PERILAKU KEKERASAN
NIM : 2209.14901.356
Perilaku kekerasan
B. Proses Terjadinya Masalah (Tinjauan Teori)
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan
kesal atau marah yang tidak konstruktif. Pengungkapkan kemarahan secara tidak
langsung dan konstrukstif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan
membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Kemarahan
yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit diri sendiri dan
mengganggu hubungan interpersonal. Sedangkan menurut Carpenito 2000,
Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko
menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang lain.
Individu melakukan kekerasan akibat adanya frustasi yang dirasakan
sebagai pemicu dan individu tidak mampu berpikir serta mengungkapkan secara
verbal sehingga mendemostrasikan pemecahan masalah dengan cara yang tidak
adekuat (Rawlins and Heacoco, 1998). Sedangkan menurut Keliat (1999),
perilaku kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
dengan hilangnya kontrol diri atau kendali diri.
Tanda dan Gejala
a) Muka merah dan tegang
b) Pandangan tajam
c) Mengatupkan rahang dengan kuat
d) Mengepalkan tangan
e) Jalan mondar-mandir
f) Bicara kasar
g) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h) Mengancam secara verbal atau fisik
i) Melempar atau memukul benda atua orang lain
j) Merusak barang atau benda
k) Tidak memiliki kemampuan mencegah atau mengendalikan oerilaku
kekerasan
2. Penyebab
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri
rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan
harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri,
hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan gejala :
a) Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik / menyalahkan diri
sendiri)
b) Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
c) Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
d) Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
3. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya
bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain,
memecahkan perabot, membakar rumah dll. Sehingga klien dengan perilaku
kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain dan lingkungan.
Tanda dan gejala :
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan didapatkan
melakui pengkajian meliputi :
a) Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda – tanda
marah yang disebabkan oleh klien
b) Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,
berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas
makanan, memukul jika tidak senang.
C. Pohon Masalah / Aksis
Perilaku kekerasan
D. Asuhan Keperawatan
1. Masalah keperawatan yang perlu di kaji
a) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1) Data subyektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
Klien suka membentak dan meyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal dan marah
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2) Data obyektif :
Mata merah, wajah agak merah
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Resiko perilaku kekerasan
b) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
c) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
TUK III : Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri
sendiri dan keluarga
Intervensi
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang di miliki
b) Diskusikan pula kemampuan yang dapat di lanjutkan setelah pulang ke
rumah
Diagnosa III : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan umum : pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan khusus :
a) Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
b) Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
c) Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
d) Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
Intervensi
a) Mendiskusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan
b) Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
1) Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
2) Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang positif
3) Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
4) Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
5) Merencanakan yang dapat pasien lakukan
c) Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
1) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
2) Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara
penyelesian masalah
3) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih
baik
STRATEGI PELAKSANAAN PERILAKU KEKERASAN
Dx PERILAKU KEKERASAN
A Pasien
SP Ip
1 BHSP
2 Mengidentifikasi penyebab PK
3 Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
4 Mengidentifikasi PK yang dilakukan
5 Mengidentifikasi akibat PK
6 Menyebutkan cara mengontrol PK
7 Membantu pasien mempraktekkan latihan cara
mengontrol fisik I
8 Menganjurkan pasien memasukkan dalam
kegiatan harian
SP Iip
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik
II
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP IIIp
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Melatih pasien mengontrol PK dengan cara
verbal
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP Ivp
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Melatih pasien mengontrol PK dengan cara
spiritual
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP Vp
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Menjelaskan cara mengontrol PK dengan minum
obat
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
Nilai SP Vp
B Keluarga
SP I k
1 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga
dalam merawat pasien
2 Menjelaskan pengertian PK, tanda dan gejala,
serta proses terjadinya PK
3 Menjelaskan cara merawat pasien dengan PK
SP II k
1 Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat
pasien dengan PK
2 Melatih keluarga melakukan cara merawat
langsung kepada pasien PK
SP III k
1 Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di
rumah termasuk minum obat (discharge
planning)
2 Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC Keliat
Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
1999
Stuart GW, Sundeen. 1998.Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.).
St.Louis Mosby Year Book
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP
Bandung, 2000
Townsend, M.C. 1998. Buku saku Diagnosa Keperawatan pada Keoerawatan
Psikiatri, edisi 3. Jakarta: EGC.
LAPORAN INDIVIDU
HALUSINASI
NIM : 2209.14901.356
B. Pengertian
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien
dengan gangguan jiwa, halusinasi sering diidentikkan dengan skizofrenia. Dari
seluruh klien skizofrenia sebagian besar diantaranya mengalami halusinasi.
