Skala psikologis adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur atribut efektif. Kelebihan skala
psikologis antara lain adalah: data yang diungkap oleh skala psikologis berupa konstrak atau
konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu, respon tidak diklasifikasikan
sebagai jawaban “benar” dan “salah”, semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara
jujur dan sungguh-sungguh, stimulus berupa pertanyaan biasanya tidak disadari oleh responden
yang bersangkutan., dan sekalipun responden memahami isi pertanyaan, biasanya tidak menyadari
arah jawaban yang dikehendaki dan kesimpulan yang sesungguhnya diungkap oleh peneliti
(Azwar, 2006:4-6).
Sedangkan kelemahannya yaitu: atribut psikologis bersifat laten/ tidak dampak, item dalam skala
psikologis didasari oleh indikator-indikator prilaku yang jumlahnya terbatas. Respon yang
diberikan oleh subyek sedikit-banyak dipengaruhi oleh variabel yang tidak relevan seperti suasana
hati subyek. Kondisi dan situasi sekitar, kesalahan prosedur administrasi, dan semacam atribut
psikologis yang terdapat dalam diri manusia stabilitasnya tidak tinggi, dan interpretasi terhadap
hasil ukur psikologis hanya dapat dilakukan secara normatif (Azwar, 2006: 2).
Pada skala terdapat lima pilihan jawaban yang terdiri dari jawaban sangat sesuai (SS), sesuai (S),
kurang sesuai (KS), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Pemberian skor digunakan
untuk mengetahui distribusi masing-masing variabel. Adapun kategori jawaban untuk skala
psikologis sebagai berikut:
(Sugiyono, 2010.135)
Sebagai alat ukur, skala psikologi memilik karakteristik khusus yang membedakannya dari
berbagai bentuk alat pengumpulan data yang lain seperti angket (questionnaire), daftar isian,
inventori, dan lain-lainnya. Meskipun dalam percakapan sehari-hari biasanya istilah skala
disamakan saja dengan istilah tes namun (dalam pengembangan instrumen ukur) umumnya istilah
tes digunakan untuk penyebutan alat ukur kemampuan kognitif sedangkan istilah skala lebih
banyak dipakai untuk menamakan alat ukur aspek afektif.
Oleh karena itu, dapat diuraikan beberapa di antara karakteristik skala sebagai alat ukur psikologi,
yaitu:
1) Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut
yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan.
Dalam hal ini, meskipun subjek yang diukur memahami pertanyaan atau pernyataannya namun
tidak mengetahui arah jawaban yang dikehendaki oleh pertanyaan yang diajukan sehingga jawaban
yang diberikan akan tergantung pada interpretasi subjek terhadap pertanyaan tersebut dan
jawabannya lebih bersifat proyektif, yaitu berupa proyeksi dari perasaan atau kepribadiannya.
Kedua karakteristik tersebut di atas oleh Cronbach (1970) disebut sebagai ciri pengukuran
terhadap performansi tipikal (typical performance), yaitu performansi yang menjadi karakter
tipikal seseorang dan cenderung dimunculkan secara sadar atau tidak sadar dalam bentuk respons
terhadap situasi-situasi tertentu yang sedang dihadapi. Dalam penerapan psikodiagnostika, skala-
skala performansi tipikal digunakan untuk pengungkapan aspek-aspek afektif seperti minat, sikap,
dan berbagai variabel kepribadian lain semisal agresivitas, self-esteem, locus of control, motivasi
belajar, kepemimpinan, dan lain sebagainya.
Menurut Saifuddin Azwar (2005: 11) dalam bukunya Anwar Sutoyo menunjukan bahwa alur kerja
dalam penyusunan skala psikologis yaitu sebagai berikut:
a. Penetapan Tujuan
Sedikit berbeda dengan penyusunan angket, dalam menetapkan ujuan skala psikologis disarankan
agar pada tahap penetapan tujuan ini dimulai dari identifikasi yujuan ukur, yaitu memilih suatu
definisi dan mengenal teori yang mendasari konstruk psikologis atribut yang hendaka diukur.
b. Operasionalisasi Konsep
Pada tahap ini, peneliti melakukan tahap pembatasan kawasan (domain) ukur berdasarkan
konstruk yang didefinisikan oleh teori yang bersangkutan. Pembatasan ini harus diperjelas dengan
mengraikan komponen – komponen atau dimensi – dimensi yang ada dalam aribut termaksud.
Dengan mengenali batasan ukur dan adanya dimensi yang jelas, maka skala akan mengukur secara
komprehensif dan relevan, yang pada giliranya akan menunjang validitas isi skala.
Sebelum penulisna item dimulai, penusunan skala psikologi perlu menetapkan bentuk atau format
stimulus yang hendak digunakan. Bentuk stimulus ini berkaitan dengan metode
penskalaannya.dalam pemilihan bentuk penskalaan biasanya lebih bergantung pada kelebihan
teoritis dan mafaat praktis format yang bersangkutan. Hal ini berbeda dengan pengembangan tes
– tes kemampuan kognitif yang dalam pemilihan formatnya perlu mempertimbangkan berkenaan
dengan respnden, materi uji, dan tujuan pengukuran.
Setelah komponen – komponen item jelas di identifikasikannya atau indicator – indikator perilaku
telah dirumuskan dengan benar, lazimnya disajikan dalam bentuk blue-print dalam bentuk table
yang memuat uraian komponen – komponen dan indicator – indicator perilaku dalam setiap
komponen, maka penulisan item dapat dimulai. Beberapa kaidah dalam penulisan item ditunjukan
loeh Sutrisno Hadi (2004: 165) dan Saifuddin Azwar (2005: 35) disarikan sebagai berikut:
1) Gunakan kalimat yang sederhana, jelas, dan mudah dimengerti oleh responden, serta
mengikuti tata tulis dan bahasa yang baku.
