddimah, 1284 H: 168).
Pendapat Khaldun tentang watak-watak masyarakat
manusia ini dijadikannya sebagai landasan konsepsinya bahwa
kebudayaan dalam berbagai bangsa berkembang melalui empat
fase, yaitu: fase primitif atau nomaden, fase urbanisasi, fase
kemewahan, dan fase kemunduran yang mengantarkan
kehancuran. Kemudian keempat perkembangan ini oleh Khaldun
sering disebut dengan fase; pembangun, pemberi gambar gembira,
penurut, dan penghancur (Al-Muqqaddimah, 1284 H: 137;
Sharqawi, 1986: 145).
Peradaban-peradaban ditakdirkan tidak untuk bertahan
lama dan tumbuh tanpa batas, tetapi untuk lebih menjadi mudah
ditaklukkan oleh orang nomaden yang kuat, keras, dan
keberaniannya diperkuat oleh rasa solidaritas yang tinggi. Namun
29
kemudian, penakluk-penakluk ini-pun meniru gaya hidup yang
kebudayaan yang halus yang mereka taklukkan. Dan siklus terus
terulang lagi. Model masyarakat yang Khaldun gambarkan
mengenai tipe-tipe sosial dan perubahan sosial diwarnai oleh
warisan khusus dari pengalaman dunia gurun pasir di jazirah
Arab. Tujuannya tidak hanya untuk memberikan suatu deskripsi
historis mengenai masyarakat-masyarakat Arab, tetapi untuk
mengembangkan prinsip-prinsip umum atau hukum-hukum yang
mengatur dinamika- dinamika masyarakat dan proses-proses
perubahan sosial secara keseluruhan. Semangat atau sikap
ilmiahnya dalam menganalisis sosial-budaya pada umumnya
mendekati bentuk- bentuk penelitian ilmiah modern, dan isinya
secara substantif dapat disejajarkan dengan teori sosial modern.
Namun demikian karya Khaldun sudah banyak diabaikan oleh
para ahli teori sosial di Eropa dan Amerika, mungkin antara lain
karena dunia Arab saat itu mulai mundur, sedangkan Eropa dan
Amerika semakinmendominasi(Johnson,1986:15).
(http://mangihot.blogspot.com/2016/10/sejarah-lahir-dan-
perkembangan_30.html )
Keadaan semacam ini tidak sekedar melanda dalam
sosiologi, sebab sampai menjelang pertengahan abad ke 19,
hampir semua ilmu pengetahuan yang dikenal sekarang ini,
pernah menjadi bagian dari filsafat dunia Barat yang berperan
sebagai induk dari ilmu pengetahuan atau “Mater Scientiarum”
ataupun menurut Francis Bacon sebagai the great mother of the
sciences (Rosenberg, 1955: 29). Pada waktu itu filsafat mencakup
segala usaha- usaha pemikiran mengenai masyarakat. Lama
kelamaan, dengan perkembangan zaman dan tumbuhnya
peradaban manusia, pelbagai ilmu pengetahuan, yang semula
tergabung dalam filsafat memisahkan diri dan berkembang
mengejar tujuan masing-masing. Astronomi (ilmu tentang
30
bintang-bintang), dan fisika (ilmu alam) merupakan cabang-
cabang ifilsafat yang terawal memisahkan diri, yang kemudian
diikuti oleh ilmu kimia, biologi, dan geologi. Pada abad 19
kemudian muncul dua ilmu pengetahuan baru, yakni psikologi dan
sosiologi. Begitu juga Astronomi yang pada mulanya merupakan
bagian dari filsafat yang bernama kosmologi, sedangkan filsafat
alamiah, filsaafat kejiwaan dan filsaaafat sosial, masing-masing
menjadi fisika, pkikologi dan sosiologi (Soekanto, 1986; 2-3).
Dengan demikian maka lahirlah sosiologi, yang dalam
pertumbuhannya dapat dipisahkan dari ilmu-ilmu sosial lainnya,
seperti; ekonomi, sejarah, politik, dan lain sebagainya. Lahirnya
sosiologi sebagai ilmu sosial tidak lepas peranannya dari seorang
tokoh brilyan tetapi kesepian. Ia adalah Auguste Comte (1798-
1857), yang tidak hanya menemukan nama untuk bidang studi
yang belum dipraktekkan pada saat itu, tetapi juga mengklaim
status masa depan ilmu pengetahuan tentang hukum yang
mengatur perkembangan progresif namun teratur dari masyarakat
terutama dari hukum dinamika sosial dan hukum statis sosial
(Bauman, 2003: 1032), pengetahuan yang akan diperoleh
menyebarkan metode ilmiah dari observasi dan eksperimen yang
dapat diterapkan secara universal (http
:mangihot.blogspot.com/20/16/10 sejarah - lahir-perkembangan
30.html)
31
suatu ilmu pengetahuan yang relatif muda usianya karena baru
mengalami perkembangan. Sejak masanya Comte tersebut akan
tetapi di lain pihak perhatian-perhatian serta pikiran-pikiran
terhadap masyarakat manusia telah dimulai Jauh sebelum masa
comte.
Pada zaman keemasan filsafat Yunani Pada masa ini
sosiologi dipandang sebagai bagian tentang kehidupan bersama
secara filsafati. Seorang filosof barat yang untuk pertama kalinya
masalah masyarakat secara sistematis adalah Plato (429:347 SM).
Pada masa itu, Plato (429-347 SM) seorang filosof terkenal dari
Yunani dalam pencariannya tentang makna negara, dia berhasil
merumuskan teori organis tentang masyarakat yang mencakup
kehidupan sosial dan ekonomi. Plato menganggap bahwa institusi-
institusi dalam masyarakat saling bergantung secara fungsional
kalau ada satu institusi yang tidak jalan maka secara keseluruhan
kehidupan masyarakat akan terganggu.
Seperti halnya Plato, Aristoteles (384:322 SM) juga
menganggap bahwa masyarakat adalah suatu organisasi hidup,
seperti pandangan kaum biologiwan dengan basis kehidupannya
adalah moral yang baik. Pada masa ini kaum agamawan yang
berkuasa sehingga kehidupan sosial lebih diwarnai oleh keputusan-
keputusan kaum agamawan yang berkuasa. Pada zaman
renaissance (1200-1600), Machiavelli adalah orang pertama yang
memisahkan antara politik dan moral sehingga terjadi suatu
pendekatan yang mekanis terhadap masyarakat di sini muncul
ajaran bahwa teori-teori politik dan sosial memusatkan perhatian
pada mekanisme pemerintahan sejak masa ini maka pengaruh
kaum agamawan memperoleh tantangan.
Pada abad pencerahan abad ke 16 dan 17 muncul Thomas
Hobbes (1588:1679), menulis buku yang dikenal dengan The
Leviathan. Inti ajarannya dialami oleh hukum alam fisika dan
32
matematika. Pada masa ini pengaruh keagamaan mulai
ditinggalkan dan diganti oleh pandangan pandangan yang bersifat
hukum sebagai kader kenabiannya berdasar pandangan kelompok
inilah kemudian muncul suatu kesepakatan antar manusia
(kelompok) yang dikenal sebagai kontrak sosial. Pada mulanya
interaksi antar manusia berada dalam kondisi Chaos karena saling
mencurigai dan saling bersaing untuk memperebutkan sumber daya
alam dan manusia yang ada kondisi yang bersifat kodrati sesuai
dengan hukum alam ini, kemudian dipandang akan selalu
mengarahkan kehidupan manusia Oleh sebab itu dibuatlah
kesepakatan-kesepakatan pengaturan antarkelompok yang saling
menerima dan saling menguntungkan yang kemudian dikenal
sebagai kontrak sosial.
Pada abad ke-18 munculnya John Locke (1632:1704) yang
dianggap sebagai Bapak hak asasi manusia (HAM). Dia
berpandangan, bahwa pada dasarnya setiap manusia mempunyai
hak-hak dasar yang sangat pribadi yang tidak dapat dirampas oleh
siapapun termasuk oleh negara seperti hak hidup hak berpikir dan
berbicara berserikat dan lain-lain. Tokoh lain yang muncul adalah
J.J Rousseau (1712:1778) yang masih berpegang pada ide kontak
sosialnya Hobbes dia berpandangan bahwa: Kontak adalah
pemerintah (negara ?)dengan diperintah( rakya)t menyebabkan
munculnya suatu kolektivitas yang mempunyai keinginan
keinginan tersendiri yang kemudian menjadi keinginan umum
keinginan umum inilah yang harusnya menjadi dasar penyusunan
kontak sosial antara negara dengan rakyatnya.
