Anda di halaman 1dari 12

SKALA PSIKOLOGIS

1. Pengertian skala psikologis

Skala psikologis adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur atribut efektif. Kelebihan skala
psikologis antara lain adalah: data yang diungkap oleh skala psikologis berupa konstrak atau
konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu, respon tidak diklasifikasikan
sebagai jawaban “benar” dan “salah”, semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara
jujur dan sungguh-sungguh, stimulus berupa pertanyaan biasanya tidak disadari oleh responden
yang bersangkutan., dan sekalipun responden memahami isi pertanyaan, biasanya tidak menyadari
arah jawaban yang dikehendaki dan kesimpulan yang sesungguhnya diungkap oleh peneliti
(Azwar, 2006:4-6).

Sedangkan kelemahannya yaitu: atribut psikologis bersifat laten/ tidak dampak, item dalam skala
psikologis didasari oleh indikator-indikator prilaku yang jumlahnya terbatas. Respon yang
diberikan oleh subyek sedikit-banyak dipengaruhi oleh variabel yang tidak relevan seperti suasana
hati subyek. Kondisi dan situasi sekitar, kesalahan prosedur administrasi, dan semacam atribut
psikologis yang terdapat dalam diri manusia stabilitasnya tidak tinggi, dan interpretasi terhadap
hasil ukur psikologis hanya dapat dilakukan secara normatif (Azwar, 2006: 2).

2. Pilihan jawaban pada skala psikologis

Pada skala terdapat lima pilihan jawaban yang terdiri dari jawaban sangat sesuai (SS), sesuai (S),
kurang sesuai (KS), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Pemberian skor digunakan
untuk mengetahui distribusi masing-masing variabel. Adapun kategori jawaban untuk skala
psikologis sebagai berikut:

Kategori Jawaban Isntrumen Penelitian

Alternatif (+) Skor Alternatif (-) Skor

Sangat Sesuai 5 Sangat Sesuai 1


(SS) (SS)

Sesuai (S) 4 Sesuai (S) 2


Kurang Sesuai 3 Kurang Sesuai 3
(KS) (KS)

Tidak Sesuai (TS) 2 Tidak Sesuai (TS) 4

Sangat Tidak 1 Sangat Tidak 5


Sesuai (STS) Sesuai (STS)

(Sugiyono, 2010.135)

3. Karakteristik skala psikologis

Sebagai alat ukur, skala psikologi memilik karakteristik khusus yang membedakannya dari
berbagai bentuk alat pengumpulan data yang lain seperti angket (questionnaire), daftar isian,
inventori, dan lain-lainnya. Meskipun dalam percakapan sehari-hari biasanya istilah skala
disamakan saja dengan istilah tes namun (dalam pengembangan instrumen ukur) umumnya istilah
tes digunakan untuk penyebutan alat ukur kemampuan kognitif sedangkan istilah skala lebih
banyak dipakai untuk menamakan alat ukur aspek afektif.

Oleh karena itu, dapat diuraikan beberapa di antara karakteristik skala sebagai alat ukur psikologi,
yaitu:

1) Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut
yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan.
Dalam hal ini, meskipun subjek yang diukur memahami pertanyaan atau pernyataannya namun
tidak mengetahui arah jawaban yang dikehendaki oleh pertanyaan yang diajukan sehingga jawaban
yang diberikan akan tergantung pada interpretasi subjek terhadap pertanyaan tersebut dan
jawabannya lebih bersifat proyektif, yaitu berupa proyeksi dari perasaan atau kepribadiannya.

2) Dikarenakan atribut psikologis diungkap secara tidak langsung lewat indikator-indikator


perilaku sedangkan indikator perilaku diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem, maka skala
psikologi selalu berisi banyak aitem. Jawaban subjek selalu terhadap satu aitem baru merupakan
sebagian dari banyak indikasi mengenai atribut yang diukur, sedankan kesimpulan akhir sebagai
suatu diagnosis baru dapat dicapai bila semua aitem telah direspons.
3) Respons subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban “benar” atau “salah”. Semua jawaban
dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh. Hanya saja, jawaban yang
berbeda akan diinterpretasikan berbeda pula.

