Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH KELOMPOK 7

“FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBENTUKAN


KEPRIBADIAN”

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Kepribadian

Dosen Pembimbing:

Dr. Margono, M.Pd

Disusun Oleh:

1. Devita Ayu Wandari (04040321110)


2. Dilul Aida (04040321111)
3. Elvina Dian Sari (04040321112)

KELAS B4

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2022

1
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Psikologi Kepribadian dengan judul “Faktor-
faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Kepribadian”.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna di karenakan
keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan kritik yang membangun, semoga makalah ini
dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Surabaya, 18 Oktober 2022

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Al-Qur’an menjelaskan kepribadian manusia dan ciri-ciri umum yang membedakan


dari makhluk lain. Al-Qur’an juga menyebutkan sebagian pola dan model umum
kepribadian yang banyak terdapat pada semua masyarakat. Agar dapat memahami
kepribadian manusia secara tepat dan mendalam, kita harus mempelajari dengan faktor
yang membatasi kepribadian. Para ilmuwan psikologi modern mempelajarinya dengan
cermat berbagai mengamati kebiasaan faktor biologis, sosial, dan kebudayaan. Namun,
mereka mengabaikan studi tentang ruh (inti) manusia dan dampaknya terhadap
kepribadian. Kita tidak dapat memahami kepribadian manusia secara jelas tanpa
mengetahui hakikat seluruh faktor yang membatasi kepribadian, baik yang material
maupun immaterial.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Aliran Empirisme?
2. Apa yang dimaksud dengan Aliran Navitisme?
3. Apa yang dimaksud dengan Aliran Konvergensi?
4. Apa yang dimaksud dengan Konsep Islam?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa/i dapat memahami apa yang dimasud dengan Aliran Emperialisme.
2. Mahasiswa/i dapat memahami apa yang dimaksud dengan Aliran Navitisme.
3. Mahasiswa/i dapat memahami apa yang dimaksud dengan Aliran Konvergensi.
4. Mahasiswa/i dapat memahami apa yang dimaksud dengan Konsep Islam.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Aliran Empirisme

Epirisme bertolak dari pandangan John Lock yang mementingkan rangsangan dari
luar dalam perkembangan manusia. Ia menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung
kepada lingkungan. Perkembangan pribadi manusia tergantung kepada pengaruh yang
datang dari luar. John Lock sebagai toko empirisme, mengembalikan seluruh pengetahuan
dan perkembangan manusia kepada pengalaman yang didapatnya dari lingkungannya.
Respon manusia tidak berdaya sama sekali terhadap pengaruh yang ditimpakan lingkungan
kepadanya. Pandangan John Lock tersebut dapat digolongkan sebagai pandangan
enviromentalisme yang ekstrem. Penganut aliran empirisme memandang manusia sebagi
makhluk pasif yang dapat dimanipulasi, misalnya melalui modivikasi (memperbaiki)
tingka laku. Pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupannya diperoleh dari dunia
sekitanya yang berupa stimulus-stimulus (rangsangan-rangsangan). Rangsangan ini berasal
dari alam bebas, atau diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan.
Aliran ini dipandang berat sebelah sebab hanya mementingkan peranan pengalaman yang
diperoleh dari lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir
dianggap tidak menentukan sama sekali.

Pengalaman dalam pendidikan menujukkan ada anak yang berhasil dalam


perkembangan pribadinya karena bakat, walaupun keadaan lingkungannya tidak
mendukung. Keberhasilan tersebut disebabkan karena ada kemampuan yang berasal dari
dalam diri anak. Maisalnya sering ditemukan anak yang memiliki kemampuan melukis,
bernyanyi, atau pandai berpidato karena mewarisi kemampuan yang berasal dari orang
tuanya, atau dari nenek kakeknya, sehingga ia mau mengembangkan kemampuan dasarnya
tersebut, ia berusaha mendapatkan lingkungan yang dapat mengembang-kan bakat atau
kemampuan yang telah ada dalam dirinya.1 Keadaan manusia saat dilahirkan diumpamakan
Locke sebagai “tabularasa”, sebuah meja yang dilapisi lilin, yang digunakan disekolah
dalam rangka belajar menulis. Pengalaman yang diperoleh orang dari lingkungannya yang
mengoreksi tabularasa, jiwa manusia, yang masih kosong polos itu, karena kiasan ini
menjadi demikian masyhur, teori yang dikemukakan Locke ini sering dijuluki sebagai

