Kelompok 2
A. DARI KONSEP KE
INDIKATOR
Atribut Psikologi sebagai Konsep
Sebagai suatu konsep teoritik, atribut psikologi tentu saja tidak mungkin
diukur secara langsung dikarenakan konsep merupakan sesuatu yang
abstrak dari idea tau gagasan mengenai sesuatu. Pengukuruan terhadap
atribut psikologi hanya dapat dilakukan secara tidak langsung melalui
tanda-tanda keperilakuan, yang mencerminkan adanya atribut yang
diukur, biasa dikenal sebagai indikator keperilakuan (behavioral
indicators). Indikator keperilakuan ini akan menjadi dasar dalam
pembuatan pertanyaan maupun pernyataan sebagai stimulus dalam skala
yang dikenal dengan sebutan aitem (item) (Azwar, 2012).
Dalam menentukan suatu teori dalam setiap atribut butuh
perhatian besar, dikarenakan banyaknya teori yang membahas
suatu atribut. Maka harus dipilih lebih dahulu salah satu teori
yang paling sesuai dengan tujuan pembuatan alat ukurnya
dengan mempertimbangkan juga kompleksitas teori tersebut.
Sedapat mungkin memilih teori yang sederhana namun sesuai
dengan tujuan pembuatan skala yang diinginkan. Semakin
sederhana teori yang menjelaskan suatu atribut, semakin mudah
konstrak psikologisnya dibangun. Dengan demikian
aspek/dimensi keperilakuan (behavioral dimensions) atribut
yang hendak diukur juga lebih mudah dirumuskan yang
akhirnya akan lebih mudah pula melahirkan indikator-indikator
keperilakuan yang operasional.
Dimensi Dimensi atau aspek keperilakuan harus secara representative
Keperilakuan
menggambarkan atribut yang diukur sebagaimana dikehendaki oleh
lingkup teorinya, dan pada gilirannya nanti setiap aspek harus terwakili
oleh atiem-aitem dalam skala agar konstrak objek ukur tersebut tetap
self-esteemnya tinggi?’
yang agresif?’
Pertanyaan tersebut yang menjadi awal perumusan dimensi
keperilakuan, yang tidak boleh keluar dari domain teori dan
diturunkan menjadi beberapa indikator, dimensi keperilakuan
seyogyanya ditulis dalam bentuk kalimat atau kata kerja
sehingga lebih menggambarkan makna keperilakuan yang
dikehendaki.
Dokter tidak punya alat ukur penyakit, tapi ia dapat menyimpulkan bahwa
seseorang menderita demam berdarah dari melihat dan mengukur, misalnya;
suhu badan, tekanan darah, pulsa nadi, kadar HB, dan lain-lain simpton yang
relevan. Begitu pula dalam dunia pengukuran psikologi, sebagai suatu
atribut maka “agresivitas” tidak dapat diukur secara langsung namun dapat
disimpulkan dari bentuk-bentuk perilaku tertentu yang mengindikasikan
secara tidak langsung adanya agresivitas. Itulah fungsi dari indikator
keperilakuan.
Kisi-kisi Dan Blue-print 10
Aspek keperilakuan dari suatu atribut yang diukur belum tentu memiliki
signifikansi kontribusi yang sama. Satu aspek dapat lebih berperan dan
kontribusinya juga lebih menentukan disbanding aspek lainnya. Oleh karenanya
aspek yang lebih penting harus mendapat bobot yang lebih besar atau memperoleh
porsi yang lebih banyak dari keseluruhan jumlah aitem. Untuk memperjelas
perbandingan muatan di antara kesemua aspek dalam blue-print, aspek atau
dimensi keperilakuan tidak hanya disebutkan namanya dan diuraikan indikatornya
saja tetapi juga dilengkapi dengan angka-angka yang menunjukkan bobot masing-
masing. Bobot ini dinyatakan dalam bentuk persentase atau proporsi.
Berikut Tabel 1.1 menyajikan sebuah contoh fiktif blue-print atau kisi-kisi yang
digunakan dalam perancangan skala Agresivitas yang dilengkapi dengan bobot
relative masing-masing aspek beserta indikator keperilakuannya.
KISI-KISI SKALA AGRESIVITAS
Aspek Indikator Bobot (%)
I. Merasa dominan 25
Menyalahkan orang lain
Berperilaku kasar
Suka berkelahi
I. Emosional dalam bertindak 37,5
Perbandingan proporsional bobot aspek
Mudah terlibat keributan
tersebut sedapat mungkin didasari oleh
teori atau hasil analisis faktor yang telah
Suka menyakiti
pernah dilakukan sebelumnya. Apabila
tidak diperoleh laporan hasil analisis I. Kurang memiliki afeksi Cenderung membenci 37,5
faktor, maka pembobotan aspek Tidak merasa bersalah
keperilakuan dapat dikembalikan pada Total 100%
penilaian para ahli berdasarkan kepatutan
akal (common sense).
B. MENULIS AITEM
SPESIFIKASI SKALA
Dari berbagai format aitem yang banyak digunakan dalam penyusunan skala
psikologi pada dasarnya dapat dibedakan bentuknya menjadi dua macam, yaitu
bentuk pernyataan dan bentuk pertanyaan. Diantara aitem dalam format
pernyataan ada yang berupa serangkaian kalimat deklaratif saja dan ada yang
didahului oleh beberapa baris kalimat atau gambar sebagai stimulus kemudian
diikuti oleh pernyataan berkenaan dengan stimulus tersebut.