Kedua karakteristik tersebut di atas oleh Cronbach (1970) disebut sebagai ciri pengukuran
terhadap performansi tipikal (typical performance), yaitu performansi yang menjadi karakter
tipikal seseorang dan cenderung dimunculkan secara sadar atau tidak sadar dalam bentuk respons
terhadap situasi-situasi tertentu yang sedang dihadapi. Dalam penerapan psikodiagnostika, skala-
skala performansi tipikal digunakan untuk pengungkapan aspek-aspek afektif seperti minat, sikap,
dan berbagai variabel kepribadian lain semisal agresivitas, self-esteem, locus of control, motivasi
belajar, kepemimpinan, dan lain sebagainya.

4. Tahap – tahap penyusunan skala psikologis

Menurut Saifuddin Azwar (2005: 11) dalam bukunya Anwar Sutoyo menunjukan bahwa alur kerja
dalam penyusunan skala psikologis yaitu sebagai berikut:

a. Penetapan Tujuan

Sedikit berbeda dengan penyusunan angket, dalam menetapkan ujuan skala psikologis disarankan
agar pada tahap penetapan tujuan ini dimulai dari identifikasi yujuan ukur, yaitu memilih suatu
definisi dan mengenal teori yang mendasari konstruk psikologis atribut yang hendaka diukur.

b. Operasionalisasi Konsep

Pada tahap ini, peneliti melakukan tahap pembatasan kawasan (domain) ukur berdasarkan
konstruk yang didefinisikan oleh teori yang bersangkutan. Pembatasan ini harus diperjelas dengan
mengraikan komponen – komponen atau dimensi – dimensi yang ada dalam aribut termaksud.
Dengan mengenali batasan ukur dan adanya dimensi yang jelas, maka skala akan mengukur secara
komprehensif dan relevan, yang pada giliranya akan menunjang validitas isi skala.

c. Pemilihan Bentuk Stimulan

Sebelum penulisna item dimulai, penusunan skala psikologi perlu menetapkan bentuk atau format
stimulus yang hendak digunakan. Bentuk stimulus ini berkaitan dengan metode
penskalaannya.dalam pemilihan bentuk penskalaan biasanya lebih bergantung pada kelebihan
teoritis dan mafaat praktis format yang bersangkutan. Hal ini berbeda dengan pengembangan tes
– tes kemampuan kognitif yang dalam pemilihan formatnya perlu mempertimbangkan berkenaan
dengan respnden, materi uji, dan tujuan pengukuran.

d. Penulisan Item atau Reviu Item

Setelah komponen – komponen item jelas di identifikasikannya atau indicator – indikator perilaku
telah dirumuskan dengan benar, lazimnya disajikan dalam bentuk blue-print dalam bentuk table
yang memuat uraian komponen – komponen dan indicator – indicator perilaku dalam setiap
komponen, maka penulisan item dapat dimulai. Beberapa kaidah dalam penulisan item ditunjukan
loeh Sutrisno Hadi (2004: 165) dan Saifuddin Azwar (2005: 35) disarikan sebagai berikut:

1) Gunakan kalimat yang sederhana, jelas, dan mudah dimengerti oleh responden, serta
mengikuti tata tulis dan bahasa yang baku.

2) Hindari penggunaan kata – kata yang bisabermakna gada dan yang tidak ada maknanya.

3) Hindari pula kata – kata yang terlalu kuat (sugettif, menggiring) dan terlalu lemah (tidak
merangsang).

4) Selalu diingat bahwa dalam penulisan item hendaknya selalu mengacu pada indicator
perilaku atau komponen atribut, dan oleh karena itu jangan menulis item yang langsung
menanyakan atribut yang hendak diungkap.

5) Selalu perhatiakan indikator perilaku yang hendak diungkap sehingga stimulus dan pilihan
jawaban tetap relevan dengan yujuan pengukuran.

6) Perlu menguji pilihan – pilihan jawaban yang telah ditulis, adakah perbedaan arti atau makna
antara dua piliha yang berbeda sesuai dengan ciri atribut yang sedang diukur.

7) Perhatikan bahwa isi item tidak boleh mengandung keinginan social pada umumnya dan
dianggap baik oleh norama social (social desireability).