Gangguan jiwa lain yang juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan
manik depresif dan delerium. Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus eksteren persepsi palsu (Keliat & Akemat,
2007).
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya kepercayaan diri dan lebih
rentan terhadap stress.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi akan merasa
disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
c. Faktor biokimia
Stres yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan
Dimetytranferse (DMP).
2. Faktor Presipitasi
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan
yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan dalam waktu lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemaas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari halusinasi dapat
berupa perintah memaksa dan menaklukan.
c. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dan halusinasi
akan memperlihatkan penurunan fungsi ego seseorang yang pada awalnya
halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri untuk melawan implus yang
menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol
sermua prilaku klien.
d. Dimensi sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi sosial dan
menganggap bahwa hidup sosialisasi alam nyata sangat membahayakan.
e. Dimensi Spiritual
Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna hilangnya keinginan untuk beribadah dan jarang
berupaya secara sepiritual untuk menyucikan diri. Klien sering memakai
takdri tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalhkan lingkungan
dan oranglain yang menyebabkan memburuk.
a) Penatalaksanaan Medis
1. Psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/skizofrenia biasanya
diatasi dnegan menggunakan obat-obatan anti psikotik antara lain :
b) Penatalaksanaan Keperawatan
1. Terapi aktifitas kelompok (TAK) yang diberikan pada pasien dengan
halusinasi yaitu :
a. Terapi Aktivitas Kelompok Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersiapkan stimulus yang disediakan atau stimulus
yang pernah dialami.
I. Pohon Masalah
J. Diagnosa Keperawatan
1. Masalah keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
2. Data yang perlu dikaji
1) Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
(1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
(2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
(3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya. Data
Objektif :
(1) Mata merah, wajah agak merah.
(2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
(3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
(4) Merusak dan melempar barang-barang.
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data Obyektif :
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi
sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada saat
tidur, Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan
K. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan sensori persepsi : halusinasi
2. Isolasi sosial : menarik diri
Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan khusus :
3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
3.2 Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber pujian
3.3 Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi:
a. Katakan “ saya tidak mau dengar”
b. Menemui orang lain
c. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
d. Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien tampak
bicara sendiri
3.4 Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara
bertahap
3.5 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
3.6 Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
3.7 Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi
5.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat
minum obat
5.2 Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya
5.3 Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping
minum obat yang dirasakan
5.4 Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
5.5 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
Tujuan khusus :
2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya
2.1. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
DX PSP: HALUSINASI
A Pasien
SP I p
1 BHSP
SP II p
SP III p
SP IV p
B Keluarga
SP I k
SP II k
SP III k
1 Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di
rumah termasuk minum obat (discharge planning)
Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
1999
Keliat BA. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta : FIK UI.
1999
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo,
2003
ISOLASI SOSIAL
NIM : 2209.14901.356
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam ( Twondsend,
1998 ). Atau suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya,
pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain (Budi Anna Kelliat, 2006 ). Menarik diri merupakan
percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan
dengan orang lain ( Pawlin, 1993 dikutip Budi Kelliat, 2001). Faktor
perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi terjadinya
perilaku isolasi sosial. (Budi Anna Kelliat, 2006).
C. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah :
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak
dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya.
Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi
individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya
stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada
bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat
terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan
di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa
ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu
dalam berhubungan terdiri dari:
1) Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan
antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa
percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan
mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari.
Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa
percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan
dengan orang lain pada masa berikutnya.
2) Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri,
mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina
hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi apabila tingkah
lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini
dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang
konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat
menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen,
Orang tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah
laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus
diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk
sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi
dan berkompromi dengan orang lain.
3) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim
dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi
individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang
ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman
sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan
jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun
teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik
akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan
keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan
perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja.
4) Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta
mempertahankan hubungan interdependen antara teman sebaya
maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan
mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima perasaan
orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap
untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan
mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada
dewasa muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality).
5) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-
anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan
individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang dapat
meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh
dengan tetap mempertahankan hubungan yang interdependen antara
orang tua dengan anak.
6) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan
keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun
pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut
ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian
yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga,
kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam
pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan
musyawarah.
5) Ekspresi emosi yang tinggi
6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan
oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh
satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan
sosial.
d. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden
tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga
yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar
monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%,
sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur
otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume
otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan
skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
internal maupun eksternal, meliputi :
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah
dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian
karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini
dapat menimbulkan isolasi sosial.
b. Stressor Biokimia
1) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan
mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan
MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka
menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada
pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan
karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya
peningkatan maupun penurunan hormon
adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-
gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah
stuktur sel-sel otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi
akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas
kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan
individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah
gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan
karena ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun
realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai
kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan
adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik
sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien
sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian
nyata yang mengancam dirinya. Strategi koping yang sering digunakan
pada masing-masing tingkah laku adalah sebagai berikut:
1) Tingkah laku curiga: proyeksi
2) Dependency: reaksi formasi
3) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
4) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
5) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
6) Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi,
represi dan regrasi.
D. POHON MASALAH
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,
penilaian stressor, suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian,
tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS, informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar ,menolak interaksi
dengan orang lain ,tidak melakukan kegiatan sehari – hari, dependen.
3. Factor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan / frustasi berulang, tekanan dari kelompok
sebaya; perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai
suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi
(korban perkosaan, tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain
yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang
berlangsung lama.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan, TB, BB) dan
keluhafisik yang dialami oleh klien
5. Aspek Psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
1) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau
tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau
yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi
negatip tentang tubuh. Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang,
mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
2) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan
tidak mampu mengambil keputusan.
3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit,
proses menua, putus sekolah, PHK.
4) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi
5) Harga diri
a) Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap
diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan
martabat, mencederai diri, dan kurang percaya diri.
b) Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan
hubunga social dengan orang lain terdekat dalam kehidupan,
kelempok yang diikuti dalam masyarakat.
c) Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah
(spritual)
6) Status mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata,
kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan
kurang mampu berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan
keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
7) Kebutuhan persiapan pulang
a) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
b) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan
membersihkan WC, membersikan dan merapikan pakaian.
c) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
d) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur, dapat beraktivitas
di dalam dan di luar rumah
e) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar
8) Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan
nya pada orang-orang lain (lebih sering menggunakan koping
menarik diri).
9) Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan
rehabilitas.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri.
2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak
efektifnya koping individu : koping defensif.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
DX ISOLASI SOSIAL
A Pasien
SP I p
1 BHSP
SP II p
SP III p
B Keluarga
SP I k
SP II k
SP III
Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC.
Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial
Menarik Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Anonim. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial. Diakses pada tanggal
24 Juli 2012
pada http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-keperawatan-pada- klien-
dengan-isolasi-sosial/.
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.
WAHAM
NIM : 2209.14901.356
D. Asuhan Keperawatan
1) Masalah keperawatan yang perlu di kaji
a) Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data subyektif :
Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan kesal pada
seseorang, klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal, atau marah, melukai / merusak barang-
barang dan tidak mampu mengendalikan diri.
Data obyektif :
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dank eras, bicara
menguasai, ekspresi marah, pandangan tajam, merusak dan melempar
barang-barang.
b) Kerusakan komunikasi : verbal
Data subyektif : Klien mengungkapkan sesuatu yang tidak realistic Data
obyektif : Flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata
yang didengar dan kontak mata kurang.
c) Perubahan isi piker : waham
Data subyektif
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai kenyataan.
Pertanyaan yang dapat digunakan untuk mengkaji waham :
Apakah pasien memiliki pikiran / isi pikir yang berulang – ulang
diungkapkan dan menetap ?
Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakah
pasien cemas secara berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya ?
Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda disekitarnya
aneh dan tidak nyata?
Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada diluar tubuhnya ?
Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakan oleh orang
lain ?
Apakah pasien berpikir bahwa pikiran atau tindakannya dikontrol
oleh orang lain atau kekuatan dari luar ?
Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau
kekuatan lainnya atau yakin bahwa orang lain dapat membaca
pikirannya?
Data obyektif
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak
(diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak
tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah
tersinggung
d) Gangguan harga diri
Data subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa- apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri
Data obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup
2) Diagnosa Keperawatan
a) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b) Kerusakan komunikasi : verbal
c) Perubahan isi piker : waham
d) Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa 1 : kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham
Tujuan umum : Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal Tujuan
Khusus :
TUK I : klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Intervensi
a) Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan
tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas
topik, waktu, tempat).
b) Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat
menerima keyakinan klien “saya menerima keyakinan anda” disertai
ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu
dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
c) Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan
perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman,
gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
d) Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan
diri.
TUK II : klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Intervensi :
a) Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
b) Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan
saat ini yang realistis.
c) Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya
saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan perawatan diri).
d) Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan
waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.
Keliat, Budi Anna. (2006). Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa. Jakarta :
FIK, Universitas Indonesia
Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP
Bandung, 2000
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba
Medika
NIM : 2209.14901.356
2022
A. Kasus (Masalah Utama)
Resiko bunuh diri
3. Penyebab
Secara universal : karena ketidakmampuan individu untuk menyelesaikan
masalah terbagi menjadi :
a. Faktor genetik (berdasarkan penelitian)
1) 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu yang
menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami gangguan
mood/depresi/ yang pernah melakukan upaya bunuh diri.
2) Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar dizigot.
b. Faktor biologis lain
Biasanya karena penyakit kronis / kondisi medis tertentu, misalnya :
1) Stroke
2) Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)
3) DiabetesPenyakit arteri koronaria
4) Kanker
5) HIV / AIDS
c. Faktor psikososial dan lingkungan
1) Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu bahwa
kehilangan objek berkaitan dengan agresi & kemarahan, perasaan
negatif thd diri, dan terakhir depresi.
2) Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif yang
berkembang, memandang rendah diri sendiri
3) Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan, kurangnya
sistem pendukung sosial
d. Akibat
Resiko bunuh diri dapat mengakibatkan sebagai berikut :
1) Keputusasaan
2) Menyalahkan diri sendiri
3) Perasaan gagal dan tidak berharga
4) Perasaan tertekan
5) Insomnia yang menetap
6) Penurunan berat badan
7) Berbicara lamban, keletihan
8) Menarik diri dari lingkungan social
9) Pikiran dan rencana bunuh diri
10) Percobaan atau ancaman verbal
C. Pohon Masalah / Aksis
D. Asuhan Keperawatan
1. Masalah keperawatan yang perlu di kaji
Pengakajian faktor resiko perilaku bubuh diri
a. Jenis kelamin : resiko meningkat pada pria
b. Usia: lebih tua, masalah semakin banyak
c. Status perkawinan: menikah dapat menurunkan resiko, hidup sendiri
merupakan masalah.
d. Riwayat keluarga: meningkat apabila ada keluarga dengan percobaan
bunuh diri / penyalahgunaan zat.
e. Pencetus ( peristiwa hidup yang baru terjadi): Kehilangan orang yang
dicintai, pengangguran, mendapat malu di lingkungan social.
f. Faktor kepribadian: lebih sering pada kepribadian introvert/menutup diri.
g. Lain – lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih beresiko
mengalami perilaku bunuh diri.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko perilaku bunuh diri
b. Koping maladaptive
c. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa 1 : resiko bunuh diri
Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
a) Perkenalkan diri dengan klien
b) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
c) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
d) Bersifat hangat dan bersahabat.
e) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
TUK III : Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri
sendiri dan keluarga
Intervensi
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang di miliki
b) Diskusikan pula kemampuan yang dapat di lanjutkan setelah pulang ke
rumah
Diagnosa III : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan umum : pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan khusus :
a) Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
b) Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
c) Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
d) Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
Intervensi
a) Mendiskusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan
b) Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
1. Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan
perasaannya
2. Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang
positif
3. Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
4. Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh
pasien
5. Merencanakan yang dapat pasien lakukan
c) Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
1. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan
masalahnya
2. Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara
penyelesian masalah
3. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang
lebih baik
STRATEGI PELAKSANAAN RESIKO BUNUH DIRI
A. Kondisi klien
Sedih, marah, putus asa, tidak berdaya, memberikan isyarat verbal maupun non
verbal
B. Diagnosa keperawatan
Resiko bunuh diri
C. Tujuan
1. Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
2. Pasien dapat mengungkapkan perasaanya
3. Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
4. Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
D. Tindakan keperawatan
1. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan
meminta bantuan dari keluarga atau teman
2. Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara :
a) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaanya
b) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
c) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
d) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
e) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
3. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara :
a) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
b) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara
penyelesaian masalah
c) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih
baik
E. Strategi Pelaksanaan
SP 1 : Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri :
melindungi pasien dari percobaan bunuh diri
1. Orientasi:
”Selamat pagi Pak, kenalkan saya Agung Nugroho, biasa di pangil Agung, saya
mahasiswa Keperawatan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga yang
bertugas di ruang ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi – 2 siang .”
”Bagaimana perasaan A hari ini? ”
” Bagaimana kalau kita bercakap – cakap tentang apa yang A rasakan selama ini.