1
Hikmawati, F. Bimbingan dan Konseling perspektif Islam. 2015. hlm.43.

4
“teori tabularasa.2 Teori tabularasa mengatakan bahwa anak yang baru dilahirkan itu dapat
diumpamakan sebagai kertas putih bersih yang belum ditulisi.Sejak lahir anak tidak
memiliki bakat dan pembawaan apa-apa, anak dapat dibentuk semuanya pendidik, disini
kekuatan untuk membentuk anak berada pada pendidik, sehingga lingkungan dalam hal ini
pendidikan berkuasa atas pendidikan anak.

Pengalaman empirik (dari kehidupan nyata) anak yang diperoleh dari lingkungan
akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Menurut pandangan
empirisme pendidik memegang peranan penting sebab pendidik dapat menyediakan
lingkungan pendidikan kepada anak dan akan diterima oleh anak sebagai pengalaman-
penga-laman. Pengalaman-pengalaman itu tentu yang sesuai dengan tujuan pen-didikan.
Di abad ke-20 tokoh-tokoh pendidikan yang ajarannya dalam beberapa hal mengingatkan
kepada John Lock, diantaranya: J. B Watson dari Amerika yang merupakan tokoh aliran
behaviorisme. Behaviorisme tidak mengakui pemabawaan (keturunan) atau sifat-sifat yang
diturunkan.

Pendidikan, menurut behaviorisme, berarti pembentukan kebiasaan, yaitu menurut


kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam lingkungan seorang anak. Melalui berbagai
percobaan, di antaranya dengan menggunakan tikus dan bayi sebagai percobaan, Watson
ini membuktikan, bahwa “man is boilt” (manusia dibentuk). Manusia itu hasil
pembentukan, tidak dipengaruhi oleh apa yang dibawahnya sejak lahir. Kata Watson, “Kita
memperlihatkan seekor ular, anjing atau tikus kepada bayi, yang belum pernah dilihatnya
dan belum pernah takut kepadanya, bayi akan bermain-main dengannya. Lakukan barang
ini sepuluh kali, hingga anda yakin benar bahwa ia tidak menakutinya. Sekarang ambillah
sepotong besi. Perlihatkan kembali tikus tersebut. Tepat di saat bayi itu akan meraihnya,
pukullah besi itu cukup keras di belakang telinganya. Anak terkejut dan mungkin
menangis. Ulanglah tindakan ini berkali-kali, terjadilah perubahan yang penting pada anak.
Tikus (dan atau hewan lain) diasosiasikan bayi dengan suara besi yang menakutkan dan
penampilan tikus menimbulkan respon takut. Gejala ini, dalam peristilahan behaviorisme
disebut bendera “conditioned emotinal response”, yang dipandang sebagai suatu bentuk
dari refleks yang dikondisionisasikan.

Menurut behaviorisme, ketakutan, kesenangan cinta kasih dan seluruh sifat dan sikap
manusia, bahkan seluruh perkembangan manusia dapat dibentuk dan ditentukan melalui

2
1Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian. Jakarta. Rajawali.1990. hlm. 149

