Anda di halaman 1dari 61

Nama : Nafa Yulisa

NIM : 18010105035

Semester :4

Prodi : PIAUD

TEORI PERKEMBANGAN DAN PENDIDIKAN MENURUT


BEBERAPA AHLI

1. Teori Perkembangan Performasionis Environmentalis Menurut


Jhon Locke

Teori Environmentalisme dan Tokoh Pencetusnya

a. Biografi tokoh

John Locke lahir di sebuah desa kecil Somerset, Inggris pada tanggal
26 Agustus 1632 dari seorang ibu yang sangat sholeh dan penyayang dan
seorang ayah yang keras. Locke terkenal sebagai bapak empirisme di bidang
filsafat dan bapak teori belajar di bidang psikologi.

b. Teori Environmentalisme

Titik awal teori Locke adalah penolakanya terhadap doktrin ide


bawaan yang masih meyakini kalau ide-ide tertentu merupakan ide bawaan,
sudah ada di jiwa mendahului pengalaman. Locke beranggapan bahwa jiwa
anak-anak merupakan tabula rasa sepeti kertas kosong sehingga apapun
pikiran yang muncul darinya hampir-hampir sepenuhnya muncul dari
pembelajaran dan pengalaman mereka. teori Locke sangat cocok dengan
pemikiran liberal dan demokratis pencerahan. Jika anak-anak pada dasarnya
adalah organisme kosong, maka itu berarti mereka lahir dalam kondisi
setara. Locke mengakui kalau individu memiliki tempramen yang berbeda-
beda, namun secara keseruluhan lingkunganlah yang membentuk jiwa
(Locke, 1693, bagian 1, h.32) jadi yang penting disini adalah pembelajaran
pada masa bayi.

Bagaimana lingkungan dapat membentuk jiwa anak berdasarkan dua


konsep yaitu : Sebagian besar pikiran dan perasaan kita berkembang lewat
proses asosiasi dan Kebanyakan tingkah laku kita berkembang lewat proses.

Filsafat pendidikan Locke :

 Pengendalian diri, Yaitu untuk menanamkan disiplin diri,


pertamatama kita harus menjaga kesehatan fisik anak. Saat tubuh
menjadi sakit dan lemah, kemampuan untuk mengendalikan
keinginankeinginannya jadi melemah pula.
 Penghargaan dan penghukuman terbaik, tidak semua bentuk
penghargaan mennghasilkan sesuatu yang kita inginkan. Locke
menentang penggunaan uang atau manisan sebagai hadiah karena
hanya akan merusak tujuan utama pendidikan yaitu mengendalikan
keinginan dan tunduk kepada rasio. Penghargaan terbaik adalah
pujian dan sanjungan, dan penghukuman terburuk adalah ketidak
setujuan. Ketika anak-anak bertindak dengan baik kita mesti memuji
mereka dan membuat mereka merasa bangga; sebaliknya, waktu
mereka bertindak buruk kita hanya boleh memberinya tatapan dingin
dan membuat mereka merasa malu.
 Aturan-aturan, pada dasarnya praktik memberikan aturan yang keras
lalu menghukum jika tidak menaatinya sebenarnya tidak bermanfaat,
sebagai pengganti aturan-aturan semacam itu.

Locke menawarkan dua prosedur berikut :

1. Mengajarkan dengan memperlihatkan kepada mereka modelmodel


tindakan yang baik karena anak-anak lebih banyak belajar dari
contoh atau teladan dari pada pemahaman.
2. Sambil tetap memberikan perintah dan aturan, kita harus mendorong
anak-anak mempraktikan tingkah perilaku yang baik.

2. Teori Perkembangan Naturalisme Romantik Menurut J.J.


Rousseau

Teori Naturalisme dan Tokoh Pencetusnya

a. Biografi tokoh

Jean Jacques Rousseau (1712-1778) lahir di Jenewa Swiss pada


tanggal 28 Juni 1712, putra dari seorang ayah pembuat jam dan seeorang ibu
yang cantik dan sentimentil, namun meninnggal dunia waktu melahirkkan
dia. Karena itu selama 8 tahun pertama hidupnya Rousseau di besarkan ayah
dan bibinya. Menurut Rousseau, si ayah sangat menyayanginya namun
ayahnya tidak pernah lupa bahwa dia adalah penyebab ibunya
meninggal.Dia adalah seorang tokoh filosofi besar penulis dan komposer
pada abad pencerahan. Pemikiran filosofinya mempengaruhi revolusi
Perancis, perkembangan politika modern dan dasar pemikiran edukasi.
Rousseau percaya kalau sangat vital bagi kita untuk memberikan kepada
Alam kesempatan menuntun pertumbuhan anak.

b. Teori Naturalisme

Rousseau setuju dengan Locke bahwa anak-anak berbeda dengan orang


dewasa, namun dia meyoroti hal ini secara lebih positif. Anak-anak bukan
wadah kosong ataupun kertas kosong melainkan sudah memiliki mode
perasaan dan pemikirannya sendiri. Ini terjadi demikian lantaran mereka
berkembang menurut rencana alam, yang mendesak mereka untuk
mengembangkan kemampuan perasaan yang berbeda di tingkatan yang
berbeda-beda pula. Sambil mengajar anak-anak berpikir dengan cara-cara
yang benar kita juga harus membiarkan mereka menyempurnakan sendiri
kemampuan mereka dan belajar dengan cara-cara mereka sendiri seperti
yang di inginkan alam. Alam seperti guru tersembunyi yang mendorong
anak mengembangkan kemampuan berbeda-beda di tingkat pertumbuhan
yang berbeda-beda (1762 b, h.181). produknya mungkin bukan individu
terlatih yang bisa menyesuaikan diri dengan suatu lingkungan sosisal,
namun tetap saja dia sebuah pribadi yang kuat dan utuh. Untuk membantu
alam di dalam proses ini, kita harus mempelajari semua hal tentang tahap
perkembangan manusia.

Menurut Rousseau, tahap utama perkembangan manusia terbagi


menjadi 4 bagian :

1) Masa bayi (dari usia 0 2 tahun ) Bayi mengenali i. Masa bayi (dari
usia 0-2 tahun ). Bayi mengenali dunia langsung lewat indranya.
Mereka tidak mengetahui ide atau pemikiran apapun; mereka hanya
sekedar mengalami rasa enak dan rasa sakit (1762b, h.29).
2) Masa kanak-kanak (dari usia 2 sampai 12 tahun). Tahap ini di mulai
ketika anak-anak mendapatkan sebuah indepedensi baru; mereka
sekarang bisa berjalan, berbicara, maka sendiri, dan berlari kesana
kemari. Yang pasti mereka mengembangkan kemampuan-
kemampuan ini dengan cara mereka sendiri juga (1762b, h 42).
3) Masa anak-anak akhir (dari usia 12 sampai 15 tahun). Tahap ketiga
adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Selama
periode ini, anak-anak memperoleh sejumlah besar kekuatan fisik;
mereka bisa memotong kayu, mendorong gerobak, mencangkul dan
melakukann perkejaan orang-orang dewasa (1762b, h.128).
4) Masa dewasa. Seseorang menjadi makhluk yang sosial sepenuhnya
hanya di tahap ke 4, di mulai di masa pubertas. Rousseau
menyatakan bahwa pubertas di mulai pada usia 15 tahun. Tubuh
mengalami perubahan dan hasrat mulai naik dari dalam dirinya.
“perubahan tempramen yang seringkali mengkristal dalam
kemarahan dan sebuah pengendakian terus menerus terhadap
pikiran, membuat seorang anak hampir tidak bisa di atur lagi”
(1762b, h.172).

3. Teori Perkembangan Pendewasaan Menurut Gesell

a. Filosofi

Arnold Gesell adalah tokoh pendidikan dan psikologi yang


mencetuskan teori Maturasional model. Gesell tumbuh besar di Alma,
Wiscousin, sebuah kota kecil di tepian sungai Mississippi atas. Tahun 1960
muncullah teori Arnold Gesell yang tentang konsep “Kesiapan-readiness”
dimana beliau menekankan perlunya dilakukan intervensi dini dan
rangsangan intelektual dini kepada anak agar mereka siap belajar dan
kemudian muncul pula teori Jerome Burner, seorang psikolog, Harvard
University dengan bukunya “The Process of Education” pada tahun 1960,
yang menyatakan kompetensi anak untuk belajar tak terhingga. “We begin
with the hypothesis that any subject can be taught effectively in some
intellectually honest way to any child at any stage of development”. Konsep
ini banyak disalah artikan oleh banyak pendidik dan orangtua yang pada
akhirnya menjadi bencana. Pendidikan dilaksanakan dengan cara memaksa
otak kiri anak sehingga membuat anak cepat matang dan cepat busuk (early
ripe early rot).

Model Maturisional atau yang lebih dikenal dengan model proses


pematangan merupakan satu model pengembangan kurikulum yang
didasarkan pada teori yang dikembangkan oleh Arnold Gessel. Menurut
pandangan ini, sejak dilahirkan anak-anak sudah memiliki pola tingkah laku
tertentu. Perubahan tingkah laku terjadi dari hasil pematangan psikologis
(kesiapan) dan situasi lingkungan yang mengandung tingkah laku tertentu.
Model ini menyakini bahwa pengembangan kurikulum harus didasarkan
pada pengenalan dan pemahaman potensi bawaan yang dimiliki oleh anak.
Kurikulum didesain untuk membantu mematangkan berbagai potensi
bawaan anak. Jean Jacqueas Rousseau menyatakan bahwa anak tidak boleh
diperlakukan seperti binatang ataupun manusia dewasa, mereka hanya perlu
diperlakukan sebagai seorang anak Sebagai contoh kemampuan dan
pengetahuan dasar anak-anak adalah membaca, berjalan, berbicara. Pada
perkiraan yang sama dan secara relatif kemampuan dan pengetahuan dasar
itu berkembang secara berurutan karena keahlian tersebut timbul sebagai
suatu cara yang sudah jadi kodrat sejak lahir. Pandangan teori ini sering
disebut sebagai teori kematangan atau maturationist theory.

Gesell (1933) dalam buku Early Childhood Development A


Multicultural Perspective yaitu sebuah buku tentang peran lingkungan
terhadap anak . Sebagai contoh bagi penganut teori kematangan
(maturationis theory), pola asuh dan pendidikan memiliki peran yang lebih
rendah dibandingkan genetik. Dalam bentuk yang asli teori ini
menyampaikan bahwa anak-anak akan menjadi matang seiring
bertambahnya usia mereka. Mereka akan menjadi sebagaimana mereka
seharusnya dengan sedikit pengaruh dari dunia luar. Gesell (2004) dalam
buku An Introduction to Theories of Human Development menyakini bahwa
pengaruh terpenting bagi pertumbuhan dan perkembangan organism
manusia adalah faktor biologi. Menekankan terhadap proses-proses biologi,
oleh karena itu gesell memfokuskan sebagian karyanya pada pematangan
(maturation), karena memandang maturasi adalah sebagai sebuah proses
yang amat sangat penting karena diyakini hal itu berdampak besar pada
setiap aspek perkembangan manusia. Teori kematangan mengibaratkan
perkembangan anak-anak dilihat seperti bunga yang mekar atau benih yang
tumbuh. Jika diberikan nutrisi kehidupan seperti kasih sayang, keamanan
dan makanan yang sehat, anak-anak akan tumbuh dan berkembang sesuai
dengan jalannya kodrat, seperti halnya tumbuhan. Tantangan utama di
lingkungan dapat menghambat langkah pertumbuhan, seperti sebuah
tanaman yang tidak menerima cukup matahari dan air. Tetapi jika
kebutuhan dasarnya dipenuhi, anak akan terus berkembang. Para pakar teori
kematangan mula-mula (Gesell 1933; Hall 1893), menyatakan masalah
utama utama perkembangan dan tingkah laku muncul dari sebuah
lingkungan yang menahan atau menghambat kematangan, seperti contoh:
anak yang di tempatkan dikelas yang kaku atau anak yang dituntut untuk
berprestasi dalam tugas yang sulit sebelum mereka siap sesuai usianya maka
anak akan menunjukkan permasalahan dalam tingkah laku.

b. Konten Perkembangan

Menurut Gesell ciri perkembangan kematangan ini selalu terjadi


dalam urutan tertentu. Pertama kali hal ini bisa dilihat dari perkembangan
embrionya dimana, contohnya, jantung selalu menjadi organ pertama yang
berkembang dan berfungsi. Sesudah itu, selsel yang berbeda mulai
membentuk sistem syaraf utama dengan cepat. Urutan ini, yang diarahkan
oleh cetak biru genetic, tidak pernah terbalik. Dengan cara yang sama,
perkembangan ini terus berlanjut setelah bayi lahir.

Pengamatan Gesell mengungkapkan beberapa prinsip perkembangan


lainnya, yaitu:

1) Jalinan timbal balik

Jalinan timbal balik mengacu pada proses perkembangan dimana


dua kecendrungan secara bertahap meraih pengorganisasian yang efektif.
Jalinan timbale balik mencirikan pertumbuhan kepribadian.

2) Asimetri Fungsional

Melalui proses jalinan timbal balik, kita menyeimbangkan dualitas


sifat kita. Maksudnya kita menjadi paling efektif waktu menghadapi dunia
dari satu sudut pandang, satu tangan, atau satu mata.

3) Pengaturan diri

Kemampuan organisme untuk mempertahankan seluruh integrasi


dan kesetimbangannya. Mekanisme perkembangan instrinsik begitu kuat
sampai-sampai organism dapat, pada tataran yang sangat menyolok,
mengatur perkembangannya sendiri.

Menurut Arnold Gesell, perkembangan motorik hasil dari


kematangan neuromuscular pada bagian otot, otak, dan pertumbuhan tubuh
bayi. Teori kematangan berdasarkan ide bahwa perkembangan manusia
hasil dari warisan genetik individu. Arnold mengumpamakan kematangan
pertumbuhan dan perkembangan anak seperti tumbuhan, ketika sedang
tumbuh lingkungan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman
tersebut seperti penyinaran, pemupukan begitulah tumbuhan itu tumbuh
terus menerus membawa pengaruh genetik dari tumbuhan itu sendiri,
begitupula dengan pertumbuhan anak.

Gesell, mengemukakan lima tahapan perkembangan manusia, yaitu:

1. Pada peringkat pertama yaitu pada usia lahir hingga satu tahun. Ciri
- ciri perkembangan tingkah laku yang dihasilkan pada usia 1 bulan
ialah bayi dapat menghasilkan tangisan berbeda-beda untuk
menyatakan keinginan yang berbeda seperti tangisan lapar berbeda
dengan tangisan ketika popoknya basah. Pada usia 4 bulan,
koordinasi fisik yang berlaku pada bayi yaitu mata bayi selalu
mengikut objek yang bergerak. Pada usia 6bulan bayi sudah dapat
menggenggam sesuatu objek misalnya bola, kubus kayu, keringcing
dan sebagainya. Pada usia tujuh bulan, bayi sudah mulai duduk dan
merangkak dengan sendirinya tanpa bantuan orang lain karena pada
masa ini otot leher, tangan, kaki, pinggul bayi sudah semakin kuat
dan memungkinkan bayi duduk serta merangkak dengan cepat. Pada
usia dua belas bulan, bayi sudah mahir untuk melangkahkan kakinya
dengan berpegangan pada kursi atau meja.
2. Pada peringkat kedua yaitu pada usia satu hingga dua tahun,
kematangan fisik dan mental mulai meningkat yaitu bayi sudah
dapat berjalan walaupun masih dibantu oleh pengasuhnya. Pada
tahap ini juga, bayi sudah mulai mengerti dengan istilah” jangan”
dan pada usia dua tahun bayi sudah mampu untuk berjalan tanpa
bantuan dari pengasuhnya kerana bayi sudah memperoleh
keseimbangan badan yang sempurna.
3. Pada peringkat ke tiga yaitu pada usia dua hingga tiga tahun bayi
sudah mencapai koordinasi mata, tangan dan kaki yang semakin
sempurna misalnya dapat makan dan memakai sepatu sendiri sendiri
dan sudah bisa berbicara meskipun belum begitu fasih.
4. Pada peringkat keempat yaitu pada usia tiga hingga empat tahun,
koordinasi dan kematangan fisik anak sudah semakin sempurna
misalnya sudah bisa mengendarai sepeda beroda tiga dan menuruti
arahan dari orang tua disekitarnya.
5. Pada tahap kelima yaitu pada usia empat hingga lima tahun, proses
interaksi anak mulai terbentuk karena pada tahap ini anak mulai
bersosialisasi dan bergaul dengan teman seusianya kerana pada masa
ini anak sudah memasuki usia sekolah. Pada tahap ini juga anak suka
bertanya tentang apa yang dilihatdan dialaminya pada orang tua atau
pengasuhnya.

Dalam model pengembangan kurikulum Maturation model


pengembangan kurikulum lebih ditekankan dengan memperhatikan aspek
perkembangan dari tiap tahap perkembangan anak (ranah fisik, afektif, dan
kognitif), proses pembelajaran lebih ditekan pada bagaimana mengajarkan
individu sesuai dengan tahan perkembangan dan kemampuannya.

1. Ranah Fisik

Perkembangan fisik menjelaskan perubahan penampilan fisik anak-


anak dan juga kemampuan motoriknya. Selama masa prasekolah, urutan
yang dialami semua anak dalam perkembang fisiknya hampir sama
walaupun beberapa anak menguasai kemampuan lebih daripada yang
lainnya (Robert, 2011;87).
Perkembangan motorik merupakan perkembangan pengendalian
gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf dan otot
terkoordinasi. Keterampilan motorik anak terdiri atas keterampilan motorik
kasar dan keterampilan motorik halus. Keterampilan motorik anak usia 4-5
tahun lebih banyak berkembang pada motorik kasar, setelah usia 5 tahun
baru.terjadi perkembangan motorik halus. Pada usia 4 tahun anak-anak
masih suka jenis gerakan sederhana seperti berjingkrak-jingkrak, melompat,
dan berlari kesana kemari, hanya demi kegiatan itu sendiri tapi mereka
sudah berani mengambil resiko. Walaupun mereka sudah dapat memanjat
tangga dengan satu kaki pada setiap tiang anak tangga untuk beberapa lama,
mereka baru saja mulai dapat turun dengan cara yang sama. Pada usia 5
tahun, anak-anak bahkan lebih berani mengambil resiko dibandingkan
ketika mereka berusia 4 tahun. Mereka lebih percaya diri melakukan
ketangkasan yang mengerikan seperti memanjat suatu obyek, berlari
kencang dan suka berlomba dengan teman sebayanya bahkan orangtuanya.
Pembelajaran dalam kurikulum ini diharapkan setiap aktifitas yang
dilaksanakan dapat sesuai dan mendukung perkembangan fisik anak.

