Anda di halaman 1dari 24

Laboratorium/SMF Ilmu Kesehatan THT

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman


RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

TUGAS

Oleh
Putih Ayu Qurrota A’yun 1710029049

Pembimbing
dr. Soehartono, Sp. THT-KL

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium / SMF Ilmu Kesehatan THT
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
2018
1
ANTIOBIOTIK

A. DEFINISI
Kata antibiotik berasal dari bahasa yunani yaitu -anti (melawan) dan -
biotikos (cocok untuk kehidupan). Istilah ini diciptakan oleh Selman tahun
1942 untuk menggambarkan semua senyawa yang diproduksi oleh
mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain.
Antibiotik adalah senyawa zat terlarut yang terbuat dari organisme yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri.(1) Antibiotik merupakan zat yang
dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau
dapat membasmi mikroba jenis lain.(4)

B. KLASIFIKASI ANTIBIOTIK
Pembagian antibiotik dapat dibagi berdasarkan luasnya aktivitas antibiotik,
aktivitas dalam membunuh serta berdasarkan mekanisme obat antibiotik
tersebut.
Berdasarkan luasnya aktivitas, antibiotik dibagi menjadi antibiotik
spektrum luas dan spektum sempit. Istilah luas mengandung arti bahwa
antibiotik ini dapat membunuh banyak jenis bakteri sedangkan sebaliknya,
istilah sempit hanya digunakan untuk membunuh bakteri yang spesifik yang
telah diketahui secara pasti. Penggunaan spektrum luas digunakan apabila
identifikasi kuman penyebab susah dilakukan namun kerugiaanya dapat
menghambat pula bakteri flora normal dalam tubuh.
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, antibiotik dibagi menjadi dua jenis
yaitu yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai
aktivitas bakteriostatik dan ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal
sebagai aktivitas bakterisidal.(4). Yang termasuk baterisidal adalah β-lactam,
aminoglycoside, dan quinolone. Bakteriostatik justru bekerja menghambat
pertumbuhan bakteri dan dapat memanfaatkan sistem imun host obat
bakteriostatik yang khas adalah tetracycline, sulfonamide, tetracycline, dan
clindamycin(6).
2
Pada penggunaan klinik, antibiotik dibagi ke dalam kelompok spektrum
sempit dan spektrum luas yang berespon terhadap mikroorganisme Gram-
negatif dan Gram-positif.(5) Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik
dibagi dalam lima kelompok, yaitu:(4)
1. mengganggu metabolisme sel mikroba (Para-aminobenzoic acid (PABA)
antagonis,
2. menghambat sintesis dinding sel mikroba,
3. mengganggu permeabilitas membrane sel mikroba,
4. menghambat sintesis protein sel mikroba, dan
5. menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba.

Tabel 1. Klasifikasi antibiotik sistemik berdasarkan mekanisme kerja.(6)

Tempat Mekanisme Kerja Nama antibiotic


Dinding sel Penisilin
Sefalosporin
Karbapenem
Monobaktam
Vankomisin
β-lactamase inhibitor
Menghambat sintesis asam nukleat Sulfonamida
Trimetoprim
DNA gyrase Kuinolon
Memecah rantai DNA Metronidazol
Subunit Ribosom Aminoglikosida–30S
Tetrasiklin–30S
Kloramfenikol–50S
Klindamisin–50S
Makrolid–50S

3
Dari masing-masing golongan terdapat mekanisme kerja, farmakokintetik,
farmakodinamik, serta aktivitas antimikroba yang berbeda-beda. Perbedaan ini
menyebabkan perbedaan kegunaan di dalam klinik Karena perbedaan ini juga
maka mekanisme resisistensi dari masing-masing golongan juga mengalami
perbedaan.

