Anda di halaman 1dari 3

Indikator Keperilakuan

Dalam penyusunan skala psikologi ada kalanya penulisan aitem sudah dapat dimulai ketika
semua dimensi keperilakuannya sudah selesai dirumuskan Artinya, aitem ditulis tanpa acuan
yang lebih konkret dan operasional. Hal tersebut dilakukan apabila dimensi keperilakuan dari
atribut yang diukur sangat jelas dan mudah difahami oleh penulis aitem sehingga tidak
dikhawatirkan akan menimbulkan pengertian yang salah. Namun dikarenakan kebanyakan
atribut psikologi bukanlah variabel yang sederhana dan ketika telah diuraikan menjadi beberapa
dimensi sehingga diperlukan suatu langkah lagi yaitu operasionalisasi aspek ke dalam bentuk
indikator-indikator keperilakuan

Salah-satu karakteristik utama indikator keperilakuan adalah rumusannya yang sangat


operasional dan tingkat kejelasan yang dapat diukur (measureable) dan karenanya dapat
dikuantifikasikan. Sebagai suatu analogi, fungsi indikator keperilakuan dalam mendiagnosis
atribut psikologi dapat disamakan dengan fungsi simptom atau gejala-gejala yang digunakan
dokter untuk mendiagnosis penyakit. Dokter tidak punya alat ukur penyakit, tapi ia dapat
menyimpulkan bahwa seseorang menderita demam berdarah dari melihat dan mengukur
-misalnya- suhu badan, tekanan darah, dan lain-lain. Begitu pula dalam dunia pengukuran
psikologi, sebagai suatu atribut maka ‘kecemasan’ tidak dapat diukur secara langsung namun
dapat disimpulkan dari bentuk-bentuk perilaku tertentu yang mengindikasikan secara tidak
langsung adanya kecemasan. Itulah fungsi indikator keperilakuan.

Tidak seperti halnya perumusan aspek keperilakuan yang harus selalu berada dalam batas
koridor teori dan sama sekali tidak boleh keluar dari konstrak atribut yang diukur, maka
perumusan indikator keperilakuan banyak tergantung kepada kreativitas dan intuisi perancang
skala. Selama rumusan indikator keperilakuan dinilai relevan dan logis untuk menggambarkan
secara konkret aspek keperilakuannya, maka indikator tersebut dapat diterima. Rumusan
indikator keperilakuan harus dinyatakan dalam bentuk favorabel sebagaimana perumusan
dimensi-dimensi keperilakuan, dan seyogyanya dalam bentuk kalimat/kata kerja.

Pada gilirannya nanti, masing-masing indikator akan diuji secara empirik guna membuktikan
relevansinya dalam pengukuran atribut yang bersangkutan. Indikator yang tidak relevan akan
gugur dengan sendirinya dalam analisis berdasar data empirik, bilamana tidak didukung oleh
data respon subjek, karena aitem-aitem yang ada di dalamnya tidak memiliki daya beda yang
baik. Secara skematik, prosedur perumusan indikator-indikator keperilakuan yang diturunkan
dari aspek-aspek suatu atribut yang hendak diukur digambarkan sebagai berikut

Bila menngunaka contoh perancangan pengukuran agretivitas sebelumya, skema diatats dapat
disajikan kembali sebagai berikut

Perlu diperhatikan bahwa suatu atribut sebagai objek ukur tidak boleh diturunkan menjadi hanya
satu aspek atau dimensi dan masing-masing aspek juga tidak boleh diturunkan menjadi hanya
satu indikator saja. Perhatikan juga bahwa banyaknya indikator keperilakuan pada setiap aspek
tidak perlu dibuat sama. Dalam contoh perancangan skala Agresivitas diatas dengan tiga aspek
dan delapan indikator keperilakuan, bila andaikan rata-rata setiap indikator diungkap dengan
lima aitem maka keseluruhan skala akan berisi 40 aitem. Perancang skala harus lebih dahulu
faham betul mengenai atribut yang hendak diukur beserta aspek keperilakuannya baru kemudian
merumuskan indikatornya, bukan sebaliknya mencoba- coba mengumpulkan indikator lebih
dahulu baru kemudian mencarikan tempatnya dałam aspek keperilakuan yang mana. Pada sisi
lain, tanpa perlu mengetahui atribut yang diukur dan aspek keperilakuannya, penulis aitem harus
sangat memahami lebih dahulu indikator keperilakuannya baru kemudian menulis aitem, bukan
sebaliknya menulis aitem lebih dahulu baru mencoba mencocokkannya dengan indikator yang
ada.

Anda mungkin juga menyukai