Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.B DENGAN GAGAL


GINJAL KRONIK (GGK)
 
NAMA
KHOIRUL HIDAYAH NUR FITRI PUJI RAHAYU
NIM
519048
 
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO
SEMARANG
2020
BAB 1
 Penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan salah satu penyakit yang
menjadi masalah besar di dunia. Gagal ginjal kronik merupakan suatu
penyakit yang menyebabkan fungsi organ ginjal mengalami penurunan
hingga akhirnya tidak mampu melakukan fungsinya dengan baik
(Cahyaningsih, 2017).

Gangguan fungsi ginjal ini terjadi ketika tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan
retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. Kerusakan ginjal ini
mengakibatkan masalah pada kemampuan dan kekuatan tubuh yang
menyebabkan aktivitas kerja terganggu, tubuh jadi mudah lelah dan lemas
sehingga kualitas hidup pasien menurun (Bruner& Suddarth,2014).

Dari kasus yang akan dibahas memiliki kesenjangan dengan teori penyakit
Gagal Ginjal Kronik (GGK) tersebut.
BAB 2
lanjutan
PATHOFISIOLOGI
 Ditandai dengan penyempitan pembuluh darah ginjal dan menurunnya aliran darah ginjal,
terjadi hipoperfusi dan mengakibatkan iskemi tubulus renalis. Mediator vasokonstriksi ginjal
mungkin sama dengan agen neurohormonal yang meregulasi aliran darah ginjal pada
keadaan normal yaitu sistem saraf simpatis, sistem renin - angiotensin , prostaglandin ginjal
dan faktor faktor natriuretik atrial. Sebagai akibat menurunnya aliran darah ginjal maka
akan diikuti menurunnya filtrasi glomerulus.
 Fase maintenance.
Pada fase ini terjadi obstruksi tubulus akibat pembengkaan sel tubulus dan akumulasi dari
debris. Sekali fasenya berlanjut maka fungsi ginjal tidak akan kembali normal walaupun aliran
darah kembali normal.Vasokonstriksi ginjal aktif merupakan titik tangkap patogenesis gagal
ginjal dan keadaan ini cukup untuk mengganggu fungsi ekskresi ginjal. Macam-macam mediator
aliran darah ginjal tampaknya berpengaruh. Menurunnya cardiac output dan hipovolemi
merupakan penyebab umum oliguri perioperative. Menurunnya urin mengaktivasi sistem saraf
simpatis dan sistem renin - angiotensin. Angiotensin merupakan vasokonstriksi pembuluh darah
ginjal dan menyebabkan menurunnya aliran darah ginjal 
 Gagal ginjal kronik
Pada gagal ginjal kronik , terjadi banyak nephron-nephron yang rusak sehingga nephron yang
ada tidak mampu memfungsikan ginjal secara normal. Dalam keadaan normal, sepertiga jumlah
nephron dapat mengeliminasi sejumlah produk sisa dalam tubuh untuk mencegah penumpukan
di cairan tubuh. Tiap pengurangan nephron berikutnya, bagaimanapun juga akan menyebabkan
retensi produk sisa dan ion kalium. Bila kerusakan nephron progresif maka gravitasi urin sekitar
1,008. Gagal ginjal kronik hampir selalu berhubungan dengan anemi berat.
lanjutan
 Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema, CHF, dan hipertensi. Hipotensi
dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angitensin dan kerja sama keduanya meningkatkan
sekresi aldosteron. Kehilangan garam mengakibatkan risiko hipotensi dan hipovolemia.
Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status uremik
memburuk (Nursalam dan Fransisca, 2018)
 Asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H⁺) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu men sekresi ammonia dan
mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain
terjadi (Nursalam dan Fransisca, 2018).
 
 Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecendurungan untuk mengalami perdarahan akibat
status uremik pasien, terutama dari saluran pencernaan. Eritropoietin yang diproduksi oleh
ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk menhasilkan sel darah merah, dan produksi
eritropoietin menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai keletihan,
angina, dan sesak napas (Nursalam dan Fransisca, 2018).

 Pada gagal ginjal kronik filtrasi glomerulus rata-rata menurun dan selanjutnya terjadi retensi
air dan natrium yang sering berhubungan dengan hipertensi. Hipertensi akan berlanjut bila
salah satu bagian dari ginjal mengalami iskemi. Jaringan ginjal yang iskemi mengeluarkan
sejumlah besar renin , yang selanjutnya membentuk angiotensin II, dan seterusnya terjadi
vasokonstriksi dan hipertensi.
RESUME KASUS
 Pengkajian
 Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis, tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 96 x/menit, pernapasan 24 x/menit,
suhu 36,60C. BMI: 20,7 kg/m2 (Normoweight). Pada pemeriksaan mata didapatkan
konjungtiva anemis +/+. pada perkusi abdomen didapatkan shifting dullness +. Pada
pemeriksaan ekstremitas superior dan inferior didapatkan normotonus, gerakan aktif
dan edema pitting.
 
 Pada pemeriksaan laboratorium darah Rutin didapatkan hasil Hb: 7,7 gr/dl, Ht: 22 %, 54
Leukosit : 5700/µl, Hitung jenis: Basophil 0%, Eosinophil 0%, Batang 0% Segmen 67%,
Limfosit 5 %, Monosit 4%, Trombosit: 286000/µl, LED: 56 mm/jam. Pada pemeriksaan
kimia darah didapatkan hasil: GDS: 260 mg/dl, Ureum: 242 mg/dl, Creatinine: 15,97
mg/dl. Pada pemeriksaan status lokalis regio pedis dextra didapatkan: Look: Ulkus (+),
jaringan nekrotik (+), pus (+), perdarahan (-), Feel: hangat (+), pulsasi arteri dorsalis
pedis (+), sensibilitas ↓, Move: ROM aktif dan pasif terbatas karena nyeri.
Diagnosa Keperawatan 1

Berdasarkan hasil pengkajian yang sudah dilakukan didapatkan data subyektif Pasien mengatakan kaki
dan tangannya bengkak sejak 5 bulan SMRS, Pasien mengatakan pada kelopak matanya juga mengalami
pembengkakan terutama pada pagi hari, Pasien mengatakan bahwa perutnya pernah bengkak dan terasa
berisi cairan sekitar 2 bulan yang lalu, Pasien mengeluhkan frekuensi berkemihnya menurun dibandingkan
sebelumnya, dari yang awalnya 5-6 kali sehari menjadi 2-3 kali sehari dengan urine yang sedikit dan keruh.
Berdasarkan pengkajian didapatkan data objektif pada saat pemeriksaan yaitu tekanan darah 150/90
mmHg, nadi 96 x/menit, pernapasan 24 x/menit, suhu 36,6 0C, Pada pemeriksaan mata didapatkan
konjungtiva anemis +/+, saat dilakukan perkusi abdomen didapatkan shifting dullness +, Pada
pemeriksaan ekstremitas superior dan inferior didapatkan normotonus, gerakan aktif dan edema pitting,
berdasarkan hasil lab Hb: 7,7 gr/dl, Ht: 22 % sehingga penulis dapat menegakkan diagnosa keperawatan
Hypervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan cairan, kelebihan
asupan natrium.

intervensi
Pada diagnosa Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi, kelebihan asupan cairan, kelebihan asupan natrium yang ditandai
dengan edema perifer, hepatomegali, kadar Hb & Ht turun, produksi urin
sedikit warna keruh diharapakan setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam diharapkan masalah teratasi dengan intervensi monitor
TTV, periksa tanda dan gejala hipervolemi (mis. Ortopnea, dipsnea, edema,
suara napas tambahan), identifikasi penyebab hipervolemi, monitor intake
dan output cairan, kolaborasi dengan dokter pemberian diuretic
DIAGNOSA KEPERAWATAN 2

Berdasarkan hasil pengkajian yang sudah dilakukan didapatkan data subyektif pasien
mengeluhkan luka koreng pada kaki kanannya yang tidak kunjung sembuh walaupun
sudah dirawat selama satu bulan, Pasien mengatakan badannya lemas sehingga
membuatnya sulit beraktivitas, Pasien mengaku menderita diabetes mellitus dan
berobat rutin selama lebih dari 10 tahun ke belakang, Pasien juga mengaku memiliki
riwayat hipertensi yang baru diketahuinya 8 bulan yang lalu. Pasien mengatakan
bahwa dirinya merupakan perokok aktif. Berdasarkan pengkajian data objektif
didapatkan dari Hasil pemeriksaan lab; 54 Leukosit : 5700/µl, Hitung jenis: Basophil
0%, Eosinophil 0%, Batang 0% Segmen 67%, Limfosit 5 %, Monosit 4%, Trombosit:
286000/µl, LED: 56 mm/jam. Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan hasil: GDS:
260 mg/dl, Ureum: 242 mg/dl, Creatinine: 15,97 mg/dl. sehingga penulis dapat
menegakkan diagnosa keperawatan Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan
penurunan konsentrasi hemoglobin.
 INTERVENSI
 Pada diagnosa Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin ditandai dengan Edema, kelelahan, Penyembuhan luka lambat
diharapakan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
masalah teratasi dengan intervensi Periksa sirkulasi periver (mis. Nadi perifer, edema,
pengisian kapiler, warna, suhu, ankle brachial index) ,Identifikasi faktor resiko
gangguan sirkulasi ( mis. Diabetes, perokok, orang tua hipertensi dan kadar kolestrol
tinggi) Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada ekstermitas, Kolaborasi
pemberian analgesik, Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu, Ajarkan program
diet untuk memperbaiki sirkulasi ( mis. Rendah lemak jenuh, minyak ikam omega 3),
Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis. Raasa sakit yang
tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa), Lakukan pencegahan
infeksi, Lakukan perawatan kaki dan kuku Edukasi, Anjurkan berhenti merokok
IMPLEMENTASI DX. 1 DAN 2

Pada hari pertama pengelolaan pasien pada saat datang ke RS untuk dirawat
didapatkan pemeriksaan fisik, kesadaran Compos mentis, tekanan darah 150/90
mmHg, nadi 96 x/menit, pernapasan 24 x/menit, suhu 36,60C. sebelumnya pasien
memiliki keluhan kaki, tangan, dan kelopak matanya yang bengkak serta frekuensi
berkemih yang menurun dengan frekuensi 2-3x/hari urin yang sedikit dan keruh,
Pada pemeriksaan mata didapatkan konjungtiva anemis +/+, saat dilakukan perkusi
abdomen didapatkan hasil shifting dullness +, Pada pemeriksaan ekstremitas
superior dan inferior didapatkan normotonus, gerakan aktif dan edema pitting, lalu
pasien dilakukan pemeriksaan lab dengan hasil Hb: 7,7 gr/dl, Ht: 22 % maka pasien
dilakukan observasi dan memonitor adanya edema pada ekstremitas, tekanan
darah, intake dan output secara berkala, dan berkolaborasi pemberian diuretic
secara intravena dan memberikan edukasi pasien untuk melakukan tirah baring
pada saat edema masih terjadi, setelah berkolaborasi dengan dokter pasien
mendapatkan terapi medikamentosa cairan intravena IVFD NaCl 0,9 % X TPM,
Captopril 2 x 12,5 mg, Furosemid Injeksi/ 8 Jam, asam folat 2 x 1 mg dan Glimepiride
 Pada hari kedua pengelolaan, pasien menunjukkan perbaikan klinis setalah diberikan
1 x 2 mg.terapi cairan intravena, pasien mengeluh luka koreng pada kaki kanannya yang tak
kunjung sembuh dan pasien merasakan kelelahan kemudian dilakukan implementasi
memonitor TTV didapatkan data TD: 140/80 mmHg, N: 89 x/menit, RR: 24 x/menit, S:
36,50 C, dari hasil pemeriksan. Memonitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada
ekstermitas, mengkaji adanya pruritus dan kekeringan kulit, memberikan lotion,
menganjurkan cuci tangan serta menjaga kebersihan dan melanjutkan terapi cairan
intravena yang sudah diberikan didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium dengan hasil
Hb 11 mg%, Ht: 30%, GDS 150 mg/dL, ureum 120 mg/dL, kreatinin 4,7 mg/dL, Leukosit :
LANJUTAN

 Pada hari ketiga pengelolaan pasien dilakukan


implementasi monitoring TTV didapatkan data TD:
138/85 mmHg, N: 88 x/menit, RR: 22 x/menit, S: 36,20 C,
dan mengidentifikasi penyebab hipervolemi, mengkaji
edema, melakukan pengontrolan cairan, melakukan
perawatan luka dan pencegahan infeksi, berkolaborasi
dengan dokter pemberian terapi. Hasil pemeriksaan lab
Hb 13,5 mg%, Ht: 40%, GDS 160 mg/dL, ureum 130
mg/dL, kreatinin 2,1 mg/dL, Leukosit : 1200/µl. Pasien
sudah mengalami perbaikan kondisi namun pasien harus
masih dirawat di RS untuk memonitor kondisi dan
mendapatkan terapi lebih lanjut.
EVALUASI
 
 Berdasarkan hasil evaluasi tindakan keperawatan pada klien Tn. B
yang dilakukan pada tanggal 11 Mei 2020 - 13 Mei 2020, diperoleh hasil
evaluasi hipervolemik, masalah belum teratasi karena edema dan
status hidrasi pada pasien belum sepenuhnya maksimal akibat dari
fungsi ginjal yang sudah menurun dan disertai penyakit penyerta yaitu
Hipertensi dan Diabetes Melitus yang sudah lama. Sedangkan pada
diagnose Perfusi perifer tidak efektif masalah teratasi karena luka
koreng pada kaki kanan pasien semakin membaik, dan infeksi sudah
teratasi, pasien sudah tidak lagi merokok, pasien mampu memilih
makanan sesuai diit. 
PEMBAHASAN
1. Hypervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan
  cairan, kelebihan asupan natrium.

Pengertian dari diagnosa diatas yaitu peningkatan volume cairan intravaskuler, interstitial,
dan atau intraseluler yang disebabkan oleh gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan
cairan, kelebihan asupan natrium, gangguan aliran balik vena dan efek agen farmakologis
(mis. Kortikosteroid, chlorproamine, tolbutamide, vincristine, tryptilinescarbamazepine), (Tim
Pokja SLKI DPP PPNI, 2018).

2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi


hemoglobin
Pengertian diagnosa yaitu penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat
menganggu metabolisme tubuh yang disebabkan oleh hiperglikemia,penurunan
konsentrasi haemoglobin, peningkatan tekanan darah, kekurangan volume cairan,
penurunan aliran arteri dan atau vena, kurang terpapar informasi tentang paktor
pemberat (mis. Merokok, gaya hidup monoton, trauma, obesitas,asupan garam,
imobilitas), kurang terpapar informasi tentang proses penyakit (mis. Diabetes Melitus,
hiperlipidemia), dan kurang aktivitas, (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018).
PEMBAHASAN IMPLEMENTASI
 Implementasi utama yang dilakukan dari diagnosa keperawatan Hypervolemia
adalah memonitor adanya edema, mengkaji TTV, dan berkolaborasi pemberian
dieuretik, dengan alasan dilakukannya monitor TTV adalah karena pemeriksaan TTV
di tubuh adalah untuk memberikan petunjuk mengenai penyakit yang sedang
diderita seseorang serta menggambarkan tingkat efektivitas perawatan yang
dijalani, kenapa berkolaborasi pemberian diuretik karena diuretik merupakan obat
yang berfungsi untuk membuang kelebihan garam dan air dari dalam tubuh melalui
urine. Jumlah garam, terutama natrium yang diserap kembali oleh ginjal akan
dikurangi, natrium tersebut akan ikut membawa cairan yang ada didalam darah,
sehingga produksi urine bertambah. Akibatnya cairan tubuh akan berkurang dan
tekanan darah turun serta edema akan berkurang (Mansjoer, 2017)
 
 Sedangkan pada diagnosa yang kedua adalah Perfusi perifer tidak efektif dengan
implementasi memeriksa sirkulasi periver (mis. Nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu, ankle brachial index dan melakukan pencegahan infeksi dengan
perawatan kaki dan kuku serta menganjurkan berhenti merokok. Pemberian
implementasi tersebut dengan alasan didalam tubuh manusia, darah mengalir ke
seluruh bagian-bagian (organ-organ) tubuh secara terus menerus untuk menjamin
suplai oksigen dan zat-zat nutrien lainnya agar organ-organ tubuh dapat berjalan
berkat pemompa utama yaitu jantung dan sistem pembuluh darah sebagai alat
pengalir/distribusi. Dianjurkan merokok karena penyebab utama penyakit ginjal
PEMBAHASAN EVALUASI
 Berdasarkan hasil evaluasi pada klien Tn. B yang dilakukan pada tanggal 11 Mei 2020
sampai 13 Mei 2020, diperoleh hasil evaluasi diagnosa Hypervolemia, masalah belum
teratasi karena edema dan status hidrasi pada pasien belum sepenuhnya maksimal
akibat dari fungsi ginjal yang sudah menurun dan disertai penyakit penyerta yaitu
Hipertensi dan Diabetes Melitus yang sudah lama. Terjadi perubahan menjadi Hb 13,5
mg%, Ht: 40%, , ureum 130 mg/dL, kreatinin 2,1 mg/dL, Leukosit : 1200/µl setelah
diberikan implementasi pemberian terapi medikamentosa asam folat 2 x 1 mg dan
Glimepiride 1 x 2 mg. karena hb dapat meningkat dengan cara meningkatkan asupan
zat besi, vitamin B12 dan folat yang merupakan nutisi yang berperan penting dalam
produksi sel darah merah yang kaya hemoglobin.

 Sedangkan pada diagnosa Perfusi perifer tidak efektif masalah teratasi karena luka
koreng pada kaki kanan pasien semakin membaik, dan infeksi sudah teratasi, pasien
sudah tidak lagi merokok, pasien mampu memilih makanan sesuai diit. Hal tersebut
karena dilakukan penanganan untuk mengganti tugas ginjal dalam tubuh dengan terapi
pengganti ginjal dengan dialisis, dialisis dilakukan dengan mesin yang disebut
hemodialisis alasannya karena dialisis yang dilakukan dalam rongga perut dengan
menggunakan cairan dialisis untuk menyerap cairan atau limbah yang berlebihan yang
disebut continuous ambularory peritoneal dialysis/ CAPD (Ketut, 2017).
KESIMPULAN
Proses Keperawatan adalah metode Asuhan Keperawatan
yang ilmiah, sistematis, dinamis dan terus-menerus serta
berkesinambungan dalam rangka pemecahan masalah
kesehatan pasien/klien, dimulai dari Pengkajian
(Pengumpulan Data, Analisis Data dan Penentuan Masalah)
Diagnosis Keperawatan, Pelaksanaan dan Penilaian
Tindakan Keperawatan (evaluasi).dari yang sudah dibahas
sebelumnya dapat disimpulkan bahwa antara teori dan
kasus terdapat kesenjangan terhadap kasus Gagal Ginjal
Kronik tersebut.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai