Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

TONSILITIS

OLEH :

HASAN ASSAGAF

201410330311097

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan
teknologi, sekarang ini juga banyak sekali masalah kesehatan yang muncul di
masyarakat. Dari hari kehari semakin banyak muncul berbagai macam
penyakit infeksi ataupun penyakit lainnya, salah satunya adalah penyakit
tonsilitis atau yang sering kita kenal dengan radang amandel. Tonsilitis adalah
inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau amandel. Organisme
penyebabnya yang utama meliputi Streptococcus atau Staphylococcus 1.
Tonsilitis adalah suatu peradangan pada tonsil atau amandel yang
dapat menyerang semua golongan umur. Tonsilitis akut sering menimbulkan
komplikasi. Bila tonsilitis akut sering kambuh walaupun penderita telah
mendapat pengobatan yang memadai, maka perlu diingat kemungkinan
terjadinya tonsilitis kronik. Faktor berikut ini mempengaruhi berulangnya
tonsilitis: rangsangan menahun (misalnya rokok, makanan tertentu), cuaca,
pengobatan tonsilitis yang tidak memadai dan higiene rongga mulut yang
kurang baik2.
Tonsilitis akut merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada
saluran napas bagian atas, terutama pada anak – anak. Insiden tertinggi terjadi
pada usia 4 – 5 tahun. Pada usia sekolah, insiden tertingginya adalah usia 6 –
12 tahun 3.
Terdapat beberapa klasifikasi tonsilitis yaitu tosilitis akut, tonsilitis
membranosa dan tonsilitis kronik. Tonsilitis akut dibagi menjadi dua yaitu
Tonsilitis viral dan Tonsilitis bakterial. Pada tonsilitis viral penyebab yang
paling sering adalah Epstein Barr virus, sedangkan tonsilitis bakterial
disebabkan kuman grup A Streptococcus 4
Gejala tonsilitis akut berupa nyeri tenggorokan yang semakin parah
jika penderita menelan dan nyeri sering kali dirasakan ditelinga karena
tenggorokan dan telinga memiliki persarafan yang sama. Gejala lainnya
berupa demam, tidak enak badan, sakit kepala, mual dan muntah 5.
Mengingat angka kejadian tonsilitis yang cukup tinggi di masyarakat
serta dampak yang cukup besar akibat dari infeksinya pada penderitanya,
penulis tertarik untuk membuat tulisan tentang tonsilitis ini. Diharapkan
dengan adanya tulisan ini dapat menjadi referensi sekaligus sebagai bahan
bacaan untuk memperluas wawasan tentang penyakit tonsilitis.

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui anatomi serta
untuk mengetahui manifestasi tonsilitis mulai dari definisi, etiologi, diagnosis,
manifestasi klinis, dan penatalaksanaannya.

1.3 Manfaat
Makalah ini adalah bermanfaat bagi para pembaca, khususnya yang
terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara umumnya. Diharapkan
dengan makalah ini pembaca dapat lebih mengetahui dan memahami lebih
mendalam mengenai Tonsilitis sehingga penanganan yang lebih cepat dan
tepat dapat dilakukan untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas
pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Tonsil berbentuk oval, tipis terletak pada bagian samping belakang
orofaring dalam fossa tonsilaris atau sinus tonsilaris. Bagian atas fossa
tonsilaris kosong dinamakan fossa supratonsiler yang merupakan jaringan ikat
longgar. Berat tonsil pada laki-laki berkurang dengan bertambahnya umur,
sedangkan pada wanita berat bertambah pada masa pubertas dan kemudian
menyusut kembali.
Permukaan lateral tonsil meletak pada fascia faring yang sering juga
disebut capsula tonsil. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam
dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil adalah
epitel squamous yang juga meliputi kriptus. Didalam kriptus biasanya
ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan.
Kripta pada tonsil palatina lebih besar, bercabang dan berlekuk-lekuk
dibandingkan dengan sistem limfoid lainnya, sehingga tonsil palatina lebih
sering terkena penyakit. Selama peradangan akut, kripta dapat terisi dengan
koagulum yang menyebabkan gambaran folikuler yang khas pada permukaan
tonsil.
Tonsil mendapatkan peredaran darah dari arteri tonsilaris yang
merupakan cabang dari arteri maksilaris eksterna dan arteri palatina asenden.
Arteri tonsilaris berjalan ke atas pada bagian luar m. konstriktor faringeus
superior. Arteri palatina asenden masuk tonsil melewati pinggir atas atas m.
konstriktor faringeus. Tonsil juga mendapatkan peredaran darah dari arteri
lingualis dorsalis dan arteri palatina desenden.

Persarafan tonsil berasal dari saraf trigeminus dan saraf


glossopharingeus.Nervus trigeminus mempersarafi bagian atas tonsil melalui
cabangnya yang melewati ganglion sphenopaltina yaitu n. palatina. Bagian
bawah tonsil dipersarafi n. glossopharingeus

2.2 Definisi
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang
oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil,
yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual. Tonsil
palatina yang biasa disebut tonsil saja terletak didalam fossa tonsil. Tonsil
dibatasi oleh pilar anterior yang berisi m. Palatoglossus, pilar posterior yang
berisi m. Palatopharingeus dan bagian lateral dibatasi oleh m. Constrictor
pharingeus superior.
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian
dari cincin Waldeyer. Tonsilitis disebabkan peradangan pada tonsil yang
diakibatkan oleh bakteri, virus, dan jamur6. Tonsilitis adalah peradangan tonsil
palatina yang merupakanbagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri
atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil
faringeal ( adenoid ), tonsil palatina ( tosil faucial), tonsil lingual ( tosil
pangkal lidah ), tonsil tuba Eustachius ( lateral band dinding faring / Gerlach’s
tonsil 12,20.

2.3 Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, tonsilitis dapat diklasifikasikan menjadi
dua jenis, yaitu sebagai berikut 18,19 :
1. Tonsilitis Akut
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A streptokokus β hemolitikus,
pneumokokus, streptokokus viridan, dan streptokokus pyogenes. Hemofilus influenzae
merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif 6,10. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus
yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu,
membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini dapat
melebar sehingga terbentuk membran semu (pseudomembrane) yang menutupi tonsil 6.
Tonsilitis akut merupakan suatu inflamasi akut yang terjadi pada tonsilla palatina,
yang terdapat pada daerah orofaring disebabkan oleh adanya infeksi maupun
virus. Tonsilitis akut dapat dibagi menjadi17 :
 Acute superficial tonsilitis, biasanya disebabkan oleh infeksi virus dan
biasanya merupakan perluasan dari faringitis serta hanya mengenai lapisan
lateral.
 Acute folicular tonsilitis, infeksi menyebar sampai ke kripta sehingga terisi
dengan material purulen, ditandai dengan bintik – bintik kuning pada tonsil
 Acute parenchymatous tonsilitis, infeksi mengenai hampir seluru bagian
tonsil sehingga tonsil terlihat hiperemis dan membesar6,
 Acute membranous tonsilitis, merupakan stase lanjut dari tonsilitis folikular
dimana eksudat dari kripta menyatu membentuk membran di permukaan
tonsil 5.
Ada beberapa macam penyakit yang termasuk dalam tonsillitis membranosa
beberapa diantaranya yaitu Tonsilitis difteri, Tonsilitis septic, serta Angina Plaut
Vincent, penyakit kelainan darah seperti leukemia akut, anemia pernisiosa,
neutropenia maligna serta infeksi mononucleosis, proses spesifik luas dan
tuberculosis, infeksi jamur moniliasis, aktinomikosis dan blastomikosis, serta infeksi
virus morbili, pertusis, dan skarlatina.

Gambar 2.6. Gambaran


Acute
parenchymatous tonsilitis
(Dhingra, 2005)
2. Tonsilitis Kronis
Tonsilitis kronis
adalah peradangan
tonsil yang menetap
11
sebagai akibat infeksi akut atau subklinis yang berulang . Ukuran tonsil
membesar akibat hiperplasia parenkim atau degenerasi fibrinoid dengan obstruksi
kripta tonsil, namun dapat juga ditemukan tonsil yang relatif kecil akibat
pembentukan sikatrik yang kronis. Durasi maupun beratnya keluhan nyeri
tenggorok sulit dijelaskan13,16. Biasanya nyeri tenggorok dan nyeri menelan
dirasakan lebih dari 4 minggu dan kadang dapat menetap 13 . Tonsilitis kronis
adalah suatu kondisi yang merujuk kepada adanya pembesaran tonsil sebagai
akibat infeksi tonsil yang
berulang9.
2.4 Etiologi
Tonsilitis disebabkan oleh infeksi bakteri streptococcus atau infeksi
virus. Tonsil berfungsi untuk membuat limfosit, yaitu sejenis sel darah putih
yang bertugas membunuh kuman yang masuk ke dalam tubuh melalui mulut 15.
Tonsil akan berubah menjadi tempat infeksi bakteri maupun virus, sehingga
membengkak dan meradang, menyebabkan tonsillitis14. Penyebab tonsilitis
adalah infeksi kuman Streptococcus beta Hemolyticus, Streptococcus
viridans, dan Streptococcus pyogenes. Streptococcus pyogenes merupakan
patogen utama pada manusia yang menimbulkan invasi lokal, sistemik dan
kelainan imunologi pasca streptococcus11.

Tabel 2.1. Etiologi terjadinya tonsilitis (Campisi, 2003)


Dari beberapa studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
Streptococcus β Hemolitikus Grup A merupakan penyebab utama dari
tonsilitis dengan persentase sekitar 15 – 30% dari semua jenis bakteri13.
Beberapa etiologi lain yang juga cukup tinggi insidennya dalah menyebabkan
terjadinya tonsilitis adalah Haemophyllus influenza Staphylococcus aureus
dan Streptococcus Pyogens3.

Gambar 2.7. Gambaran tonsilitis akut. Etiologi disebabkan oleh (a) Streptococcus
beta hemoliticus grup A (b) Lesi eksudatif terlihat pada kedua tonsil (c) Infeksi
mononukleosis (Onerci, 2009)
2.5 Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Tonsil
berperan sebagai filter yang menyelimuti bakteri ataupun virus yang masuk
dan membentuk antibodi terhadap infeksi6,7. Kuman menginfiltrasi lapisan
epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial mengadakan
reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli
morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi
bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit,
bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut
tonsillitis falikularis2.

Pada tonsilitis akut dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan


hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya
sehingga sakit menelan dan demam tinggi. Sekresi yang berlebih membuat
pasien mengeluh sakit menelan, tenggorokan akan terasa mengental. Tetapi
bila penjamu memiliki kadar imunitas antivirus atau antibakteri yang tinggi
terhadap infeksi virus atau bakteri tersebut, maka tidak akan terjadi kerusakan
tubuh ataupun penyakit. Sistem imun selain melawan mikroba dan sel mutan,
sel imun juga membersihkan debris sel dan mempersiapkan perbaikan
jaringan2.

Gambar 2.9. Tonsilitis akut dengan folikel pada tonsil (Snow, 2003)
Infeksi berulang pada tonsilitis akut sering tejadi pada pengobatan
yang tidak adekuat. Hal terjadi dikarenakan kemampuan bakteri untuk
bertahan pada lingkungan intraseluler di dalam kripta tonsil, sehingga tidak
terkena paparan antibiotik yang diberikan pada pasien. Dengan begitu bakteri
tersebut dapat berkembang biak dan menyebabkan reinfeksi kembali 4.
Mekanisme lain yang dapat menjelaskan kejadian ini adalah karena penetrasi
antibiotik ke dalam tonsil yang rendah akibat jaringan parut karena infeksi
tonsilitis. Selain itu juga adanya flora normal yang menghasilkan enzim
protektif dan membentuk lapisan biofilm juga dapat menghalangi penetrasi
dari antobiotik ke dalam tonsil 15.

Gambar 2.10. Pembesaran tonsil. Disebabkan oleh (A) Tonsilitis berulang (B) Pada
pasien Obstructive Sleep Apnea (C) Unilateral hipertrofi tonsil (Alasil, 2011)

Infeksi berulang pada tonsilitis akut sering tejadi pada pengobatan


yang tidak adekuat. Hal terjadi dikarenakan kemampuan bakteri untuk
bertahan pada lingkungan intraseluler di dalam kripta tonsil, sehingga tidak
terkena paparan antibiotik yang diberikan pada pasien. Dengan begitu bakteri
tersebut dapat berkembang biak dan menyebabkan reinfeksi kembali 4.
Mekanisme lain yang dapat menjelaskan kejadian ini adalah karena penetrasi
antibiotik ke dalam tonsil yang rendah akibat jaringan parut karena infeksi
tonsilitis. Selain itu juga adanya flora normal yang menghasilkan enzim
protektif dan membentuk lapisan biofilm juga dapat menghalangi penetrasi
dari antobiotik ke dalam tonsil 15.

Tonsilitis kronis adalah suatu keadaan dimana penyakit terjadi secara


berulang diikuti oleh episode serangan akut atau keadaan subklinis dari suatu
infeksi yang persisten, biasanya terjadi akibat penatalaksanaan yang kurang
adekuat. Terminologi tonsilitis berulang/recurrent merupakan keadaan yang
hampir sama dengan tonsilitis kronis17. Akan tetapi pada keadaan tonsilitis
berulang, ada suatu keadaan dimana tonsil kembali ke keadaan normal secara
makroskopis dan histologis diantara dua serangan. Hal ini yang
membedakannya dengan tonsilitis kronis dimana keadaan ini tidak
ditemukan16.

Pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang yang


menyebabkan epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada
proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini
akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan
diisi oleh detritus. Infiltrasi bakteri pada epitel jaringan tonsil akan
menimbulkan radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear serta
terbentuk detritus yang terdiri dari kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan
epitel yang lepas5.

Patofisiologi tonsilitis kronis adalah akibat adanya infeksi berulang


pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua
kuman sehingga kuman kemudian menginfeksi tonsil. Pada keadaan inilah
1,11
fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi tempat infeksi . Proses
radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid
terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh
jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar.
Secara klinik kripta ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus
sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan
dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris. Proses ini disertai dengan
pembesaran kelenjar limfa submandibula5.

2.6 Gejala Klinis


Gejala pada tonsillitis akut adalah rasa gatal/ kering ditenggorokan, anoreksia,
otalgia, tonsil membengkak. Dimulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga
menjadi parah, sakit menelan, kadang muntah. Pada tonsillitis dapat mengakibatkan
kekambuhan sakit tenggorokan dan keluarnya nanah pada lekukan tonsil1.
Tanda klinisnya dijumpai tonsil membengkak dan meradang. Tonsila biasanya
bercak-bercak dan kadang-kadang diliputi oleh eksudat. Eksudat ini mungkin keabu-
abuan dan kekuningan. Eksudat ini dapat berkumpul, membentuk membran dan pada
beberapa kasus dapat terjadi nekrosis jaringan local 17 .
Berikut ini adalah tanda dan gejala yang dialami oleh pasien yang menderita
tonsilitis akut, yaitu sebagai berikut ini17 :
1. Tanda
 Napas berat dan lidah yang licin
 Hiperemis pada pilar, uvula dan palatum mole
 Kemerahan dan bengkak pada tonsil disertai dengan gambaran bintik bintik
kuning yang merupakan gambaran material purulen pada kripta yang terbuka
(acute folicular tonsilitis). Kedua tonsil dapat membesar hingga dapat
bertemu pada midline orofaring.
 Pembesaran dari KGB jugulodigastrikus
2. Gejala
Gejala yang sering ditemui berupa kesulitan dalam menelan, gangguan fonasi,
respirasi dan pendengaran. Selain itu gejala yang dapat muncul antara lain :
 Sakit tenggorokan
 Sakit menelan
 Perubahan suara (serak)
 Sakit pada telinga
 Snoring (akibat obstruksi jalan napas atas)
 Napas berbau
 Gangguan pendengaran
 Pasien tampak sangat sakit
(Dhingra, 2005)

Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis yang
mungkin tampak14,17, yakni :

1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke


jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang
purulen atau seperti keju.
2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti
terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang
melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak


antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua
tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :

T0         : Tonsil sudah diangkat

T1         : Tonsil masih di dalam fossa tonsil

T2         : Tonsil keluar dari fossa tonsil tapi belum melewati garis tengah antara
pinggir lateral faring-uvula

T3         : Tonsil sudah melewati garis tengah namun tidak sampai uvula

T4         : Tonsil sudah mencapai uvula atau lebih

2.6 Diagnosis Banding


Gejala yang paling sering dialami oleh penderita tonsilitis adalah disfagia dan
pembesaran pada tonsil. Berikut ini beberapa penyakit yang bisa menjadi diagnosis
banding dari tonsilitis17 :
 Hipertrofi tonsil
 GERD (Gastro Esophageal Reflux)
 Leukemia
 Limphoma of the head and neck
 NPC (Nasopharingeal carcinoma)
 Tumor ganas tonsil

(Shah, 2014)

Gambar 2.12. Diagnosis banding nyeri saat menelan (Ludman, 2007)


Gambar 2.13. Gambaran hipertrofi tonsil (a) Tonsil kanan yang
mengalami hipertrofi (b) Kissing tonsils, tonsil menyebabkan Obstructive
Sleep Apnea (OSA) (Onerci, 2009)
2.7 Tatalaksana
Pemeriksaan kultur bakteri penyebab tonsilitis rekuren maupun tonsilitis
kronis perlu dilakukan untuk mengetahui bakteri penyebab sebagai bukti empiris
dalam penatalaksanaan tonsilitis. Terdapat perbedaan bakteri pada permukaan tonsil
dengan bakteri di dalam inti tonsil sehingga perlu dilakukan pemeriksaan swab
permukaan tonsil maupun pemeriksaan dari inti tonsil. Swab dari inti tonsil
didapatkan dari tonsil yang telah dilakukan tonsilektomi9.

Untuk pasien yang menderita tonsilitis akut, berikut ini penatalaksanan yang
dapat diberikan, yaitu6,12 :
1. Antibiotik golongan penisilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau
obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau
klindomisin.
2. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk
mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.
3. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi
kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif.
4. Pemberian antipiretik.

Indikasi dilakukannya pemberian antibiotik pada pasien dengan infeksi pada


tonsil dan saluran napas adalah sebagai berikut 19 :
1. Akut tonsilitis disertai dengan gejala sistemik
2. Unilateral peritonsilitis
3. Memiliki riwayat demam reumatik
4. Keadaan immunosupresi

Penatalaksanaan tonsilitis akut dengan memperbaiki higiene mulut, pemberian


antibiotika spektrum luas selama 1 minggu dan Vitamin C dan B kompleks 18. Pada
beberapa penelitian menganjurkan pemberian antibiotik lebih dari 5 hari. Pemberian
antibiotik secepatnya akan mengurangi gejala dan tanda lebih cepat. Meskipun
demikian, tanpa antibiotik, demam dan gejala lainnya dapat berkurang selama 3-4
hari. Pada demam rematik, gejala lainnya dapat berkurang selama 3-4 hari. Pada
demam rematik, gejala dapat bertahan sampai 9 hari selama pemberian terapi5.
Untuk tonsilitis bakteri, penisililin merupakan antibiotik lini pertama untuk
tonsilitis akut yang disebabkan bakteri Group A Streptococcus B hemoliticus
(GABHS). Walaupun pada kultur GABHS tidak dijumpai, antibiotik tetap diperlukan
untuk mengurangi gejala. Jika dalam 48 jam gejala tidak berkurang atau dicurigai
resisten terhadap penisilin, antibiotik dilanjutkan dengan amoksisilin asamklavulanat
sampai 10 hari 6. Pada tonsillitis kronik dilakukan terapi lokal untuk hygiene mulut
dengan obat kumur/hisap dan terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi
medikamentosa atau terapi konservatif tidak berhasil 6.
Pada tonsilitis yang berulang, penggunaan antibiotik ciprofloxacin dan
gentamisin perlu dipertimbangkan. Hal ini karena organisme yang sering
menyebabkan infeksi berulang ini adalah Pseudomonas aeruginosa dan beberapa
bakteri lain yang sensitif terhadap ciprofloxacin dan gentamisin 11. Pada pasien anak,
penggunaan amoxicillin atau kombinasi amoxicillin-asam klavulanat adalah pilihan
pertama pada tonsilitis berulang, dimana penggunaan ciprofloxacin menjadi
kontraindikasi3,6.
Tabel 2.2. Uji kepekaan antibiotik terhadap bakteri patogen penyebab tonsilitis (S)
Sensitif (I) Intermediate (R) Resisten (Pulungan, 2005)
Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman, Namun hal
ini bukan berarti tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap memerlukan
keterampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam pelaksanaannya 7. Di
Amerika Serikat, karena kekhawatiran komplikasi, tonsilektomi digolongkan pada
operasi mayor. Di Indonesia, tonsilektomi digolongkan pada operasi sedang karena
durasi operasi pendek dan teknik tidak sulit. Indikasi dilakukannya tonsilektomi
dapat dibagi menjadi19 :
1. Indikasi absolut
 Infeksi tenggorokan berulang yang terjadi :
a. Tujuh kali atau lebih dalam satu tahun
b. Lima kali per tahun dalam dua tahun
c. Tiga kali per tahun dalam tiga tahun
d. Dua minggu atau lebih tidak masuk sekolah atau kerja dalam satu
tahun
 Abses peritonsilar. Pada anak, tonsilektomi dilakukan 4-6 minggu setelah
abses diobati. Pada dewasa, serangan kedua abses peritonsilar merupakan
indikasi asolut.
 Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam
 Hipertrofi tonsil yang menyebabkan :
a. Obstruksi saluran napas (sleep apnea)
b. Sulit menelan
c. Gangguan artikulasi suara
 Suspek keganasan. Pembesaran tonsil unilateral kemungkinan limfoma pada
anak, dan kemungkinan karsinoma epidermoid pada dewasa. Sebelumnya
harus dilakukan dahulu biopsi eksisional.
2. Indikasi relatif5
 Karies difteri yang tidak respon dengan pemberian antibiotik
 Karies streptococcus , yang mungkin menjadi sumber infeksi lainnya
 Tonsilitis kronis dengan halitosis yang tidak respon dengan terapi
medikamentosa
 Tonsilitis streptococcus berulang pada pasien dengan valvular heart disease.
3. Bagian dari operasi lain18
 Palatofaringoplasti yang dilakukan karena adanya sleep apnea syndrome.
 Neurektomi glossofaringeal. Tonsil diangkat terlebih dahulu baru kemudian
nervus glossofaringeal diangkat dan bed of tonsil tetap ditinggalkan.
 Pengangkatan prosessus stiloideus
Tabel 2.3. Teknik – teknik tonsilektomi (Dhingra, 2005)

Beberapa perawatan yang harus dilakukan pada pasien yang telah menjalani
tonsilektomi adalah sebagai berikut18 :
1. Perawatan awal
 Pasien tetap dikondisikan dalam keadaan “Posisi Koma” sampai efek anestesi
hilang
 Awasi tanda – tanda perdarahan dari hidung dan mulut
 Awasi tanda – tanda vital pasien
2. Diet
 Saat pasien sudah sadar, pasien dapat mulai diberikan makanan cair, seperti
susu dingin atau es krim. Kulum – kulum es batu juga dapat mengurangi rasa
nyeri. Diet diberikan bertahap mulai dari makanan lunak sampai makanan
biasa/solid. Pemberian puding, jelli, dan telur rebus dapat diberikan pada hari
kedua post-operasi.
3. Oral hygine
 Pasien diberikan obat kumur 3 – 4 kali sehari. Mulut dibersihkan dengan air
bersih setiap selesai makan
4. Analgesik
 Nyeri, biasanya terjadi secara lokal pada tenggorokan yang dapat menjalar ke
telinga, dapat diredakan dengan analgesik lemah, seperti paracetamol.
Analgesik dapat diberikan setengah jam sebelum pasien makan.
5. Antibiotik
 Antibiotik yang sesuai dapat diberikan secara injeksi /oral selama sekitar satu
minggu
 Pasien dapat dipulangkan 24 jam setelah operasi jika tidak ada komplikasi
dan dapat beraktivitas normal kembali 2 minggu setelah operasi.
(Dhingra, 2005)

Gambar 2.14. Tonsil yang sudah diangkat beserta kapsulnya (Onerci, 2009)
2.7 Prognosis
Tonsilitis biasanya dapat sembuh dalam waktu beberapa hari dengan
beristirahat dan pengobatan suportif15. Penanganan gejala klinis
dapat membuat penderita Tonsilitis lebih nyaman bila antibiotika diberikan untuk
mengatasi infeksi. Antibiotik tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi
penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan
dalam waktu yang singkat. Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi
bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya. Infeksi yang sering terjadi
yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang jarang, tonsilitis dapat
menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia6,14.

2.8 Pencegahan
Bakteri dan virus penyebab Tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari satu
penderita ke orang lain. Tidaklah jarang terjadi seluruh keluarga atau beberapa anak
pada kelas yang sama datang dengan keluhan yang sama, khususnya bila
Streptokokus pyogenase adalah penyebabnya. Risiko penularan dapat diturunkan
dengan mencegahterpapar dari penderíta Tonsilitis atau yang memiliki keluhan sakit
menelan. Gelas minuman dan perkakas rumah tangga untuk makan tidak dipakai
bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan air panas yang bersabun sebelum
digunakan kembali. Sikat gigi yang talah lama sebaiknya diganti untuk mencegah
infeksi berulang6. Karier Tonsilitis seharusnya sering mencuci tangan mereka untuk
mencegah penyebaran infeksi pada orang lain9.
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin waldeyer. Cincin waldeyer terdiri dari susunan kelenjer limfa yang terdapat di
dalam rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine (tonsil faucial),
tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), dan tonsil tuba eustachius (lateral band dinding
faring / gerlach’s tonsil). Penyebaran infeksi melalui udara (air-bond droplets),
tangan dan ciuman dapat terjadi pada semua umur terutama pada anak.
Tonsilitis akut sering mengenai anak-anak usia sekolah, tetapi juga dapat
mengenai orang dewasa. Jarang mngenai bayi dan usia lanjut > 50 tahun. Penyebab
tersering tonsillitis akut adalah steptokokus beta hemolitikus grup A. yaitu sekitar
50% dari kasus. Bakteri lain yang juga dapat menyebabkan tonsillitis akut adalah
Haemophilus influenza. Pada tonsillitis kronis, dapat berupa komplikasi dan
tonsillitis akut.
Tonsilitis dapat diklasifikasi menjadi tonsillitis akut, tonsillitis difteri, dan
tonsillitis kronik dengan diagnosis serta penanganan yang berbeda. Penatalaksanaan
dari tonsillitis dapat dilakukan secara konservatif maupun operatif. Terapi konservatif
dilakukan untuk mengeliminasi kusa, yaitu infeksi dan mengatasi keluhan yang
mengganggu. Bila tonsil membesar dan menyebabkan sumbatan jalan nafas, disfagia
berat, gangguan tidur, terbentuk abses atau tidak berhasil dengan pengobatan
konvensional, maka operasi tonsilektomi perlu dilakukan dengan mempertimbangkan
indikasi, kontraindikasi, serta komplikasi yang mungkin timbul.