5
dikondisionisasikan. Give me a dozen healthy infants, welformed, and my own specitifed
world to bring them up in and I’ll guarantee to take ayone at random and train him to
become any type of specialist, I might select doctor, lawyer, artist, merchantchief and yes,
oven beggar–man and thief, regardles of his talents, penchants, tendencies, abilities,
vocation, and race of hits ancestors.3 Menurut Watson serahkan kepada saya dua belas
bayi sehat, menarik, kemudian dia akan mengambil secara acak tanpa mempertim-bangkan
bakat-bakatnya, kegemarannya, kecenderungan-kecenderungan-nya, kemampuan dan asal
usul keturunannya. Bayi tersebut akan dilatih keahlian menurut kehendak Watson. Untuk
menjadi dokter, pengacara, seniman, pengusaha, koki, sampai kepada pencuri atau penjahat
sekalipun. Menurut Watson itu semua bisa terjadi. Pandangan “Tabularasa moderen” ini
telah banyak mempengaruhi tokoh-tokoh psikologi, antropologi, dan telah masuk pulah ke
dalam dunia pendidikan.

Pendidikan dan pengaruh lingkungan dipandang mutlak menentukan perkembangan


anak.4 Berlawanan dengan nativisme, teori tabularasa dari empirisme menunjukkan sikap
optimis terhadap pendidikan hingga dijuluki optimisme pedagogis. Sebaliknya bersikap
pesimis terhadap "bekal" yang diberikan alam kepada anak bersama kelahirannya, yang
berupa bakat sehingga mendapat julukan pesimisme naturalistis. Kedua pandangan,
nativisme dan empirisme atau tabularasa, bersifat ekstrem dan menyebelah. Patut diakui
bahwa kedua pandangan terdapat banyak benarnya. Bagaimana cara menemukan
pandangan yang memanfaatkan aspek-aspek positif yang terdapat dalam kedua pandangan
tersebut.

B. Aliran Navitisme

Nativisme Teori ini kebalikan dari teori empirisme, yang mengajarkan bahwa anak
lahir sudah memiliki pembawaan baik faktor lingkungan atau alamiah yang mempengaruhi
terhadap perkembangan anak, melainkan semuanya dari faktor-faktor tersebut
mempengaruhi terhadap perkembangan seorang anak. Nativisme berasal dari bahasa latin,
yaitu, asal katanya nativesartinya terlahir. Pemikiran ini dipelopori oleh sckophenhauer
seorang filsuf berasal dari jerman yang hidup pada 1788-1880. Berpendapat “pendidikan
ialah membiarkan seseorang bertumbuh berdasrkan pembawaannya.” Seseorang akan

3
Drever, James. Kamus Psikologi, Terjemahan Nancy Simanjuntak. Jakarta: Bina Aksara. 1986 hlm 467.
4
Hartati, N., dkk. Islam dan Psikologi. Jakarta: PT.Raja Gravindo Persada. 2004. hlm. 163-164.

6
berkembang berdasarkan apa yang dibawannya dari lahir.5 Hasil akhir dari pertumbuhan
dan perkembangan serta pendidikan manusia atau seseorang di tentukan oleh pembawaan
dari lahir, dan pembawaan itu ada yang baik dan adapula yang buruk. Maka dari itu
manusia akan berkembang dengan pembawaan baik atau pembawaan yang buruk, yang di
bawanya sejak lahir.

Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya, sebab lingkungan tidak akan
aktif atau berdaya dalam mempengaruhi perkembangan. Serta pendidikan juga tidak akan
berpengaruh sama sekali terhadap perkembangan seorang manusia, dan tidak akan adanya
gunanya untuk perkembangan, idala pernyataan atau kehidupan sehari-hari sering sekali di
temukan anak yang mirip dengan orang tuanya (secara fisik) dan anak juga mewarisi bakat-
bakat yang di miliki orangtuanya. Contoh orang tua yang menginginkan anaknya menjadi
seniman, ia berusaha mempersiapkan alat-alat dan bahan untuk memahat dan melukis serta
mendatangkan guru untuk mengajarkannya melukis. Oleh karena itu pemikiran ini
merupakan pemikiran pesimis didalam pendidikan (pesimisme).

