Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI TONSIL


Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori.
Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di
faring yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual,
dan tonsil tuba Eustachius.

Gambar 1. Anatomi tonsil


2.1.1 Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval
dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang
meluas ke dalam jaringan tonsil.

Gambar 2. Tonsil Palatina


2
Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong
diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring.
Dibatasi oleh:
Lateral muskulus konstriktor faring superior

Anterior muskulus palatoglosus

Posterior muskulus palatofaringeus

Superior palatum mole

Inferior tonsil lingual

Fosa Tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah
otot palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau
dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Berlawanan dengan
dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar dinding faring terdapat nervus ke IX
yaitu nervus glosofaringeal.

Pendarahan
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna,
yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri
tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan
cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri
lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior
diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina
asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub
atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden.
Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari
faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan
pleksus faringeal.

3
Gambar 3. Sistem Perdarahan Tonsil Palatina

Aliran getah bening


Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah
bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus
sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju
duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan
sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.

Persarafan
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX
(nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.

Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit.
Limfosit B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan
limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang
.Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM,
IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di
jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4

4
area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel
limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid. Tonsil merupakan organ limfatik
sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah
disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu:
1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif;
2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T
dengan antigen spesifik.

2.1.2 Tonsil Faringeal (Adenoid)


Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan
limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut
tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau
kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di
bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai
kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di
nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat
meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid
bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai
ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.

2.1.3 Tonsil Lingual


Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen
sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata.

2.2 TONSILITIS

2.2.1 DEFINISI
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer. Penyebaran infeksi melalui udara (air bone droplets), tangan dan
ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak. Tonsilitis akut
adalah peradangan pada tonsil yang masih bersifat ringan.

5
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakanbagian dari
cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal ( adenoid ), tonsil palatina (
tosil faucial), tonsil lingual ( tosil pangkal lidah ), tonsil tuba Eustachius ( lateral
band dinding faring / Gerlachs tonsil.

2.2.2 KLASIFIKASI
Adapun jenis-jenis dari tonsilitis, yakni:

1. Tonsilitis Akut

Gambar 4. Tonsilitis Akut

A. Tonsilis viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang
disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah
virus Epstein Barr. Hemofilus influenzae merupakan penyebab
tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka
pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada
palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien.

B. Tonsilitis bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A
Streptokokus, hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat,
pneumokokus, Streptokokus viridan, Streptokokus piogenes.
Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan

6
menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit
polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk tonsilitis
akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila
bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka
akan terjadi tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini juga dapat
melebar sehingga terbentuk semacam membran semu
(pseudomembrane) yang menutupi tonsil.

Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri


tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam dengan suhu tubuh
yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan
dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Pada pemeriksaan tampak tonsil
membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel,
lakuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar submandibula
membengkak dan nyeri tekan.

2. Tonsilitis membranosa
Penyakit yang termasuk dalam golongan tonsilitis membranosa
ialah (a) Tonsilitis difteri, (b) Tonsilitis septik (septic sore throat), (c)
Angina Plaut Vincent, (d) Penyakit kelainan darah seperti leukemia
akut, anemia pernisiosa, neutropenia maligna serta infeksi mono-
nukleosis, (e) Proses spesifik lues dan tuber-kulosis, (f) Infeksi jamur
moniliasis, aktinomikosis dan blastomikosis, (g) Infeksi virus morbili,
pertusis dan skarlatina.

3. Tonsilitis kronik
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari
rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh
cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak
adekuat. Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi
kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman golongan Gram negatif.

7
Gambar 5. Gambaran tonsilitis kronis. Kripta tonsil yang dalam, debris
putih pada kripta, dan vaskularisasi pada pilar anterior tampak pada
tonsilitis kronis.

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak


rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang
mengganjal di tenggorok dan napas berbau.

2.2.3 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Amandel
atau tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya
tersebut. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi
yang akan datang akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan
infeksi atau virus.
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan
limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan
infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus

8
tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan
kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan
detritus disebut tonsillitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu
maka terjadi tonsillitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit
tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit
tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapat menyebabkan
kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah didalam
daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit,
sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat
pasien mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental.
Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu
(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang
berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses
penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan
mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh
detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul
perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai
dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.

2.2.4 GEJALA KLINIS

Gejala klinis tonsilitis akut maupun kronik dapat ditemukan adanya nyeri
tenggorok, di mana pada tonsilitis kronik didahului gejala tonsilitis akut seperti
nyeri tenggorok yang tidak hilang sempurna. Adapun gejala pada tonsilitis akut
ditandai dengan nyeri tenggorok, nyeri menelan, demam, dan malaise. Halitosis
akibat debris yang tertahan di dalam kripta tonsil, yang kemudian dapat menjadi
sumber infeksi berikutnya.

9
Gambar 6. Sistem Derajat Tonsil.

Tabel 1. Derajat Tonsilitis

Derajat Tonsil Keterangan


Derajat 0 Post tonsilektomi
Derajat I Tonsil pada fossa tonsilar, hampir tidak tampak dibelakang
arkus anterior
Derajat II Tonsil tampak dibelakangarkus anterior.
Derajat III Melewati linea paramediana, tetapi belum mencapai linea
mediana.
Derajat IV Mencapai linea mediana

Pembesaran tonsil dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi sehingga


timbul gangguan menelan, obstruksi sleep apnue dan gangguan suara. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan tonsil yang membesar dalam berbagai ukuran,
dengan pembuluh darah yang dilatasi pada permukaan tonsil, arsitektur kripta
yang rusak seperti sikatrik, eksudat pada kripta tonsil dan sikatrik pada pilar.

2.2.5 DIAGNOSIS

Pada anamnesis, penderita biasanya datang dengan keluhan tonsilitis


berulang berupa nyeri tenggorokan berulang atau menetap, rasa ada yang
mengganjal di tenggorok, ada rasa kering di tenggorok, napas berbau, iritasi pada

10
tenggorokan, dan obstruksi pada saluran cerna dan saluran napas, yang paling
sering disebabkan oleh adenoid yang hipertrofi. Gejala-gejala konstitusi dapat
ditemukan seperti demam, tetapi tidak mencolok. Pada anak dapat ditemukan
adanya pembesaran kelenjar limfa submandibular.

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak


rata, kripte melebar dan beberapa kripte terisi oleh detritus.. Pada umumnya
terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan ke dalam
kategori tonsilitis kronik. Pada pemeriksaan pada tonsil akan didapati tonsil
hipertrofi, tetapi kadang-kadang atrofi, hiperemi dan odema yang tidak jelas.
Didapatkan detritus atau detritus baru tampak jika tonsil ditekan dengan spatula
lidah. Kelenjar leher dapat membesar tetapi tidak terdapat nyeri tekan.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa


tonsilitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :
Leukosit : terjadi peningkatan
Hemoglobin : terjadi penurunan
Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat.

Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi dari tonsil dapat dilakukan dengan pemeriksaan
sediaan swab secara gram dengan pewarnaan Ziehl-Nelson atau dengan
pemeriksaan biakan dan uji kepekaan. Pemeriksaan ini dapat diambil dari
swab permukaan tonsil maupun jaringan inti tonsil.
Pemeriksaan kultur dari inti tonsil dapat memberikan gambaran penyebab
tonsilitis yang lebih akurat. Bakteri yang menginfeksi tonsil adalah bakteri
yang masuk ke parenkim tonsil. Bakteri ini sering menumpuk di dalam kripta
tersumbat.
Pemeriksaan swab dari permukaan tonsil dilakukan pada saat pasien telah
dalam narkose. Permukaan tonsil diswab dengan lidi kapas steril. Sebelumnya
tidak dilakukan tindakan aseptik anti septik pada tonsil. Pemeriksaan
bakteriologi dari inti tonsil dilakukan dengan mengambil swab sesaat setelah
tonsilektomi. Tonsil yang telah diangkat disiram dengan cairan salin steril

11
kemudian diletakkan pada tempat yang steril. Tonsil dipotong dengan
menggunakan pisau steril dan jaringan dalam tonsil diswab memakai lidi kapas
steril.
Spesimen yang telah diambil dimasukkan ke dalam media transportasi
yang steril. Biakan bakteri aerob dan anaerob fakultatif dapat dilakukan
dengan menggunakan agar darah, agar coklat, eosin-methilene blue (EMB).
Tempat pembiakan ini di inkubasi pada suhu 37C, 5% CO2.
Gaffney, melakukan pemeriksaan bakteriologi inti tonsil dengan
menggunakan aspirasi jarum halus pada tonsil. Teknik pengambilan dengan
aspirasi jarum halus dilakukan pada orang dewasa dengan posisi duduk
kemudian tonsil dianestesi lokal menggunakan silokain semprot. Pada anak-
anak dilakukan dalam narkose umum setelah pengangkatan tonsil.

Pemeriksaan Histopatologi

Penelitian yang dilakukan Ugras dan Kutluhan tahun 2008 di Turkey


terhadap 480 spesimen tonsil, menunjukkan bahwa diagnosa Tonsilitis Kronis
dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria
histopatologi yaitu ditemukan ringan-sedang infiltrasi limfosit, adanya Ugras
abses dan infiltrasi limfosit yang difus. Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah
temuan histopatologi lainnya dapat dengan jelas menegakkan diagnosa
Tonsilitis Kronik.

2.2.6 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan untuk tonsilitis terdiri atas terapi medikamentosa dan


operatif, yakni :

1. Medikamentosa

Terapi medikamentosa diterapi sesuai dengan penyebabnya. Pada tonsilitis


viral dilakukan penatalaksanaan berupa istirahat, minum yang cukup, analgetika,
dan obat antiviral jika menunjukkan gejala yang berat.