Dimana dan berapa lama kita bicara?”
2. Kerja
”Bagaimana perasaan A setelah ini terjadi? Apakah dengan bencana ini A paling
merasa menderita di dunia ini? Apakah A pernah kehilangan kepercayaan diri?
Apakah A merasa tidak berharga atau bahkan lebih rendah dari pada orang lain?
Apakah A merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah A sering
mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah A berniat unutuk menyakiti diri
sendiri? Ingin bunuh diri atau berharap A mati? Apakah A pernah mencoba
bunuh diri? Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang A rasakan?”
”Baiklah, tampaknya A membutuhkan pertolongan segera karena ada
keinginan untuk mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi
kamar A ini untuk memastikan tidak ada benda – benda yang
membahayakan A)”
”Karena A tampaknya mash memilikikeinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidup A, saya tidak akan membiarkan A sendiri”
”Apa yang A lakukan jika keinginan bunuh diri muncul?”
”Kalau keninginan itu muncul, maka akan mengatasinya A harus langsung minta
bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman yang sedang
besuk. Jadi A jangan sendirian ya, katakan kepada teman perawat, keluarga atau
teman jika ada dorongan untuk mengakhiri kehidupan.”
”Saya percaya A dapat mengatasi masalah.”
3. Terminasi :
”Bagaimana perasaan A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan
ingin bunuh diri?”
” Coba A sebutkan lagi cara tersebut!”
”Saya akan menemani A terus sampapi keinginan bunuh diri hilang.” (jangan
meninggalkan pasien).
DAFTAR PUSTAKA
Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC.
LAPORAN INDIVIDU
NIM : 2209.14901.356
1. Pengertian
2. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1. Perkembangan
3. Sosial
Menurut Fitria (2012) tanda dan gejala yang tampak pada klien yang
mengalami defisit perawatan diri adalah sebagai berikut:
a) Mandi/hygiene
b) Berpakaian/berhias
c) Makan
d) BAB/BAK(toiletting)
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam
mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari
jamban, memanipulasi pakaian untuk toletting, membersihkan
diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet kamar kecil.
Keterbatasan diri diatas biasanya diakibatkan karena stresor yang
cukup berat dan sulit ditangani oleh klien (klien bisa mengalami
harga diri rendah), sehingga dirinya tidak mau mengurus atau merawat
dirinya sendiri baik dalam hal mandi, berpakaian, berhias, makan,
maupun BAB/BAK. Bila tidak dilakukan intervensi oleh perawat,
maka kemungkinan bisa mengalami masalah resiko tinggi isolasi
sosial.
a) Dampak Fisik
b) Dampak Psikososial
B. Diagnosa keperawatan
Klien Keluarga
No.
SP1 SP2
Mendiskusikan masalah keluarga
1. Menjelaskan pentingnya kebersihan
dalam merawat klien
Menjelaskan pengertian,tanda dan
gejala deficit perawatan diri dan jenis
Menjelaskan cara menjaga deficit perawatan diri yang dialami
2. kebersihan diri klien dan proses
terjadinya.
SP3 SP3
Mengevaluasi jadwalkegiatan harian Membantu keluarga membuat jadwal
1.
aktivitas di rumah termasuk jadwal
klien
minum obat (discharge planning)
2. Menjelaskan cara eliminasi yang baik
menjelaskan follow up
3. Membantu klien mempraktikan
Menjelaskan cara eliminasi yang baik pasien setelah pulang
E. Evaluasi
NIM : 2209.14901.356
1. Definisi
2. Penyebab
a. Factor predisposisi
b. Factor presipitasi
Secara umum, gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat
terjadi secara situasional atau kronik. Secara situasional karena trauma
yang muncul secara tiba-tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakan,
perkosaan atau dipenjara, termasuk dirumah sakit bisa menyebabkan
harga diri rendah disebabkan karena penyakit fisik atau pemasanagan
alat bantu yang mebuat yang mebuat klien tidak nyaman. (Iskandar,
2014:39-40)
c. Perilaku
3. Jenis
a. Situational
b. Kronik
4. Rentang respon
Bagan rentang respon
3. Mekanisme koping
Mekanisme koping jangka pendek yang bisa dilakukan pasien
harga diri rendah adalah kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara
dari krisis,misalnya pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonton tv terus
menerus. Kegiatan mengganti identitas sementara, misalnya ikut
kelompok social, keagamaan dan politik. Kegiatan yang memberi
dukungan sementara, seperti menikuti suatu kompetisi atau kontes
popularitas, kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara,
seperti penyaahgunaan obat-obatan. Jika mekanisme koping jangka
pendek tidak memberi hasil yang diharapkan individu akan
mengembangkan mekanisme koping jangka panjang. (Eko, 2014:106)
4. Penatalaksanaan
Terapi pada ganguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah
dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi
bahkan metodenya lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Terapi
yang dimaksud meliputi :
a. Psikofarmaka
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang
hanya diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan
generasi pertama (typical) dan generasi
kedua (atypical). Obat yang termasuk golongan generasi pertama
misalnya chlorpromazine HCL, Thoridazine HCL Adalah obat
penennang untuk klien dengan gangguan Jiwa, dan Haloperidol obat
untuk mengatasi berbagai masalah kejiwaan, seperti meredakan
gejala skizofrenia, sindrom Tourette, Obat yang termasuk generasi
kedua misalnya: Risperidone obat yang digunakan untuk menangani
skizofrenia dan gangguan psikosis lain,serta perilaku agresif dan
disruptif yang membahayakan pasien maupun orang lain.
Antipsikotik ini bekerja dengan menstabilkan senyawa alami otak
yang mengendalikan pola pikir, perasaan, dan perilaku, Olozapine
adalah jenis obat antipsikotik yang digunakan untuk gejala psikosis,
psikosis adalah kumpulan gejala gangguan jiwa dimana seseorang
merasa terpisah dari kenyataan yang sebenarnya di tandai dengan
timbulnya delusi dan halusinasi, Clozapine diberikan kepada
penderita skizofrenia dan parkinson, Quentiapine adalah obat yang
digunakan untuk mengobati konsidi jiwa/suasana hati tertentu
(seperti skizofrenia, gangguan bipolar, episode mania tiba-tiba atau
depresi terkait dengan ganggua bipolar).Quetiapne dikenal sebagai
obat anti-psikotik (tipe atipikal).Glanzapine adalah obat yang
digunakan untuk mengobati kondisi jiwa untuk suasana hati tertentu
(seperti skizofrenia, gangguan bipolar). Obat ini juga dapat
digunakan untuk kombinasi ddengan obat lain untuk pengobatan
depresi, obat ini termasuk dalam kelas obat antipsikotik atipikal,
Zolatine untuk gangguan cemas sedangatau berat dan gangguan
cemas yang berhubungan erat dengan depresi, dan Aripiprazole
untuk mengobati gejala kondisi psikotik seperti Skizofrenia dan
gangguan bipolar(Eko, 2014:107)
b. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi
dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya
supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia
dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama.(Eko, 2014:107)
d. Terapi modalitas
Terapi modalitas atau perilaku merupakan rencana pengobatan untuk
skizofrenia yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan pasien.
Teknik menggunakan latihan keterampilan social untuk meningkatkan
kemampuan social. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan
praktis dalam komunikasi interpersonal. Terapi kelompok bagi
skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana dan masalah dalam
hubungan kehidupan yang nyata.(Eko, 2014:108)
Terapi aktivitas kelompok dibagi menjadi empat, yaitu terapi aktivitas
kelompok stimulasi kognitif/persepsi, therapy aktivitas kelompok
simulasi, terapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan terapi aktivittas
kelompok sosialisasi ( keliat dan Akemat, 2005 ). Dari empat jenis terapi
aktivitas kelompok diatas yang paling
relevan dilakukan pada individu dengan ganguan konsep diri harga diri
rendah adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi. Terapi
aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang
menggunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman
atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi
kelompok dapat berupa kesepakatanpersepsi atau alternative penyelesaian
masalah.(Eko, 2014:108)
5. Diagnosa Keperawatan
Masalah konsep dir nerkaitan dengan perasaan ansietas, bermusuhan
danrasa bersalah. Masalah ini sering menimbulkan proses penyebaran
diri dan sirkular bagi individu yang dapat menyebabkan respon koping
maladaptive. Respon ini dapat terlihat pada berbagai macam individu
yangmengalami ancaman integritas fisik atau sistem diri.
o Sapa klien dengan rama dan baik secara verbal dan non verbal
o Perkenalkan diri dengan sopan
o Tanyakan nama lengkap klien dengan nama panggilan
yangdisukai klien.
o Jelaskan tujuan pertemuan.
o Jujur dan menepati janji
o Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
o Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan
dasar klienRasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasr untuk
kelancaranhubungan interaksi
selanjutnya.(Kartika, 2015:54)