C. Aliran Konvergensi

Faktor pembawaan dan faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang


sangatlah penting, keduanya tidak dapat dipisahkan sebagai mana sama halnya dengan
teori nativisme teori ini juga mengakui bahwa pembawaan yang dibawa anak sejak lahir
juga meliputi pembawaan dan juga pembawaan buruk. Pembawaan anak yang di bawa
pada waktus ejak lahir tidak akan bisa berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan
lingkungan yang sesuai dengan pembawaan tersebut. Aliran ini dikemukakan oleh
williamstern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa jerman yang berpendapat bahwa
seorang anak dilahirkan didunia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan
buruk. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik
faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranaan penting.
Kemampuan yang dibawa pada waktu lahir akan berkembang dengan baik tanpa adanya
dukungan lingkungan yang sesuai dengan bakat.6

5
Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: PT.Raja Gravindo Persada. 2002. hlm. 170.
6
Semiun, Yustinus. Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik FREUD. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 2006.
hlm.60-66.

7
Sebaliknya lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak
yang optimal kalau memang dalam dirinya tidak terdapat kemampuannya. Sebagai contoh
hakikat kemampuan anak manusia berbahasa dengan kata-kata hasil dari konferhensi, stern
berpendapat, hasil pendidikan itu tergantung dari pembawaan dan lingkungan, di ibaratkan
ada dua garis yang menuju ke satu titik pertemuan sebagai berikut:

a) Pembawaan
b) Lingkungan
c) Hasil pendidikan
Menurut teori konvergensi pendidikan berdasarkan:
a) Pendidikan mungkin untuk dilaksanakan
b) Pendidikan disebut sebagai pertolongan kepada lingkungan anak-anak didik untuk
mengembangan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang
kurang baik
c) Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan Memahami
tumbuh dan kembang manusia. Adapun variasi pendapat tentang faktor yang
menentukan tumbuh dan kembang. Pada strategi yang paham tentang tingkah laku
atau sikap manusia, model mengajar dan gagasan belajar mengajar. Dari beberapa
uraian diatas, yang cocok dapat dierima sesuai dengan kenyataan adalah teori
konvergensi, yang tidak mengekstrimkan faktor pembawaan.

D. Konsep Islam

Konsep Psikologi Islam yang diasumsikan dari struktur nafsani tidak lantas
menerima ketiga aliran tersebut. Di samping terdapat kelemahankelemahan, ketiga aliran
tersebut hanya mengorientasikan teorinya pada pola pikir antroposentris. Artinya,
perkembangan kepribadian manusia seakan-akan hanya dipengaruhi oleh faktor
manusiawi. Manusia dalam pandangan psikologi islam telah memiliki seperangkat potensi,
disposisi, dan karakter unik. Potensi itu paling tidak mencakup keimanan, ketauhidan,
keislaman, keselamatan, keikhlasan, kesucian, kecenderungan menerima kebenaran dan
kebaikan, dan sifat baik lainnya. Perkembangan kehidupan manusia bukanlah diprogram
secara deterministik, seperti robot atau mesin. Manusia secara fitri memiliki kebebasan dan
kemerdekaan dalam mengaktulisasikan potensinya.

8
Dalam Alquran banyak ditemukan ayat-ayat yang menunjukkan kemerdekaan dan
kebebasan manusia dalam berkepribadian. Misalkan kebebasan memilih agama (QS Al-
Kahfi [18]; 29, Al-Baqarah [2]; 256, dan Al-Kafirun [109]; 6), kebebasan memilih salah
satu dari dua jalan, yaitu jalan ketaqwaan dan jalan kelacuran (QS Al-balad [90]; 8-10, Al-
Syams [91]; 7-10), kebebasan memilih kehidupan dunia saja, atau akhiran saja, atau kedua-
duanya (QS Al-Baqarah [2]; 200-201). Oleh karena kebebasan inilah maka manusia
dituntut untuk mengupayakan tingkah lakunya secara baik. Tanpa diupayakan maka
potensinya tidak akan berkembang (QS Al-Ra’d [13]; 11, AlNajm [53]; 39-41).7 Psikologi
islam mengakui adanya peran lingkungan dalam penentuan perkembangan. Banyak ayat
Alquran yang menjelaskan tentang peran lingkungan. Misalnya seruan amar makruf nahi
munkar (QS Ali Imran [3]; 104,110, 114), belajar menuntut ilmu agama kemudian
mendakwahkan untuk orang lain (QS AlTaubah [9]; 122), seruan kepada orang tua agar
memelihara keluarganya dari tingkah laku yang memasukkan ke dalam neraka (QS Al-
Tahrim [66]; 6).

