A. PENDAHULUAN
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima
tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis yang ditandai dengan panjang atau
tinggi badannya berada di bawah standar. Anak tergolong stunting apabila
panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua dari standar deviasi
(-2SD) panjang atau tinggi anak seumurnya. Stunting merupakan salah satu
masalah gizi terbesar pada balita di Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2018 menunjukkan penurunan prevalensi stunting balita di tingkat
nasional sebesar 6,4% selama 5 tahun, yaitu dari 37,2% (2013) menjadi
30,8% (2018). Proporsi status gizi; pendek dan sangat pendek pada baduta,
mencapai 29,9% atau lebih tinggi dibandingkan target RPJMN 2019 sebesar
28%. Stunting dapat menghambat pertumbuhan fisik, meningkatkan
kerentanan anak terhadap penyakit, menimbulkan hambatan perkembangan
kognitif yang menurunkan kecerdasan dan produktivitas anak di masa depan.
Stunting juga akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit degeneratif di usia
dewasa. Kerugian ekonomi akibat stunting pada angkatan kerja di Indonesia
saat ini diperkirakan mencapai 10.5% dari produk domestik bruto (PDB), atau
setara dengan 286 triliun rupiah
B. LATAR BELAKANG
Permasalahan utama yang menyebabkan masih tingginya angka
stunting di Indonesia adalah kombinasi antara rendahnya kesadaran mengenai
stunting, kebijakan yang belum konvergen dalam memberikan dukungan
terhadap pencegahan stunting, dan permasalahan komunikasi dalam
perubahan perilaku baik di tingkat individu, tingkat masyarakat, dan tingkat
layanan kesehatan. Pencegahan stunting memerlukan upaya penanganan
secara terpadu, mencakup intervensi gizi spesifik dan sensitif. Pengalaman
global menunjukkan bahwa penyelenggaraan intervensi yang terpadu untuk
menyasar kelompok prioritas merupakan kunci keberhasilan perbaikan gizi,
tumbuh kembang anak, dan pencegahan stunting.
Angka stunting di UPT Puskesmas Gondanglegi, sesuai dengan hasil
bulan timbang bulan Agustus 2022, sebesar 7.89%. Persentase ini sudah
dibawah target Nasional sebesar 14%. Beberapa factor non medis yang yang
berpengaruh dalam menentukan diagnosa stunting, masih banyak ditemukan,
antara lain adalah keterbatasan alat pengukuran, ketepatan petugas dalam
membaca hasil, kondisi anak, dan tingkat partisipasi masyarakat.
Beberapa upaya tindakan spesifik telah direncanakan dan
dilakukanoleh UPT Puskesmas Gondanglegi. Kerjasama dengan lintas sector
dalam penanggulangan stunting juga sudah dilakukan sengan sangat baik.
Salah satu metode baru yang akan diterapkan dalam menunjang keberhasilan
percepatan penurunan stunting di wilayah kerja UPT Puskemsas Gondanglegi
adalah dengan menerapkan Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP). KPP
dilakukan dengan menggunakan beragam pendekatan komunikasi: 1.
Advokasi Merupakan serangkaian pendekatan individual atau kelompok yang
terencana dan terarah untuk mempengaruhi keputusan para pemangku
kepentingan dalam pengambilan kebijakan, pengalokasian sumber daya
(termasuk anggaran), dan penentuan strategi perubahan perilaku 2.
Kampanye Publik Merupakan pendekatan yang menggunakan media massa
untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap suatu hal secara
umum. Dalam mobilisasi sosial diperlukan berbagai pertemuan tatap muka
yang melibatkan para tokoh masyarakat/ komunitas dan umumnya bersifat
kegiatan publik seperti forum diskusi, seminar, lokakarya, festival, kontes, dan
sebagainya. Diharapkan dengan pelaksanaan beberapa intervensi yang akan
dilakukan sesuai dnegan perencanaan yang ada dan dengan menerapkan
strategi komunikasi dengan perubahan perilaku akan memberikan dampak
perbaikan yang signifikan terhadap penurunan penemuan kasus stunting di
wilayah kerja Puskesmas Gondanglegi
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Menurunkan prevalensi stunting, meningkatkan kualitas penyiapan
kehidupan berkeluarga, menjamin pemenuhan asupan gizi, memperbaiki
pola asuh, meningkatkan akses dan mutu pelayanan Kesehatan terutama
pada 1000 hari pertama kehidupan
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatnya derajat kesehatan remaja dengan pemberian obat gizi
b. Calon pasangan usia subur mendapat skrining kesehatan 3 bulan
sebelum menikah dan mendapat Pendidikan Kesehatan reproduksi
c. Semua ibu hamil, bersalin dan nifas mendapat pelayanan sesuai
standart
d. Ibu nifas atau PUS resiko tinggi mendapat konseling dan pelayanan
keluarga berencana
e. Bayi dan anak balita mendapat pelayanan Kesehatan sesuai standart
f. Terlaksanakannya koordinasi dan komunikasi Tim Percepatan
Penurunan Stunting tingkat kecamatan dan desa secara maksimal.
D. TATA NILAI
Pelaksanaan, monitoring dan evaluasi kegiatan kelas ibu hamil tetap
berorientasi kepada tata nilai yang ada di Puskesmas Gondanglegi, yaitu :
Profesional : pelaksanaan kegiatan dan pemberian layanan harus sesuai
dengan standart kompetensi dan prosedur yang ditetapkan
Amanah : uraian tugas dilakukan sesuai dengan tugas yang dibebankan
guna mendukung capaian kinerja dengan target yang ditetapkan
Harmonis : peran lintas program yang sudah disepakati terlaksana, 95%
karyawan hadir disetiap acara pertemuan untuk pembinaan dan evalausi
Inovatif : hasil analisa kinerja dilakukan perbaikan dengan memanfaatkan
sumber daya dan peluang perbaikan yang disepakati.
A. Intervensi Spesifik
B. Intervensi Sensitive