Salah satu tipe aitem bentuk pernyataan disajikan dalam kalimat deklaratif
mengenai apa yang telah dialami oleh individu sebagai subjek. Sebagai contoh,
aitem pernyataan mengenai dialami atau tidaknya suatu kejadian dalam enam
bulan terakhir yang mengindikasikan adanya tekanan batin mengarah kepada
depresi.
Merasa dibenci oleh seseorang [ya] [tidak]
Untuk menghasilkan aitem dengan kualitas yang baik, yaitu berfungsu selaras
dan signifikan sebagai bagian dari skala serta mendukung validitas konstrak yang
dibangun, maka aitem harus ditulis mengikuti indikator keperilakuan yang sudah
dirumuskan dalam kisi-kisi dan berpedoman pada kaidah penulisan.
Beberapa diantara kaidah penting dalam penulisan perlu diperhatikan dan
diikuti oleh penulis aitem, adalah :
1. Gunakan kata dan kalimat yang sederhana, jelas dan mudah dimengerti oleh responden namun tetap harus
mengikuti tata tulis dan tata bahasa Indonesia yang baku.
2. Tulis aitem dengan berhati-hati sehingga tidak menimbulkan penafsiran ganda terhadap kata dan istilah yang
digunakan.
3. Ingat bahwa penulisan aitem harus selalu mengacu pada indikator keperilakuan, karena itu jangan menulis
aitem yang langsung berkaitan dengan atribut yang diukur
4. Selalu perhatikan indikator perilakua apa yang hendak diungkap sehingga stimulus dan pilihan jawaban tetap
relevan dengan tujuan pengukuran.
5. Cobalah menguji pilihan-pilihan jawaban yang telah ditulis. Adakah perbedaan arti atau makna antara dua
pilihan yang berbeda sesuai dengan indikator keperilakuannya, apabila tidak ada beda makna yang jelas maka
aitem yang bersangkutan tidak akan memiliki daya beda.
6. Perhatikan bahwa isi aitem tidak boleh mengandung social desirability yang tinggi, yaitu aitem yang isinya
sesuai dengan keinginan social umunya atau dianggap baik oleh norma social.
7. Untuk emnghindari stereotype jawaban, sebagian dari aitem perlu dibuat dalam arah favorabel dan sebagian
lain dibuat dalam arah tidak favorabel.
C. REVIEW SEBAYA
Review sebaya merupakan salah satu proses yang dilalui oleh seorang
peneliti setelah aitem-aitem penelitiannya telah selesai disusun, maka
diadakan pra uji coba terrhadap aitem tersebut kepada rekan
sejawat/sebaya yang dianggap mampu atau memahami konteks aitem
yang telah disusun.
Adapun tujuan review sebaya ini adalah sebagai proses pra uji coba
untuk memastikan bahwa aitem yang telah disusun mampu dipahami dan
dimengerti oleh pembaca. Adapun review sebaya ini dilakukan oleh
rekan dalam kelompok kecil untuk menganalisa aitem-aitem yang telah
disusun. Apakah aitem-aitem dapat dipahami atau tidak.
Review sebaya yang dilakukan oleh rekan sejawat/sebaya
menilai apakah isi skala memang mendukung konstrak teoritik
yang diukur. Proses ini disebut dengan validasi isi, biasanya
menggunakan Rasio validitas isi Lawshe’s CVR. Statistik CVR
yang diusulkan oleh Lawshe sesuai dengan makna validitas isi
yang dikatakan oleh Ley bahwa sejauhmana kelayakan suatu tes
sebagai sampel dari domain aitem yang hendak diukur (Azwar,
2016).
Data yang digunakan untuk menghitung CVR diperoleh dari
hasil penilaian sekelompok teman sejawat/sebaya diminta untuk
menjadi Subject Matter Experts (SME). Para SME diminta menilai
apakah suatu aitem esensial dan relevan atau tidak. Setelah review
sebaya memberikan masukan mengenai kekurangan aitem dan
peneliti telah melakukan perbaikan, barulah meminta validator ahli
untuk menjadi SME.
22
KESIMPULAN
Berdasarkan data dan fakta yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa pengukuran dalam ilmu Psikologi akan dapat memberikan hasil yang
maksimal apabila dalam proses penyusunan alat ukur tersebut dilaksanakan sesuai kaidah-
kaidah dan aturan-aturan yang berlaku. Diawali dengan proses penjabaran atribut psikologi
sampai pada tahap penyusunan aitem skala.
Penjabaran atribut psikologi menjadi indikator yang jelas dan lugas berdasarkan tinjauan literatur akan
menghasilkan aitem skala yang tepat sasaran sesuai dengan apa yang akan diukur dan meminimalisir kekeliruan
dalam penafsiran atribut psikologi tersebut, sebaliknya atribut psikologi yang minim literatur maupun data yang
diperlukan maka akan menyulitkan peneliti/penyusun skala dalam menyusun indikator yang tepat sasaran.
Setiap peneliti wajib memperhatikan kaidah dalam penyusunan aitem skala agar memudahkan proses
pengumpulan data saat berada di lapangan dan mengurangi multitafsir dari subjek penelitian. Selain itu
diperlukan pula reviu dari sejawat/sebaya yang dianggap mampu dan memahami konteks dari skala yang
disusun serta tools yang menunjang dalam penyusunan skala tersebut.
Next
S Demikianlah makalah ini kami buat sesuai dengan
A literature yang dapat dipercaya dan menjadi acuan
yang telah digunakan dalam Mata Kuliah Penyusunan
R Alat ukur Psikologi ini. Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan.
A Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran
yang konstruktif untuk memperbaiki makalah
N selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan
menambah referensi pengetahuan kita.
THANK YOU
Agung Pambudi
Muhammad Yusril Amrie
Nurul Ain
Rezti Fany Dwi Putri
Surya Sulistiawati