Pada abad ke-19 dapat dianggap sebagai abad mulai
berkembangnya sosiologi terutama sesudah Auguste Comte (1798:
1853) memperkenalkan istilah sosiologi sebagai usaha untuk
menjawab adanya perkembangan interaksi sosial. Dalam masa
industrialisasi pada masa ini, sosiologi dianggap mulai dapat
33
mandiri. Kondisi yang baru dalam taraf mulai mandiri ini
disebabkan walaupun sosiologi sudah dapat menunjukkan adanya
objek yang dijadikan fokus pembahasan interaksi manusia namun
di dalam pengembangan ilmunya masih menggunakan metode-
metode ilmu-ilmu yang lain, ilmu ekonomi misalnya baru pada
abad ke-20. Inilah sosiologi dapat benar-benar dianggap mandiri
karena:
1. Mempunyai objek khusus yaitu interaksi antar manusia
2. Mampu mengembangkan teori-teori sosiologi
3. Mampu mengembangkan metode khusus sosiologi untuk
pengembangan sosiologi
4. Sosiologi menjadi sangat relevan dengan semakin banyaknya
kegagalan pembangunan karena tidak mendasarkan dan
memperhatikan masukan dari sosiologi ( Soekanto : 23-25 )
C. Sosiologi Auguste Comte (1798-1853)
Soekanto mengemukakan bahwa Auguste Comte yang
pertama-tama memakai istilah “sosiologi” adalah orang pertama
yang membedakan antara ruang lingkup dengan isi sosiologi dari
ruang lingkup dan isi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Dia
menyusun suatu sistematika dari filsafat sejarah dalam dalam
rangka tahap-tahap pemikiran yang berbeda-beda. Menurut Comte
ada tiga tahap perkembangan intelektual yang masing-masing
merupakan perkembangan dari tahap sebelumnya .
tahap pertama, dinamakan tahap teologis atau fiktif yaitu
suatu tahap dimana manusia menafsirkan gejala gejala
disekelilingnya secara teologis yaitu dengan kekuatan kekuatan
yang dikendalikan oleh roh dewa dewa atau Tuhan yang maha
kuasa.
Tahap kedua, yang merupakan perkembangan dari tahap
pertama adalah tahap metafisik pada tahap ini manusia
menganggap bahwa di dalam setiap gejala terdapat kekuatan-
34
kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat
diungkapkan. Hal yang terakhir inilah yang merupakan tugas dari
pada ilmu pengetahuan positif yang merupakan tahap ketiga atau
tahap terakhir dari perkembangan manusia. ( Soekanto : 25 – 26 )
Gagasan tentang adanya ketiga tahap tersebut walaupun
merupakan suatu fiksi akan tetapi hal itu memberikan penerangan
terhadap pikiran manusia serta secara psikologis merupakan suatu
perkembangan yang penting. Apa sebenarnya yang dimaksud oleh
Comte dengan ilmu pengetahuan positif, dan dimanakah letak
sosiologinya?. Menurut Comte suatu ilmu pengetahuan bersifat
positif apabila ilmu pengetahuan tersebut memusatkan perhatian
pada gejala-gejala yang nyata dan konkrit tanpa ada halangan dari
pertimbangan-pertimbangan lainnya. Hierarki atau tingkatan ilmu
ilmu pengetahuan menurut tingkat penguran generalitas dan
penampakan kompleksitasnya adalah sebagai berikut:
1. Matematika
2. Astronomi
3. Fisika
4. Ilmu kimia
5. Biologi
6. Sosiologi
35
percuma untuk mempelajari salah satu gejala sosial secara
tersendiri. Unit sosial yang penting bukanlah individu tetapi
keluarga yang bagian-bagiannya terikat oleh simpati, agar suatu
masyarakat berkembang maka simpati harus diganti dengan ko-
operasi yang hanya mungkin ada apabila terdapat pembagian kerja.
Sosiologi dinamis merupakan teori tentang perkembangan
dalam arti pembangunan, ilmu pengetahuan ini menggambarkan
cara-cara pokok dalam mana perkembangan manusia terjadi dari
tingkat intelegensia yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi.
