DISUSUN OLEH
NAMA ANGGOTA :
1. WORO AYU DWI SAFITRI (03)
2. LILIS SETYOWATI (13)
3. NAFISYAH AZAROH (24)
4. WAHYU FEBRIANA S. (35)
5. SITI AIS NUR TARISA (47)
6. ANISA (57)
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Gangguan Antisosial ini tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak Siswoko
Skep. Ns. MHkes pada Psikologi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Gangguan Antisosial bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak/ibu dosen, yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
PENDAHULUAN
Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, yaitu
suatu periode yang berada dalam dua situasi antara kegoncangan, penderitaan, asmara dan
pemberontakan dengan otoritas dewasa (Yusuf, 2002). Masa remaja dikenal sebagai masa
yang penuh kesukaran. Bukan saja kesukaran bagi individu yang bersangkutan, tetapi juga
bagi orangtuanya, masyarakat bahkan seringkali pada aparat keamanan. Hal ini disebabkan
masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Masa
transisi ini seringkali menghadapkan individu yang bersangkutan kepada situasi yang
membingungkan, disatu pihak dia masih anak-anak, tetapi dipihak lain ia harus bertingkah
laku seperti orang dewasa. Situasi-situasi yang menimbulkan konflik seperti ini, seringkali
menyebabkan perilaku-perilaku aneh, canggung dan kalau tidak terkontrol bisa menjadi
kenakalan. Seorang remaja dalam usahanya untuk mencari identitas diri sering membantah
orang tuanya karena ia mulai punya pendapat-pendapat sendiri, cita-cita serta nilai-nilai
sendiri yang berbeda dengan orang tuanya.
Menurut pendapatnya, orang tua tidak lagi dijadikan pegangan, sebaliknya, untuk
berdiri sendiri ia belum cukup kuat (Purwanto, 1999). Data demografi menunjukkan bahwa
remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut WHO (1995) sekitar
seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun. Di Medan, menurut Biro
Pusat statistik (2010) kelompok umur 15 - 19 tahun, jumlah remaja laki-laki adalah 102.566
jiwa (48,84 %) dan jumlah remaja perempuan adalah 107.423 jiwa (51,15 %) dengan jumlah
total 209,989 jiwa. Remaja pada masa perkembangannya harus memenuhi tugas-tugas
perkembangan, yaitu mencapai hubungan yang baru dan matang dengan teman sebaya baik
sesama jenis maupun lawan jenis, mencapai peran sosial maskulin dan feminin, menerima
keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif, mencapai kemandirian secara
emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya, mencapai kepastian untuk mandiri secara
ekonomi, memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja, mempersiapkan diri
untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga, mengembangkan kemampuan dan
konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi sebagai warga negara,
menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial,
memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku (Havighurst dalam
Hurlock, 1973).
Remaja yang dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangan akan mendapatkan
kepuasan. Namun tidak semua remaja dapat memenuhi tugas-tugas tersebut dengan baik.
Banyak masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugas-tugas tersebut, misalnya
masalah pribadi yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi
fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, masalah yang timbul akibat status yang tidak
jelas, masalah pencapaian kemandirian, masalah akibat stereotip yang keliru, adanya hak-hak
yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua. Salah satu wujud dari
masalah-masalah tersebut adalah apa yang kemudian dikenal sebagai perilaku antisosial.
Perilaku antisosial adalah gangguan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial yang
disebabkan oleh lemahnya kontrol diri. Merupakan kasus yang paling banyak terjadi pada
anak-anak dan remaja. Penderita perilaku antisosial adalah individu yang tidak memiliki
kemampuan untuk mengikuti norma-norma sosial. Mereka melakukan tindakan-tindakan
yang bagi kebanyakan orang tidak dapat diterima, seperti tidak peduli dengan peraturan yang
ada ditempat tinggalnya, merebut milik orang lain dengan semaunya, gampang marah, tidak
memiliki gambaran masa depan atau tujuan hidup, kecemasan yang rendah terhadap
keselamatan diri bahkan oranglain. Gangguan perilaku antisosial, angka prevalensinya 3%
pada laki-laki dan <1% pada perempuan. Lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Pola
perkembangannya menghilang setelah umur 40 tahun. Penelitian Kristiyarini (2000) dengan
sampel 152 remaja, memperoleh hasil penderita antisosial sebanyak 29 orang (19.07%),
peneliti menyatakan bahwa angka prevalensi perilaku antisosial ini berada di urutan ke tiga
dari semua gangguan perilaku. Peneliti menunjukkan bahwa gangguan perilaku ini
berdampak sangat merugikan, tidak hanya bagi anak-anak dan remaja yang mengalaminya
tetapi juga bagi masyarakat. Meskipun anak dengan masalah perilaku tidak selalu menjadi
dewasa yang antisosial, namun sebagian besar diantara mereka setelah dewasa cenderung
terlibat tindakan kriminal dan mengembangkan perilaku antisosial, serta bermasalah dengan
obat-obatan. Perilaku antisosial merupakan gangguan yang bersifat kompleks dan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi.