Pada tonsilitis bakterial diberikan obat antibiotik spektrum luas penisilin,

12
eritromisin, antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan. Pemberian
antibiotik yang bermanfaat pada penderita Tonsilitis Kronis yaitu cephaleksin
ditambah metronidazole, klindamisin (terutama jika disebabkan mononukleosis
atau abses), amoksisilin dengan asam kalvulanat (jika bukan disebabkan
mononukleosis).

2. Operatif

Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik,


gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.

Indikasi Tonsilektomi

The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery


Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan :
a. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali pertahun walaupun telah
mendapatkan terapi yang adekuat.
b. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofasial.
c. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertropi tonsil dengan sumbatan
jalan napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara dan
cor pulmonale.
d. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang
tidak berhasil hilang dengan pengobatan.
e. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
f. Tonsilitis berulang disebabkan oleh bakteri grup Streptococcus
hemoliticus.
g. Hipertropi tonsil yang dicurigai adanya kegananasan.
h. Otitis media efusa/ otitis media supuratif.

Kontraindikasi Tonsilektomi
Terdapat beberapa keadaan yang disebabkan sebagai kontraindikasi,
namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap
memperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut adalah :

13
1. Gangguan perdarahan.
2. Risiko anastesi yang besar atau penyakit berat.
3. Anemia.
4. Infeksi akut yang berat.

Gambar 7. Tonsil yang sudah diangkat beserta kapsulnya.

2.2.7 KOMPLIKASI
1. Abses peritonsil
Abses peritonsiler merupakan suatu akumulasi pus yang terlokalisasi
pada jaringan peritonsil yang diakibatkan oleh tonsillitis yang
supuratif.Selain gejala dan tanda tonsillitis akut, terdapat juga odinofagia
(nyeri menelan yang hebat), biasanya pada posisi yang sama dan juga
nyeri telinga (otalgia), muntah (regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore),
banyak ludah (hipersalivasi), suara sengau (rinolalia), dan kadang-kadang
sukar membuka mulut (trismus), serta pembengkakan kelenjar
submandibular dengan nyeri tekan.

Prosedur diagnosis dengan melakukan Aspirasi jarum (needle


aspiration). Aspirasi yang bernanah (purulent) merupakan tanda khas, dan
material dapat dikirim untuk dibiakkan.

Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan


sekitarnya. Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan

14
otot-otot yang mengelilingi faringeal bed. Hal ini paling sering terjadi
pada penderita dengan serangan berulang.

2. Abses parafaring

Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar


angulus mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral
faring sehingga menonjol ke arah medial. Abses dapat dievakuasi melalui
insisi servikal.

3. Abses intratonsilar

Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil.


Biasanya diikuti dengan penutupan kripte pada Tonsilitis folikular akut.
Dijumpai nyeri lokal dan disfagia yang bermakna. Tonsil terlihat
membesar dan merah. Penatalaksanaan yaitu dengan pemberian antibiotik
dan drainase abses jika diperlukan; selanjutnya dilakukan tonsilektomi.

4. Tonsilolith (kalkulus tonsil)

Tonsilolith dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronik bila kripte


diblokade oleh sisa-sisa dari debris. Garam inorganik kalsium dan
magnesium kemudian tersimpan yang memicu terbentuknya batu yang
dapat membesar secara bertahap dan kemudian dapat terjadi ulserasi dari
tonsil. Tonsilolith lebih sering terjadi pada dewasa dan menambah rasa
tidak nyaman lokal atau foreign body sensation. Hal ini didiagnosa dengan
mudah dengan melakukan palpasi atau ditemukannya permukaan yang
tidak rata pada perabaan.

15
Gambar 8. Tonsitolith yang sudah diangkat

5. Kista tonsilar

Disebabkan oleh blokade kripte tonsil dan terlihat sebagai pembesaran


kekuningan di atas tonsil. Sangat sering terjadi tanpa disertai gejala. Dapat
dengan mudah didrainase.

6. Fokal infeksi dari demam rematik dan glomerulonephritis

Dalam penelitiannya Xie melaporkan bahwa anti-streptokokal


antibodi meningkat pada 43% penderita Glomerulonefritis dan 33%
diantaranya mendapatkan kuman Streptokokus hemolitikus pada swab
tonsil yang merupakan kuman terbanyak pada tonsil dan faring. Hasil ini
mengindikasikan kemungkinan infeksi tonsil menjadi patogenesis
terjadinya penyakit glomerulonefritis.

2.2.8 PROGNOSIS

Perkembangan medis membuat komplikasi yang menyangkut tonsilitis


berupa kematian sangatlah jarang. Tonsilitis dapat sembuh dalam beberapa hari
dengan istirahat dan pengobatan suportif. Penanganan gejala-gejala yang timbul
dapat membuat penderita tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotik diberikan untuk
mengatasi infeksi, antiviotik tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi
penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan

16
dalam waktu yang singkat. Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi
bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering
terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang jarang,
tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau
pneumonia.

17

Anda mungkin juga menyukai