Dengan demikian, maka dinamika menyangkut masyarakat-
masyarakat untuk menunjukkan adanya perkembangan. Comte
yakin bahwa masyarakat akan berkembang menuju pada suatu
kesempurnaan, walaupun demikian konteks sebenarnya lebih
mementingkan perubahan-perubahan atau perkembangan dalam
cita-cita daripada bentuk akan tetapi dia tidak menyadari betapa
perubahan-perubahan cita-cita akan mengakibatkan terjadinya
perubahan-perubahan bentuk pula.( Soekanto : 26-27 )
36
meneruskan ajaran-ajaran sebelumnya tentang pengaruh keadaan
alam terhadap manusia, didalam analisanya dia telah menemukan
beberapa keteraturan dari hubungan antara keadaan alam dengan
tingkah laku manusia misalnya terjadinya bunuh diri akibat sebagai
rendahnya penghasilan dan tinggi rendahnya penghasilan
tergantung dari keadaan alam taraf kemakmuran suatu masyarakat
juga sangat tergantung pada keadaan alam di mana masyarakat
hidup. ( 1987 : 28 )
2. Mazhab Organis dan Evolusioner
Herbert Spencer (1820:1903) adalah orang yang pertama-
tama menulis tentang masyarakat atas dasar data empiris yang
konkrit, dalam hal ini dia telah memberikan suatu model konkrit
yang secara sadar maupun tidak sadar diikuti oleh para sosiologi
sesudah dia. Suatu organisme menurut Spencer, akan bertambah
sempurna apabila bertambah kompleks dan dengan adanya
diferensiasi antara bagian-bagiannya. Hal ini berarti adanya
organisasi fungsi yang lebih matang antara bagian-bagian
organisme tersebut dan integrasi yang lebih sempurna pula. Secara
evolusioner, maka tahap organisme tersebut akan semakin
sempurna sifatnya, dengan demikian maka organisme tersebut ada
kriterianya yaitu kompleksitas, diferensiasi dan integrasi, kriteria
mana akan dapat diterapkan pada setiap masyarakat. Evolusi sosial
dan perkembangan sosial pada dasarnya berarti bertambahnya
diferensiasi dan integrasi peningkatan pembagian kerja dan suatu
transisi dari keadaan homogen keadaan yang heterogen.
( Soekanto : 29 )
3. Mazhab formal
George Simmel (1858-1918) berpendapat, bahwa berbagai
lembaga di dalam masyarakat terwujud dalam bentuk superioritas,
subordinasi dan konflik. Semua hubungan-hubungan sosial,
keluarga, agama, peperangan, perdagangan, kelas-kelas dapat
37
dibagi karakteristik menurut salah satu bentuk di atas atau ketiga-
tiganya. Menurut Simmel, maka seseorang menjadi warga
masyarakat untuk mengalami proses individualisasi dan sosialisasi
tanpa menjadi warga masyarakat tidak akan mungkin seseorang
mengalami proses interaksi antara individu dengan kelompok.
Dengan perkataan lain, apa yang memungkinkan masyarakat
berproses adalah bahwa setiap orang mempunyai peranan yang
harus dijalankan nya maka interaksi individu dengan kelompok
hanya dapat dimengerti dalam kerangka peranan yang dilakukan
oleh individu.
Alfred vierkandt (1867:1953) menyatakan bahwa sosiologi
menyoroti situasi-situasi mental situasi situasi tersebut tidak dapat
dianalisa secara sendiri akan tetapi merupakan hasil perilaku yang
timbul sebagai akibat interaksi antara individu individu dan
kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dengan demikian, tugas
sosiologi adalah untuk menganalisa dan mengadakan sistematika
terhadap gejala sosial dengan jalan menguraikannya ke dalam
bentuk-bentuk dalam kehidupan mental. Hal ini dapat ditemukan
dalam gejala-gejala seperti harga diri, perjuangan, simpati, imitasi
dan lain sebagainya. Itulah prekondisi-prekondisi daripada suatu
masyarakat yang hanya dapat berkembang penuh dalam kehidupan
berkelompok atau dalam masyarakat setempat (community), oleh
karena itu sosiologi harus memusatkan perhatian terhadap
kelompok-kelompok sosial. ( Soekanto : 31-32 )
4. Madzhab psikologi
Gabriel Tarde (1843:1904) dari Perancis memulai dengan
suatu dugaan atau pandangan awal bahwa gejala sosial mempunyai
sifat psikologis yang terdiri dari interaksi antara jiwa-jiwa
individu-individu, di mana jiwa tersebut terdiri dari kepercayaan-
kepercayaan dan keinginan-keinginan bentuk-bentuk utama dari
interaksi mental individu adalah imitasi, oposisi dan adaptasi atau
38
penemuan baru. Imitasi seringkali berhadapan dengan oposisi yang
menuju kepada bentuk adaptasi yang baru, dengan demikian maka
mungkin terjadi perubahan sosial yang disebabkan oleh penemuan-
penemuan baru Hal ini menimbulkan imitasi oposisi penemuan-
penemuan baru perubahan-perubahan dan seterusnya.
L.T Hobhouse (1864:1929) seorang tokoh yang terkenal,
menolak penerapan-penerapan dari prinsip-prinsip biologis
terhadap studi masyarakat manusia; psikologi dan etika merupakan
kriteria yang diperlukan untuk mengukur perubahan sosial. Sebagai
salah satu seorang pelopor psikologi sosial, maka Hobhouse
banyak memusatkan perhatian terhadap kondisi-kondisi psikologis
dari kehidupan sosial. Dia berusaha untuk membuktikan bahwa
kehidupan sosial berkembang ke arah keadaan yang lebih rasional
dan harmonis dengan demikian maka perkembangan sosial terjadi
apabila kesadaran sosial dan kebutuhan kebutuhan sosial
meningkat. Hobhouse juga merupakan salah seorang pelopor di
dalam penggunaan metode metode perbandingan di dalam
sosiologi ( Soekanto : 32- 33 )
5. Mazhab ekonomi
Durkheim dan Weber adalah dua orang tokoh sosiologi
yang paling terkemuka dalam sejarah perkembangan sosiologi
sebagai ilmu pengetahuan. Karl Marx (1818-1883) menurutnya
selama masyarakat masih terbagi atas kelas-kelas, maka kelas yang
berkuasalah akan terhimpun segala kekuatan dan kekayaan hukum
filsafat agama dan kesenian merupakan suatu refleksi dari status
ekonomi kelas tersebut. Namun demikian hukum-hukum
perubahan berperanan dalam sejarah, sehingga keadaan tersebut
dapat berubah baik melalui suatu revolusi maupun secara damai.
Akan tetapi selama masih ada kelas yang berkuasa maka tetap
terjadi eksploitasi terhadap kelas yang lebih lemah. Oleh karena itu
selalu timbul pertikaian antara kelas-kelas tersebut pertikaian
39
Manap akan berakhir Apabila salah satu kelas yaitu kelas proletar
menang sehingga terjadilah masyarakat tanpa kelas.
Max Weber (1864-1920) antara lain menyatakan bahwa
semua bentuk organisasi sosial harus diteliti menurut perilaku
warga-warganya yang motivasinya serasi dengan harapan warga-
warga lainnya. Tingkah laku individu-individu dalam masyarakat
dapat diklasifikasikan menurut 4 tipe ideal aksi sosial yaitu :
a. Aksi yang bertujuan yaitu tingkah laku yang ditunjukkan
untuk mendapatkan hasil-hasil yang efisien.
b. Aksi yang berisikan nilai yang telah ditentukan yang
diartikan sebagai perbuatan untuk merealisasikan dan
mencapai tujuan.
c. Aksi tradisional yang menyangkut tingkah laku yang
melaksanakan suatu aturan yang bersanksi.
6. Mazhab hukum
Durkheim dalam Soekanto ( 1990 : 41 ) menaruh perhatian
yang besar terhadap hukum yang dihubungkan dengan jenis-jenis
solidaritas yang terdapat di dalam masyarakat. Sedangkan di dalam
masyarakat dapat ditemukan dua sanksi kaidah-kaidah hukum
yaitu sanksi yang represif dan sanksi yang restitutif. Pada
40
masyarakat yang didasarkan pada solidaritas mekanis terdapat
kaidah-kaidah hukum dengan sanksi yang Represif sedangkan
sanksi sanksi restitutif terdapat pada masyarakat atas dasar
solidaritas organis .
Selanjutnya Durkheim dalam Soekanto ( 1990 : 43 )
berpendapat, bahwa dengan meningkatnya diferensiasi dalam
masyarakat reaksi kolektif yang kuat terhadap penyimpangan-
penyimpangan menjadi berkurang di dalam sistem yang
bersangkutan oleh karena hukum yang bersifat represif mempunyai
kecenderungan untuk berubah menjadi hukum yang restitutif
artinya yang pokok adalah untuk mengembalikan kedudukan
seseorang yang dirugikan ke dalam keadaan semula hal mana
merupakan hal yang penting di dalam menyelesaikan perselisihan
perselisihan atau sengketa sengketa.
Menurut Weber ada 4 tipe ideal hukum yaitu:
a. Hukum irasional dan materiil yaitu di mana pembentuk undang-
undang dan hakim berdasarkan keputusan keputusannya semata-
mata pada nilai-nilai emosional tanpa menunjuk pada suatu kaidah
pun.
b. Hukum irasional dan formal yaitu di mana pembentuk undang-
undang dan hakim berpedoman pada kaidah-kaidah di luar akal
oleh karena didasarkan pada Wahyu atau ramalan.
c. Hukum rasional dan material dimana keputusan-keputusan para
pembentuk undang-undang dan hakim menunjuk pada suatu kitab
suci kebijaksanaan-kebijaksanaan penguasa atau ideologi.
d. Hukum rasional dan formal yaitu dimana hukum dibentuk semata-
mata atas dasar konsep-konsep abstrak dari ilmu hukum
Bagi Weber maka hukum yang rasional dan formal
merupakan dasar bagi suatu negara modern. Kondisi-kondisi sosial
yang memungkinkan tercapainya taraf tersebut adalah sistem
kapitalisme dan profesi hukum, sebaliknya introduksi unsur-unsur
41
yang rasional dalam hukum juga membantu sistem kapitalisme.
Proses tersebut tidak akan mungkin terjadi dalam masyarakat yang
didasarkan pada kepemimpinan yang karismatik atau atas ikatan
darah, oleh karena proses pengambil keputusan pada masyarakat
masyarakat tadi mudah dipengaruhi oleh unsur-unsur yang
irasional tadi. ( Soekanto : 34-36 )
3.1.3 RANGKUMAN
42
kemewahan, dan fase kemunduran yang mengantarkan
kehancuran. Kemudian keempat perkembangan ini oleh Khaldun
sering disebut dengan fase; pembangun, pemberi gambar gembira,
penurut, dan penghancur (Al-Muqqaddimah, 1284 H: 137;
Sharqawi, 1986: 145). Perkembangan sejarah sosiologi sebelum
Auguste Comte telah dimulai sejak adanya perhatian-perhatian
serta pikiran-pikiran terhadap masyarakat manusia Jauh sebelum
masa comte.
Pada zaman keemasan filsafat Yunani Pada masa ini
sosiologi dipandang sebagai bagian tentang kehidupan bersama
secara filsafati. Seorang filosof barat yang untuk pertama kalinya
masalah masyarakat secara sistematis adalah Plato (429:347 SM).
Pada masa itu, Plato (429-347 SM) seorang filosof terkenal dari
Yunani dalam pencariannya tentang makna negara, dia berhasil
merumuskan teori organis tentang masyarakat yang mencakup
kehidupan sosial dan ekonomi. Plato menganggap bahwa institusi-
institusi dalam masyarakat saling bergantung secara fungsional
kalau ada satu institusi yang tidak jalan maka secara keseluruhan
kehidupan masyarakat akan terganggu.
Seperti halnya Plato, Aristoteles (384:322 SM) juga
menganggap bahwa masyarakat adalah suatu organisasi hidup,
seperti pandangan kaum biologiwan dengan basis kehidupannya
adalah moral yang baik. Pada masa ini kaum agamawan yang
berkuasa sehingga kehidupan sosial lebih diwarnai oleh keputusan-
keputusan kaum agamawan yang berkuasa.
Pada zaman renaissance (1200-1600), Machiavelli adalah
orang pertama yang memisahkan antara politik dan moral sehingga
terjadi suatu pendekatan yang mekanis terhadap masyarakat di sini
muncul ajaran bahwa teori-teori politik dan sosial memusatkan
perhatian pada mekanisme pemerintahan sejak masa ini maka
pengaruh kaum agamawan memperoleh tantangan. Pada abad
43
pencerahan abad ke 16 dan 17 muncul Thomas Hobbes
(1588:1679), menulis buku yang dikenal dengan The Leviathan.
Inti ajarannya dialami oleh hukum alam fisika dan matematika.
Pada abad ke-18 munculnya John Locke (1632:1704) yang
dianggap sebagai Bapak hak asasi manusia (HAM). Dia
berpandangan, bahwa pada dasarnya setiap manusia mempunyai
hak-hak dasar yang sangat pribadi yang tidak dapat dirampas oleh
siapapun termasuk oleh negara seperti hak hidup hak berpikir dan
berbicara berserikat dan lain-lain.