8) Untuk menghidari stereotype jawaban atau cenderung memberikan jawaban pada sisi kanan
tanpa membaca atau mempertimbangkan kesesuaiaanya dengan diri responden, maka sebagian
item perlu dibuat dalam arah favorable (positif) dan sebagian lain dibuat dalam arah tidak favorabel
(negative)

e. Reviu Item
Reviu pertama dilakukan oleh penulis item sendiri, yaitu dengan selalu memeriksa ulang setiap
item yang baru saja ditulis apakah telah sesuai dengan indicator perilaku yang hendak diuangkap
dan apakah juga tidak keluar dari pedoman penulisan item. Kompetensi yang diperlukan bagi
orang yang dmintai mereviu adalah (a) menguasai masalah konstruksi, (b) menguasai masalah
atribut yang diukur, (c) menguasai bahasa tulis standar.

f. Uji Coba

Tujuan utama uji coba adalah untuk mengetahui apakah kalimat – kalimat dalam item mudah dan
dapat dipahami oleh responden sebagaimana diinginkan oleh penulis item. Reaksi – reaksi
responden berupa pertanyaan – pertanyaan mengenai kata – kata taua kalimat ang digunakan dalam
item merupakan pertanda kurang komunikasinya kalimat yang ditulis dan itu memerlukan
perbaikan.

g. Analisi Item

Merupakan proses pengujian parameter – parameter item guna mengatahia apakah item memenuhi
prasyarat psikometris untuk disertakan sebagai bagian dari skala. Parameter item yang perlu diuji
sekurang – kurangnya adala daya beda atau daya diskriminasi item, yaitu kemampuan item untuk
membedakan antara subjek yang memiliki atribut yang diukur dan yang tidak. Dalam analisi item
yang lebih lengkap dilakukan juga analisi indeks validitas dan indeks reliabilitas item.

h. Kolpilasi I

Berdasarkan hasil analisi item, maka item – item yang tidak memiliki prasyarat psikometris akan
disingkirkan atau diperbaiki lebih dahulu sebelu dapat menjadi bagian dari skala. Di sisi laian,
item – item yang memenuhi prasyarat juga tdak denga sendirinya disertakan kedalam skala, sebab
proses kompilasi skala masih harus mempertimbangkan proporsionalitas komponen – komponen
skala sebagaiman didiskripsikan oleh blue-prin-nya. Dari sini dapat dipahami, bahwa dalam
mengumulkan (mengkompilasi) item – item yang memenuhi prasyarat untuk menjadi bagian dari
skala perlu meperhatikan (1) apakah suatu item memenuhi prasyrat psikometris atau tidak, dan (2)
proporsionalita komponen – komponen skala seperti tertera dalam blue-print.

i. Kompilasi II
Item – item yang terpilih yang jumlahnya disesuaiakan dengan jumlah yang jumlahnya telah
dispesifikasikan oleh blue-print, elanjutnya dilakukan uji reliabilitas. Apabila koefisien reliabilitas
skala ternyata belum memuaskan, maka penyusunan skala dapat kembali ke langkah kompilasi
dan merakit ulang skala dengan lebih mengutamakan item – item yang memiliki daya beda tinggi
sekalipun perlu mengubah proporsi item dalam setiap komponen atau bagian skala. (2012: 201)

Langkah-Langkah penyusunan dasar psikologi


. Berikut adalah uraian ringkas mengenai langkah-langkah dasar dalam perancangan dan
penyusunan skala psikologi. Langkah-langkah tersebut akan memberi gambaran bagi penyusun
skala psikologi mengenai prosedur umum yang tentu saja tidak selalu dapat diikuti secara ketat
disebabkan format dan sifat penskalaan masing-masing model alat ukur belum tentu sama dan
karenanya menuntut keluwesan dalam pelaksanaannya.
Awal kerja perancangan suatu skala psikologi dimulai dari identifikasi tujuan ukur, yaitu
memilih suatu definisi dan mengenali teori yang mendasari konstrak psikologis atribut yang
hendak diukur.
Kemudian dilakukan pembatasan kawasan (domain) ukur berdasarkan konstrak yang
didefinisikan oleh teori yang bersangkutan. Pembatasan ini harus diperjelas dengan menguraikan
komponen atau dimensi-dimensi yang ada dalam atribut termaksud. Dengan mengenali batasan
ukur dan adanya dimensi yang jelas maka skala akan mengukur secara komprehensif dan relevan,
yang pada gilirannya akan menunjang validitas isi skala.
Komponen atau dimensi atribut teoritik yang telah jelas batasannya tidak jarang masih
perlu dioperasionalkan ke dalam bentuk yang lebih konkret sehingga penulis aitem akan
memahami benar bentuk respon yang harus diungkap dari subjek. Operasionalisasi ini dirumuskan
ke dalam bentuk indikator-indikator perilaku (behavioral indicators).
Sebelum penulisan aitem dimulai, perancang skala perlu menetapkan bentuk atau format
stimulus yang hendak digunakan. Format stimulus ini erat berkaitan dengan metode
penskalaannya. Dalam bab mengenai penskalaan dan penentuan skor diuraikan beberapa cara
penskalaan yang biasanya digunakan dalam penyusunan skala psikologi. Berbeda dari
pengembangan tes-tes kemampuan kognitif yang dalam pemilihan format aitemnya memerlukan
pertimbangan-pertimbangan menyangkut keadaan responden, materi uji, dan tujuan pengukuran,
dalam penentuan format skala psikologi pertimbangannya tidak terlalu berkaitan dengan keadaaan
responden maupun tujuan penggunaan skala. Biasanya pemilihan format skala lebih banyak
tergantung pada kelebihan teoritis dan manfaat praktis format yang bersangkutan.
Penulisan aitem dapat dilakukan apabila komponen-komponen atribut telah jelas
identifikasinya atau bila indikator-indikator perilaku telah dirumuskan dengan benar. Biasanya
komponen-komponen atribut dan indikator-indikator perilaku disajikan sebagai bagian dari blue-
print skala. Di samping memberikan gambaran mengenai isi dan dimensi kawasan ukur, blue-
print akan menjadi acuan dalam penulisan aitem. Penulisan aitem sendiri harus pula selalu
memperhatikan kaidah-kaidah penulisan yang sudah ditentukan. Pada tahapan awal penulisan
aitem, umumnya dibuat aitem yang jumlahnya jauh lebih banyak daripada jumlah yang
dispesifikasikan oleh blue-printnya. Katakanlah sampai sekitar sekitar tiga kali lipat dari jumlah
yang nanti akan digunakan dalam skala bentuk final. Hal ini dimaksudkan agar nanti penyusun
skala tidak kehabisan aitem akibat ggurnya aitem-aitem yang tidak memenuhi persyaratan.
Menurut pengalaman, bagi penulis-penulis aitem yang belum berada pada tahap kecakapan yang
tinggi, angka mortalitas aitem sangat besar. Hanya sebagian kecil saja aitem yang ditulis oleh
penulis yang belum terlatih yang akan selamat melewati proses seleksi psikometris.
Reviu (review) dilakukan pertama oleh penulis aitem sendiri, yaitu dengan selalu
memeriksa ulang setiap aitem yang baru saja ditulis apakah telah sesuai dengan indikator perilaku
yang hendak diungkap dan apakah juga tidak keluar dari pedoman penulisan aitem. Apabila semua
aitem telah selesai ditulis, reviu dilakukan oleh beberapa orang yang berkompeten. Kompetensi
yang diperlukan (dalam hal ini) meliputi penguasaan masalah kontruksi skala dan masalah atribut
yang diukur. Selain itu penguasaan bahasa tulis standar sangat diperlukan. Semua aitem yang