Faktor penentu perkembangan manusia yang berikutnya yang dibahas juga dalam
psikologi islam adalah faktor-faktor bawaan yang merupakan sunnah atau taqdir Allah
untuk manusia. Misalnya bawaan memikul amanat (QS Al-Ahzab [33]; 72), bawaan
menjadi khalifah di muka bumi (QS Al-Baqarah [2]; 30), bawaan menjadi hambah Allah
agar selalu beribadah kepada-Nya (QS Al-Zariyat [51]; 56), bawaan untuk mentauhidkan
Allah Swt. (QS Al-A’raf [7]; 172). Dan juga faktor-faktor perbedaan individu, misalnya
perbedaan bakat, minat dan watak (QS Al-Isra [17]; 84), perbedaan jenis kelamin dan
bangsa dan negara (QS AlHujurat [49]; 13), dan perbedaan karunia yang diberikan (QS
An-Nisa’ [4]; 32).

7
Hartati, Netty, dkk. Islam dan Psikologi. 2004.hlm.180

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut pandangan empirisme pendidik memegang peranan penting sebab pendidik


dapat menyediakan lingkungan pendidikan kepada anak dan akan diterima oleh anak
sebagai pengalaman-penga-laman. Berlawanan dengan nativisme, teori tabularasa dari
empirisme menunjukkan sikap optimis terhadap pendidikan hingga dijuluki optimisme
pedagogis. Nativisme Teori ini kebalikan dari teori empirisme, yang mengajarkan bahwa
anak lahir sudah memiliki pembawaan baik faktor lingkungan atau alamiah yang
mempengaruhi terhadap perkembangan anak, melainkan semuanya dari faktorfaktor
tersebut mempengaruhi terhadap perkembangan seorang anak. Bagi nativisme, lingkungan
sekitar tidak ada artinya, sebab lingkungan tidak akan aktif atau berdaya dalam
mempengaruhi perkembangan. Aliran konvergensi dikemukakan oleh williamstern (1871-
1939), seorang ahli pendidikan bangsa jerman yang berpendapat bahwa seorang anak
dilahirkan didunia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk.

Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor
pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranaan penting. Konsep
Psikologi Islam yang diasumsikan dari struktur nafsani tidak lantas menerima ketiga aliran
tersebut. Di samping terdapat kelemahankelemahan, ketiga aliran tersebut hanya
mengorientasikan teorinya pada pola pikir antroposentris. Artinya, perkembangan
kepribadian manusia seakan-akan hanya dipengaruhi oleh faktor manusiawi. Manusia
dalam pandangan psikologi islam telah memiliki seperangkat potensi, disposisi, dan
karakter unik.

10
DAFTAR PUSTAKA

Drever, James. Kamus Psikologi, Terjemahan Nancy Simanjuntak. Jakarta: Bina Aksara. 1986.

Hartati, N., dkk. Islam dan Psikologi. Jakarta: PT.Raja Gravindo Persada. 2004.

Hikmawati, F. Bimbingan dan Konseling perspektif Islam. 2015.

Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: PT.Raja Gravindo Persada. 2002.

Semiun, Yustinus. Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik FREUD. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius. 2006.

Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian. Jakarta. Rajawali. 1990.

11

Anda mungkin juga menyukai