44
sosiologi statis dan sosiologi dinamis. Sosiologi statis memusatkan
perhatian pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar dari
adanya masyarakat. Cita-cita dasar yang menjadi latar belakang
dari sosiologi statis adalah bahwa semua gejala sosial saling
berkaitan yang berarti bahwa adalah percuma untuk mempelajari
salah satu gejala sosial secara tersendiri. Unit sosial yang penting
bukanlah individu tetapi keluarga yang bagian-bagiannya terikat
oleh simpati, agar suatu masyarakat berkembang maka simpati
harus diganti dengan ko-operasi yang hanya mungkin ada apabila
terdapat pembagian kerja.
Sosiologi dinamis merupakan teori tentang perkembangan
dalam arti pembangunan, ilmu pengetahuan ini menggambarkan
cara-cara pokok dalam mana perkembangan manusia terjadi dari
tingkat intelegensia yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi.
Dengan demikian, maka dinamika menyangkut masyarakat-
masyarakat untuk menunjukkan adanya perkembangan. Comte
yakin bahwa masyarakat akan berkembang menuju pada suatu
kesempurnaan, walaupun demikian konteks sebenarnya lebih
mementingkan perubahan-perubahan atau perkembangan dalam
cita-cita daripada bentuk akan tetapi dia tidak menyadari betapa
perubahan-perubahan cita-cita akan mengakibatkan terjadinya
perubahan-perubahan bentuk pula
a. Ibnu Khaldun(1332-14b0)
45
b. Auguste(1798-1857)
b. Plato
c. Aristoteles
a. Johnson(1986:15)
46
b. Rosenberg(1955:29)
c. Bauman(2003:1032)
a. Eropa
b. Amerika
c. Arab
d. Eropa dan Amerika
6. Pernyataan yang benar terdapat di bawah ini, kecuali...
a. Psikologi dan sosiologi lahir pada abad ke-15
a. Johnson(1986:15)
b. Rosenberg(1955:29)
c. Bauman(2003:1032)
47
8. Karya Ibnu Khaldun dikalahkan oleh teori sosial dari...
a. Eropa
b. Amerika
c. Arab
a. Johnson(1986:15)
b. Rosenberg(1955:29)
c. Bauman(2003:1032)
d. Ibnu Khaldun(1332:1406)
48
3.2. KEGIATAN BELAJAR 2
3.2.1 URAIAN
49
nonsosiologis dan bukan sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa deskripsi tentang keadaan sosial
kultural masyarakat Indonesia tersebut sudah dapat di pertanggung
jawabkan secara ilmiah tetapi konsep penelaahan ilmiah tersebut tidak
belum menjadi ilmu yang berdiri sendiri, melainkan sebagai pembantu
ilmu-ilmu lainnya. ( Soekanto : 42-43 ) Dengan demikian hanya bersifat
komplementer.
Sebelum Perang Dunia II, Sekolah Tinggi hukum di Jakarta adalah
satu-satunya lembaga di Indonesia yang memberikan kuliah-kuliah
sosiologi. Akan tetapi, pembelajaran sosiologi dalam lembaga pendidikan
tinggi tersebut belum merupakan ilmu yang berdiri sendiri, melainkan
hanya sebagai pelengkap bagi mata kuliah di bidang hukum. Para
pengajarnya juga bukan dari orang-orang yang secara khusus membidangi
bidang disiplin ilmu tersebut Sebab di Indonesia pada saat itu belum ada
seorang sarjana yang khusus membidangi disiplin ilmu sosiologi.
Sementara sosiologi yang diajarkan dalam Kuliah tersebut juga masih
berupa filsafat dan teori sosial.
Bahkan pada tahun 1934 – 1935 mata kuliah sosiologi di lembaga
pendidikan tinggi tersebut justru dihilangkan sebab guru besar dalam mata
kuliah hukum tersebut berpendapat bahwa pengetahuan tentang bentuk
dan susunan masyarakat serta proses-prosesnya tidak diperlukan dalam
pendidikan hukum. Dalam pandangan guru besar di bidang hukum pada
saat itu hukum positif tidak lebih hanya peraturan-peraturan yang berlaku
dengan sah dan pada suatu waktu dan suatu tempat tertentu sehingga yang
terpenting dalam pembelajaran di bidang hukum adalah perumusan
peraturan dan sistem untuk menafsirnya.
Setelah perang dunia II tepatnya setelah proklamasi kemerdekaan
diproklamirkan adalah untuk pertama kalinya Prof. Mr. Soenario
Kolopaking memberikan kuliah sosiologi pada Tahun 1948 di Akademi
Ilmu Politik di Yogyakarta yang kemudian dilebur dalam Universitas
Negeri Gadjah Mada Yogyakarta. Di Universitas tersebut sosiologi
50
diajarkan sebagai ilmu pengetahuan dalam jurusan ilmu pemerintahan
dalam negeri, hubungan luar negeri, dan publisistik. Pada tahun 1950 ada
beberapa orang yang memperdalam sosiologi di luar negeri bahkan
beberapa di antaranya mempelajari ilmu ini secara khusus yang akhirnya
mereka menjadi cikal bakal tumbuhnya sosiologi di negeri ini.
Perkembangan dari beberapa ilmuwan sosial tersebut adalah
diterbitkannya buku sosiologi yang berjudul Sosiologi Indonesia yang
ditulis dalam bahasa Indonesia oleh Mr. Djody Gondokusumo yang
memuat pengertian dasar sosiologi secara teoritis dan bersifat filsafat.
Perkembangan selanjutnya yaitu setelah revolusi fisik sekitar tahun 1950
terbit untuk kedua kalinya buku sosiologi karya Barsono. Selanjutnya
Hasan Shadily menulis sebuah buku yang berjudul Sosiologi Untuk
Masyarakat Indonesia, yang memuat kajian-kajian sosiologi modern.
Akhirnya referensi-referensi sosiologi baik dari karya anak negeri maupun
buku impor yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia banyak
berdatangan ke negeri ini.
Dari paparan tersebut jelas bahwa perkembangan sosiologi
Indonesia pada mulanya hanya dianggap sebagai ilmu pelengkap saja.
Akan tetapi dengan berdirinya perguruan tinggi di negeri ini sosiologi
memegang peranan sangat penting dalam menelaah masyarakat Indonesia
yang sedang berkembang. Berangkat dari kepentingan untuk membangun
suatu bangsa inilah maka sosiologi menempati tempat yang penting dalam
daftar beberapa perguruan tinggi. Bahkan ada beberapa perguruan tinggi di
Indonesia yang pada saat ini membuka program jurusan sosiologi.
( Soekanto : 43-45 )
51
3.2.3 RANGKUMAN
Sebagai misal adalah ajaran “Wulan Reh” yang ditulis oleh Sri
Paduka Mangkunegoro IV dari Keraton Surakarta. Di dalamnya
diajarkan tentang pola-pola hubungan antara anggota-anggota
masyarakat Jawa dari kalangan atau kelas yang berbeda. Hal yang sama
juga ditemukan dalam ajaran Ki Hajar Dewantoro, sebagai peletak
dasar-dasar pendidikan nasional Indonesia tentang dasar-dasar
kepemimpinan dan keluarga yang terangkum dalam konsep “ing ngarso
sung tuladha, (di depan memberikan contoh yang baik) ing madya
mangun karsa (di tengah memberikan semangat) tut wuri handayani (di
belakang memberikan dorongan atau kekuatan), secara tidak langsung
merupakan peletak dasar konsep sosiologi.
52
3.2.4 TES FORMATIF
d. pernyataan a, b, c benar
a. UGM
b. ITB
c. Unpad
d. UI
53
3. Sebuah ajaran yang berisi tentang pola pola hubungan antara
anggota masyarakat Jawa dalam dari kalangan atau kelas yang
berbeda terdapat dalam ajaran...
b. Hasan Shadily
d. . Koentjaraningrat
54
6. Pernyataan di bawah ini yang bukan manfaat mempelajari sosiologi,
yaitu...
a. Senantiasa mampu memahami perbedaan masyarakat
b. Menjadi lebih tanggap dan kritis dalam menghadapi persoalan
hidup
c. Dapat melatih lebih jelas siapa diri kita dalam masyarakat
d. Mendapat penghasilan lebih besar
55
d. manusia dengan manusia
10. Berikut yang merupakan salah satu faktor utama yang mendorong
lahirnya sosiologi
a. Hilangnya masyarakat agraris di Eropa
b. Terjadinya perubahan pada masyarakat Eropa
c. Terjadinya peperangan antar negara Eropa
d. Ilmu sosial lainnya yang mampu menyelesaikan masyarakat sosial
56