Gangguan perilaku antisosial merupakan salah satu masalah kesehatan yang harus
diatasi di Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penelitian Yanti (2005),
angka kejadian perilaku antisosial di Indonesia ada 193.155 kasus. Dalam penelitian Maria
yang mengambil data di Jakarta, menyatakan bahwa tahun 1992 tercatat 157 kasus antisosial
pada remaja yaitu perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan
menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar
dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta
2 anggota kepolisian, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban, sehingga
dapat dilihat bahwa angka perilaku antisosial pada anak dan remaja memiliki angka yang
relatif tinggi dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini sangat mengkhawatirkan
karena bila tidak segera ditangani dengan intervensi yang tepat, jumlah anak dan remaja
dengan gangguan perilaku antisosial akan semakin meningkat, keadaan ini sangat merugikan
remaja yang mengalaminya yaitu produktivitas menjadi menurun, sementara di era
globalisasi ini masyarakat membutuhkan remaja-remaja yang kompeten dan terampil. Hasil
penelitian Baskoro (2010) menyatakan distribusi perilaku antisosial berdasarkan jenis
kelamin sebagai berikut, dari jumlah total responden 37 responden yang terdiri dari 18
responden laki-laki dan 19 responden perempuan, didapatkan bahwa dari 18 responden laki-
laki yang mengalami gangguan perilaku antisosial adalah sebanyak 15 responden (40,5%)
dan yang tidak mengalami gangguan perilaku antisosial 3 responden (8,1%). Sedangkan pada
19 responden perempuan yang mengalami gangguan perilaku antisosial adalah sebanyak 9
responden (24,3%) dan yang tidak mengalami gangguan perilaku antisosial sebanyak 10
responden (27,0%). Pada laki-laki kecenderungan untuk tidak menjadi antisosial hanya 0,3
kali dibandingkan yang memiliki kecenderungan antisosial pada perempuan kecenderungan
untuk tidak menjadi antisosial 2 kali dibandingkan yang memiliki kecenderungan antisosial.
Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku
antisosial dengan jenis kelamin, dimana laki-laki memiliki faktor resiko lebih tinggi
dibandingkan perempuan. Gambaran betapa banyaknya masalah yang dialami remaja masa
kini yang berdampak timbulnya perilaku antisosial. Tekanan-tekanan sebagai akibat
perkembangan fisiologis pada masa remaja, ditambah dengan tekanan akibat perubahan
kondisi sosial budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian
pesat dapat menyebabkan timbulnya perilaku antisosial.
Faktor lain yang dapat menimbulkan perilaku antisosial juga dapat disebabkan oleh
kondisi keluarga yang tidak harmonis, ketidakkonsistenan dalam pengasuhan anak, orangtua
yang terlalu permisif dan kurang memperhatikan perilaku anak yang tidak benar, orangtua
yang tidak menunjukkan kasih sayang, pendidikan yang didapat kurang memadai, adanya
pendapat bahwa antisosial datang dari semua kelas sosial yang ayahnya antisosial.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa saja jenis gangguan antisosial ?
b. Apakah Faktor Penyebab Gangguan Antisosial ?
c. Bagaimana Gejala Gangguan Antisosial ?
d. Apa Saja Dampak dari gangguan antisosial ?
e. Bagaimanakah Cara mengatasi gangguan antisosial ?
1.3 Tujuan
a. Untuk mangetahui Jenis gangguan antisosial.
b. Untuk mengetahui Faktor Penyebab Gangguan Antisosial.
c. Untuk mengetahui Gejala Gangguan Antisosial.
d. Untuk mengetahui Dampak dari gangguan antisosial.
e. Untuk mengetahui Cara mengatasi gangguan antisosial.
BAB II
PEMBAHASAN
Gangguan kepribadian antisosial adalah salah satu jenis gangguan kejiwaan. Kondisi
ini ditandai dengan rendahnya kemampuan seseorang dalam menilai baik-buruknya suatu hal.
Akibatnya, pengidap gangguan kepribadian antisosial, disebut juga sosiopat, cenderung acuh
terhadap orang lain maupun konsekuensi dari suatu tindakan. Gangguan kepribadian
antisosial dapat membuat para pengidapnya melakukan tindakan kekerasan, penipuan, atau
tindakan tidak terpuji lainnya demi keuntungan pribadi. Seseorang dengan gangguan
kepribadian anti sosial umumnya tidak menyadari kondisinya dan sering merasa tidak
membutuhkan perawatan medis. Oleh karena itu, peran orang terdekat seperti keluarga dan
teman biasanya sangat dibutuhkan dalam perawatan gangguan kepribadian antisosial bagi
pasien.
Ciri kepribadian seseorang umumnya ditentukan dari perpaduan antara emosi, pola
pikir, dan perilakunya. Untuk mengetahui mengapa seseorang menderita gangguan
kepribadian antisosial tidaklah mudah. Sebab, penyebab gangguan tersebut sering kali
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor genetik dan interaksi dalam lingkungan, serta
pola asuhh yang salah.
Hal lain yang berpengaruh terhadap munculnya kepribadian antisosial adalah cara seseorang
melihat, memahami, dan berhubungan dengan dunia luar. Bagaimana seseorang memahami
dirinya sendiri, juga tidak kalah penting. Selain itu, faktor kepribadian selama masa kanak-
kanak yang terbentuk baik secara genetik maupun akibat pengaruh lingkungan, ikut
berpengaruh.
Dengan kata lain, penyebab pasti dari gangguan kepribadian antisosial belum diketahui
dengan pasti. Para ahli hanya menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh genetik yang membuat
seseorang rentan untuk menderita gangguan kepribadian ini. Selain itu, adanya kelainan pada
fungsi otak di bagian tertentu juga diduga berperan dalam menyebabkan seseorang menjadi
antisosial.
Beberapa faktor risiko yang mungkin bisa menyebabkan sikap antisosial, yaitu:
Meskipun belum tersedia obat untuk kondisi ini, beberapa perawatan dapat membantu
mengurangi gejala yang dialami pengidap gangguan kepribadian antisosial. Gangguan
kepribadian anti sosial memiliki tingkat keparahan yang berbeda pada masing-masing
penderitanya. Perawatan yang diberikan tergantung pada kondisi pasien terkait usia, riwayat
kesehatan dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan tertentu. Berikut ini jenis-
jenis perawatan tersebut:
Belum ada obat yang dapat menangani gangguan kepribadian antisosial secara spesifik.
Namun dokter mungkin meresepkan:
Jika tidak mendapatkan perawatan yang tepat, gangguan kepribadian anti sosial dapat
menimbulkan komplikasi atau konsekuensi berupa:
1. Perilaku tidak pantas seperti tindak kekerasan, penelantaran maupun pelecehan pada
pasangan atau anak
2. Konsumsi alkohol yang berlebihan dan penyalahgunaan obat-obatan
3. Pelanggaran hukum
4. Keinginan untuk menyakiti diri sendiri maupun orang lain
5. Masalah kesehatan mental lainnya seperti depresi atau gangguan kecemasan
6. Penurunan kepercayaan diri
7. Kesulitan ekonomi
8. Kematian dini, biasanya akibat tindak kekerasan
Cara mencegah gangguan kepribadian antisosial
Hingga saat ini belum ditemukan tindakan pencegahan untuk gangguan kepribadian
antisosial. Kelainan mental ini biasanya dapat dideteksi dari tanda-tanda tertentu pada masa
kanak-kanak oleh orangtua, guru, atau dokter spesialis anak. Penanganan efektif sedini
mungkin dapat mencegah timbulnya gangguan kepribadian ini ketika anak beranjak dewasa.
Penanganan pada anak-anak biasanya berupa konseling untuk orang tua, edukasi mengenai
perubahan perilaku, kemampuan memecahkan masalah pada lingkup sosial anak, terapi
keluarga, dan tindakan psikoterapi untuk anak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perilaku antisosial adalah perilaku yang tidak diinginkan sebagai akibat dari gangguan
kepribadian yang ditandai dengan melakukan pelanggaran terhadap norma, konvensi sosial,
hukum, impulsif, gagal dalam membina hubungan interpersonal dan pekerjaan, dan
kurangnya penyesalan atas kesalahan yang telah diperbuat.
3.2 Saran
Saya menyarankan setiap makhluk sosial yang mengalami kelainan dalam cara
mensosialisasikan dirinya untuk segera dibawa ke psikolog terdekat karena dengan adanya
motifasi-motifasi yang membuat dia semangat lagi adalah hal yang diinginkan oleh orang-
orang yang mengalaminya.
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.uma.ac.id/bitstream/123456789/1605/4/098600193_file4.pdf
https://www.sehatq.com/penyakit/gangguan-kepribadian-antisosial
https://www.sehatq.com/artikel/mengenal-gangguan-kepribadian-anti-sosial
http://jurnal.unpad.ac.id/share/article/download/15681/7384
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-Antisocial%20Personality%20on
%20WCC_ivana.pdf