diperkirakan tidak sesuai dengan spesifikasi blue-print atau yang tidak sesuai dengan kaidah
penulisan harus diperbaiki atau ditulis ulang. Hanya aitem-aitem yang diyakini akan berfungsi
dengan baik yang boleh diloloskan untuk mengikuti uji-coba lapangan.
Kumpulan aitem yang telah melewati proses reviu dan analisis kualitatif kemudian
diujicobakan. Tujuan uji coba ini pertama adalah untuk mengetahui apakah kalimat dalam aitem
mudah dan dapat dipahami oleh responden sebagaimana diinginkan oleh penulis aitem. Reaksi-
reaksi responden berupa pertanyaan mengenai kata-kata atau kalimat yang digunakan dalam aitem
merupakan pertanda kurang komunikatifnya kalimat yang ditulis dan itu memerlukan perbaikan.
Tujuan kedua, uji-coba dijadikan salah satu cara praktis untuk memperoleh data jawaban dari
responden yang akan digunakan untuk penskalaan.
Analisis aitem merupakan proses pengujian parameter-parameter aiem guna mengetahui
apakah aitem memenuhi persyaratan psikometris untuk disertakan sebagai bagian dari skala.
Parameter aitem yang diuji paling tidak adalah daya beda atau daya diskriminasi aitem, yaitu
kemampuan aitem dalam membedakan antara subjek yang memiliki atribut yang diukur dan yang
tidak. Lebih tajam lagi, daya beda aitem memperlihatkan kemampuan aitem untuk membedakan
individu ke dalam berbagai tingkatan kualitatif atribut yang diukur berdasar skor kuantitatif.
Dalam analisis aitem yang lebih lengkap dilakukan juga analisis indeks validitas dan indeks
reliabilitas aitem.
Hasil analisis aitem menjadi dasar dalam seleksi aitem. Aitem-aitem yang tidak memenuhi
persyaratan psikometris akan disingkirkan atau diperbaiki lebih dahulu sebelum dapat menjadi
bagian dari skala. Sebaliknya, aitem-aitem yang memenuhi persyaratan pun tidak dengan
sendirinya disertakan ke dalam skala. Proses kompilasi akan menentukan mana di antara aitem
tersebut yang akhirnya terpilih. Di samping memperhatikan parameter aitem, kompilai skala harus
pula mempertimbangkan proporsionalitas komonen-komponen skala sebagaimana dideskripsikan
oleh blue-printnya.
Pengujian reliabilitas skala dilakukan terhadap kumpulan aitem-aitem terpilih yang
banyaknya disesuaikan dengan jumlah yang telah dispesifikasikan oleh blue-print. Apabila
koefisien reliabilitas skala ternyata belum memuaskan, maka penyusun skala dapat kembali ke
langkah kompilasi dan merakit ulang skala dengan lebih mengutamakan aitem-aitem yang
memiliki daya beda tinggi sekalipun perlu sedikit mengubah proporsi aitem dalam setiap
komponen atau bagian skala. Kumpulan aitem yang memiliki daya diskriminasi tinggi akan dapat
meningkatkan koefisien reliabilitas skala. Jalan lain yang dapat ditempuh adalah menambah
jumlah aitem pada setiap komponen secara proporsional, bila perlu dengan menurunkan sedikit
kriteria seleksi aitem. Hal ini dilakukan terutama bila jumlah aitem akan meningkatkan koefisien
reliabilitas skala.
Proses validasi pada hakikatnya merupakan proses berkelanjutan. Pada skala-skala yang
akan digunakan secara terbatas pada umumnya dilakukan pengujian validitas berdasar kriteria
sdangkan pada skala yang dimaksudkan untuk digunakan secara luas biasanya diperlukan proses
analisis faktor dan validasi silang (cross validation).
Format final skala harus dirakit dalam tampilan yang menarik namun tetap memudahkan
bagi responden untuk membaca dan menjawabnya. Dalam bentuk akhir, skala dilengkapi dengan
petunjuk pengerjaan dan mungkin pula lembar jawaban yang terpisah. Ukuran kertas yang
digunakan perlu disesuaikan dengan panjangnya skala sehingga jangan sampai berkas skala
tampak sangat tebal yang menyebabkan calon responden kehilangan motivasi, sedangkan
pemilihan ukuran huruf perlu juga mempertimbangkan usia responden jangan sampai memakai
huruf berukuran terlalu kecil sehingga responden agak lanjut usia kesulitan membacanya.

motivasi belajar adalah dorongan yang timbul dari dalam diri siswa (intrinsik) dan dari luar diri
siswa (ekstrinsik) untuk melakukan sesuatu.

Kuesioner Motivasi Belajar


Nama :
Kelas/Semester :
Nama Sekolah :
Hari, Tanggal :
1) Kuesioner ini terdiri dari 30 item pernyataan, bertujuan mengukur motivasi belajar siswa, isilah
seluruh kuesioner ini sesuai dengan petunjuk pengisian di bawah.
2) Apa yang Anda isi tidak ada kaitannya dengan nilai Anda, oleh karena itu isilah setiap item
pernyataan dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan apa yang Anda alami, rasakan dan lakukan
setelah mengikuti pelajaran dalam tiga pertemuan terakhir.
3) Pastikan Anda telah mengisi seluruh pernyataan dalam kuesioner ini.
Petunjuk Pengisian
Isilah dengan tanda check (√) pada kolom dari setiap nomor pernyataan yang paling sesuai dengan
apa yang anda alami. Pengertian yang ada dalam kolom tersebut adalah sebagai berikut.
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
RR = Ragu-Ragu
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju

PILIHAN
No PERNYATAAN
SS S RR TS STS
Saya belajar dan mengerjakan tugas secara
1.
mandiri.
Waktu senggang di luar jam sekolah saya
2.
manfaatkan untuk belajar.
Jadwal belajar di rumah saya buat sendiri dan
3.
saya laksanakan tepat waktu.
Saya menyediakan waktu khusus untuk
4. mengulang pelajaran yang sudah diajarkan di
sekolah.
Saya berusaha mencari sumber bacaan yang
5.
dianjurkan guru.
Sebelum tugas dikumpulkan saya memeriksa
6.
apakah sudah lengkap atau belum.
Saya mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah
7.
(PR) tepat waktu.
8. Saya bosan jika belajar mata pelajaran tertentu.
saya acuh tak acuh untuk memperbaiki
9.
pekerjaan saya yang salah.
Saya mudah menyerah menyelesaikan tugas atau
10.
PR yang diberikan guru.
Saya hanya diam jika materi yang diajarkan guru
11.
belum jelas.
Saya bertanya kepada teman yang lebih mengerti
12. tentang materi pelajaran yang belum saya
mengerti.

Saya berani jika saya harus bertanya kepada


13. siapapun tentang materi pelajaran yang belum
saya mengerti.
Saya belajar bersama dengan teman-teman
14.
untuk mengerjakan tugas atau PR yang sulit.
Jika guru membentuk kelompok belajar saya
15.
ingin menjadi ketua kelompok.
Wajar jika saya ditunjuk menjadi pemimpin
16.
dalam diskusi kelompok.
Saya malas memahami kompetensi yang akan
17. dicapai dalam suatu mata pelajaran dan tidak
berkeinginan untuk mencapainya.
Ketika pembelajaran berlangsung, saya lebih
18.
banyak diam saja.
Jika guru menulis catatan-catatan penting di
19. papan tulis, saya malas menyalinnya dalam buku
saya.
Jika guru memberi tahu cara mengerjakan tugas
atau PR, saya malas mencatat cara-caranya dan
20.
malas mencoba menerapkannya ketika belajar di
rumah.
Jika guru menunjukkan buku-buku yang perlu
21.
dibaca, saya mencari dan membacanya.
Jika guru mengumumkan hasil ulangan di depan
22. kelas, saya tidak bersemangat lagi dalam
belajar.
Jika nilai hasil ulangan saya rendah, saya tidak
23. berkeinginan untuk mencapai nilai yang tinggi
pada ulangan berikutnya.
Jika nilai hasil ulangan saya tinggi, saya
24. berusaha mempertahankan dengan belajar lebih
keras lagi.
Jika guru mengembalikan tugas atau PR dengan
beberapa catatan, saya memperhatikan catatan
25.
tersebut untuk perbaikan pada tugas atau PR
selanjutnya.
Jika guru memberi kesempatan kepada siswa
26. untuk bertanya, saya malas memanfaatkan
kesempatan tersebut untuk bertanya.
Jika guru memberi pertanyaan, saya berusaha
27. menjawabnya sebelum teman lain
menjawabnya.
Jika guru memberi pujian terhadap pertanyaan,
28. jawaban, tugas/PR dan hasil ulangan saya,
semangat belajar saya meningkat.
Jika guru memberi saran kepada saya, maka
29. saran tersebut saya ingat dan saya melaksanakan
saran tersebut.
Jika guru membantu saya bagaimana cara-cara
menarik kesimpulan tentang materi yang sedang
30. dibahas, maka cara-cara tersebut saya gunakan
dalam pembahasan materi lain.

Anda mungkin juga menyukai