2) Hindari penggunaan kata – kata yang bisabermakna gada dan yang tidak ada maknanya.
3) Hindari pula kata – kata yang terlalu kuat (sugettif, menggiring) dan terlalu lemah (tidak
merangsang).
4) Selalu diingat bahwa dalam penulisan item hendaknya selalu mengacu pada indicator
perilaku atau komponen atribut, dan oleh karena itu jangan menulis item yang langsung
menanyakan atribut yang hendak diungkap.
5) Selalu perhatiakan indikator perilaku yang hendak diungkap sehingga stimulus dan pilihan
jawaban tetap relevan dengan yujuan pengukuran.
6) Perlu menguji pilihan – pilihan jawaban yang telah ditulis, adakah perbedaan arti atau makna
antara dua piliha yang berbeda sesuai dengan ciri atribut yang sedang diukur.
7) Perhatikan bahwa isi item tidak boleh mengandung keinginan social pada umumnya dan
dianggap baik oleh norama social (social desireability).
8) Untuk menghidari stereotype jawaban atau cenderung memberikan jawaban pada sisi kanan
tanpa membaca atau mempertimbangkan kesesuaiaanya dengan diri responden, maka sebagian
item perlu dibuat dalam arah favorable (positif) dan sebagian lain dibuat dalam arah tidak favorabel
(negative)
e. Reviu Item
Reviu pertama dilakukan oleh penulis item sendiri, yaitu dengan selalu memeriksa ulang setiap
item yang baru saja ditulis apakah telah sesuai dengan indicator perilaku yang hendak diuangkap
dan apakah juga tidak keluar dari pedoman penulisan item. Kompetensi yang diperlukan bagi
orang yang dmintai mereviu adalah (a) menguasai masalah konstruksi, (b) menguasai masalah
atribut yang diukur, (c) menguasai bahasa tulis standar.
f. Uji Coba
Tujuan utama uji coba adalah untuk mengetahui apakah kalimat – kalimat dalam item mudah dan
dapat dipahami oleh responden sebagaimana diinginkan oleh penulis item. Reaksi – reaksi
responden berupa pertanyaan – pertanyaan mengenai kata – kata taua kalimat ang digunakan dalam
item merupakan pertanda kurang komunikasinya kalimat yang ditulis dan itu memerlukan
perbaikan.
g. Analisi Item
Merupakan proses pengujian parameter – parameter item guna mengatahia apakah item memenuhi
prasyarat psikometris untuk disertakan sebagai bagian dari skala. Parameter item yang perlu diuji
sekurang – kurangnya adala daya beda atau daya diskriminasi item, yaitu kemampuan item untuk
membedakan antara subjek yang memiliki atribut yang diukur dan yang tidak. Dalam analisi item
yang lebih lengkap dilakukan juga analisi indeks validitas dan indeks reliabilitas item.
h. Kolpilasi I
Berdasarkan hasil analisi item, maka item – item yang tidak memiliki prasyarat psikometris akan
disingkirkan atau diperbaiki lebih dahulu sebelu dapat menjadi bagian dari skala. Di sisi laian,
item – item yang memenuhi prasyarat juga tdak denga sendirinya disertakan kedalam skala, sebab
proses kompilasi skala masih harus mempertimbangkan proporsionalitas komponen – komponen
skala sebagaiman didiskripsikan oleh blue-prin-nya. Dari sini dapat dipahami, bahwa dalam
mengumulkan (mengkompilasi) item – item yang memenuhi prasyarat untuk menjadi bagian dari
skala perlu meperhatikan (1) apakah suatu item memenuhi prasyrat psikometris atau tidak, dan (2)
proporsionalita komponen – komponen skala seperti tertera dalam blue-print.
i. Kompilasi II
Item – item yang terpilih yang jumlahnya disesuaiakan dengan jumlah yang jumlahnya telah
dispesifikasikan oleh blue-print, elanjutnya dilakukan uji reliabilitas. Apabila koefisien reliabilitas
skala ternyata belum memuaskan, maka penyusunan skala dapat kembali ke langkah kompilasi
dan merakit ulang skala dengan lebih mengutamakan item – item yang memiliki daya beda tinggi
sekalipun perlu mengubah proporsi item dalam setiap komponen atau bagian skala. (2012: 201)
motivasi belajar adalah dorongan yang timbul dari dalam diri siswa (intrinsik) dan dari luar diri
siswa (ekstrinsik) untuk melakukan sesuatu.
PILIHAN
No PERNYATAAN
SS S RR TS STS
Saya belajar dan mengerjakan tugas secara
1.
mandiri.
Waktu senggang di luar jam sekolah saya
2.
manfaatkan untuk belajar.
Jadwal belajar di rumah saya buat sendiri dan
3.
saya laksanakan tepat waktu.
Saya menyediakan waktu khusus untuk
4. mengulang pelajaran yang sudah diajarkan di
sekolah.
Saya berusaha mencari sumber bacaan yang
5.
dianjurkan guru.
Sebelum tugas dikumpulkan saya memeriksa
6.
apakah sudah lengkap atau belum.
Saya mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah
7.
(PR) tepat waktu.
8. Saya bosan jika belajar mata pelajaran tertentu.
saya acuh tak acuh untuk memperbaiki
9.
pekerjaan saya yang salah.
Saya mudah menyerah menyelesaikan tugas atau
10.
PR yang diberikan guru.
Saya hanya diam jika materi yang diajarkan guru
11.
belum jelas.
Saya bertanya kepada teman yang lebih mengerti
12. tentang materi pelajaran yang belum saya
mengerti.