2. Ranah Kognitif

Kognitif adalah kemampuan intelektual siswa dalam berpikir,


menegtahui dan memecahkan masalah.

Menurut Bloom (1956) tujuan domain kognitif terdiri atas enam bagian :

a) Pengetahuan (knowledge) Mengacu kepada kemampuan mengenal


materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-
teori yang sukar. Yang penting adalah kemampuan mengingat
keterangan dengan benar.
b) Pemahaman (comprehension) Mengacu kepada kemampuan
memahami makna materi. Aspek ini satu tingkat di atas pengetahuan
dan merupakan tingkat berfikir yang rendah.
c) Penerapan (application) Mengacu kepada kemampuan menggunakan
atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru
dan menyangkut penggunaan aturan dan prinsip. Penerapan
merupakan tingkat kemampuan berfikir yang lebih tinggi daripada
pemahaman.
d) Analisis (analysis) Mengacu kepada kemampun menguraikan materi
ke dalam komponen-komponen atau faktor-faktor penyebabnya dan
mampu memahami hubungan di antara bagian yang satu dengan
yang lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti.
Analisis merupakan tingkat kemampuan berfikir yang lebih tinggi
daripada aspek pemahaman maupun penerapan.
e) Sintesa (evaluation) Mengacu kepada kemampuan memadukan
konsep atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola
struktur atau bentuk baru. Aspek ini memerluakn tingkah laku yang
kreatif. Sintesis merupakan kemampuan tingkat berfikir yang lebih
tinggi daripada kemampuan sebelumnya.
f) Evaluasi (evaluation) Mengacu kemampuan memberikan
pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu.
Evaluasi merupakan tingkat kemampuan berfikir yang tinggi. Aspek
kognitif lebih didominasi oleh alur-alur teoritis dan abstrak.
Pengetahuan akan menjadi standar umum untuk melihat kemampuan
kognitif seseorang dalam proses pengajaran.

Dalam PAUD, anak banyak belajar melalui dirinya sendiri, tetapi ia


sering memerlukan pertolongan untuk memadukan apa yang dipelajarinya
sehingga tercipta konsep yang lebih kompleks. Untuk itu anak perlu
ditawari berbagai kegiatan untuk bermain menjelajah lingkungan dan
merespon rangsangan dalam lingkungan.

3. Ranah Afektif

Afektif atau intelektual adalah mengenai sikap, minat, emosi, nilai


hidup dan operasiasi siswa. Dalam hal ini hasil dari pembelajaran
ditekankan pada perkembangan sikap anak terhadpat apa yang sudah
dipelajarinya. Anak mampu mengembangkan konsep diri yang positif serta
mampu mengembangkan kreatifitas yang ada dalam dirinya.

c. Konten Program Pembelajaran

Proses pembelajarannya mengacu pada UU No. 20 Thn. 2003


tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 angka 14 yang menyatakan
bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan
yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Didalam pernyataan tersebut sudah sangat maturationistik yang


artinya sangat memperhatikan akan kematangan pada setiap pertumbuhan
dan perkembangan dan upaya yang dilakukan bersifat pembinaan bukan
pengajaran, yang bertujuan untuk membantu kesiapan belajar anak pada
pendidikan dasar kelas bukan proses membelajarkan mereka dalam porsi
yang seharusnya menjadi hak pendidikan dasar. Oleh karena itu upaya-
upaya tersebut hanya berupa rangsangan-rangsangan. Akan tetapi
rangsangan tersebut harus sesuai dengan porsi yang dibutuhkan oleh anak.
Menurut Mugurussa berikut ini adalah daftar indikator yang
mencakup berbagai faktor kognitif, sosial, akademik, dan perkembangan
yang perlu dipertimbangkan ketika memutuskan apakah seorang anak siap
untuk masuk sekolah:

1. Sosial / Keterampilan Emosional


 Memisahkan dari orangtua / pengasuh tanpa marah yang berlebihan
 Drama / saham dengan anak-anak lain
 Mendengarkan cerita tanpa mengganggu
 Membayar perhatian untuk jangka waktu yang singkat untuk tugas
dewasa diarahkan
 Menunggu gilirannya
 Hadiri untuk tugas dewasa diarahkan untuk setidaknya lima menit
 Mengakui dan menanggapi perasaan orang lain
 Mengikuti arah

2. Literasi / fonemik Keterampilan Kesadaran


 Suka dibacakan / mendengarkan cerita
 Melafalkan alfabet
 Mengidentifikasi beberapa surat dan tahu beberapa suara yang
mereka buat
 Mengakui nama sendiri di cetak
 Apakah mampu atau mencoba untuk menulis nama sendiri atau ide-
ide lain yang menggunakan simbol atau huruf
 Dapat menggambar untuk mengekspresikan ide

3. Keterampilan matematika
 Hitungan dari satu sampai sepuluh
 Tahu bentuk dasar (lingkaran, persegi panjang, persegi, segitiga)
 Awal untuk menghitung dengan satu-ke-satu korespondensi
 Dapat mengurutkan item berdasarkan satu atau lebih atribut
 Dapat mengidentifikasi warna dasar (hitam, biru, coklat, hijau,
oranye, merah, ungu, kuning)

4. Keterampilan Bahasa (Ekspresif dan reseptif)


 Mengungkapkan kebutuhan dan keinginan secara verbal
 Berbicara dalam kalimat lengkap (5-6 kata)
 Apakah umum dipahami oleh orang dewasa
 Menggunakan kata-kata, bukan tindakan fisik, untuk
mengekspresikan emosi
5. Memahami dan mengikuti dua langkah arah Self - Bantuan
Keterampilan
 Dapat menggunakan kamar mandi secara mandiri dan
menyelesaikan tugas-tugas yang menyertainya kebersihan
 Apakah bisa berpakaian diri (menempatkan pada jaket, mengikatkan
tombol, kancing, ritsleting dan)
 Tahu nama lengkap dan usia

6. Keterampilan motorik halus


 Menggunakan pensil / krayon di pegangan non-kikir
 Memotong dengan gunting

7. Salinan tokoh dasar seperti lingkaran, persegi, dan garis lurus


Keterampilan motorik kasar
 Memantul bola
 Berlari dan melompat
 Melompat dengan kaki bersama-sama
 Melompat sambil menyeimbangkan pada satu kaki
 Naik tangga dengan kaki bergantian

Maka kesimpulannya adalah kurikulum maturasionis membuat


program pembelajaran yang berdasarkan tingkat perkembangan anak bukan
melalui usia. Walaupun usia anak sama, namun kemampuan atau tingkat
perkembangannya berbeda-beda. Karena perbedaan tingkat kemampuan
inilah poses pembelajarannya tidak ada unsur paksaan dan tidak diberikan
labeling ke anak.Anak berkembang sendiri secara otomatis dengan catatan
pemberian gizi yang baik kepada anak.

d. Konten atau isi dari kurikulum

Konten atau isi dari kurikulum model Maturity sebagai pedoman


pelaksanaan adalah sebagai berikut :

1. Aspek Administrasi

Lingkungan ruangan diperhitungkan untuk memberikan mobilitas


maksimal bagi perkembangan anak. Pusat-pusat pembelajaran hanya segala
sesuatu yang telah dibatasi (ditentukan) memiliki dampak terhadap
perkembangan anak. Perlengkapan ruangan diisi dengan bahan-bahan multi
dimensi yang melayani berbagai kegiatan ekpresi seperti bahasa,
matematika, gerak dan estetika.

2. Aspek Pendidikan
Aktivitas terdiri dari unit dan tema yang luas yang didasarkan pada
studi minat anak. Anak-anak bebas memilih aktivitas yang diinginkan.
Penyusunan aktivitas didasarkan pada tema yang disusun melalui berbagai
permainan. Strategi pemberian motivasi dilakukan melalui motivasi
instrinsik verbal misalnya do’a (harapan). Anak-anak dibentuk dalam suatu
kelompok yang heterogen. Pada saat tertentu dilakukan secara homogen
berdasarkan pada usia/tahap perkembangan. Susunan kegiatan belajar yang
fleksibel dirancang untuk memenuhi kebutuhan dan minat anak-anak.
Penjajakan pada kemampuan anak dilakukan melalui observasi secara
keseluruhan yang mencakup hal-hal yang bersifat fisik, kognitif dan afektif.

3. Evaluasi Program

Program dianggap berhasil jika anak-anak memperoleh kemajuan


dalam hal fisik, kognitif dan afektif

e. Classroom Management

Adapun pengaturan kelas untuk kurikulum maturasional adalah


sebagai berikut :

1) Harus sesuai dengan tahap pekembangan anak yang bersifat holistik


yaitu mencakup keseluruhan aspek perkembangan.
2) Lingkungan yang aman, sehat, dan nyaman
Lingkungan yang aman dan sehat merupakan prinsip penting dalam
pengelolaan kelas. Kebersihan alat dan lingkungan harus
diprioritaskan karena akan berpengaruh terhadap kesehatan dan
kenyamanan anak. Kenyamanan dibangun antara anak dengan
pendidik, pendidik dengan pendidik, pendidik dengan orang tua.
Menurut Piaget dalam Wijana emosi pada anak usia dini merupakan
jendala untuk mereka berfikir.
3) Penataan lingkungan main dan belajar. Penataan ruang kelas juga
penting dalam proses pembelajaran. Wijana mengatakan bahwa
lingkungan main atau belajar untuk bayi di bawah satu tahun harus
memerlukan tempat yang bersih untuk tengkurap merangkak,
mengesot, dan merambat. Untuk usia 18 bulan hingga 2 tahun
memerlukan tempat yang lebih luas untuk bebas bergerak. Ini
disebabkan karena anak sudah dapat berjalan sehingga anak akan
suka bergerak kemana saja. Usia 2-7 tahun ke atas, diberikan
kesempatan untuk anak mengerjakan yang ingin mereka lakukan dan
akan terlihat anak yang perkembangan cepat dengan meminati suat
hal. Misalnya jika anak sudah mulai mengambil alat tulis,
kemungkinan anak siap untuk menulis awal seperti mencoret-coret
kertas.
Pada usia 2-7 tahun akan terlihat kemampuan-kemampuan anak dan
bakat anak yaitu bawaan gen anak dari lahir yang sudah ada dalam diri anak
sehingga dapat dikembangkan tanpa adanya pemaksaan untuk anak.
Perkembangannya sesuai dengan kemampuannya bukan dari usianya.

f. Assesmen

Tujuan utama untuk melakukan penilaian pada anak diantaranya :

1) Merencanakan pembelajaran untuk individu dan kelompok


2) Untuk berkomunikasi dengan keluarga
3) Untuk mengidentifikasi anak-anak yang mungkin membutuhkan
layanan khusus atau intervensi
4) Untuk menginformasikan pengembangan program.

Penilaian yang dilakukan pada anak usia dalam maturationist models


dalam implikasinya pada semua model pembelajaran yang banyak
digunakan di praktek pendidikan anak usia dini menggunakan penilaian
autentik (authentic assessment)yang bercirikan sebagai berikut :

a) Data penilaian diperoleh dengan berbagai teknik dan berbagai


kesempatan waktu.
b) Penilaian dilakukan pada semua aspek perkembangan secara
menyeluruh.
c) Dilakukan secara langsung pada saat proses anak belajar secara
alami.
d) Digunakan untuk menilai program yang telah direncanakan.
e) Pada dasarnya hasil penilaian diambil untuk hasil pencapaian terbaik
dari pengalaman belajar anak
f) Penilaian berguna untuk menentukan program belajar anak
selanjutnya.

4. Teori Etologi Menurut Darwin

Teori seleksi alam (Darwin, 1859) Darwin berpendapat bahwa tidak


ada sifat baru yang perlu dimiliki semasa hidup individu. Pada dasarnya,
teori Darwin berjalan sebagai berikut : diantara anggota-anggota sebuah
spesies, terdapat variasi yang tak tehitung jumlahnya dan diantara anggota
yang bermacam-macam itu hanya kelompok tertentu yang berhasil bertahan
hidup yang bisa menghasilkan keturunannya. Dengan demikian terdapat
‘perjuangan untuk bertahan hidup’ dimana anggota-anggota tebaik sebuah
spesies dapat hidup cukup panjang untuk meneruskan sifat unggul mereka
kepada generasi berikutnya. Terhadap jumlah generasi yang tak terhitung
jumlahnya itu, alam kemudian ‘memilih’ siapa-siapa yang bisa beradaptasi
paling dengan lingkungan mereka. Menurut Darwin, Istilah ‘perjuangan
untuk bertahan hidup’ (survival for the existence) adalah yang unggul yang
bisa bertahan hidup (survival of the fittest).

Etologi adalah studi tentang tingkah laku manusia dan hewan dalam
konteks evolusi. Charles Darwin (1809-1882) menyatakan bahwa
perkembangan manusia ditentukan oleh seleksi alam. Seleksi alam tidak
hanya terjadi pada fisik seperti warna kulit, namun juga pada beragam
tingkah laku. Konrad Lorenz (1903-1989) dan Niko Tindbergen (1907-
1988) menyatakan insting ikut berkembang karena menjadi adaptif dalam
lingkungan tertentu dan insting memerlukan lingkungan yang tepat untuk
berkembang dengan benar (Crain, 2007: 64). Untuk mendapatkan
perlindungan anak-anak harus mengembangkan tingkah laku kemelekatan
(attachment) yaitu sinyal yang mempromosikan dan mempertahankan
kedekatan anak dengan pengasuhnya (Bowlby, 1982: 182)

Imprinting Ethology menekankan bahwa perilaku adalah produk


dari evolusi dan ditentukan secara biologis. Tiap spesies mempelajari
adaptasi apa yang penting untuk bertahan hidup, dan melalui proses seleksi
alam, yang paling baiklah yang mampu hidup untuk mewariskan sifat-
sifatnya kepada keturunannya. Teori ini menekankan bahwa perilaku
individu adalah produk dari evolusi dan ditentukan secara biologis. Teori ini
juga tetap menghargai adanya peran lingkungan dalam memenuhi berbagai
kebutuhan individu, sehingga pengalaman individu pada awal kehidupan
dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi kehidupan individu tersebut
di masa selanjutnya.

5. Teori Perkembangan Psikoanalitik Menurut Sigmund Freud

Teori perkembangan psikoanalitik Sigmund Freud adalah -kanak di


mana mencari kesenangan-energi dari id menjadi fokus pada area sensitif
seksual tertentu. Energi psikoseksual, atau libido, digambarkan sebagai
kekuatan pendorong di belakang perilaku. Menurut Sigmund Freud,
kepribadian sebagian besar dibentuk oleh usia lima tahun Jika tahap-tahap
psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya adalah kepribadian yang baik.

Teori - teori yang mengundang oleh Sigmund Freud menekankan


pentingnya peristiwa masa kanak – kanak dan pengalaman, dan hampir
secara khusus lanjutb pada gangguan mental bukan yang berfungsional.
Menurut Freud, perkembangan anak disajikan sebagai seri “ Mabuk
Psikoseksual “. Dalam “ Karangan Tiga pada Seksualitas “ (1915), Freud
menguraikan babak ini sebagai lisan, akal, dan lingkungan gender. Setiao
mabuk merasakan kepuasan hasrat dan kemudian bisa memerankan peran
dalam kepribadian orang dewasa.
Aliran Psikoanalitik pelayan perkembangan kepribadian dan
perilaku abnormal dan aliran psikologi. Aliran ini dikembangkan oleh Dr.
Sigmund Freud jadi lebih dikenal dengan aliran Freud. Proses pengobatan
gejala – gejala histeria mulai dari pembiusankemudian beralih ke hipnotis
dan terapi bicara atau psikoanalisa yang mengutamakan pentingnya proses
ketaksadaran.
Aliran Psikoanalitik terdiri dari dua variasi yaitu pribadi dan
antarpribadi. Bagagaimana kepribadian mempengaruhi belajar dan perilaku.
Aliran pribadi dari teori psikoanalitik adalah tradisi Sigmund Freud yang
mempertimbangkan itu orang bertindak atas motif yang tidak di sadarinya
juga atas dasar pikiran, perasaan dan kemungkinan yang disadari dan
sebagian disadari.
Dasar pendapat dan pandangan berubah dari keyakinan itu
pengalaman mental manusia tidak ubahnya seeprti gunung es yang terapung
disamudra yang hanya sebagoan sisa yang tampak, sedangkan sembilan
persepuluhnya dari sungguh yag tidak tampak memang yang merupakan
bagian atay lapangan ketidakasadaran mental manusia terdiri pikiran
kompleks, perasan dan keinginan – keinginan bawah sadar yang tidak
dialami secara langung tetapi besar – besaran terusberpengaruh tingkah laku
manusia.
Bagi berubah, semua bentuk ltingkah laku manusia bersumber dari
dorongan – dorongan pikiran bawah sadar. Dialekyika antara kesadaran dan
ketidaksadaran ini berbicara berbuah dalam 3 sistem kejiwaan, yaitu :
1. Indo (naluri ), naluri pembuatan hidup dalam kerangka
mempertahankan eksistensinya dimuka bumi. Bertahan hidup dalam
arti yang luas pada dasaranya merupakan segala aspek yangnkita
lihat dibumi. Indo dalam manusia merupakn naluri untuk
berkembang baikmempertahankan diri dari ancaman, naluri untuk
bebas dari rasa lapar danhaus suka membantah perbuatab berbaring.
2. Ego ( pribadi ), merupakan inti dari kesatuan manusia, dan kapan
terjadi tantangan terhadap ego hal ini merupakan tantangan terhadap
tulang punggung (eksistensi) manusia. Mengatasi kegagalan atau
kekecewaan terhadapa penerimaan hal tersebut, atau ttterusiknya ego
manusia, salah satunya anjut dengan marah.
Contohnya, dalam pertandingan sepak bola.
3. Superego, dalam bahasa sederhana, sering pembicaraan sebagai hati
nurani atau suara hati. Pelanggaran teradap suara hati atau standar
super ego menghasilkan perasaan bersalah, kegelisahan dan rasa
khawtir.
Pada perkembangannya teori psikoanalitik banyak diimplementasikan
dalam dunia pendidikan. Beberapa diantaranya yaitu :
 Pertama, Berbicara tentang konsep kecemasan yang dikemukakan
oleh Freud, tentu saja berkaitan dengan proses pendidikan.
Kecemasanmerupakan fungsi ego untuk memperingatkan individu
tentang kemungkinan suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi
adiktif yang sesuai. Dalam pendidikan konsep kecemasan dalam tiap
individu dapat diolah dan dikembangkan olleh para pelajar/konselor
demi kebaikan peserta didik. Dengna konsep ini pula,peserta didk
dibantu untuk menghargai diri dan orang lain serta lingkungannya.
Dengan kata lain, konsep kecemasan diarahkan ke pendidikan ranah
efektif atau karakternya.
 Kedua, dalam ranah yang lebih luas teori psikonalitik juga
digunakan pada proses pendidikan yang berbasis kecerdasan
majemuk.

6. Teori Perkembangan Psikososial Menurut Erik Erikson

Teori Erik Erikson tentang perkembangan manusia dikenal dengan


teori perkembangan psiko-sosial. Teori perkembangan psikososial ini adalah
salah satu teori kepribadian terbaik dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud,
Erikson percaya bahwa kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan.
Salah satu elemen penting dari teori tingkatan psikososial Erikson adalah
perkembangan persamaan ego. Ericson memaparkan teorinya melalui
konsep polaritas yang bertingkat/bertahapan. Ada 8 (delapan) tingkatan
perkembangan yang akan dilalui oleh manusia. Menariknya bahwa
tingkatan ini bukanlah sebuah gradualitas.

1) Trust vs Mistrust (Lahir - 18 bulan)

Pada tahap ini seorang anak akan mulai belajar untuk beradaptasi
dengan sekitarnya. Hal pertama yang akan dipelajari oleh seorang anak
adalah rasa percaya. Percaya pada orang-orang yang berada di sekitarnya.
Seorang ibu atau pengasuh biasanya adalah orang penting pertama yang ada
dalam dunia si anak. Jika ibu memperhatikan kebutuhan si anak seperti
makan maupun kasih sayang, maka anak akan merasa aman dan percaya
untuk menyerahkan atau menggantungkan kebutuhannya kepada ibunya.
Namun, bila ibu tidak memberikan apa yang harusnya diberikan kepada si
anak, maka secara tidak langsung itu dapat membentuk anak menjadi
seorang yang penuh kecurigaan, sebab ia merasa tidak aman untuk hidup di
dunia (Slavin, 2006).

Shaffer (2005: 135) menyatakan bahwa pengasuh yang konsisten


dalam merespon kebutuhan anak akan menumbuhkan rasa percaya anak
kepada orang lain, sedangkan pengasuh yang tidak responsif atau tidak
konsisten akan membentuk anak menjadi seorang yang penuh kecurigaan.
Anak-anak yang telah belajar untuk tidak mempercayai pengasuh selama
masa bayinya mungkin akan menghindari atau tetap skeptis untuk
membangun hubungan berdasarkan rasa saling percaya sepanjang hidupnya.
2) Autonomy vs Doubt (18 bulan - 3 tahun)

Pada tahap ini anak sudah memiliki kemampuan untuk melakukan


beberapa kegiatan secara mandiri seperti makan, berjalan atau memakai
sandal. Kepercayaan orang tua kepada anak pada usia ini untuk
mengeksplorasi hal-hal yang dapat dilakukannya secara mandiri dan
memberikan bimbingan kepadanya akan membentuk anak menjadi pribadi
yang mandiri dan percaya diri. Sementara orang tua yang me Sementara
orang tua yang membatasi dan berlaku keras pada anaknya, akan
membentuk anak tersebut menjadi orang yang lemah dan tidak kompeten
yang dapat menyebabkan malu dan ragu-ragu terhadap kemampuannya. 

3) Initiative vs Guilt (3 tahun – 6 tahun)

Pada tahap ini, kemampuan motorik dan bahasa anak mulai matang,
sehingga memungkinkan mereka untuk lebih agresif dalam mengeksplor
lingkungan mereka baik secara fisik maupun sosial. Pada usia-usia ini anak
sudah mulai memiliki inisiatif dalam melakukan suatu tindakan misalnya
berlari, bermain, melompat dan melempar. Orang tua yang suka
memberikan hukuman terhadap upaya anaknya dalam mengambil inisiatif
akan membuat anak merasa bersalah tentang dorongan alaminya untuk
melakukan sesuatu selama fase ini maupun fase selanjutnya.

Pada masa ini anak telah memasuki tahapan prasekolah. Ia sudah


memiliki beberapa kecakapan dalam mengolah kemampuan motorik dan
bahasa. Dengan kecakapankecakapan tersebut, dia terdorong melakukan
beberapa kegiatan. Namun, karena kemampuan anak tersebut masih terbatas
adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut
menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah. Peran orang tua untuk
membimbing dan memotivasi anak sangat dibutuhkan ketika anak
mengalami kegagalan. Hal ini dimaksudkan agar anak dapat melewati tahap
ini dengan baik. 

Erikson (dalam Shaffer, 2005) mengusulkan bahwa anak usia 2-3


tahun berjuang untuk menjadi seorang yang independen atau mandiri
dengan mencoba melakukan hal-hal yang mereka butuhkan secara mandiri
seperti makan dan berjalan. Sementara anak usia 4-5 tahun yang telah
mencapai rasa otonomi, sekarang mereka memperoleh keterampilan baru,
mencapai tujuan penting, dan merasa bangga dalam prestasi yang mereka
capai. Anak-anak usia prasekolah sebagian besar mendefinisikan diri
mereka dalam hal kegiatan dan kemampuan fisik seperti “aku bisa berlari
dengan cepat, aku bisa memanjat tangga, aku bisa menggambar bunga”. Hal
ini mencerminkan rasa inisiatif mereka untuk melakukan suatu kegiatan,
dan rasa inisiatif ini sangat dibutuhkan oleh seorang anak dalam
menghadapi pelajaran-pelajaran baru yang akan ia pelajari di sekolah. 

Sesuatu yang berlebihan maupun kekurangan itu tidaklah baik.


Dalam hal ini, bila seorang memiliki sikap inisiatif yang berlebihan atau
juga terlalu kurang, maka dapat menimbulkan suatu rasa ketidakpedulian
(ruthlessness). Anak yang terlalu berinisiatif, maka ia tidak akan
memperdulikan bimbingan orang tua yang diberikan kepadanya.
Sebaliknya, anak yang terlalu merasa bersalah, maka ia akan bersikap tidak
peduli, dalam arti tidak melakukan usaha untuk berbuat sesuatu, agar ia
terhindar dari berbuat kesalahan. Oleh sebab itu, hendaknya orang tua dapat
bersikap bijak dalam menanggapi setiap perbuatan yang dilakukan oleh
anak.

4) Industry vs Inferiority (6 tahun – 12 tahun)

Pada tahap ini, anak sudah memasuki usia sekolah, kemampuan


akademiknya mulai berkembang. Selain itu, kemampuan sosial anak untuk
berinteraksi di luar anggota keluarganya juga mulai berkembang. Anak akan
belajar berinteraksi dengan temantemannya maupun dengan gurunya. Jika
cukup rajin, anak-anak akan memperoleh keterampilan sosial dan akademik
untuk merasa percaya diri. Kegagalan untuk memperoleh prestasi-prestasi
penting menyebabkan anak untuk menciptakan citra diri yang negatif. Hal
ini dapat membawa kepada perasaan rendah diri yang dapat menghambat
pembelajaran di masa depan. 

Pada tahap ini anak juga akan membandingkan dirinya dengan


teman-temannya. Shaffer (2005) mengatakan pada usia 9 tahun hubungan
teman sebaya menjadi sangat penting untuk anak-anak sekolah. Mereka
peduli pada sikap-sikap maupun penampilan yang akan memperkuat posisi
mereka dengan teman sebayanya. Sedangkan pada anak yang berusia 11,5
tahun, anak semakin membandingkan diri mereka dengan orang lain dan
mengakui bahwa ada dimensi di mana mereka mungkin kurang dalam
perbandingan tersebut, seperti “aku tidak cantik, aku biasa-biasa saja dalam
hal prestasi”. Oleh sebab itu, sebagai seorang guru hendaknya dapat
memberikan motivasi pada anak-anak yang belum berhasil dalam mencapai
prestasi mereka agar anak tidak memiliki sifat yang rendah diri. Guru dapat
mencari momen-momen penting ketika di sekolah untuk memberikan
penghargaan pada seluruh anak-anak, sehingga anak akan merasa bangga
dan percaya diri terhadap pencapaian yang mereka peroleh.

5) Identity vs Role Confusion (12 tahun -18 tahun)


Pada tahap ini anak sudah memasuki usia remaja dan mulai mencari
jati dirinya. Masa ini adalah masa peralihan antara dunia anak-anak dan
dewasa. Secara biologis anak pada tahap ini sudah mulai memasuki tahap
dewasa, namun secara psikis usia remaja masih belum bisa diberi tanggung
jawab yang berat layaknya orang dewasa. Pertanyaan “Siapa Aku?” menjadi
penting pada tahapan ini. Pada tahap ini, seorang remaja akan mencoba
banyak hal untuk mengetahui jati diri mereka yang sebenarnya. Biasanya
mereka akan melaluinya dengan teman-teman yang mempunyai kesamaan
komitmen dalam sebuah kelompok. Hubungan mereka dalam kelompok
tersebut sangat erat, sehingga mereka memiliki solidaritas yang tinggi
terhadap sesama anggota kelompok.

Erikson (dalam Shaffer, 2005) percaya bahwa individu tanpa


identitas yang jelas akhirnya akan menjadi tertekan dan kurang percaya diri
ketika mereka tidak memiliki tujuan, atau bahkan mereka mungkin
sungguh-sungguh menerima bila dicap sebagai orang yang memiliki
identitas negatif, seperti menjadi kambing hitam, nakal, atau pecundang.
Alasan mereka melakukan ini karena mereka lebih baik menjadi seseorang
 yang dicap sebagai orang yang memiliki identitas negatif daripada tidak
memiliki identitas sama sekali.

Harter (dalam Shaffer, 2005) mengatakan bahwa remaja yang terlalu


kecewa atas penggambaran diri mereka yang tidak konsisten akan bertindak
keluar dari karakter dalam upaya untuk meningkatkan citra mereka atau
mendapat pengakuan dari orang tua atau teman sebaya. Anak pada usia ini
rawan untuk melakukan beberapa hal negatif dalam rangka pencarian jati
diri mereka. Bimbingan dan pengarahan baik dari orang tua maupun guru
juga diperlukan bagi anak pada tahap ini, agar mereka dapat menemukan jati
diri mereka sebenarnya. 

6) Intimacy vs Isolation (± 18 tahun – 40 tahun)

Pada tahap ini, seseorang sudah mengetahui jati diri mereka dan
akan menjadi apa mereka nantinya. Jika pada masa sebelumnya, individu
memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini
ikatan kelompok sudah mulai longgar. Pada fase ini seseorang sudah
memiliki komitmen untuk menjalin suatu hubungan dengan orang lain. Dia
sudah mulai selektif untuk membina hubungan yang intim hanya dengan
orang-orang tertentu yang sepaham. Namun, jika dia mengalami kegagalan,
maka akan muncul rasa keterasingan dan jarak dalam berinteraksi dengan
orang. Keberhasilan dalam melewati fase ini tentu saja tidak terlepas dari
fase-fase sebelumnya. Jika pada fase sebelumnya seseorang belum dapat
mengatasi rasa curiga, rendah diri maupun kebingungan identitas, maka hal
tersebut akan berdampak pada kegagalan dalam membina sebuah hubungan,
dan menjadikannya sebagai seseorang yang terisolasi. Pada tahap ini,
bantuan dari pasangan ataupun teman dekat akan membantu seseorang
dalam melewati tahap ini.

7) Generativity vs Self Absorption (± 40 tahun – 65 tahun)

Erikson (dalam Slavin, 2006) mengatakan bahwa generativitas


adalah hal terpenting dalam membangun dan membimbing generasi
berikutnya. Biasanya, orang yang telah mencapai fase generativitas
melaluinya dengan membesarkan anak-anak mereka sendiri. Namun, krisis
tahap ini juga dapat berhasil dilalui dengan melewati beberapa bentukbentuk
lain dari produktivitas dan kreativitas, seperti mengajar. Selama tahap ini,
orang harus terus tumbuh. Jika mereka yang tidak mampu atau tidak mau
memikul tanggung jawab ini, maka mereka akan menjadi stagnan atau
egois.

Pada masa ini, salah satu tugas untuk dicapai ialah dengan
mengabdikan diri guna mendapatkan keseimbangan antara sifat melahirkan
sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi).
Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adalah
kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan
dapat dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat
jauh berbeda dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri
dan sikap yang dapat digambarkan dalam stagnasi ini adalah tidak perduli
terhadap siapapun.

Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya


keseimbangan antara generativitas dan stagnansi guna mendapatkan nilai
positif yang dapat dipetik yaitu kepedulian. Dalam tahap ini, diharapkan
seseorang yang telah mmasuki usia dewasa menengah dapat menjalin
hubungan atau berinteraksi secara baik dan menyenangkan dengan generasi
penerusnya dan tidak memaksakan kehendak mereka pada penerusnya
berdasarkan pengalaman yang mereka alami.

8) Integrity vs despair (± 65 ke atas)

Seseorang yang berada pada fase ini akan melihat kembali (flash
back) kehidupan yang telah mereka jalani dan berusaha untuk
menyelesaikan permasalahan yang sebelumnya belum terselesaikan.
Penerimaan terhadap prestasi, kegagalan, dan keterbatasan adalah hal utama
yang membawa dalam sebuah kesadaran bahwa hidup seseorang adalah
tanggung jawabnya sendiri. 
Orang yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat
mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami. Individu
ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat menghadapi kematian.
Keputusasaan dapat terjadi pada orang-orang yang menyesali cara mereka
dalam menjalani hidup atau bagaimana kehidupan mereka telah berubah. 

 Penerapan Teori Erikson dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar

Seorang anak memasuki sekolah dasar pada usia ±6 tahun. Menurut


teori Erikson, usia ini sudah memasuki fase ke-IV, yaitu industry vs
inferiority. Siswa yang masuk ke dalam suatu sekolah memiliki latar
belakang akademik dan sosial yang berbeda-beda. Agar pembelajaran
menjadi lebih efisien dan efektif, hendaknya seorang guru harus mengenali
karakteristik peserta didiknya agar lebih mudah dalam mengembangkan
model pembelajaran yang akan digunakan dalam mengajar (Hanurawan,
2007).

Pada tahap ini, hendaknya guru dapat memotivasi siswanya agar


dapat melalui fase ini dengan baik, sehingga siswa tidak merasa rendah diri
akan kelurangan yang  dimilikinya. Menurut teori Piaget, anak pada usia
7-11 tahun akan memasuki tahap concrete operational stage, dimana anak
menerapkan logika berpikir pada barangbarang yang konkrit (Slavin, 2006).
Pembelajaran karakter sangat tepat diterapkan pada anak usia ini, sebab
anak pada usia ini cenderung untuk meniru segala perbuatan maupun
perkataan yang dilihat maupun didengar yang dilakukan oleh orang-orang
yang berada di sekitarnya. Oleh sebab itu, hendaknya seorang guru mampu
memberikan contoh yang baik kepada anak usia ini dengan berperilaku dan
bertutur kata yang sopan. Pembelajaran karakter ini diharapkan dapat
menjadi bekal bagi siswa untuk dapat melewati fase-fase perkembangan
psikososial selanjutnya dengan baik.

 Kelebihan dan Kekurangan Teori Erikson

Shaffer (2005) mengatakan banyak orang lebih memilih teori


Erikson daripada Freud karena mereka hanya menolak untuk percaya bahwa
manusia didominasi oleh naluri seksual mereka. Erikson menekankan
banyak konflik sosial dan dilema pribadi yang dialami seseorang atau orang
yang mereka kenal, sehingga mereka dapat dengan mudah
mengantisipasinya. Erikson tampaknya telah menangkap banyak isu sentral
dalam kehidupan yang dituangkannya dalam delapan tahapan
perkembangan psikososialnya.
Selain itu, rentang usia yang yang dinyatakan dalam teori Erikson ini
mungkin merupakan waktu terbaik untuk menyelesaikan krisis yang
dihadapi, tetapi itu bukanlah satu-satunya waktu yang mungkin untuk
menyelesaikannya (Slavin, 2006). Selain memiliki kelebihan, teori Erikson
juga memiliki beberapa kelemahan. Berikut beberapa kritikan terhadap teori
Erikson.  Tidak semua orang mengalami kasus yang sama pada fase dan
waktu yang sama seperti yang dikemukakan Erikson dalam teori
perkembangan psikososialnya (Slavin, 2006). 

Teori ini benar-benar hanya pandangan deskriptif dari


perkembangan sosial dan emosional seseorang yang tanpa menjelaskan
bagaimana atau mengapa perkembangan ini bisa terjadi (Shaffer, 2005). 
Teori ini lebih sesuai untuk anak laki-laki daripada untuk anak perempuan
dan perhatiannya lebih diberikan kepada masa bayi dan anak-anak daripada
masa dewasa. (Cramer, Craig, Flynn, Bernadette. & LaFave, Ann, 1997). 

7. Teori Perkembangan Kognitif Menurut Piaget dan Gagne

 Teori Perkembangan Piaget            

Menurut Piaget, proses belajar akan mengikuti tahap-tahap asimilasi,


akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbangan).

-Proses asimilasi merupakan proses pengintegrasian atau penyatuan


informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki oleh individu.

Teori Belajar Kognitif Dan Penerapannya Dalam Pembelajaran Sura dira


jayaningrat lebur dening pangastuti.

 Falsafah Jawa 388 people like this. Sign Up to see what your friends
like. Like Share Anda dapat melihat daftar isi blog melalui tombol
Sitemap atau klik di sini. [AS3] Disable Fullscreen Video
ActionScript 3 [AS3] XML Loader ActionScript 3 [AS3] Drag dan
Drop Object ActionScript 3 [AS3] TransitionManager dan Time
Delay ActionScript 3 [Web] Membuat Sticky Navigation dan Sticky
Widget Polimorfisme pada C++ C++ - Mengenal Friend C++ -
Mencari String dengan strstr() Mengenal Vector pada C++ Array
pada C++ Teori Belajar Kognitif Dan Penerapannya Dalam
Pembelajaran Single Linked List pada C++ POPULAR POSTS
 Proses akomodasi merupakan proses penyesuaian struktur kognitif
ke situasi baru.
 Proses ekuilibrasi adalah penyasuaian berkesinambungan antara
asimilasi dan akomodasi. Sebagai contoh, seorang anak sudah
memahami prinsip pengurangan. Ketika mempelajari prinsip
pembagian, maka terjadi proses pengintegrasian antara prinsip
pengurangan yang sudah dikuasainya dengan prinsip pembagian
(informasi baru). Inilah yang disebut proses asimilasi. Jika anak
tersebut diberikan soal-soal pembagian, maka situasi ini disebut
akomodasi. Artinya, anak tersebut sudah dapat mengaplikasikan
atau memakai prinsip-prinsip pembagian dalam situasi yang baru
dan spesifik.

Tahap-tahap perkembangan kognitif :

1. Tahap Sensorimotor (umur 0-2 tahun)

Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan , dan dilakukan


langkah demi langkah. Kemampuan yang dimilikinya antara lain: o Melihat
dirinya berbeda dengan objek sekitarnya o Mencari rangsangan melalui
sinar lampu dan suara o Memperhatikan sesuatu lebih lama o
Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya o Memperhatikan objek
sebagai hal yang tetap lalu ingin mengubah tempatnya.

2. Tahap Preoperasional (umur 2-7/8 tahun)

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah pada pengguanaan


symbol atau bahasa tanda, dan mulai berkembangnya konsep-konsep
intuitif. Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu preoperasional dan intuitif :

1) Preoperasioal (umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan


bahasa dalam mengembangkan konsepnya, walaupun masuh sangat
sederhana. Maka sering terjadi kesalahan dalam memahami objek.

Karakteristik tahap ini adalah  :

 Self counter nya sangat menonjol.


 Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal
dan mencolok.
 Tidak mampu memusatkan perhatian pada objek-objek yang
berbeda.
 Mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria, termasuk
kriteria yang benar.
 Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak daapt
menjelaskan perbedaan antara deretan.

2) Tahap intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun), anak telah dapat memperoleh
pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak. Dalam
menarik kesimpulan sering tidak diungkapkan dengan kata-kata.
Oleh sebab itu, pada usia ini anak telah dapat mengungkapkan isi
hatinya secara simbolik terutam bagi mereka yang memiliki
pengalaman yang luas.

Karakterisitk tahap ini adalah:

 Anak dapat membentuk kelas-kelas atau kategori objek, tetapi


kurang disadarinya.
 Anak mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap hal-hal
yang lebih kompleks.
 Anak dapat melakukan sesuatu terhadap sejumlah ide.
 Anak mampu memperoleh prinsip-prinsip secara benar. Dia
mengerti terhadap sejumlah objek yang teratur dan cara
mengelompokkannya. Anak kekekalan masa pada usia 5 tahun,
kekekalan berat pada usia 6 tahun, dan kekekalan volume pada usia
7 tahun. Anak memahami bahwa jumlah objek adalah tetap sama
meskipun objek itu dikelompokkan dengan cara yang berbeda.

3. Tahap Operasional Konkret (umur 7/8 – 11/12 tahun)

Ciri kelompok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah


mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya
reversible dan kekekalan. Anak telah memiliki kecakapan berfikit logis,
akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkret. Operation
adalah suatu tipe tindakan untuk memanipulasi objek atau gambaran yang
ada di dalam dirinya. Karenanya kegiatan ini memerlukan proses
transformasi informasi ke dalam dirinya sehingga tindakannya lebih efektif.

4. Tahap Operasional Formal (umur 11/12 – 18 tahun)

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu
berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir
“kemungkinan”. Model berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-de-ductive
dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik
kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa.

Pada tahap ini kondisi berpikir anak sudah dapat :

1) Bekerja secara efektif dan sistematis.


2) Menganalisis secara kombinasi. Dengan demikian telah diberikan
dua kemungkinan penyebabnya, misalnya C1 dan C2 menghasilkan
R, anak dapat merumuskan beberapa kemungkinan.
3) Berpikir secara proporsional, yakni menentukan macam-macam
proporsional tentang C1, C2, dan R misalnya.
4) Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi. Pada
tahap ini mula-mula Piaget percaya bahwa sebagian remaja
mencapai formal operations paling lambat pada usia 15 tahun. Tetapi
berdasarkan penelitian maupun studi selanjutnya menemukan bahwa
banyak siswa bahkan mahasiswa  walaupun usianya telah
melampaui, belum dapat melakukan formaloperations.

 Teori Belajar Ausubel Gagne

Struktur kognitif Merupakan struktur organisasional yang ada dalam


ingatan seseorang yang mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang
terpisah-pisah ke dalam suatu unit konseptual. Teori kognitif banyak
memusatkan perhatiannya pada konsepsi bahwa perolehan dan retensi
pengetahuan baru merupakan fungsi dari struktur kognitif yang telah
dimiliki siswa.

Subsumtive sequence Dikatakan bahwa pengetahuan diorganisasi


dalam ingatan seseorang dalam struktur hirarkhis. Ini berarti bahwa
pengetahuan yang lebih umum, inclusif, dan abstrak membawahi
pengetahuan yang lebih spesifik dan konkret. Demikian juga pengetahuan
yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh seseorang,
akan dapat memudahkan perolehan pengetahuan baru yang lebih rinci.
Gagasannya mengenai cara mengurutkan materi pelajaran dari umum ke
khusus, dari keseluruhan ke rinci yang sering disebut sebagai subsumtive
sequence menjadikan belajar lebih bermakna bagi siswa.

Advance organizers Dikembangkan oleh Ausubel merupakan


penerapan konsepsi tentang struktur kognitif di dalam merancang
pembelajaran. Penggunaan advance organizers sebagai kerangka isi akan
dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari informasi baru, 
karena merupakan kerangka dalam bentuk abstraksi atau ringkasan konsep-
konsep dasar tentang apa yang dipelajari, dan hubungannya dengan materi
yang telah ada dalam struktur kogntif siswa. Jika ditata dengan baik,
advanced organizers akanmemudahkan siswa mempelajari materi pelajaran
yang baru, serta hubungannya dengan materi yang telah dipelajarnya.

Skemata Berdasarkan pada konsepsi organisasi kognitif seperti yang


dikemukakan oleh Ausubel tersebut, dikembangkanlah oleh para pakar teori
kognitif suatu model yang lebih eksplisit yang disebut dengan skemata.
Sebagai struktur organisasional, skemata berfungsi untuk mengintegrasikan
unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah, atau sebagai tempat
mengaitkan pengetahuan baru.
Skemata memiliki fungsi ganda, yaitu :

1) Sebagai skema yang menggambarkan atau merepresentasikan


organisasi pengetahuan. Seseorang yang ahli dalam suatu bidang
tertentu akan dapat digambarkan dalam skemata yang dimilikinya.
2) Sebagai kerangka atau tempat untuk mengkaitkan atau
mencantolkan pengetahuan baru. Skemata memiliki fungsi
asimilatif.

Artinya, bahwa skemata berfungsi untuk mengasimilasikan pengetahuan


baru ke dalam hirarkhi pengetahuan, yang secara progresif lebih rinci dan
spesifik dalam struktur kognitif seseorang. Inilah proses belajar yang paling
dasar yaitu mengasimilasikan pengetahuan baru ke dalam skemata yang
tersusun secara hierarhkis. Struktur kognitif yang dimiliki individu menjadi
faktor utama yang mempengaruhi kebermaknaan dari perolehan
pengetahuan baru.

Dengan kata lain, skemata yang telah dimiliki oleh seseorang


menjadi penentu utama terhadap pengetahuan apa yang akan dipelajari oleh
orang tersebut. Oleh sebab itu maka diperlukan adanya upaya untuk
mengorganisasi isi atau materi pelajaran serta penataan kondisi
pembelajaran agar dapat memudahkan proses asimilasi pengetahuan baru ke
dalam struktur kognitif orang yang belajar.

Aplikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran Hakekat


belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktivitas belajara
yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi  persepsual, dan
prosese intelektual. Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar
kognitif ini sudah banyak digunakan. Dalam merumuskan tujuan
pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi
mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristic.
Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat
diperhitungkan, agara belajar lebih bermakana bagi siswa.

Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip sebagai


berikut :

 Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses


berpikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui
tahaptahap tertentu.
 Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar
dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda kongkrit.
 Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan,
karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan
akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
 Untuk menarik minat dan menigkatkan retensi belajar perlu
mengkaitkan pengalaman atau informasi beru dengan struktur
kognitif yang telah dimiliki si belajar.
 Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran
disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari
sederhana ke kompleks.
 Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar
menghafal. Agar makna, informasi baru harus disesuaikan dan
dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Tugas
guru adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang
dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa. Teori Belajar
Kognitif Dan Penerapannya Dalam Pembelajaran Tentang
Pendidikan Non Formal Perbedaan Pendidikan Formal, Pendidikan
Non Formal dan Pendidikan Informal Tentang E-Learning
Pembelajaran Berbantuan Komputer .
 Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan,
karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.
Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan
berpikir, pengetahuan awal dan sebagainya. Dari pemahaman di atas,
maka langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh
masing-masing tokoh tersebut berbeda. Secara garis besar langkah-
langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya
Irawan (2001) dapat digunakan. Langkah-langkah tersebut adalah
sebagai berikut :

Langkah-langkah pembelajaran menurut Piaget :

1) Menentukan tujuan pembelajaran.


2) Memilih materi pelajaran.
3) Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara aktif.
4) Menentukan kegiatan belajar yang sesuai untuk topik-topik tersebut,
misalnya penelitian, memecahkan masalah, diskusi, stimulasi, dan
sebagainya.
5) Mengembangkan metode pembelajaran untuk merangsang kreatifitas
dan cara berpikir siswa.
6) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

Langkah-langkah pembelajaran menurut Ausubel :

1) Menentukan tujuan pembelajaran.


2) Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal,
motivasi, gaya belajar, dan sebagainya).
3) Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan
mengaturnya dalam bentuk konsep-konsep inti.
4) Menentukan topik-topik  dan menampilkannya dalam bentuk
advance organizer yang akan dipelajari siswa.
5) Mempelajari konsep-konsep inti tersebut , dan menerapkannya
dalam bentuk nyata/konkret.
6) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

8. Teori Perkembangan Kognitif Sosial – Budaya Lev Vygotsky

Lev Vygotsky (1896-1934) berpendapat bahwa perkembangan


kognitif dan bahasa anak-anak tidak berkembang dalam suatu situasi sosial
yang hampa. Vygotsky tidak setuju dengan pandangan Piaget bahwa anak
menjelajahi dunianya sendiri dan membentuk gambaran realitas batinnya
sendiri. Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan
mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran
menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem
matematika, dan alat-alat ingatan.
Penekanan Vygotsky pada peran kebudayaan dan masyarakat di
dalam perkembangan kognitif lebih banyak menekankan peranan orang
dewasa dan anak-anak lain dalam memudahkan perkembangan si anak.
Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar
seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian.
Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi
seperti ingatan, berfikir dan menyelesaikan masalah. Pada intinya dapat
disimpulkan bahwa dalam teori Vygotsky mengandung banyak unsur
psikologi pendidikan, khususnya pokok bahasan pendidikan dan
budaya.Seperti Piaget, Vygotsky menekankan bahwa anak-anak secara aktif
menyusun pengetahuan mereka. Akan tetapi menurut Vygotsky, fungsi-
fungsi mental memiliki koneksi-koneksi sosial. Vygotsky berpendapat
bahwa anak-anak mengembangkan konsep-konsep lebih sistematis, logis,
dan rasional sebagai akibat dari percakapan dengan seorang penolong yang
ahli.
Menurut Vygotsky, perolehan pengetahuan dan perkembangan
kognitif seorang seturut dengan teori sciogenesis. Dimensi kesadaran social
bersifat primer, sedangkan dimensi individualnya bersifat derivative atau
merupakan turunan dan bersifat skunder. Artinya, pengetahuan dan
pengembangan kognitif individu berasal dari sumber-sumber social di luar
dirinya. Hal ini tidak berarti bahwa individu bersikap pasif dalam
perkembangan kognitifnya, tetapi Vygotsky juga menekankan pentingnya
peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Maka teori
Vygotsky sebenarnya lebih tepat disebut dengan pendekatan
konstruktivisme. Maksudnya, perkembangan kognitif seseorang disamping
ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga oleh lingkungan social
yang aktif pula.
Teori psikologi yang dipegang oleh vygotsky lebih mengacu pada
kontruktivisme. Karena ia lebih menekan pada hakikat pembelajaran
sosiokultural. Dalam analisisnya, perkembangan kognitif seseorang
disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga ditentukan oleh
lingkungan social secara aktif.

a. Teori Belajar Vygotsky

Teori Vygotsky menawarkan suatu potret perkembangan manusia


sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan
budaya. Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan
mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran
menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem
matematika, dan alat-alat ingatan. Ia juga menekankan bagaimana anak-
anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah
terampil di dalam bidang-bidang tersebut. Vygotsky lebih banyak
menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain dalam memudahkan
perkembangan si anak. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi
mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar
dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi
mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berfikir dan menyelesaikan
masalah.
Fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi ini dianggap sebagai ”alat
kebudayaan” tempat individu hidup dan  alat-alat itu berasal dari budaya.
Alat-alat itu diwariskan pada anak-anak oleh anggota-anggota kebudayaan
yang lebih tua  selama pengalaman pembelajaran yang dipandu.
Pengalaman dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin mendalam
dan membentuk gambaran batin anak tentang dunia. Karena itulah berpikir
setiap anak dengan cara yang sama dengan anggota lain dalam
kebudayaannya.
Menurut vygotsky (1962), keterampilan-keterampilan dalam
keberfungsian mental berkembang melalui interaksi sosial
langsung. Informasi tentang alat-alat, keterampilan-keterampilan dan
hubungan-hubungan interpersonal kognitif dipancarkan melalui interaksi
langsung dengan manusia. Melalui pengorganisasian pengalaman-
pengalaman interaksi sosial yang berada di dalam suatu latar belakang
kebudayaan ini, perkembangan mental anak-anak menjadi matang.
Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri
beberapa konsep melalui pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa
anak akan jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-
anak tidak akan pernah mengembangkan pemikiran operasional formal
tanpa bantuan orang lain.
Vygotsky mencari pengertian bagaimana anak-anak berkembang
dengan melalui proses belajar, dimana fungsi-fungsi kognitif belum matang,
tetapi masih dalam proses pematangan. Vygotsky membedakan antara
aktual development dan potensial development pada anak. Actual
development ditentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu
tanpa bantuan orang dewasa atau guru. Sedangkan potensial development
membedakan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu, memecahkan

masalah di bawah petunjuk orang dewasa atau kerjasama dengan teman


sebaya.

1. Konsep Zona Perkembangan Proksimal (ZPD)


Zona Perkembangan Proksimal adalah istilah Vygotsky untuk
rangkaian tugas yang terlalu sulit dikuasai anak seorang diri tetapi dapat
diipelajari dengan bantuan dan bimbingan orang dewasa atau anak-anak
yang terlatih. Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal
merupakan celah antara actual development dan potensial development,
dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan
orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan
arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Batas bawah
dari ZPD adalah tingkat keahlian yang dimiliki anak yang bekerja secara
mandiri. Batas atas adalah tingkat tanggung jawab tambahan yang dapat
diterima oleh anak dengan bantuan seorang instruktur. Maksud dari ZPD
adalah menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial akan dapat memudahkan
perkembangan anak.

2.  Konsep Scaffolding
Scaffolding ialah perubahan tingkat dukungan. Scaffolding adalah
istilah terkait perkembangan kognitif yang digunakan Vygotsky untuk
mendeskripsikan perubahan dukungan selama sesi pembelajaran, dimana
orang yang lebih terampil mengubah bimbingan sesuai tingkat kemampuan
anak.Dialog adalah alat yang penting dalam ZPD. Vygotsky memandang
anak-anak kaya konsep tetapi tidak sistematis, acak, dan spontan. Dalam
dialog, konsep-konsep tersebut dapat dipertemukan dengan bimbingan yang
sistematis, logis dan rasional.

3.  Bahasa dan Pemikiran


Menurut Vygotsky, anak menggunakan pembicaraan bukan saja
untuk komunikasi sosial, tetapi juga untuk membantu mereka
menyelesaikan tugas. Lebih jauh Vygotsky yakin bahwa anak pada usia dini
menggunakan bahasa unuk merencanakan, membimbing, dan memonitor
perilaku mereka. Vygotsky mengatakan bahwa bahasa dan pikiran pada
awalnya berkembang terpisah dan kemudian menyatu. Anak harus
menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain sebelum
mereka dapat memfokuskan ke dalam pikiran-pikiran mereka sendiri. Anak
juga harus berkomunikasi secara eksternal dan menggunakan bahasa untuk
jangka waktu yang lama sebelum mereka membuat transisi dari kemampuan
bicara ekternal menjadi internal.

Pada dasarnya teori-teori Vygotsky didasarkan pada tiga ide utama:


a) Bahwa intelektual berkembang pada saat individu menghadapi ide-
ide baru dan sulit mengaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang
mereka telah ketahui;
b) Bahwa interaksi dengan orang lain memperkaya perkembangan
intelektual;
c) Peran utama guru adalah bertindak sebagai seorang pembantu dan
mediator pembelajaran siswa. 
b. Penerapan Teori Belajar Vygotsky Dalam Interaksi Belajar
Mengajar
c. Walaupun anak tetap dilibatkan dalam pembelajaran aktif, guru
harus secara aktif mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Dalam
istilah teoritis, ini berarti anak-anak bekerja dalam Zone of proximal
developmnet dan guru menyediakan scaffolding bagi anak selama
melalui  ZPD.
d. Secara khusus Vygotsky mengemukakan bahwa disamping guru,
teman sebaya juga berpengaruh penting pada perkembangan kognitif
anak, kerja kelompok secara kooperatif tampaknya mempercepat
perkembangan anak.
e. Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluas menjadi
pengajaran pribadi oleh teman sebaya (peer tutoring), yaitu seorang
anak mengajari anak lainnya yang agak tertinggal dalam pelajaran.
Satu anak bisa lebih efektif membimbing anak lainnya melewati
ZPD karena mereka sendiri baru saja melewati tahap itu sehingga
bisa dengan mudah melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak
lain dan menyediakan scaffolding yang sesuai.

Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang


relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan
memusatkan perhatian.Anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang
lebih tinggi seperti ingatan, berfikir dan menyelesaikan masalah.
Fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi ini dianggap sebagai ”alat
kebudayaan” tempat individu hidup dan  alat-alat itu berasal dari budaya.
Alat-alat itu diwariskan pada anak-anak oleh anggota-anggota kebudayaan
yang lebih tua  selama pengalaman pembelajaran yang dipandu.
Pengalaman dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin mendalam
dan membentuk gambaran batin anak tentang dunia. Karena itulah berpikir
setiap anak dengan cara yang sama dengan anggota lain dalam
kebudayaannya. Menurut vygotsky (1962), keterampilan-keterampilan
dalam memfungsikan mental anak berkembang melalui interaksi sosial
langsung.
Dalam teorinya, Vygotsky lebih banyak menekankan bahasa dalam
perkembangan kognitif daripada Piaget. Bagi Piaget, bahasa baru tampil
ketika anak sudah mencapai tahap perkembangan yang cukup maju.
Pengalaman berbahasa anak tergantung pada tahap perkembangan kognitif
saat itu. Namun, bagi Vygotsky, bahasa berkembang dari interaksi sosial
dengan orang lain. Awalnya, satu-satunya fungsi bahasa adalah komunikasi.
Bahasa dan pemikiran berkembang sendiri, tetapi selanjutnya anak
mendalami bahasa dan belajar menggunakannya sebagai alat untuk
membantu memecahkan masalah.
Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri
beberapa konsep melalui pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa
anak akan jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-
anak tidak akan pernah mengembangkan pemikiran operasional formal
tanpa bantuan orang lain. Vygotsky mengemukakan bahwa fungsi-fungsi
kognitif anak-anak belum benar-benar matang, tetapi masih dalam proses
pematangan. Sehingga secara tidak langsung anak membutuhkan orang lain
untuk mematangkan dan mengembangkan pola pikirnya.

9. Teori Kedewasaan dan Kepribadian, Carl Gustav Jung

          Carl Gustav Jung lahir pada tanggal 26 Juli 1875 di sebuah desa kecil
di Swiss bernama Kessewil. Ayahnya bernama Paul Jung, seorang pendeta
desa dan ibunya bernama Emilie Preiswerk Jung. Ida lahir di
tengah keluarga besar yang cukup pendidikan. Di antara anggota keluarga
besar Jung senior, ada yang jadi pendeta dan punya pikiran yang
eksentrik.  Jung senior mulai mengajari Jung bahasa latin ketika dia
berumur 6 tahun, dan inilah yang menjadi awal minatnya pada bahasa dan
sastra –khususnya sastra kuno. Di samping bahasa-bahasa Eropa Barat
modern, Jung dapat membaca beberapa bahasa kuno, termasuk Sanskerta.
 Semasa remaja, Jung adalah seorang yang penyendiri, tertutup dan
sedikit tidak peduli dengan masalah sekolah, apalagi dia tidak punya
semangat bersaing. Dia kemudian dimasukkan ke sekolah asrama di Basel,
Swiss. Di sini, dia merasa tertekan karena dicemburui oleh teman-temannya.
Lalu dia mulai sering bolos dan pulang ke rumah dengan alasan sakit.

                     Walaupun awalnya bidang yang dia pilih adalah arkeologi, namun dia
masuk ke fakultas kedokteran di University of Basel. Karena bekerja
bersama neurolog terkenal, Kraft-Ebing, dia kemudian menetapkan psikiatri
sebagai karier pilihannya. Setelah lulus, dia bekerja di Burghoeltzli Mental
Hospital di Zurich di bawah bimbingan Eugene Bleuler, seorang pakar dan
penemu skizofrenia. Tahun 1903, dia menikahi Emma Rauschenbach. Dia
juga mengajar di University of Zurich, membuka praktik psikiatri dan
menemukan beberapa istilah yang masih tetap dipakai sampai sekarang.

Jung sangat mengagumi Freud, dan berkesempatan bertemu pada


tahun 1907. Pada pertemuan pertama itu, Freud membatalkan kegiatannya
dan mereka berbincang-bincang selama 13 jam. Dampak pertemuan ini
sangat luar biasa bagi kedua pemikir ini. Freud akhirnya menyadari bahwa
Jung-lah “Putra Mahkota” psikoanalisis dan pewaris takhtanya. Namun Jung
tidak sepenuhnya berpegang pada teori Freud. Hubungan mereka
mernggang pada tahun 1909, sewaktu keduanya pergi ke Amerika. Dalam
sebuah pertemuan, keduanya berdebat panjang tentang mimpi masing-
masing dan Freud mulai membantah analisis Jung dengan cara yang tidak
cantik. Akhirnya dia menyerah dan mengusulkan agar perdebatan mereka
dihentikan, kalau dia tidak ingin otoritasnya hancur. Jung, sangat kecewa
dengan kejadian ini.

Perang Dunia Pertama adalah masa-masa menyakitkan bagi Jung.


Tapi pada masa ini Jung melahirkan teori-teori kepribadian yang dikenal
sampai sekarang. Setelah perang berakhir, Jung melakukan perjalanan ke
berbagai negara, misalnya, ke suku-suku primitif di Afrika, Amerika dan
India. Dia pensiun pada tahun 1946 dan menarik diri dari kehidupan umum
setelah istrinya meninggal di tahun 1955. Carl Gustav Jung meninggal pada
tangga 6 Juni 1961 di Zurich.

a. Dasar-dasar Teori Analatik Jung

Teori kepribadian Jung dipandang sebagai teori psikoanalitik karena


tekanannya pada proses-proses tak sadar, namun berbeda dalam sejumlah
hal penting dengan teori kepribadian Freud. Menurut Jung, tingkah laku
manusia ditentukan tidak hanya oleh sejarah individu dan rasi (kausalitas)
tetapi juga oleh tujuan-tujuan dan aspirasi-aspirasi (teleologi). Baik masa
lampau sebagai aktualitas maupun masa depan sebagai potensialitas sama-
sama membimbing tingkah laku orang sekarang. Pandangan Jung tentang
kepribadian adalah prospektif dalam arti bahwa ia melihat ke depan ke arah
garis perkembangan sang pribadi di masa depan dan retrospektif dalam arti
bahwa ia memperhatikan masa lampau. Bagi Freud, hanya ada pengulangan
yang tak habis-habisnya atas tema-tema insting sampai ajal menjelang. Bagi
Jung, ada perkembangan yang konstan dan sering kali kreatif, pencarian ke
arah keparipurnaan dan kepenuhan, serta kerinduan untuk lahir kembali.

Teori Jung juga berbeda dari semua pendekatan lain tentang


kepribadian karena tekanannya yang kuat pada dasar-dasar ras dan
filogenetik kepribadian. Jung melihat kepribadian individu sebagai produk
dan wadah sejarah leluhur. Freud menekankan asal-usul kepribadian pada
kanak-kanak sedangkan Jung menekankan asal-usul kepribadian pada ras.

b. Struktur Kepribadian Menurut Carl Gustav Jung

1. Kesadaran (Consciusness)

Consciousness muncul pada awal kehidupan, bahkan mungkin


sebelum dilahirkan. Secara berangsur kesadaran bayi yang umum-kasar,
menjadi semakin spesifik ketika bayi itu mengenal manusia dan obyek
disekitarnya.Menurut jung, hasil pertama dari proses diferensiasi kesadaran
itu adalah ego.

2.  Ego

 Ego adalah jiwa sadar yang terdiri dari persepsi-persepsi,ingatan-


ingatan,pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan sadar. Ego melahirkan
perasaan identitas dan kontinuitas seseorang,dan dari segi pandangan sang
pribadi ego dipandang berada pada kesadaran.

3. Ketidaksadaran Pribadi (Personal Unconscius) dan


kompleks (Complexes)

Ketidaksadaran pribadi adalah daerah yang berdekatan dengan ego.


Ketidaksadaran pribadi terdiri dari pengalaman-pengalaman yang pernah
sadar tetapi kemudian direpresikan, disupresikan, dilupakan atau diabaikan
serta pengalaman-pengalaman yang terlalu lemah untuk menciptakan kesan
sadar pada sang pribadi. Kompleks-kompleks. Kompleks adalah kelompok
yang terorganisasi atau konstelasi perasaan-perasaan, pikiran-pikiran,
persepsi-persepsi, ingatan-ingatan, yang terdapat dalam ketidaksadaran
pribadi. Kompleks memiliki inti yang bertindak seperti magnet menarik atau
“mengkonstelasikan” berbagai pengalaman kearahnya. (Jung,1934).

4.  Ketidaksadaran Kolektif (Collective Unconscius)


Ketidaksadaran kolektif adalah gudang bekas-bekas ingatan laten
yang diwariskan dari masa lampau leluhur seseorang, masa lampau yang
meliputi tidak hanya sejarah ras manusia sebagai suatu spesies tersendiri
tetapi juga leluhur pramanusiawi atau nenek moyang binatangnya.
Ketidaksadaran kolektif adalah sisa psikik perkembangan evolusi manusia,
sisa yang menumpuk sebagai akibat dari pengalaman-pengalaman yang
berulang selama banyak generasi. Semua manusia kurang lebih memiliki
ketidaksadaran kolektif yang sama. Jung menghubungkan sifat universal
ketidaksadaran kolektif itu dengan kesamaan stuktur otak pada semua ras
manusia dan kesamaan ini sendiri disebabkan oleh evolusi umum.

a) Arkhetipe-Arkhetipe

Arkhetipe adalah suatu bentuk pikiran (ide) universal yang


mengandung unsur emosi yang besar. Bentuk pikiran ini menciptakan
gambaran-gambaran atau visi-visi yang dalam kehidupan sadar normal
berkaitan dengan aspek tertentu dari situasi.

b) Persona

Persona adalah topeng yang dipakai sang pribadi sebagai respon


terhadap tuntutan-tuntutan kebiasaan dan tradisi masyarakat, serta terhadap
kebutuhan-kebutuhan arkhetipal sendiri(Jung,1945). Tujuan topeng adalah
untuk menciptakan kesan tertentu pada orang-orang lain dan sering kali,
meski tidak selalu, ia menyembunyikan hakikat sang pribadi yang
sebenarnya.

c)  Anima dan animus

Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk biseksual. Pada


tingakat fisiologis, laki-laki mengeluarkan hormon seks laki-laki maupun
perempuan, demikian juga wanita.Pada tingkat psikologis,sifat-sifat
maskulin dan feminin terdapat pada kedua jenis. Jung mengaitkan sisi
feminine kepribadian pria dan sisi maskulin kepribadian wanita dengan
arkhetipe-arkhetipe. Arkhetipe fenimin pada pria disebut anima, arkhetipe
maskulin pada wanita disebut animus (Jung,1945,1945b).

d) Bayang-bayang (Shadow)

Bayang-bayang mencerminkan sisi binatang pada kodrat manusia.


Sebagai arkhetipe,bayang-bayang melahirkan dalam diri kita konsepsi
tentang dosa asal; apabila bayang-bayang diproyeksikan keluar maka ia
menjadi iblis atau musuh.

e) Diri (Self)
Arkhetipe yang mencerminkan perjuangan manusia kearah kesatuan
(Wilhelm dan Jung 1931). Diri adalah titk pusat kepribadian, disekitar mana
semua sistem lain terkonstelasikan. Ia mempersatukan sistem-sistem ini dan
memberikan kepribadian dengan kesatuan, keseimbangan dan kestabilan
pada kepribadian.

f)  Simbolisasi (Symbolization)

Simbol adalah tanda yang tampak yang mewakili hal lain (yang
tidak tampak). Arsetip yang terbenam di dalam taksadar kolektif hanya
dapat mengekspresikan diri melalui symbol-simbol. Hanya dengan
menginterpretasi symbol-simbol ini, yang muncul dalam mimpi, fantasi,
penampakan (vision), mythe, seni, dll, dapat diperoleh pengetahuan
mengenai taksadar kolektif dan arsetipnya.

Simbol beroperasi dalam dua cara. Pertama, dalam bentuk


retrospektif, dibimbing oleh insting symbol mungkin secara sederhana
menunjukkan impuls yang karena alasan tertentu tidak terpuaskan. Kedua,
dalam bentuk prospektif, dibimbing oleh tujuan akhir kemanusiaan, simbol
mengekspresikan kumpulan kebijaksanaan yang telah dicapai, yang dapat
diterapkan pada masa yang akan datang.

5.  Sikap

Jung membedakan dua sikap atau orientasi utama kepribadian,yakni


sikap ekstraversi dan sikap introversi. Sikap ektraversi mengarah sang
pribadi ke dunia luar, dunia objetif; sikap introversi mengarahkan orang ke
dunia dalam,dunia subjektif (1921). Kedua sikap yang berlawanan ini ada
dalam kepribadian tetapi biasanya salah satu diantaranya dominan dan
sadar. Apabila ego lebih bersifat ekstavert dalam relasinya dengan dunia,
maka ketidaksadaran pribadinya akan bersifat introvert. Misalnya,  jika
seseorang egonya bersifat ekstraversi dalam hubungnnya dengan dunia luar,
termasuk orang lain, maka ketidaksadaran pribadinya akan bersifat
intoversi. Bila orang egonya bersifat intoversi, kearah kepada dunia dalam
yang bersifat subjektif, maka ketidaksadaran pribadinya bersifat ekstaversi. 

6. Fungsi

Ada empat fungsi psikologis fundamental:

a) Pikiran 

Berpikir melibatkan ide-ide dan intelek. Dengan berpikir manusia berusaha


memahami hakikat manusia dan dirinya sendiri.

b) Perasaan
Perasaan adalah fungsi evaluasi; Ia adalah nilai benda-benda,entah bersifat
positif maupun negatif,bagi subjek. Fungsi perasaan memberikan kepada
manusia pengalaman-pengalaman subjektifnya tentang kenikmatan dan rasa
sakit, amarah, ketakutan, kesedihan, kegembiraan dan cinta.

c)  Pendirian

Pendirian adalah fungsi perceptual atau fungsi kenyataan.Ia menghasilkan


fakta-fakta konkret atau bentuk-bentuk representasi dunia.

d)  Intuisi

Intuisi adalah persepsi melalui proses-proses tak sadar dan isi di bawah
ambang kesadaran. Orang yang intuitif melampaui fakta-fakta, perasaan-
perasaan dan ide-ide dalam mencari hakikat kenyataan.

Pikiran dan perasaan disebut fungsi rasio karena mereka memakai


akal, penilaian, abstraksi dan generalisasi. Mereka memungkinkan manusia
menemukan hukum-hukum dalam alam semesta. Pendirian dan intuisi
dipandang sebagai fungsi irrasional karena mereka didasarkan pada persepsi
tentang hal-hal yang konkret, khusus dan aksidental.
Biasanya salah satu diantara keempat fungsi itu berkembang jauh
melampaui ketiga lainnya,dan memainkan peranan yang lebih menonjol
dalam kesadaran.Ini disebut fungsi superior. Salah satu dari ketiga fungsi
lainnya biasanya bertindak sebagai pelengkap terhadap fungsi superior.
Apabila fungsi kerja superior terhambat maka secara otomatis fungsi
pelengkap menggantikan fungsi superior. Fungsi yang paling kurang
berkembang dari keempat fungsi itu disebut fungsi inferior.Fungsi itu
direpresikan dan menjadi tidak sadar. Fungsi inferior mengungkapkan diri
dalam mimpi-mimpi dan fantasi-fantasi. Fungsi inferior itu juga memilki
fungsi pelengkap.

c.  Interaksi di Antara Sistem-Sistem Kepribadian

Berbagai sistem dan sikap serta fungsi yang hendak membangun


seluruh kepribadian saling berinteraksi dengan tiga cara yang berbeda.

1) Salah satu sistem bisa mengkompensasikan kelemahan sistem lain

Kompensasi bisa dijelaskan dengan interaksi antara sikap dan


ektraversi dan introversi yang berlawanan. Apabila ektraversi merupakan
sikap ego sadar yang dominan atau superior maka ketidaksadaran akan
melakukan kompensasi dengan mengembangkan sikap intoversi yang
direpresikan. Kompensasi juga terjadi antarfungsi. Seseorang yang
menekankan pikiran dan persaan dalam kesadarannya akan menjadi intuitif,
dan bertipe pendirian secara tak sadar. Demikian juga, ego dan anima pada
seorang pria serta animus pada seorang wanita melahirkan hubungan
kompensatorik satu sama lain. Ego pria normal adalah maskulin sedangkan
anima adalah feminine dan ego wanita yang normal adalah feminin
sedangkan animus maskulin.Pada umumnya, semua isi kesadaran
dikompensasikan oleh isi-isi ketidaksadaran. Prinsip kompensasi
memberikan semacam ekuilibrium atau keseimbangan antara unsur-unsur
yang saling bertentangan sehingga mencegah psikhe menjadi tidak
seimbang secara neurotis.

2) Salah satu sistem bisa menentang sistem lain

Pertentangan terdapat dimana-mana dalam kepribadian; antara ego


dan bayang-bayang,antara ego dan ketidaksadaran pribadi,antara persona
dan anima atau animus, antara persona dan ketidaksadaran pribadi,antara
kolektif dan ego,serta antara ketidaksadaran kolektif dan persona. Introversi
bertentangan dan ekstraversi, pikiran bertentangan dengan perasaan,dan
pendirian bertentangan dengan intuisi. Ego adalah seperti bola bulu tangkis
yang dipukul bolak-balik antara tuntutan-tuntutan luar dari masyarakat dan
tuntutan-tuntutan batin dari ketidaksadaran kolektif. Sebagai akibat dari
pertarungan ini berkembanglah persona atau topeng. Persona kemudian
diserang oleh arkhetipe-arkhetipe lain dalam ketidaksadaran kolektif.

3)  Dua sistem atau lebih bisa bersatu membentuk sintesis

Kesatuan dari yang berlawanan tercapai lewat apa yang oleh Jung
disebut fungsi transenden. Bekerjanya fungsi ini menghasilkan sintesis
antara sistem-sistem yang bertentangan dan membentuk kepribadian yang
seimbang dan terintegrasi. Pusat dari kepribadian yang terintegrasi ini
adalah diri (self).

d. Dinamika Kepribadian Carl Gustav Jung

1) Energi Psikis

Energi psikis merupakan manifestasi kehidupan, yakni energi


organisme sebagai system biologis. Energi psikis lahir seperti semua energi
vital lain, yakni dari proses metabolic tubuh. Energi psikis tidak dapat
diukur atau dirasakan, namun terungkap dalam bentuk daya-daya actual atau
potensial. Keinginan, kemauan, perasaan, perhatian,dan perjuangan adalah
contoh-contoh dari daya actual dalam kepribadian;disposisi, bakat,
kecenderungan, kehendak hati, dan sikap adalah contoh daya potensial.

2)  Prinsip Ekuivalensi
Prinsip ekuivalensi menyatakan bahwa jika energi dikeluarkan unutk
menghasilkan suatu kondisi tertentu, maka jumlah yang akan dikeluarkan
itu akan muncul di salah satu tempat lain dalam sistem.

Prinsip ekuivalensi menyatakan bahwa jika energi dikeluarkan dari


salah satu system, misalnya ego, maka energi itu akan muncul pada suatu
system yang lain, mungkin persona. Atau jika makin banyak nilai
direpresikan ke dalam sisi bayang-bayang kepribadian, maka nilai itu akan
tumbuh kuat dengan mengorbankan stuktur lain dalam kepribadian.

3) Prinsip Entropi        

Prinsip entropi menyatakan bahwa jika dua benda yang berbeda


suhunya bersentuhan maka panas akan mengalir dari benda yang suhunya
lebih panas ke benda yang suhunya leih dingin. Prinsip entropi yang
digunakan Jung unutk menerangkan dinamika kepribadian menyatakan
bahwa distribusi energi dalam psikhe mencari keseimbangan. Misalnya
orang yang terlalu ekstrovert terpaksa mengembangkan bagian introvert dari
kodratnya. Kaidah umum dalam psikologi Jungian adalah setiap
perkembangan yang berat sebelah akan menimbulkan konflik, tegangan,
tekanan, sedangkan perkembangan yang seimbang dari semua unsur
kepribadian akan menghasilkan keharmonisan, relaksasi dan kepuasan.

4) Penggunaan Energi

Seluruh energi psikis digunakan untuk keperluan kehidupannya, dan


untuk pembiakan spesies. Ini merupakan fungsi instingtif yang dibawa sejak
lahir seperti lapar dan seks.

e. Perkembangan Kepribadian

1) Kausalitas versus Teleologi

Ide tentang tujuan yang membimbing dan mengarahkan nasib


manusia pada haikikatnya merupakan penjelasan teleologis dan penjelasan
finalistis. Pandang kausalitas menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa
sekarang ini adalah akibat atau hasil pengaruh dari keadaan atau sebab
sebelumnya. Masa sekarang tidak hanya ditentukan oleh masa lampau
(kausalitas) tetapi juga ditentukan oleh masa depan (teleologi).

2) Sinkronisitas

Gejala-gejala sinkronistik bisa dijelaskan berdasarkan hakikat


arkhetipe-arkhetipe. Arkhetipe dikatakan bersifat psychoid yakni bersifat
psikologis dan fisik sekaligus. Akibatnya, arkhetipe dapat membawa ke
dalam kesadaran suatu gambaran jiwa tentang peristiwa fisik meskipun
tidak ada persespi langsung terhadap peristiwa fisik tersebut. Arkhetipe
tidak menyebabkan dua peristiwa, tetapi ia memiliki suatu kualitas yang
memungkinkan sinkronisitas itu terjadi. Prinsip sinkronisitas kiranya akan
memperbaiki pandangan bahwa pikiran menyebabkan materialisasi atau
terjadinya hal-hal yang dipikirkan.

3) Hereditas

Hereditas berkenaan dengan insting-insting biologis yang


menjalankan fungsi pemeliharaan diri dan reproduksi. Insting merupakan
dorongan batiniah untuk bertindak dengan cara tertentu, bila timbul suatu
keadaan jaringan tertentu. Pandangan Jung tentang insting-insting tidak
berbeda dengan pandangan yang dikemukakaan oleh biologi modern ( Jung.
1929, 1948c ). Disamping warisan insting-insting biologis terdapat juga
“pengalaman pengalaman“ leluhur. Pengalaman-pengalaman ini, diwariskan
dalam bentuk arkhetipe-arkhetipe.

4) Tahap-tahap Perkembangan

Dalam tahun-tahun yang paling awal, libido di salurkan dalam


kegiatan-kegiatan yang diperlukan supaya tetap hidup. Sebelum usia lima
tahun, nilai-nilai seksual mulai tampak dan mencapai puncaknya selama
masa adolesen. Dalam masa muda seseorang dan awal tahun-tahun dewasa,
insting-insting kehidupan dasar dan proses-proses vital meningkat.

Ketika individu mencapai usia 30-an atau awal 40-an terjadi perubahan nilai
yang radikal. Orang yang berusia setengah baya menjadi lebih introvet dan
kurang implusif. Kebijaksanaan dan kecerdasan menggantikan gairah fisik
dan kejiwaan. Orang menjadi lebih spiritual. Peralihan ini merupakan
peristiwa yang sangat menentukan dalam kehidupan seseorang. Ia
merupakan saat yang paling berbahaya, karena kalau terjadi ketidakberesan
selama perpindahan energi ini, kepribadian bisa menjadi lumpuh selamanya.

5) Progresi dan Regresi

Perkembangan dapat mengikuti gerak maju, progesif, atau gerak


mundur, regresif. Progresi oleh Jung dimaksudkan bahwa ego sadar
menyesuaikan diri sendiri secara memuaskan baik terhadap tuntutan-
tuntutan lingkungan luar maupun terhadap kebutuhan-kebutuhan
ketidaksadaran. Dalam progesi yang normal, daya-daya yang berlawanan
dipersatukan dalam suatu arus proses psikis yang terkoordinasi dan
harmonis.

6) Proses Individuasi
Perkembangan adalah mekarnya kebulatan asli yang tidak
berdiferensiasi yang dimiliki manusia pada saat dilahirkan. Tujuan terakhir
pemekaran ini adalah realisasi diri. Untuk memiliki kepribadian yang sehat
dan terintegrasi, setiap sistem harus dibiarkan mencapai tingkat diferensiasi,
perkembangan, dan pengungkapan yang paling penuh. Proses untuk
mencapai ini disebut proses individuasi ( Jung, 1939, 1950 ).

7) Fungsi Transenden 

Apabila keanekaragaman telah dicapai lewat proses indiiduasi, maka


sistem-sistem yang berdiferensiasi itu kemudian diintegrasikan oleh fungsi
transenden ( Jung, 1916b ).

8) Sublimasi dan Represi

Sublimasi bersifat progesif, represi bersifat regresif. Sublimasi


menyebabkab psikhe bergerak maju, sedangakan represi menyebabkan
psikhe bergerak mundur. Sublimasi menghasilkan rasionalitas, sedangkan
represi menghasilkan irasionalitas. Sublimasi bersifat integratif sedangkan
represi bersifat disintegratif.

9) Perlambangan

Lambang dalam psikologi Jungian mempunyai dua fungsi utama.


Lambang merupakan usaha untuk memuaskan impuls instingtif yang
terhambat, di lain pihak lambang merupakan perwujudan bahan arkhetipe.
Lambang-lambang adalah bentuk representasi psikhe. Lambang-lambang
tidak hanya mengungkapkan khazanah kebijaksanan umat manusia yang
diperoleh secara rasial dan individual, tetapi lambang-lambang itu juga
menggambarkan tingkat-tingkat perkembangan yang jauh mendahului
perkembangan manusia sekarang.

f. Tahap-tahap Perkembangan Menurut Carl Gustav Jun

1) Usia anak (childhood),

 dibagi menjadi tiga tahap :

a. Tahap anarkis (0 – 6 tahun) Tahap ini ditandai dengan kesadaran


yang kacau dan sporadic atau kadang ada kadang tidak.
b. Tahap monarkis (6 – 8 tahun) Tahap ini ditandai dengan
perkembangan ego, dan mulainya pikiran verbal dan logika. Pada
tahap ini, anak memandang dirinya secara obyektif, sehingga sering
secara tidak sadar mereka menganggap dirinya sebagai orang ketiga.
c.  Tahap dualistic (8 – 12 tahun) Tahap ini ditandai dengan pembagian
ego menjadi 2, obyektif dan subyektif. Pada tahap ini, kesadaran
terus berkembang. Anak kini memandang dirinya sebagai orang
pertama, dan menyadari eksistensinya sebagai individu yang
terpisah.

2)  Usia pemuda ( Youth and Young adult hood)

Tahap muda berlangsung mulai dari puberitas sampai usia


pertengahan. Pemuda berjuang untuk mandiri secara fisik dan psikis dari
orang tuanya. Tahap ini ditandai oleh meningkatnya kegiatan, matangnya
seksual, tumbuh kembangnya kesadaran dan pemahaman bahwa era bebas
masalah dari kehidupan anak-anak sudah hilang. Kesulitan utama yang
sering dihadapi masalah kecenderungan untuk hidup seperti anak-anak dan
menolak menghadapi masalah kekinian yang disebut prinsip konservatif.

Kelahiran jiwa terjadi pada awal puberitas, mengikuti terjadinya


perubahan-perubahan fisik dan ledakan seksualitas. Tahap ini ditandai oleh
perbedaan perlakuan kepada anak-anak menjadi perlakuan kepada orang
dewasa dari orang tua mereka. Kepribadian selanjutnya harus dapat
memutuskan dan menyesuaikan diri dengan kehidupan social.

3) Usia pertengahan (middle hood)

Tahap ini dimulai antara usia 35 atau 40 tahun. Periode ini ditandai
dengn aktualisasi potensi  yang sangat bervariasi. Pada tahap usia
pertengahan, muncul kebutuhan nilai spiritual, yaitu kebutuhan yang selalu
menjadi bagian dari jiwa, tetapi pada usia muda dikesampingkan, karena
pada usia itu orang lebih tertarik pada nilai materialistic. Usia pertengahan
adalah usia realisasi diri.

4)  Usia tua ( old age )

Usia tua ditandai dengan tenggelamnya alam sadar ke alam tak


dasar. Banyak diantara mereka yang mengalami kesengsaraan karena
berorientasi pada masa lalu dan menjalani hidup tanpa tujuan.

10. Teori Perkembangan Bahasa Chomsky

Pada dasarnya seluruh manusia belajar berbicara. Meskipun


beraneka ragam seperti subjek kata kerja dalam struktur kalimat yang sudah
menguniversal.Noam Chomsky (1972) bapak dari teori Psikolinguistik
perkembangan mengemukakan hipotesa bahwa anak-anak memiliki
pembawaaan kemampuan untuk mempelajari sebuah bahasa baru. Menurut
LAD (Language Acquistion Device) adalah sebuah skill dalam arti dalam
diri anak-anak yang memungkinkan untuk memahami aturan-aturan
berbicara dan memanfaatkannya.

Pandangan biologis-kognitif Chomsky adalah sebagai berikut:

a. Setiap anak dilahirkan dengan potensi biologis untuk bahasa yang


diperuntukkan hanya bagi manusia.
b. Pemerolehan dan perkembangan bahasa terjadi, karena adanya
potensi biologis tersebut dan juga adanya lingkungan bahsa yang
mendorong, serta lingkungannya umumnya. Pemerolehan dan
perkembangan bahasa banyak ditentukan oleh tingkat-tingkat
kematangan biologis.

Menurut Chomsky pikiran anak memiliki kemampuan yang diduga


seperti APB pada gambar diatas. APB menerima masukan berupa ujaran-
ujaran dari orang-orang dalam lingkungan terutama ibu-bapak serta anggota
keluarga lainnya dirumah. Bahan-bahan masukan itu diolah oleh APB untuk
menemukan kaidah-kaidah bahasa yang terjkandung (fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik) dan bersifat umum.

Kaidah –kaidah yang ditemukan dipergunakan untuk memahamai


ujaran-ujaran yang kemudian didengar dalam lingkungan. Kemudian setelah
tingkat kematangan biologis sudah memungkinkan anak berbicara
(memproduksi bahasa), kaidah-kaidah itu dipergunakan pula untuk
memproduksikan ujaran-ujaran sesuai dengan tingkat kematangan biologis.
Pada jenjang permulaan, misalnya , anak baru dapat mengatakan "ma-ma",
ketika melihat ibunya. Ujaran sederhana ini sesungguhnya sudah didasari
oleh kaidah-kaidah yang ada dalam pikiran anak itu, dan karana itu dapat
mempunyai makna seperti ujaran orang dewasa. Ujaran itu misalnya,
mungkin berarti "ibu datang" atau "itu ibu".

Walaupun pemahaman pada dasarnya juga termasuk pemerolehan


bahasa yang terutama selalu diteliti adalah pemroduksian bahasa, karena
melalui kegiatan ini data-data objektif bahsa diperoleh, dan data-data ini
berguna untuk berbagai tujuan pengembangan dan penelitian.

1. Jenjang Pralinguistik : Ujaran Pralingusitik usia lahir – 1,0)

Ada tiga jenis ujaran pralinguistik ynag utama, yaitu Tangisan,


dekutan (cooing), Rabanan (Babbling). Dalam dua hingga tiga bulan
pertama kehidupan bayi, ujaran pralinguistik yang dimonana adalah
tangisan, teramsuk suara-suara seperti rengutan. Sejak usia 0,3 tahun bayi
sudah mulai memroduksikan dekutan-dekutan. Baik tangisan maupun
dekutan-dekutan. Periode dekutan diikuti oleh periode rabanan, yaitu setelah
bayi mencapai usia kira-kira 4-5, ujaran rabanan seperti "akh…akh…" dan
"a…ba…ba" dapat didengar diproduksikan oleh bayi dalam priode ini. Hal
yang menarik adalah suara bayi mempunytai tinggi rendah, yang berarti
telah mengandung unsur-unsur intonasi. Dan senstif terhadap irama suara.

2. Pemerolehan dan perkembangan Sintaksis (ujaran Satu kata usia 1-


2)

Kata-kata berarti dimaksud ini secara sintaksis bahasa anak-anak


disebut ujaran satu kata. Banyak diantara kata-kata itu yang terdiri dari satu
suku kata yang diulang, terbentuk dari satu konsonan dan satu vokal sperti
"gi-gi" (pergi).

3. Pemerolehan dan perkembangan Sintaksis (ujaran dua dan tiga kata


usia 2-3)

Ujaran dua dan tiga kata juag disebut ujaran telegrafis, karena
sebagaimana sebuah telegram, ujaran itu hanya terdiri atas kata-lata yang
bermakna yang paling penting saja, juga ada yang menyebutnya kalimat
primitif.

4. Pemerolehan dan perkembangan Sintaksis (ujaran lengkap 3-5)

Pada ujaran lengkap struktur kalimat semakin kompleks seperti


kalimat yang mengandung keternagna tambahan sederhana juga
berkembang sesudah umr 3 – 5 tahun. Pada usia-usia tersebut anak-anak
sudah menguasai transformasi-trasnformasi untuk membentuk kalimat-
kalimat kompleks adalah benar. Faktor ini juga tentunya tergantung dari
stimulus-stimulus yang diberikan utamanya dari lingkungan keluarga.

5. Pemerolehan dan perkembangan fonologi.

Prinsip dasar pemerolehan dan perkembangan bahasa bahwa


pemahaman mendahului pemrodkusian bahasa, sebagaimana telah
dikemukakan terdahulu, berlaku juga dalam pemerolehan dan
perkembangan fonologi.

6. Pemerolehan dan perkembangan Semantik

Pemerolehan dan perkembangan semantik pada dasarnya adalah


melalui proses kategorisasi dan pengenalan proposisi. Kedua proses
berkaitan erat dengan pemikiran, pada hakikatnya adalah proses-proses
pikiran. Pemerolehan dan perkembangan semantik melalaui prses
kategoriasasi memerlukan waktu yang lama. Segera sesudah anak
memperoleh ujaran satu kata, sesungguhnya dia sudah memperoleh makna
kata yang didasarkan pada ciri-cir objek yang dinamai dengan atau menjadi
rujukan kata itu. Akan tetapi ciri-ciri itu pada mulanya belum lengkap,
sehingga pemahaman anak itu kabur.

11. Teori Perkembangan Psikologi Humanstik, A. Maslow

Abraham Maslow Abraham H. Maslow (selanjutnya ditulis Maslow)


adalah tokoh yang menonjol dalam psikologi humanistik. Karyanya di
bidang pemenuhan kebutuhan berpengaruh sekali terhadap upaya
memahami motivasi manusia. Sebagian dari teorinya yang penting
didasarkan atas asumsi bahwa dalam diri manusia terdapat dorongan positif
untuk tumbuh dan kekuatan-kekuatan yang melawan atau menghalangi
pertumbuhan (Rumini, dkk. 1993).

Maslow berpendapat, bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan


yang dimulai dari kebutuhan jasmaniah-yang paling asasi- sampai dengan
kebutuhan tertinggi yakni kebutuhan estetis. Kebutuhan jasmaniah seperti
makan, minum, tidur dan sex menuntut sekali untuk dipuaskan. Apabila
kebutuhan ini terpuaskan, maka muncullah kebutuhan keamanan seperti
kebutuhan kesehatan dan kebutuhan terhindar dari bahaya dan bencana.
Berikutnya adalah kebutuhan untuk memiliki dan cinta kasih, seperti
dorongan untuk memiliki kawan dan berkeluarga, kebutuhan untuk menjadi
anggota kelompok, dan sebagainya.

Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan ini dapat mendorong


seseorang berbuat lain untuk memperoleh pengakuan dan perhatian,
misalnya dia menggunakan prestasi sebagai pengganti cinta kasih.
Berikutnya adalah kebutuhan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihargai,
dihormati, dan dipercaya oleh orang lain. Apabila seseorang telah dapat
memenuhi semua kebutuhan yang tingkatannya lebih rendah tadi, maka
motivasi lalu diarahkan kepada terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri,
yaitu kebutuhan Psikologi Humanistik ... (Ratna Syifa’a Rachmahana) 101
untuk mengembangkan potensi atau bakat dan kecenderungan tertentu.

Bagaimana cara aktualisasi diri ini tampil, tidaklah sama pada setiap
orang. Sesudah kebutuhan ini, muncul kebutuhan untuk tahu dan mengerti,
yakni dorongan untuk mencari tahu, memperoleh ilmu dan pemahaman.
Sesudahnya, Maslow berpendapat adanya kebutuhan estetis, yakni dorongan
keindahan, dalam arti kebutuhan akan keteraturan, kesimetrisan dan
kelengkapan. Maslow membedakan antara empat kebutuhan yang pertama
dengan tiga kebutuhan yang kemudian. Keempat kebutuhan yang pertama
disebutnya GHÀFLHQF\QHHG (kebutuhan yang timbul karena
kekurangan), dan pemenuhan kebutuhan ini pada umumnya bergantung
pada orang lain. Sedangkan ketiga kebutuhan yang lain dinamakan growth
need (kebutuhan untuk tumbuh) dan pemenuhannya lebih bergantung pada
manusia itu sendiri. Implikasi dari teori Maslow dalam dunia pendidikan
sangat penting.

Dalam proses belajar-mengajar misalnya, guru mestinya


memperhatikan teori ini. Apabila guru menemukan kesulitan untuk
memahami mengapa anak-anak tertentu tidak mengerjakan pekerjaan
rumah, mengapa anak tidak dapat tenang di dalam kelas, atau bahkan
mengapa anak-anak tidak memiliki motivasi untuk belajar. Menurut
Maslow, guru tidak bisa menyalahkan anak atas kejadian ini secara
langsung, sebelum memahami barangkali ada proses tidak terpenuhinya
kebutuhan anak yang berada di bawah kebutuhan untuk tahu dan mengerti.
Bisa jadi anak-anak tersebut belum atau tidak melakukan makan pagi yang
cukup, semalam tidak tidur dengan nyenyak, atau ada masalah pribadi /
keluarga yang membuatnya cemas dan takut, dan lain-lain. Carl R. Rogers
Carl R. Rogers adalah seorang ahli

Berikut banyak sekali hal-hal yang merupakan aplikasi dari teori-


teori humanistik, walaupun hanya akan ditampilkan sebagian aplikasi dalam
proses pembelajaran, dikarenakan keterbatasan ruang dan waktu.

1. Open Education atau Pendidikan Terbuka Pendidikan

Terbuka adalah proses pendidikan yang memberikan kesempatan


kepada murid untuk bergerak secara bebas di sekitar kelas dan memilih
aktivitas belajar mereka sendiri. Guru hanya berperan sebagai pembimbing.
Ciri utama dari proses ini adalah murid bekerja secara individual atau dalam
kelompok-kelompok kecil.

Dalam proses ini mensyaratkan adanya pusat-pusat belajar atau


pusat-pusat kegiatan di dalam kelas yang memungkinkan murid
mengeksplorasi bidang-bidang pelajaran, topik-topik,
ketrampilanketrampilan atau minat-minat tertentu. Pusat ini dapat
memberikan petunjuk untuk mempelajari suatu topik tanpa hadirnya guru
dan dapat mencatat partisipasi dan kemajuan murid untuk nantinya
dibicarakan dengan guru (Rumini, 1993).

Adapun kriteria yang disyaratkan dengan model ini adalah sebagai berikut :

a. Tersedia fasilitas yang memudahkan proses belajar, artinya berbagai


macam bahan yang diperlukan untuk belajar harus ada. Murid tidak
dilarang untuk bergerak secara bebas di ruang kelas, tidak dilarang
bicara, tidak ada pengelompokan atas dasar tingkat kecerdasan.
b. Adanya suasana penuh kasih sayang, hangat, hormat dan terbuka.
Guru menangani masalah-masalah perilaku dengan jalan
berkomunikasi secara pribadi dengan murid yang bersangkutan,
tanpa melibatkan kelompok.
c. Adanya kesempatan bagi guru dan murid untuk bersamasama
mendiagnosis peristiwa-peristiwa belajar, artinya murid 108 NO. 1.
VOL. I. 2008 memeriksa pekerjaan mereka sendiri, guru mengamati
dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
d. Pengajaran yang bersifat individual, sehingga tidak ada tes ataupun
buku kerja
e. Guru mempersepsi dengan cara mengamati setiap proses yang
dilalui murid dan membuat catatan dan penilaian secara individual,
hanya sedikit sekali diadakan tes formal.
f. Adanya kesempatan untuk pertumbuhan professional bagi guru,
dalam arti guru boleh menggunakan bantuan orang lain termasuk
rekan sekerjanya.
g. Suasana kelas yang hangat dan ramah sehingga mendukung proses
belajar yang membuat murid nyaman dalam melakukan sesuatu.
Perlu untuk diketahui, bahwa penelitian tentang efektivitas model ini
menunjukkan adanya perbedaan dengan proses pendidikan
tradisional dalam hal kreativitas, dorongan berprestasi, kebebasan
dan hasil-hasil yang bersifat afektif secara lebih baik. Akan tetapi
dari segi pencapaian prestasi belajar akademik, pengajaran
tradisional lebih berhasil dibandingkan poses pendidikan terbuka ini.

2. Cooperative Learning atau Belajar Kooperatif

Belajar kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk


meningkatkan dorongan berprestasi murid.

Dalam prakteknya, belajar kooperatif memiliki tiga karakteristik :

a. Murid bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4 – 6 orang


anggota), dan komposisi ini tetap selama beberapa minggu.
b. Murid didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan
yang bersifat akademik dan melakukannya secara berkelompok.
c. Murid diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok.

Adapun teknik-teknik dalam belajar koperatif ini ada 4 (empat) macam,


yakni :

1) Dalam teknik ini murid-murid yang kemampuan dan jenis


kelaminnya berbeda disatukan dalam tim yang terdiri dari empat
sampai lima orang anggota. Setelah guru menyajikan bahan
pelajaran, lalu tim mengerjakan lembaran-lembaran kerja.
2) Teknik ini menggunakan tim yang terdiri dari empat sampai lima
orang anggota, akan tetapi kegiatan turnamen diganti dengan saling
bertanya selama lima belas menit, dimana pertanyaanpertanyaan
yang diajukan terlebih dulu disusun oleh tim. Skorskor pertanyaan
diubah menjadi skor-skor tim, skor-skor yang tertinggi memperoleh
poin lebih dari pada skor-skor yang lebih rendah, disamping itu juga
ada skor perbaikan.
3) Jigsaw Murid dimasukkan ke dalam tim-tim kecil yang bersifat
heterogen, kemudian tim diberi bahan pelajaran. Murid mempelajari
bagian masing-masing bersama-sama dengan anggota tim lain yang
mendapat bahan serupa. Setelah itu mereka kembali ke kelompoknya
masing-masing untuk mengajarkan bagian yang telah dipelajarinya
bersama dengan anggota tim lain tersebut, kepada teman-teman
dalam timnya sendiri. Akhirnya semua anggota tim dites mengenai
seluruh bahan pelajaran. Adapun skor yang diperoleh murid dapat
ditentukan melalui dua cara, yakni skor untuk masing-masing murid
dan skor yang digunakan untuk membuat skor tim. 110 NO. 1. VOL.
I. 2008
4) Group Investigation Disini para murid bekerja di dalam kelompok-
kelompok kecil untuk menanggapi berbagai macam proyek kelas.
Setiap kelompok membagi tugas tersebut menjadi sub-sub topik
yang dibebankan kepada setiap anggota kelompok untuk menelitinya
dalam rangka mencapai tujuan kelompok. Setelah itu setiap
kelompok mengajukan hasil penelitiannya kepada kelas.
Berdasarkan penelitian, teknik-teknik belajar kooperatif pada
umumnya berefek positif terhadap prestasi akademik. Selain itu
teknik ini juga meningkatkan perilaku kooperatif dan altruistic
murid. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teknik ini
merupakan teknik mengajar yang efektif untuk mencapai tujuan
instruksional kelas.

3. Independent Learning (Pembelajaran Mandiri)

Pembelajaran Mandiri adalah proses pembelajaran yang menuntut


murid menjadi subjek yang harus merancang, mengatur dan mengontrol
kegiatan mereka sendiri secara bertanggung jawab. Proses ini tidak
bergantung pada subjek maupun metode instruksional, melainkan kepada
siapa yang belajar (murid), mencakup siapa yang memutuskan tentang apa
yang akan dipelajari, siapa yang harus mempelajari sesuatu hal, metode dan
sumber apa saja yang akan digunakan, dan bagaimana cara mengukur
keberhasilan upaya belajar yang telah dilaksanakan (Lowry, dalam Harsono,
2007).
Dalam pelaksanaannya, proses ini cocok untuk pembelajaran di
tingkat atau level perguruan tinggi, karena menuntut kemandirian yang
tinggi dari peserta didik. Di sini pendidik beralih fungsi menjadi fasilitator
proses belajar, bukan sebagai penentu proses belajar. Meski demikian,
pendidik harus siap untuk menjadi tempat bertanya dan bahkan diharapkan
pendidik betul-betul ahli di bidang yang dipelajari peserta. Agar tidak terjadi
kesenjangan hubungan antara peserta dan pendidik, perlu dilakukan
negosiasi dalam perancangan pembelajaran secara keseluruhan (Harsono,
2007). Perancangan pembelajaran ini didik dalam penentuan tujuan belajar
secara individual. Tanggung jawab peserta didik dan pengajar harus dibuat
secara eksplisit dalam perancangan pembelajaran. Partisipasi para peserta
didik dalam penentuan tujuan belajar akan membuat mereka lebih
berkomitmen terhadap proses pembelajaran.

4. Student Centered Learning (Belajar yang Terpusat pada Siswa)

Student Centered Learning atau disingkat SCL merupakan strategi


pembelajaran yang menempatkan peserta didik secara aktif dan mandiri,
serta bertanggung jawab atas pembelajaran yang dilakukan. Dengan SCL
peserta diharapkan mampu mengembangkan ketrampilan berpikir secara
kritis, mengembangkan system dukungan social untuk pembelajaran
mereka, mampu memilih gaya belajar yang paling efektif dan diharapkan
menjadi dan memiliki jiwa entrepreneur. Sama seperti model sebelumnya,
SCL banyak diterapkan dalam system pendidikan di tingkat Perguruan
Tinggi (Harsono, 2007).

Dengan SCL mahasiswa memiliki keleluasaan untuk


mengembangkan segenap potensinya (cipta, karsa dan rasa), mengeksplorasi
bidang yang diminatinya, membangun pengetahuan dan mencapai
kompetensinya secara aktif, mandiri dan bertanggung jawab melalui proses
pembelajaran yang bersifat kolaboratif, kooperatif dan kontekstual.

Adapun metode-metode SCL antara lain :

a) Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif) Prinsip metode ini


adalah mahasiswa belajar dari dan dengan teman-temannya untuk
mencapai suatu tujuan belajar dengan secara penuh bertanggung
jawab atas hasil pembelajaran yang mahasiswa.

Secara detail prosedur yang dilakukan dalam metode ini adalah :

 Dosen menjelaskan topik yang akan dipelajari - Kelas dibagi


menjadi kelompok-kelompok kecil, setiap kelompok terdiri dari 5 –
7 orang
 Dosen membagi sub-sub topik kepada masing-masing kelompok,
disertai dengan pertanyaan atau tugas-tugas yang berkaitan dengan
masing-masing sub topik
 Dosen meminta masing-masing kelompok mendiskusikan,
menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas-tugas pada masing-
masing sub topik
 Dosen meminta masing-masing kelompok mempresentasikan hasil
diskusi atau pekerjaannya dalam kelompok.
 Dosen memfasilitasi pembahasan topik secara menyeluruh dalam
112 NO. 1. VOL. I. 2008 kelas.

b) Collaborative Learning (Pembelajaran Kolaboratif)

Prinsip dari Pembelajaran Kolaboratif adalah bahwa pembelajaran


merupakan proses yang aktif. Mahasiswa mengasimilasi informasi dan
menghubungkannya dengan pengetahuan baru melalui kerangka acuan
pengetahuan sebelumnya. Pembelajaran memerlukan suatu tantangan yang
akan membuka wawasan para mahasiswa untuk secara aktif berinteraksi
dengan temannya.

Di sini mahasiswa akan mendapatkan keuntungan lebih jika mereka


saling berbagi Pembelajaran terjadi dalam lingkungan sosial yang
memungkinkan terjadinya komunikasi dan saling bertukar informasi, yang
akan memudahkan mahasiswa menciptakan kerangka pemikiran dan
pemaknaan terhadap hal yang dipelajari. Mahasiswa ditantang baik secara
sosial maupun emosional ketika menghadapi perbedaan perspektif dan
memerlukan suatu kemampuan untuk dapat mempertahankan ide-idenya.

Dengan demikian melalui proses ini mahasiswa belajar menciptakan


keunikan kerangka konseptual masing-masing dan secara aktif terlibat
dalam proses membentuk pengetahuan.

Adapun prosedur pembelajaran kolaboratif adalah sebagai berikut :

 Dosen menjelaskan topik yang akan dipelajari


 Dosen membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil yang
terdiri dari 5 orang
 Dosen membagi lembar kasus yang terkait dengan topik yang
dipelajari
 Mahasiswa diminta membaca kasus dan mengerjakan tugas yang
terkait dengan persepsi dan solusi terhadap kasus
 Mahasiswa diminta mendiskusikan hasil pekerjaannya dalam
kelompok kecil masing-masing dan mendiskusikan kesepakatan
kelompok
 Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya dalam kelas dan meminta kelompok lain untuk
memberikan tanggapan.

c) Competitive Learning (Pembelajaran Kompetitif)

Prinsip pembelajaran ini adalah memfasilitasi mahasiswa saling


berkompetisi dengan temannya untuk mencapai hasil terbaik. Psikologi
Humanistik ... (Ratna Syifa’a Rachmahana) 113 Kompetisi dapat dilakukan
secara individual maupun kelompok. Kompetisi individual berarti
mahasiswa berkompetisi dengan dirinya sendiri dibandingkan dengan
pencapaian prestasi sebelumnya. Kompetisi kelompok dilakukan dengan
membangun kerjasama.

Prosedur proses pembelajaran kompetitif adalah sebagai berikut :

 Dosen menjelaskan tujuan pembelajaran


 Dosen membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil dengan
jumlah anggota 5 – 7 orang
 Dosen menjelaskan prosedur tugas yang akan dikompetisikan dan
standar penilaiannya
 Dosen memfasilitasi kelompok untuk dapat mengerjakan tugas
dengan sebaik-baiknya
 Masing-masing kelompok menunjukkan kinerjanya
 Dosen memberikan penilaian terhadap kinerja kelompok berdasar
standar kinerja yang telah disepakati.

d) Case Based Learning (Pembelajaran Berdasar Kasus)

Prinsip dasar dari metode ini adalah memfasilitasi mahasiswa untuk


menguasai konsep dan menerapkannya dalam praktek nyata. Dalam hal ini
analisis kasus yang dikuasai tidak hanya berdasarkan common sense
melainkan dengan bekal materi yang telah dipelajari. Pada akhirnya metode
ini memfasilitasi mahasiswa untuk berkomunikasi dan berargumentasi
terhadap analisis suatu.

Prosedur yang dilakukan dalam metode ini adalah :

 Dosen menjelaskan tujuan pembelajaran dan metode yang akan


digunakan
 Dosen meminta mahasiswa mempelajari konsep dasar yang
berkaitan dengan tujuan pembelajaran, dengan cara membaca buku
teks yang membahas materi tersebut.
 Dosen membagikan lembar kasus yang telah dipersiapkan, dimana
kasus ini haruslah relevan dengan tujuan dan materi pembelajaran
 Dosen membagikan lembar pertanyaan yang harus dijawab oleh
mahasiswa berkaitan dengan pembahasan kasus tersebut.

Pertanyaan harus disusun sedemikian rupa sehingga menjadi


panduan mahasiswa untuk dapat menganalisis kasus berdasarkan 114 NO. 1.
VOL. I. 2008 konsep dasar yang telah dipelajari Dosen meminta masing-
masing mahasiswa mempresentasikan hasil analisis kasusnya. Mahasiswa
dan dosen dapat memberikan tanggapan terhadap presentasi yang disajikan.

Pada intinya, pembelajaran dengan SCL sangat bertentangan dengan


proses pembelajaran konvensional yang cenderung Teacher Centered
Instruction, yakni proses pembelajaran yang mengandalkan guru atau dosen
sebagai sentralnya. Di sini nampak aplikasi dari aliran humanistik, yang
sangat ‘memanusiakan’ peserta didik.

12. Teori Bihavioris Woston Menurut Ivan P. Pavlov dan Skinner

 Ivan P. Pavlov

Paradigma kondisioning klasik merupakan karya besar Ivan P.


Pavlov (1849-1936), ilmuan Rusia yang mengembangkan teori perilaku
melalui percobaan tentang anjing dan air liurnya. Proses yang ditemukan
oleh Pavlov, karena perangsang yang asli dan netral atau rangsangan
biasanya secara berulang-ulang dipasangkan dengan unsur penguat yang
menyebabkan suatu reaksi.

Perangsang netral disebut perangsang bersyarat atau terkondisionir,


yang disingkat dengan CS (conditioned stimulus). Penguatnya adalah
perangsang tidak bersyarat atau US (unconditioned stimulus). Reaksi alami
atau reaksi yang tidak dipelajari disebut reaksi bersyarat atau CR
(conditioned response). Pavlov mengaplikasikan istilah-istilah tersebut
sebagai suatu penguat.Maksudnya setiap agen seperti makanan, yang
mengurangi sebagaian dari suatu kebutuhan. Dengan demikian dari mulut
anjing akan keluar air liur (UR) sebagai reaksi terhadap makanan (US).
Apabila suatu rangsangan netral, seperti sebuah bel atau genta (CS)
dibunyikan bersamaan dengan waktu penyajian maka peristiwa ini akan
memunculkan air liur (CR) (Desmita, 2005:55)
Melalui paradigma kondisioning klasiknya, Pavlov memperlihatkan
anjing dapat dilatih mengeluarkan air liur bukan terhadap rangsang semula
(makanan), melainkan terhadap rangsang bunyi. Hal ini terjadi pada waktu
memperlihatkan makanan kepada anjing sebagai rangsang yang
menimbulkan air liur, dilanjutkan dengan membunyikan lonceng atau bel
berkali-kali, akhirnya anjing akan mengeluarkan air liur apabila mendengar
bunyi lonceng atau bel, walaupun makanan tidak diperlihatkan atau
diberikan. Disini terlihat bahwa rangsang makanan telah berpindah ke
rangsang bunyi untuk memperlihatkan jawaban yang sama, yakni
pengeluaran air liur. Paradigma kondioning klasik ini menjadi paradigma
bermacammacam pembentukan tingkah laku yang merupakan rangkaian
dari satu kepada yang lain.

Kondisoning klasik ini berhubungan pula dengan susunan syaraf tak


sadar serta otot-ototnya. Dengan demikian emosional merupakan sesuatu
yang terbentuk melalui kondisioning klasik (Desmita, 2005:56)

Teori belajar pengkondisian klasik merujuk pada sejumlah prosedur


pelatihan karena satu stimulus dan rangsangan muncul untuk menggantikan
stimulus lainnya dalam mengembangkan suatu respon.Prosedur ini disebut
klasik karena prioritas historisnya seperti dikembangkan Pavlov. Kata
clasical yang mengawali nama teori ini semata-mata dipakai untuk
menghargai karya Pavlov yang dianggap paling dahulu dibidang
conditioning (upaya pengkondisian) dan untuk membedakannya dari teori
conditioning lainnya. Perasaan ISSN 2541-657X Nusantara ( Jurnal Ilmu
Pengetahuan Sosial ) Volume 1 Desember 2016 70 orang belajar bersifat
pasif karena untuk mengadakan respon perlu adanya suatu stimulus tertentu,
sedangkan mengenai penguat menurut pavlov bahwa stimulus yang tidak
terkontrol (unconditioned stimulus) mempunyai hubungan dengan
penguatan. Stimulus itu yang menyebabkan adanya pengulangan tingkah
laku dan berfungsi sebagai penguat (Zulhammi, 2015).

 B.F. Skinner

Skinner adalah seorang psikolog dari Harvard yang telah berjasa


mengembangkan teori perilaku Watson.Pandangannya tentang kepribadian
disebut dengan behaviorisme radikal.

Behaviorisme menekankan studi ilmiah tentang respon perilaku yang


dapat diamati dan determinan lingkungan. Dalam behaviorisme Skinner,
pikiran, sadar atau tidak sadar, tidak diperlukan untuk menjelaskan perilaku
dan perkembangan.
Menurut Skinner, perkembangan adalah perilaku. Oleh karena itu
para behavioris yakin bahwa perkembangan dipelajari dan sering berubah
sesuai dengan pengalamanpenglaman lingkungan. Untuk mendemontrasikan
pengkondisian operan di laboratorium, Skinner meletakkan seekor tikus
yang lapar dalam sebuah kotak, yang disebut kotak Skinner. Di dalam kotak
tersebut, tikus dibiarkan melakukan aktivitas, berjalan dan menjelajahi
keadaan sekitar. Dalam aktivitas itu, tikus tanpa sengaja menyentuh suatu
tuas dan menyebabkan keluarnya makanan. Tikus akan melakukan lagi
aktivitas yang sama untuk memperoleh makanan, yakni dengan menekan
tuas. Semakin lama semakin sedikit aktivitas yang dilakukan untuk
menyentuh tuas dan memperoleh makanan. Disini tikus mempelajari
hubungan antara tuas dan makanan. Hubungan ini akan terbentuk apabila
makanan tetap merupakan hadiah bagi kegiatan yang dilakukan tikus
(Desmita. 2005:57).

Kondisioning operan juga melibatkan proses-proses belajar dengan


menggunakan otot-otot secara sadar yang memunculkan respons yang
diikuti oleh pengulangan untuk penguatan. Tetapi hal ini masih dipengaruhi
oleh rangsangrangsang yang ada dalam lingkungan, yakni kondisi dan
kualitas serta penguatan terhadap rangsangnya mempengaruhi jawaban-
jawaban yang akan diperlihatkan. Oleh sebab itu, penguatan pengulangan
rangsang-rangsang diperlihatkan sesuatu jawaban tingkah laku yang
diharapkan merupakan hal penting pada kondisioning operan.Agar suatu
jawaban atau tingkah laku yang baru dapat terus diperlihatkan, diperlukan
penguatan rangsangan sekunder atau melalui penguatan rangsangan yang
terencana (Desmita, 2005:58).

Konsep-konsep dikemukanan Skinner tentang belajar lebih


mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Skinner menjelaskan konsep
belajar secara sederhana, tetapi lebih komprehensif. Menurut Skinner
hubungan antara stimulus dan respons yang terjadi melalui interaksi dengan
lingkungannya, kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku yang tidak
sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Menurutnya
respons yang diterima seseorang tidak sesederhana demikian, karena
stimulusstimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar
stimulus Nusantara ( Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial ) ISSN 2541-657X
Volume 1 Desember 2016 71 tersebut yang mempengaruhi respons yang
dihasilkan. Respons yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi tersebut nantinya mempengaruhi munculnya
perilaku (Slavin, 2000).Oleh karena itu,dalam memahami tingkah laku
seseorang secara harus memahami hubungan antara stimulus yang satu
dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan
berbagai konsekuensi yang timbul akibat respons tersebut. Skinner juga
mengemukakan dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai
alat menjelaskan tingkah laku yang hanya menambah rumitnya masalah,
sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan (Putrayasa, 2013:48).

1. Penerapan Teori Belajar Behavioristik Dalam Proses Pembelajaran

Teori belajar behavioristik menekankan terbentuknya perilaku


terlihat sebagai hasil belajar.Teori belajar behavioristik dengan model
hubungan stimulus respons, menekankan siswa yang belajar sebagai
individu yang pasif. Munculnya perilaku siswa yang kuat apabila diberikan
penguatan dan akanmenghilang jika dikenai hukuman (Nasution, 2006:66).

Teori belajar behavioristik berpengaruh terhadap masalah belajar,


karena belajar ditafsirkan sebagai latihan-latihan untuk pembentukan
hubungan antara stimulus dan respons. Dengan memberikan rangsangan,
siswa akan bereaksi dan menanggapi rangsangan tersebut. Hubungan
stimulus-respons menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis belajar.
Dengan demikian kelakuan anak terdiri atas respons-respons tertentu
terhadap stimulus-stimulus tertentu. Penerapan teori behavioristik dalam
kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa komponen seperti: tujuan
pembelajaran, materi pelajaran, karakteristik siswa, media, fasilitas
pembelajaran, lingkungan, dan penguatan (Sugandi, 2007:35).

Teori belajar behavioristik cenderungmengarahkan siswa untuk


berfikir. Pandangan teori belajar behavioristik merupakan proses
pembentukan, yaitu membawa siswa untuk mencapai target tertentu,
sehingga menjadikan siswa tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.
Pembelajaran yang dirancang pada teori belajar behavioristik memandang
pengetahuan adalah objektif, sehingga belajar merupakan perolehan
pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan
kepada siswa. Oleh sebab itu siswa diharapkan memiliki pemahaman yang
sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang diterangkan
oleh guru itulah yang harus dipahami oleh siswa.

Hal yang paling penting dalam teori belajar behavioristik adalah


masukan dan keluaran yang berupa respons. Menurut teori ini, antara
stimulus dan respons dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat
diamati dan diukur. Dengan demikian yang dapat diamati hanyalah stimulus
dan respons. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan oleh guru dan apa saja
yang dihasilkan oleh siswa semuanya harus dapat diamati dan diukur yang
bertujuan untuk melihat terjadinya perubahan tingkah laku. Faktor lain yang
penting dalam teori belajar behavioristik adalah factor ISSN 2541-657X
Nusantara ( Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial ) Volume 1 Desember 2016 72
penguatan.
Di lihat dari pengertiannya penguatan adalah segala sesuatu yang
dapat memperkuat timbulnya respons. Pandangan behavioristik kurang
dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun siswa
memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan behavioristik tidak
dapat menjelaskan dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman
penguatan yang relative sama. Di lihat dari kemampuannya, kedua anak
tersebut mempunyai perilaku dan tanggapan berbeda dalam memahami
suatu pelajaran.Oleh sebab itu teori belajar behavioristik hanya mengakui
adanya stimulus dan respons yang dapat diamati. Teori belajar behavioristik
tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang
mempertemukan unsurunsur yang diamati (Putrayasa, 2013:49)

Teori belajar behavioristik menekankan pada perubahan tingkah


laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon, sedangkan
belajar sebagai aktivitas yang menuntut siswa mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari.

Menurut Mukinan (1997:23), beberapa prinsip tersebut, yaitu :

1) eori belajar behavioristik beranggapan yang dinamakan belajar


adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dikatakan telah belajar
jika yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan tingkah laku,
2) Teori ini beranggapan yang terpenting dalam belajar adalah adanya
stimulus dan respons, karena hal ini yang dapat diamati, sedangkan
apa yang terjadi dianggap tidak penting karena tidak dapat diamati,
dan
3) Penguatan, yakni apa saja yang dapat menguatkan timbulnya
respons, merupakan faktor penting dalam belajar. Pendidikan
berupaya mengembangkan perilaku siswa ke arah yang lebih baik.
Pendidik berupaya agar dapat memahami peserta didik yang
beranjak dewasa. Perkembangan perilaku merupakan objek
pengamatan dari aliranaliran behaviorisme. Perilaku dapat
berupasikap, ucapan, dan tindakan seseorang sehingga perilaku ini
merupakan bagian dari psikologi. Oleh sebab itu, psikologi
pendidikan mengkaji masalah yang memengaruhi perilaku orang
ataupun kelompok dalam proses belajar.

13. Teori Ekologi Menurut Urie Bronfen Breiner

Teori Ekologi Perkembangan Brofenbenner Teori ekologi


perkembangan anak diperkenalkan oleh Uri Bronfenbrenner, seseorang ahli
psikologi dari Cornell University Amerika Serikat.174 Teori ekologi
memandang bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh konteks
lingkungan. Hubungan timbal balik antara individu dengan lingkungan akan
membentuk tingkah laku individu tersebut. Informasi lingkungan tempat
tinggal anak akan menggambarkan, mengorganisasi, dan mengklarifikasi
efek dari lingkungan yang bervariasi. Berofenbrenner menyebutkan adanya
lima sistem lingkungan berlapis yang saling berkaitan, yaitu mikrosistem,
mesosistem, ekosistem, makrosistem, dan kronosistem.

14. Teori Lingkingan Keluarga, Sosial, Sekolah dan Masyarakat


Menurut Khi Hajar Dewantara

Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi


manuia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya
pribadi manusia menurut ukuran normatif. Disisi lain proses perkembangan
dan pendidikan manusia tidak hanya terjadi dan dipengaruhi oleh proses
pendidikan yang ada dalam sistem pendidikan formal ( sekolah ) saja.
Manusia selama hidupnya selalu akan mendapat pengaruh dari keluarga,
sekolah, dan masyarakat luas. Ketiga lingkunga itu sering disebut sebagai
tripusat pendidikan. Dengan kata lain proses perkembangan pendidikan
manusia untuk mencapai hasil yang maksimal tidak hanya tergantung
tentang bagaimana sistem pendidikan formal dijalankan. Namun juga
tergantung pada lingkungan pendidikan yang berada diluar lingkungan
formal.

a. Pengertian Lingkungan Pendidikan

Lingkungan secara umum diartikan sebagai kesatuan ruang dengan


segala benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan
perilakungya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta mehluk hidup lainnya. Lingkungan dibedakan
menjadi lingkungan alam hayati, lingkungan alam non hayati, lingkungan
buatan dan lingkungan sosial.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencan untuk mewujudkan


suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik
scara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan
spritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Jadi, lingkungan pendidikan dapat diartikan sebagai berbagai faktor


lingkungan yang berpengaruh terhadap praktek pendidikan. Lingkungan
pendidikan sebagai berbagai lingkungan tempat berlangsungnya proses
pendidikan, yang merupakan bagian dari lingkungan sosial. 2. Jenis
Lingkungan Pendidikan
Dilihat dari segi anak didik, tampak bahwa anak didik secara tetap
hidup di dalam lingkungan masyarakat tertentu tempat ia mengalami
pendidikan.

Menurut Ki Hajar Dewantara lingkungan tersebut meliputi


lingkungan keluarga, lingkungan sekolahan, lingkungan masyarakat, yang
disebut tripusat pendidikan atau lingkungan pendidikan.

1. Keluarga

Keluarga merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari


sejumlah kecil orang karena hubungan searah. Keluarga itu dapat berbentuk
keluarga inti ( ayah, ibu, dan anak ). Menurut Ki Hajar Dewantoro, suasana
kehidupan keluarga merupakan tempat yang sebaik-baiknya untuk
melakukan pendidikan individual maupun pendidikan sosial.

Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal,


yang pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang
bersifat kodrati orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat,
melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh adn berkembang dengan baik.

Pendidikan keluarga berfungsi :

a) Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak


b) Menjamin kehidupan emosional anak
c) Menanamkan dasar pendidikan moral
d) Memberikan dasar pendidikan sosial.
e) Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak.

2. Sekolah

Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua


dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam
keterampilan. Oleh karena itu anak dikirimkan ke sekolah-sekolah formal.

Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk


melaksanakan pendidikan. Semakin maju suatu masyarakat semakin penting
peran sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam
proses pembangunan masyarakat.

Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama


mereka diserahkan kepadanya. Karena itu sebagai sumbangan sekolah
sebagai lembaga terhadap pendidikan, diantaranya sebagai berikut :

1) Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan


yang baik serta menanamkan budi pekerti yang baik.
2)  Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam
masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan di rumah.
3)  Sekolah melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan
seperti membaca, menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu
lain sifatnya mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan.
4) Di sekolah diberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika,
membenarkan benar atau salah, dan sebagainya.

Suatu alternatif yang mungkin dilakukan sesuai situasi dan kondisi sekolah
antara lain :

1) Pengajaran yang mendidik.


2)  Peningkatan dan pemantapan pelaksanaan program bimbingan dan
penyuluhan (BP) di sekolah.
3) Pengembangan perpustakaan sekolah menjadi suatu pusat/sumber
belajar (PSB).
4) Peningkatan dan pemantapan program pengelolaan sekolah.

3. Masyarakat

Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan di


luar lingkungan keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam
masyarakat ini, telah dimulai beberapa waktu ketika anak-anak telah lepas
dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah.

Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut tampaknya


lebih luas. Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam
masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan
kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertian-pengertian (pengetahuan),
sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.

Kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga sisi, yaitu :

1) Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan


2) .Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial di
masyarakat.
3) Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar baik yang
dirancang (by design), maupun yang dimanfaatkan (utility).

Paling sedikit dapat dibedakan menjadi enam tipe sosial-budaya sebagai


berikut :

1) Tipe masyarakat berdasarkan sistem berkebun yang amat sederhana.


2) Tipe masyarakat pedesaan berdasarkan bercocok tanam di ladang
atau sawah dengan tanaman pokok padi.
3) Tipe masyarakat pedesaan berdasarkan sistem bercocok tanam di
ladang atau sawah.
4) Tipe masyarakat pedesaan berdasarkan sistem bercocok tanam di
sawah dengan tanaman pokok padi.
5) Tipe masyarakat perkotaan.
6) Tipe masyarakat metropolitan.

Selain tipe masyarakat di atas yang dapat mempengaruhi


karakteristik seseorang, terdapat juga lembaga kemasyarakatan kelompok
sebaya dan kelompok sosial seperti remaja masjid, pramuka, dsb.

Kelompok teman sebaya mempunyai fungsi terhadap anggotanya antara


lain :

1) Mengajar berhubungan dan menyesuaikan diri dengan orang lain.


2) Memperkenalkan kehidupan masyarakat yang lebih luas.
3) Menguatkan sebagian dari nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan
masyarakat orang dewasa.
4) Memberikan kepada anggota-anggotanya cara-cara untuk
membebaskan diri dari pengaruh kekuatan otoritas.
5) Memberikan pengalaman untuk mengadakan hubungan yang
didasarkan pada prinsip persamaan hak.
6) Memberikan pengetahuan yang tidak bisa dibrikan oleh keluarga
secara memuaskan (pengetahuan mengenai cita rasa berpakaian,
musik, jenis tingkah laku tertentu, dan lainlain).
7)  Memperluas cakrawala pengalaman anak, sehingga ia menjadi
orang yang lebih kompleks.

Dengan demikian organisasi tersebut menyediakan program pendidikan


bagi anak-anaknya, yakni :

1) Mengajarkan keyakinan serta praktik-praktik keagamaan dengan


cara memberikan pengalaman-pengalaman yang menyenangkan bagi
mereka
2) Mengajarkan bagi mereka tingkah laku dan prinsip-prinsip moral
yang sesuai dengan keyakinan-keyakinan agamanya
3)  Memberikan model-model bagi perkembangan watak Fungsi
Lingkungan Pendidikan Terhadap Proses Pendidikan Manusia Setiap
pusat pendidikan dapat berpeluang memberikan kontribusi yang
besar dalam ketiga kegiatan pendidikan, yakni:
 Pembimbingan dalam upaya pemantapan pribadi yang berbudaya
 Pengajaran dalam upaya penguasaan pengetahuan.
 Pelatihan dalam upaya pemahiran keterampilan.
Secara umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu
peserta didik dalam interaksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya,
utamanya berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia, agar dapat
mencapai tujuan pendidikan yang optimal. Terdapat hubungan timbal balik
dan saling mempengaruhi antara lingkungan yang satu dengan lingkungan
yang lain. Lingkungan keluarga sebagai dasar pembentukan sikap dan sifat
manusia. Lingkungan sekolah sebagai bekal keterampilan dan ilmu
pengetahuan, sedangkan lingkungan masyarakat merupakan tempat praktek
dari bekal yang diperoleh di keluarga dan sekolah sekaligus sebagai tempat
pengembangan kemampuan diri.

SEKIAN

DAN

TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai