Gangguan fungsi ginjal ini terjadi ketika tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan
retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. Kerusakan ginjal ini
mengakibatkan masalah pada kemampuan dan kekuatan tubuh yang
menyebabkan aktivitas kerja terganggu, tubuh jadi mudah lelah dan lemas
sehingga kualitas hidup pasien menurun (Bruner& Suddarth,2014).
Dari kasus yang akan dibahas memiliki kesenjangan dengan teori penyakit
Gagal Ginjal Kronik (GGK) tersebut.
BAB 2
lanjutan
PATHOFISIOLOGI
Ditandai dengan penyempitan pembuluh darah ginjal dan menurunnya aliran darah ginjal,
terjadi hipoperfusi dan mengakibatkan iskemi tubulus renalis. Mediator vasokonstriksi ginjal
mungkin sama dengan agen neurohormonal yang meregulasi aliran darah ginjal pada
keadaan normal yaitu sistem saraf simpatis, sistem renin - angiotensin , prostaglandin ginjal
dan faktor faktor natriuretik atrial. Sebagai akibat menurunnya aliran darah ginjal maka
akan diikuti menurunnya filtrasi glomerulus.
Fase maintenance.
Pada fase ini terjadi obstruksi tubulus akibat pembengkaan sel tubulus dan akumulasi dari
debris. Sekali fasenya berlanjut maka fungsi ginjal tidak akan kembali normal walaupun aliran
darah kembali normal.Vasokonstriksi ginjal aktif merupakan titik tangkap patogenesis gagal
ginjal dan keadaan ini cukup untuk mengganggu fungsi ekskresi ginjal. Macam-macam mediator
aliran darah ginjal tampaknya berpengaruh. Menurunnya cardiac output dan hipovolemi
merupakan penyebab umum oliguri perioperative. Menurunnya urin mengaktivasi sistem saraf
simpatis dan sistem renin - angiotensin. Angiotensin merupakan vasokonstriksi pembuluh darah
ginjal dan menyebabkan menurunnya aliran darah ginjal
Gagal ginjal kronik
Pada gagal ginjal kronik , terjadi banyak nephron-nephron yang rusak sehingga nephron yang
ada tidak mampu memfungsikan ginjal secara normal. Dalam keadaan normal, sepertiga jumlah
nephron dapat mengeliminasi sejumlah produk sisa dalam tubuh untuk mencegah penumpukan
di cairan tubuh. Tiap pengurangan nephron berikutnya, bagaimanapun juga akan menyebabkan
retensi produk sisa dan ion kalium. Bila kerusakan nephron progresif maka gravitasi urin sekitar
1,008. Gagal ginjal kronik hampir selalu berhubungan dengan anemi berat.
lanjutan
Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema, CHF, dan hipertensi. Hipotensi
dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angitensin dan kerja sama keduanya meningkatkan
sekresi aldosteron. Kehilangan garam mengakibatkan risiko hipotensi dan hipovolemia.
Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status uremik
memburuk (Nursalam dan Fransisca, 2018)
Asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H⁺) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu men sekresi ammonia dan
mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain
terjadi (Nursalam dan Fransisca, 2018).
Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecendurungan untuk mengalami perdarahan akibat
status uremik pasien, terutama dari saluran pencernaan. Eritropoietin yang diproduksi oleh
ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk menhasilkan sel darah merah, dan produksi
eritropoietin menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai keletihan,
angina, dan sesak napas (Nursalam dan Fransisca, 2018).
Pada gagal ginjal kronik filtrasi glomerulus rata-rata menurun dan selanjutnya terjadi retensi
air dan natrium yang sering berhubungan dengan hipertensi. Hipertensi akan berlanjut bila
salah satu bagian dari ginjal mengalami iskemi. Jaringan ginjal yang iskemi mengeluarkan
sejumlah besar renin , yang selanjutnya membentuk angiotensin II, dan seterusnya terjadi
vasokonstriksi dan hipertensi.
RESUME KASUS
Pengkajian
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis, tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 96 x/menit, pernapasan 24 x/menit,
suhu 36,60C. BMI: 20,7 kg/m2 (Normoweight). Pada pemeriksaan mata didapatkan
konjungtiva anemis +/+. pada perkusi abdomen didapatkan shifting dullness +. Pada
pemeriksaan ekstremitas superior dan inferior didapatkan normotonus, gerakan aktif
dan edema pitting.
Pada pemeriksaan laboratorium darah Rutin didapatkan hasil Hb: 7,7 gr/dl, Ht: 22 %, 54
Leukosit : 5700/µl, Hitung jenis: Basophil 0%, Eosinophil 0%, Batang 0% Segmen 67%,
Limfosit 5 %, Monosit 4%, Trombosit: 286000/µl, LED: 56 mm/jam. Pada pemeriksaan
kimia darah didapatkan hasil: GDS: 260 mg/dl, Ureum: 242 mg/dl, Creatinine: 15,97
mg/dl. Pada pemeriksaan status lokalis regio pedis dextra didapatkan: Look: Ulkus (+),
jaringan nekrotik (+), pus (+), perdarahan (-), Feel: hangat (+), pulsasi arteri dorsalis
pedis (+), sensibilitas ↓, Move: ROM aktif dan pasif terbatas karena nyeri.
Diagnosa Keperawatan 1
Berdasarkan hasil pengkajian yang sudah dilakukan didapatkan data subyektif Pasien mengatakan kaki
dan tangannya bengkak sejak 5 bulan SMRS, Pasien mengatakan pada kelopak matanya juga mengalami
pembengkakan terutama pada pagi hari, Pasien mengatakan bahwa perutnya pernah bengkak dan terasa
berisi cairan sekitar 2 bulan yang lalu, Pasien mengeluhkan frekuensi berkemihnya menurun dibandingkan
sebelumnya, dari yang awalnya 5-6 kali sehari menjadi 2-3 kali sehari dengan urine yang sedikit dan keruh.
Berdasarkan pengkajian didapatkan data objektif pada saat pemeriksaan yaitu tekanan darah 150/90
mmHg, nadi 96 x/menit, pernapasan 24 x/menit, suhu 36,6 0C, Pada pemeriksaan mata didapatkan
konjungtiva anemis +/+, saat dilakukan perkusi abdomen didapatkan shifting dullness +, Pada
pemeriksaan ekstremitas superior dan inferior didapatkan normotonus, gerakan aktif dan edema pitting,
berdasarkan hasil lab Hb: 7,7 gr/dl, Ht: 22 % sehingga penulis dapat menegakkan diagnosa keperawatan
Hypervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan cairan, kelebihan
asupan natrium.
intervensi
Pada diagnosa Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi, kelebihan asupan cairan, kelebihan asupan natrium yang ditandai
dengan edema perifer, hepatomegali, kadar Hb & Ht turun, produksi urin
sedikit warna keruh diharapakan setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam diharapkan masalah teratasi dengan intervensi monitor
TTV, periksa tanda dan gejala hipervolemi (mis. Ortopnea, dipsnea, edema,
suara napas tambahan), identifikasi penyebab hipervolemi, monitor intake
dan output cairan, kolaborasi dengan dokter pemberian diuretic
DIAGNOSA KEPERAWATAN 2
Berdasarkan hasil pengkajian yang sudah dilakukan didapatkan data subyektif pasien
mengeluhkan luka koreng pada kaki kanannya yang tidak kunjung sembuh walaupun
sudah dirawat selama satu bulan, Pasien mengatakan badannya lemas sehingga
membuatnya sulit beraktivitas, Pasien mengaku menderita diabetes mellitus dan
berobat rutin selama lebih dari 10 tahun ke belakang, Pasien juga mengaku memiliki
riwayat hipertensi yang baru diketahuinya 8 bulan yang lalu. Pasien mengatakan
bahwa dirinya merupakan perokok aktif. Berdasarkan pengkajian data objektif
didapatkan dari Hasil pemeriksaan lab; 54 Leukosit : 5700/µl, Hitung jenis: Basophil
0%, Eosinophil 0%, Batang 0% Segmen 67%, Limfosit 5 %, Monosit 4%, Trombosit:
286000/µl, LED: 56 mm/jam. Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan hasil: GDS:
260 mg/dl, Ureum: 242 mg/dl, Creatinine: 15,97 mg/dl. sehingga penulis dapat
menegakkan diagnosa keperawatan Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan
penurunan konsentrasi hemoglobin.
INTERVENSI
Pada diagnosa Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin ditandai dengan Edema, kelelahan, Penyembuhan luka lambat
diharapakan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
masalah teratasi dengan intervensi Periksa sirkulasi periver (mis. Nadi perifer, edema,
pengisian kapiler, warna, suhu, ankle brachial index) ,Identifikasi faktor resiko
gangguan sirkulasi ( mis. Diabetes, perokok, orang tua hipertensi dan kadar kolestrol
tinggi) Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada ekstermitas, Kolaborasi
pemberian analgesik, Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu, Ajarkan program
diet untuk memperbaiki sirkulasi ( mis. Rendah lemak jenuh, minyak ikam omega 3),
Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis. Raasa sakit yang
tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa), Lakukan pencegahan
infeksi, Lakukan perawatan kaki dan kuku Edukasi, Anjurkan berhenti merokok
IMPLEMENTASI DX. 1 DAN 2
Pada hari pertama pengelolaan pasien pada saat datang ke RS untuk dirawat
didapatkan pemeriksaan fisik, kesadaran Compos mentis, tekanan darah 150/90
mmHg, nadi 96 x/menit, pernapasan 24 x/menit, suhu 36,60C. sebelumnya pasien
memiliki keluhan kaki, tangan, dan kelopak matanya yang bengkak serta frekuensi
berkemih yang menurun dengan frekuensi 2-3x/hari urin yang sedikit dan keruh,
Pada pemeriksaan mata didapatkan konjungtiva anemis +/+, saat dilakukan perkusi
abdomen didapatkan hasil shifting dullness +, Pada pemeriksaan ekstremitas
superior dan inferior didapatkan normotonus, gerakan aktif dan edema pitting, lalu
pasien dilakukan pemeriksaan lab dengan hasil Hb: 7,7 gr/dl, Ht: 22 % maka pasien
dilakukan observasi dan memonitor adanya edema pada ekstremitas, tekanan
darah, intake dan output secara berkala, dan berkolaborasi pemberian diuretic
secara intravena dan memberikan edukasi pasien untuk melakukan tirah baring
pada saat edema masih terjadi, setelah berkolaborasi dengan dokter pasien
mendapatkan terapi medikamentosa cairan intravena IVFD NaCl 0,9 % X TPM,
Captopril 2 x 12,5 mg, Furosemid Injeksi/ 8 Jam, asam folat 2 x 1 mg dan Glimepiride
Pada hari kedua pengelolaan, pasien menunjukkan perbaikan klinis setalah diberikan
1 x 2 mg.terapi cairan intravena, pasien mengeluh luka koreng pada kaki kanannya yang tak
kunjung sembuh dan pasien merasakan kelelahan kemudian dilakukan implementasi
memonitor TTV didapatkan data TD: 140/80 mmHg, N: 89 x/menit, RR: 24 x/menit, S:
36,50 C, dari hasil pemeriksan. Memonitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada
ekstermitas, mengkaji adanya pruritus dan kekeringan kulit, memberikan lotion,
menganjurkan cuci tangan serta menjaga kebersihan dan melanjutkan terapi cairan
intravena yang sudah diberikan didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium dengan hasil
Hb 11 mg%, Ht: 30%, GDS 150 mg/dL, ureum 120 mg/dL, kreatinin 4,7 mg/dL, Leukosit :
LANJUTAN
Pengertian dari diagnosa diatas yaitu peningkatan volume cairan intravaskuler, interstitial,
dan atau intraseluler yang disebabkan oleh gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan
cairan, kelebihan asupan natrium, gangguan aliran balik vena dan efek agen farmakologis
(mis. Kortikosteroid, chlorproamine, tolbutamide, vincristine, tryptilinescarbamazepine), (Tim
Pokja SLKI DPP PPNI, 2018).
Sedangkan pada diagnosa Perfusi perifer tidak efektif masalah teratasi karena luka
koreng pada kaki kanan pasien semakin membaik, dan infeksi sudah teratasi, pasien
sudah tidak lagi merokok, pasien mampu memilih makanan sesuai diit. Hal tersebut
karena dilakukan penanganan untuk mengganti tugas ginjal dalam tubuh dengan terapi
pengganti ginjal dengan dialisis, dialisis dilakukan dengan mesin yang disebut
hemodialisis alasannya karena dialisis yang dilakukan dalam rongga perut dengan
menggunakan cairan dialisis untuk menyerap cairan atau limbah yang berlebihan yang
disebut continuous ambularory peritoneal dialysis/ CAPD (Ketut, 2017).
KESIMPULAN
Proses Keperawatan adalah metode Asuhan Keperawatan
yang ilmiah, sistematis, dinamis dan terus-menerus serta
berkesinambungan dalam rangka pemecahan masalah
kesehatan pasien/klien, dimulai dari Pengkajian
(Pengumpulan Data, Analisis Data dan Penentuan Masalah)
Diagnosis Keperawatan, Pelaksanaan dan Penilaian
Tindakan Keperawatan (evaluasi).dari yang sudah dibahas
sebelumnya dapat disimpulkan bahwa antara teori dan
kasus terdapat kesenjangan terhadap kasus Gagal Ginjal
Kronik tersebut.
TERIMAKASIH