3.2. Saran
Seorang klinisi harus mengetahui pola manajemen yang benar dalam
menghadapi pasien yang datang dengan kejadian Tonsilitis. Hal ini penting untuk
dapat mengenali tanda – tanda kegawatdaruratan pada pasien Otitis Media Akut
sehingga penanganan dan penatalaksanaan yang akan dilakukan tidak terlambat serta
penyakit tidak berkembang menjadi lebih parah lagi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Shah, K. Udayan. 2014. Tonsilitis and Peritonsilar abcess. Emedicine,


http://emedicine.medscape.com/article/871977-overview
2. Farokah. 2005. Laporan Penelitian: Hubungan Tonsilitis Kronik dengan
Prestasi Belajar Siswa Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang. FKUGM :
Yogyakarta.
Hal :1-46
3. Babaiwa, U.F., Onyeagwara N.C., dan Akerele J.O. 2013. Bacterial
tonsillar microbiota and antibiogram in recurrent tonsillitis. Japan . Page :
1012-1105
4. Mal, R.K., A.F. Oluwasanmi, dan J.R. Mitchard. 2010. Tonsillar Crypts
and Bacterial Invasion of Tonsils: A Pilot Study. NEJM : England p: 567-
569
5. Dhingra, P.L., dan Shruti Dhingra. 2005. Diseases of Ear, Nose and
Throat, Fifth Edition. New Delhi : Elseiver.
6. Soepardi, E.A. et al. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
hal 223-4.
7. Snow, James B. dan John Jacob Ballenger. 2003. Ballenger’s
Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery 16th Edition. Chicago :
Williams & Wilkins.
8. Pasha, R. 2008. Otolaryngology, Head and Neck Surgery, Clinical
Reference Guide. Singular : Thompson Learning.
9. Pulungan, M.R., dan Novialdi N. 2005. Mikrobiologi Tonsilitis Kronis. EGC
: Jakarta , H: 119-198]
10. Probst, Rudolf., Gerhard Greves, dan Heinrich Iro. 2006. Basic
Otorhinolaryngology A Step-by-Step Learning Guide. USA: Georg Thieme
Verlag, 2006; Hal 113-9.
11. Flint, Paul W. et al. 2010. Cummings Otolaryngology Head & Neck Surgery
5th edition. Philadelphia : Mosby Elsevier.
12. Campisi, Paolo., dan Ted L. Tewfik. 2003. Tonsilitis and its Complications.
London :Elsevier :, Page 13-16]
13. Hsieh, T.H., et al. 2011. Are empiric antibiotics for acute exudative
tonsillitis needed in children ?.
14. Onerci, T.M. 2009. Diagnosis in Otorhinolaryngology, An Illustrate Guide.
New York : Springer
15. Alasil, Saad., et al. 2011. Bacterial identification and antibiotic susceptibility
patterns of Staphyloccocus aureus isolates from patients undergoing
tonsillectomy in Malaysian University Hospital. Malaysia: Malaysian Univ
hospital
16. Ugras, Serdar., dan Ahmet Kuthulan. 2008. Chronic Tonsilitis can be
Diagnosed with Histopatologic Findings. Diunduh dari :
http://www.bioline.org.br/pdf?gm08018 [Diakses 13 November 2014]
17. Liston, S.L. 1997. Adams, Boeis dan Higler. Eds. Buku Ajar Penyakit THT
Boeis Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
18. Ludman, H., dan Patrick J.B. 2007. ABC of Ear, Nose and Throat, Fifth
Edition. Massachusetts : Blackwell Publishing Inc.
19. Darro DH.Siemens C. 2002. Indication For Tonsillectomy and Andenoidectomy.
Laryngoscope, 112 (8 Pt Suppl 100) England : NEJM : hal : 6-10
20. Rusmarjono dan Efiaty Arsyad Soepardi. 2002. Penyakit serta Kelainan
Faring dan Tonsil dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit THT; Edisi V; Jakarta :
Balai Pustaka FKUI; p.178 – 184

Anda mungkin juga menyukai