Gambar 1. Tempat Kerja dari Masing-Masing Golongan Antibiotik

I. Karakteristik Antibiotik Sistemik


1. Penisilin
a. Mekanisme Kerja
Merupakan golongan β-laktam, bekerja dengan berikatan secara
ireversibel pada target protein pengikat penisilin (Penicillin-Binding
Protein, PCP), seperti karboksipeptidase, endopeptidase, dan
transpeptidase.(7) PCP merupakan suatu enzim yang dibutuhkan untuk
biosintesis dan remodelling peptidoglikan pada dinding sel bakteri.
Penisilin berikatan dengan PCP oleh kemiripan molekulnya dengan
dipeptida D-Ala-D-Ala pada peptidotglikan, dan membentuk asil-
enzim yang memblokir transfer asil selanjutnya.(8)
b. Farmakokinetik
Absorpsi penisilin bervariasi tergantung stabilitas tiap senyawa
asam dan jumlah yang terikat pada makanan. Kebanyakan penisilin
harus di konsumsi minimal 1 jam sebelum atau 1 jam setelah makan.
4
Absorpsi amoksisilin tidak dipengaruhi oleh makanan.(1) Obat ini
berdifusi dengan baik di jaringan dan cairan tubuh, tapi penetrasi ke
dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami
infeksi. Obat ini diekskresi ke urin dalam kadar terapeutik.(9)
c. Indikasi(1, 6)
1) Sifilis.
2) Infeksi kulit dan jaringan lunak oleh Streptococcus sp. (erysipelas,
demam scarlet, impetigo, dll).
3) Erysipeloid.
4) Antraks (bila sensitif).
5) Aktinomikosis.
6) Listeriosis.
7) Gigitan serangga yang terinfeksi.

d. Sediaan dan Dosis


Tabel 3. Sediaan dan dosis antibiotik penisilin(1, 6, 9)
Nama Generik Rute Dosis
Penisilin G IM, IV Dewasa: 2-24 juta unit per hari terbagi 4
dosis(1)
(18-24 juta unit per har untuk
neurosifilis)
Neonatus: 50mg/kg dosis terbagi 2
Bayi: 75mg/kg dosis terbagi 3
Anak 1-12 tahun: 100mg/kg dosis
terbagi 4(9)
Benzatin penisilin G IM Dewasa:(1)
2,4 juta unit x1 (sifilis awal)
2,4 juta unit tiap minggu x3 (sifilis > 1
tahun)
Dicloxacillin Oral Dewasa:(1)
500 mg tiap 6 jam
Anak:(6)
12,5-50 mg/kg/hari terbagi 4 dosis
Nafsilin IM, IV Dewasa:(1)
IM: 500 mg tiap 4-6 jam
IV: 0,5-2 gr tiap 4-6 jam
Oksasilin Oral Dewasa:(1)
1-2 gr tiap 4-6 jam
5
Amoksisilin Oral Dewasa:(1)
500 mg tiap 8 jam
Anak:(6)
20-40 mg/kg/hari terbagi 3 dosis
Amoksisilin/klavulanat Oral Dewasa:(1)
250 mg tiap 12 jam
Anak:(6)
20-40 mg/kg/hari terbagi 2-3 dosis

e. Peringatan(1)
1) Hipersensitivitas terhadap penisilin
2) Peningkatan kadar penisilin dengan probenesid dan disulfiram
3) Peningkatan efek oleh metotreksat dan warfarin
f. Efek Samping(1)
1) Reaksi hipersensitivitas: sering terjadi eksantem dan urtikaria. Pada
kasus jarang dapat terjadi dermatitis eksfoliatif, Sindroma Steven
Johnson (SSJ), vaskulitis, angioedema, reaksi anafilaksis, reaksi
anafilaktoid.
2) Diare, pada kasus jarang dapat terjadi kolitis pseudomembranosa.
3) Hepatitis, nefritis intersisiel, neurotoksisitas (pada dosis tinggi),
infiltrat eosinofil pulmonal, serta reaksi hematologis dimediasi
imun jarang terjadi.

2. Sefalosporin
a. Mekanisme Kerja
Merupakan golongan β-laktam dengan mekanisme kerja yang sama
dengan penisilin.(1, 5)
Baik sefalosporin maupun penislin memiliki
struktur dasar yang unik yang disebut cincin β-laktam, yang menjadi
dasar mekanisme kerja kedua antibiotik.(3) Cincin β-laktam pada
keduanya berikatan pada tiazolidin dan membentuk asam nukleat 6-
amino-penisilanat (rantai samping R1). Sefalosporin berbeda dari
penisilin secara struktur dimana cincin β-laktam juga terikat pada
cincin dihidrotiazin (rantai samping R2).(10)

6
Gambar 2. Struktur dasar β-laktam.(10)
Sefalosporin terbagi atas 4 generasi, berdasarkan aktivitas
spektrum dan perkembangan evolusinya. Generasi pertama antara lain
sefaleksin, sefadroksil, sefazoiln dan sefalotin parenteral, dimana
semuanya memiliki aktivitas yang baik melawan S. Aureus dan
Streptococcus sp yang sensitif-metisilin, serta aktivitas yang sangat
terbatas melawan bakteri gram negatif. Generasi kedua antara lain
sefprozil, sefaklor, sefuroksim asetil, dan agen parenteral sefotetan,
sefoksitin, sefuroksim, dapat digunakan lebih luas pada bakteri gram
negatif dibanding generasi pertama, secara spesifik melawan
Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis. Generasi ketiga
termasuk sefdinir, sefditoren, serta agen prenteral sefotksim,
seftriakson, seftazidime, sefoperazon, sangat aktif melawan bakteri
gram negatif dengan spektrum yang luas. Sefalosporin generasi ketiga
sangat efektif untuk infeksi nosokomial bakteri gram negatif. Satu-
satunya generasi keempat yang tersedia di Amerika adalah sefepim,
obat parenteral dengan aktivitas yang baik terhadap baik gram positif
maupun gram negatif spektrum luas, termasuk P. Aeruginosa.(1)
b. Farmakokinetik
Dari sifat farmakokinetik, sefalosporin dibedakan menjadi 2
berdasarkan rute pemberian. Sefaleksin, sefadroksil, sefaklor,
sefprozil, asetil sefuroksim, sefdinir, dan sefditoren dapat diberikan per
7
oral karena diabsorpsi melalui saluran cerna. Sefalosporin lainnya
diberikan parenteral. Beberapa sefalosporin generasi ketiga misalnya
moksalaktam, sefotaksim, seftizoksim dan seftriakson mencapai kadar
tinggi dalam cairan serebrospinal. Sefalosporin juga melewati sawar
plasenta, mencapai kadar tinggi dalam cairan sinovial dan cairan
perikardium. Pada pemberian sistemik kadar sefalosporin generasi
ketiga dalam cairan mata relatif tinggi, tapi tidak mencapai vitreus.
Kadar dalam empedu umumnya tinggi, terutama sefoperazon.
Kebanyakan sefalosporin diekskresi dalam bentuk utuh ke urin,
kecuali sefoperazon yang sebagian besar diekskresi melalui empedu.(9)
Sefalosporin generasi pertama, kedua, dan ketiga dapat diberikan pada
ibu menyusui, dan ekskresi pada ASI berbeda-beda tiap obat.(1)
c. Indikasi (1)
1) Infeksi kulit dan jaringan lunak oleh Staphylococcus aureus dan
Streptococcus pyogenes tanpa komplikasi dapat diberikan
sefalosporin generasi pertama dan kedua, juga sefdinir dan
sefditoren.
2) Gonore
3) Penyakit lyme dapat diberikan seftriakson pada tahap lanjut, dan
sefuroksim pada onset awalnya.
d. Sediaan dan Dosis
Tabel 4. Sediaan dan dosis antibiotik sefalosporin.(6)
Nama generik Dosis anak Dosis dewasa
Sefaleksin 25-100 mg/kg/hari 250-500 mg 4x1
terbagi 2 atau 4 dosis
Sefadroksil 30 mg/kg/hari terbagi 2 1-2 gr per hari
dosis
Sefaklor 40 mg/kg/hari terbagi 2 250-500 mg 3x1
atau 3 dosis
Lorakarbef 15-30 mg/kg/hari terbagi 200-400 mg 2x1
2 dosis
Sefprozil 30 mg/kg/hri terbagi 2 250-500 mg per
dosis hari
Seforuksim 20-30 mg/kg/hari terbagi 250-500 mg 2x1
aksetil 2 dosis
8
Sefpodoksim 10 mg/kg/hari terbagi 2 100-400 mg 2x1
proksetil dosis
Seftibuten 9 mg/kg/hari 400 mg per hari
Sefiksim 8 mg/kg/hari terbagi 1 200 mg 2x1 atau
atau 2 dosis 400 mg 1x1
Seftriakson 50 mg/kg IM (maks. 1 1-4 gr per hari IM;
gr) 250 mg IM (maks.
1 gr) untuk gonore
non komplikata
Sefdinir 14 mg/kg/hari terbagi 1 300 mg 2x1 atau
atau 2 dosis 600 mg 1x1

e. Peringatan (1)
1) Hipersensitivitas terhadap sefalosporin maupun penisilin.
2) Absorpsi sefdinir berkurang dengan antasida dan preparat besi.
3) Kadar siklosporin meningkat dengan seftriakson dan
seftazidim.
4) Perubahan efek warfarin dengan sefotetan, sefamandole,
sefoperazon, sefiksim, dan sefaklor.
5) Ekskresi renal terganggu oleh hampir semua sefalosporin
bersama probenesid.
f. Efek Samping (1)
1) Reaksi hipersensitivitas: sering terjadi eksantem dan urtikaria.
Pada kasus jarang dapat terjadi dermatitis eksfoliatif, SSJ,
vaskulitis, angioedema, reaksi anafilaksis, reaksi anafilaktoid.
2) Diare, pada kasus jarang dapat terjadi pseudokolelitiasis.
Nekrosis tubular ginjal, reaski disulfiram-like (spesifik),
tromboplebitis (lokasi IV), serum sickness like reaction
(sefaklor, sefprozil).

3. Tetrasiklin
Antibiotik golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan ialah
klortetrasiklin yang dihasilkan oleh Streptomyces aureofacien. Tetrasiklin

9
sendiri dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin, tetapi juga dapat
diperoleh dari spesies Streptomyces lain.(4)

Gambar 3. Struktur kimia golongan tetrasiklin.(4)


a. Mekanisme Kerja
Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada
ribosomnya. Paling sedikit terjadi dua proses dalam masuknya
antibiotik kedalam ribosom bakteri Gram-negatif pertama secara difusi
pasif.(4) Tetrasiklin diyakini dapat menjadi bakteriostatik, tetapi
kemudian ditemukan bahwa dapat menjadi bakteriostatik dan
bakterisidal. Antibiotik ini memiliki dua mode mekanisme
antibiotik.(11) Tetrasiklin memperlihatkan spektrum antibakteri luas
yang meliputi kuman Gram-positif dan negatif, aerobik dan anaerobik,
selain itu juga aktif terhadap spiroket, mikoplasma, riketsia, klamidia,
legionela dan protozoa tertentu.(4) Doxycycline dan minocycline
adalah tetrasiklin sistemik generasi kedua yang paling umum
digunakan dalam dermatologi.(1)

b. Farmakokinetik
Tetrasiklin diserap tidak sempurna di lambung dan usus kecil, yang
terutama dikonsumsi saat perut kosong. Doxycycline dan minocycline
tidak dipengaruhi oleh ada atau tidaknya makanan dan mempunyai
10
waktu paruh lebih lama dari tetrasiklin, dan membutuhkan dosis yang
sedikit.(1) Tetrasiklin tidak bisa dikonsumsi bersama dengan makanan,
terutama yang mengandung susu. Besi, kalsium dan magnesium dapat
mengurangi 50% penyerapan.(12)
Tetrasiklin diekskresikan terutama di ginjal, dan pasien dengan
gagal ginjal memerlukan dosis penyesuaian. Doxycycline
diekskresikan dalam tinja dan tidak ada penyesuaian untuk gagal ginjal
atau hati yang diperlukan. Minocycline sebagian besar dimetabolisme
sebelum diekskresi, tapi tidak terakumulasi pada pasien dengan gagal
hati. Tetrasiklin melewati plasenta dan terdapat dalam konsentrasi
tinggi dalam ASI. Antibiotik ini dapat menumpuk dan mempengaruhi
pertumbuhan tulang dan gigi sehingga penggunaan selama kehamilan
dan saat menyusui harus dihindari.(1)
c. Indikasi (1)
a) Aktinomikosis n) Sifilis (penisilin-
b) Gigitan serangga alergi granuloma
(Pasteurella inguinale pasien)
multocida) o) Tularemia
c) Infeksi Anthrax p) Infeksi Vibrio
(Bacillus anthracis) vulnificus
d) Angiomatosis basiler q) Infeksi Yersinia pesti
e) Infeksi Borrelia sp.
f) Infeksi Chlamydia sp.
g) Ehrlichiosis
h) Penyakit Lyme
i) Infeksi MRSA
j) Mycobacterium
marinum
k) Infeksi Nocardia sp.
l) Rhinoscleroma
m) Penyakit riketsia
11
d. Sediaan dan Dosis
Untuk pemberian oral, tetrasiklin tersedia dalam bentuk kapsul dan tablet. Untuk
pemberian parenteral tersedia bentuk larutan obat suntik (oksitetrasiklin) atau bentuk
bubuk yang harus dilarutkan lebih dulu (tetrasiklin HCL, tigesiklin, doksisiklin,
minosiklin).(1)
Tabel 5. Sediaan dan dosis antibiotik tetrasiklin.(1, 4)
Derivat Sediaan Dosis
Tetrasiklin Kapsul/tablet 250mg dan 500mg Oral,4 kali 250-500mg
Bubuk obat suntik IM 100mg Parenteral, 300IM mg sehari
dan 200mg/vial yang dibagi dalam 2-3 dosis,
dosis atau 250-500mg IV
Bubuk obat suntik IV 250 dan diulang 2-4kali sehari.
500mg/vial
Parenteral,untuk pemberian IM
15-25 mg/kgBB/hari sebagai
dosis tunggal atau dibagi dalam
2-3 dosis dan IV 20-
30mg/kgBB/hari dibagi dalam
2-3 dosis.
Doksisiklin Kapsul atau tablet 100mg, tablet Oral, dosis awal 200mg,
50mg selanjutnya 100-200 mg/hari
Sirup 10mg/ml
Minosiklin Kapsul 100mg Oral, dosis awal 200mg,
dilanjutkan 2 kali sehari
100mg/hari

e. Peringatan (1, 4)
a) Pasien dengan gagal ginjal (ekskresi terganggu dan anti anabolik)
b) Fotosensitifitas (doxycycline)
c) Menyusui, kehamilan, dan pada anak (< 9 tahun)
d) Gangguan penyerapan oleh kalsium, magnesium, aluminium (kation lainnya),
besi, natrium bikarbonat, dan simetidin
e) Peningkatan metabolisme doxycycline dengan penggunaan fenitoin,
karbamazepin, barbiturat, dan alkohol

12
f) Kebutuhan insulin berkurang pada pasien diabetes
g) Peningkatan kadar serum digoxin, lithium, dan warfarin
h) Anestesi metoksifluran (gagal ginjal)

f. Efek Samping
Reaksi kulit yang mungkin timbul akibat pemberian golongan tetrasiklin ialah
erupsi mobiliformis, urtikaria, dan dermatitis eksfoliatif. Reaksi yang lebih hebat
ialah edema angioneutrotik dan reaksi anafilaksis.(4) Pada pemberian minosiklin dapat
terjadi hiperpigmentasi dari kulit dan kuku, iritasi pada lambung serta pada anak-
anak dapat terjadi hiperpigmentasi dari gigi.(1) Terapi dalam waktu lama dapat
menimbulkan kelainan darah tepi seperti leukositosis, limfosit atipi, granulasi toksik
pada granulosit dan trombositopenia.(4)
4. Florokuinolon
a. Mekanisme kerja
Florokuinolon adalah derivat kuinolon generasi pertama (nalidixic acid).(1)
Golongan kuinolon menghambat enzim DNA girase pada mikroba yang fungsinya
menata kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral hingga bisa muat
dalam sel mikroba yang kecil.(4) Antibiotik ini menghambat kerja enzim topoimerase
II (DNA girase) dan IV dimana enzim ini berfungsi pada replikasi DNA, transkripsi,
dan perbaikan DNA.(1) Kuinolon aktif pada bakteri yang dihambat adalah bakteri
aerob gram-negatif, staphylococci, dan streptococci tetapi tidak cukup aktif pada
bakteri anaerob.(6)

13
Gambar 4. Struktur kimia antibiotik florokuinolon.(13)

Antibiotik ini aktif melawan jenis organisme gram-negatif seperti, Salmonella,


Shigella, Enterobacter, Campylobacter, dan Neisseria. Ciprofloxacin cukup aktif
melawan untuk Pseudomonas aeruginosa. Gemifloksasin dan mofifloksasin terbukti
bisa aktif pada mikroorganisme gram-positif, walaupun secara umum florokuinolon
memiliki aktivitas terbatas untuk organisme gram-positif. (1)
Florokuinolon termasuk antibiotik yang poten berspektrum luas dan sering
digunakan pada penyakit infeksi. Florokuinolon menghambat supercoiling dalam sel
bakteri yang akan merusak replikasi DNA (dosis rendah) dan mematikanj sel (dosis
letal). Sel target utama pada bakteri gram-negatif adalah DNA gyrase, sedangkan sel
target utama pada mikroorganisme gram-positif adalah topoimerase IV.(14)

14
Gambar 5. Mekanisme topoimerase tipe II pada DNA. Pengontrolan supercoiling
untuk menentukan jumlah rantai ganda yang dibutuhkan menyusun kromosom
bakteri.(14)

b. Farmakokinetik
Florokuinolon diabsorpsi dengan cepat setelah ingesti oral dengan distribusi
volume yang besar.(1) Kuinolon terdistribusi dengan luas di seluruh tubuh. Penetrasi
ke jaringan lebih besar dari konsentrasi yang dicapai di plasma, feses, cairan empedu,
jaringan prostat, dan jaringan paru-paru.(15)
Makanan tidak menghambat absorpsinya dan dapat diberikan dua kali sehari.
Florokuinolon diekskresi oleh ginjal. Mofifloksasin dieliminasi di hati dengan cara
dikonjugasikan dengan glukoronid dan sulfat. Florokuinolon tidak dapat dihilangkan
dengan dialisis. Kebanyakan diekskresi bersama ASI tetapi jarang menimbulkan efek
samping pada bayi. Ciprofloksasin bisa menimbulkan fototoksik, kolitis
psudomembran, dan erupsi gigi.(1) Ketika digunakan dalam kombinasi dengan agen
dari kelas antibiotik lain, seperti beta-laktam dan aminoglikosida, kuinolon diduga
tidak sinergis. Ciprofloxacin dan rifampisin bersifat antagonis terhadap
Staphylococcus aureus. Waktu paruh kuinolon bervariasi mulai dari 1,5 jam sampai
16 jam, kebanyakan diberikan setiap 12 jam sampai 24 jam.(15)
c. Indikasi(1)
1) Terapi lini pertama
15
Antrhax, Skin and sof-tissue infection (SSTIs) akibat mikroorganisme patogen
gram-negatif, infeksi Pseudomonas aeroginosa (otitis eksterna, ektima
gangrenosum, SSTI), dan rhinoskleroma.(1)
2) Terapi lini kedua
Infeksi Bartonella sp, canchroid, chlamydia, ehrlichiosis, ersypeloid, gonorrhea,
granuloma inguinale, infeksi Rickettsia sp, infeksi Vibrio vulnivicus.(1)
d. Sediaan dan Dosis
Tabel 6. Sediaan dan dosis antibiotic florokuinolon(1)
Nama generik Rute Dosis pada orang dewasa
Gonore: 500 mg x 1
Gonococcemia: 500 mg tiap 12 jam x 7 hari
PO,
Ciprofloksasin Canchroid: 500 mg tiap 12 jam x 3 hari
IV
Anthrax kutaneus: 10-15 mg/kgBBq 12 jam x
60 hari
PO, Tanpa komplikasi: 500 mg tiap 24 jam
Levofloksasin
IV Dengan komplikasi: 750 mg tiap 24 jam

e. Peringatan
Florokuinolon dapat menurunkan bioavaibilitas dengan antasid (aluminium,
magnesium, alum), besi, zinc, dan sucralfat. Siprofloksasin dapat menghambat
metabolisme theophylline/aminophylline. Secara umum kuinolon bisa menyebabkan
arthropati pada studi hewan imatur. Ruptur tendon dapat ditemukan pada pasien
dengan penyakit ginjal, hemodialisis, atau penggunaan steroid. Florokuinolon bisa
menurunkan ambang kejang dan menurunkan metabolisme silosporin dan warfarin.(1)
f. Efek Samping
Efek samping yang biasa didapatkan pada pasien adalah adanya mual, muntah,
sakit kepala, dan menggigil. Sedangkan efek samping yang jarang didapatkan adalah
exanthem, fotosensitivitas delirium, kejang, rupture pada tendon, artropati,
pemanjangan interval QT, dan hepatitis.(1) Komplikasi yang bermanifestasi pada kulit
seperti rash, pruritus, dan reaksi fotosensitivitas.(15)

16
5. Trimetoprim/Sulfametoksazol
a. Mekanisme Kerja
Trimetoprim / sulfametoksazol (kotrimoksazol) adalah kombinasi dari
trimetoprim (TMP) dan sulfametoksazol (SMX) dengan perbandingan 1:5. Kedua
senyawa ini menghambat sintesis asam nukleat dengan menghambat dua enzim dalam
jalur sintesis asam tetrahydrofolic bakteri. Bersama-sama, senyawa ini bersifat
sinergis yang relatif spesifik untuk sel-sel bakteri.(5)

Gambar 6. Struktur kimia antibiotik trimetoprim dan sulfametoksazol.(4)

SMX menghambat produksi dihidrofolat dari komponen prekursor p-


aminobenzoat, pteridin, dan glutamat. TMP bekerja pada metabolisme folat secara
kompetitif dengan menghambat dihidrofolat reduktase, yaitu enzim yang
memproduksi tetrahidrofolat aktif.(16) TMP/SMX adalah antibiotik spektrum luas
dengan aktivitas yang baik terhadap banyak aerobik gram-positif seperti
Staphylococcus aureus, S. pyogenes, S. viridans. Obat ini tidak memiliki aktivitas
terhadap mikroorganisme anaerob.(1) TMP dan SMX bila digunakan tunggal akan
bersifat bakteriostatik, sedangkan jika dikombinasikan atau bentuk kotrimoksazol
akan bersifat bakterisidal.(5)

17
Gambar 7. Mekanisme kerja trimetoprim dan sulfametoksazol.(4)

Bakteri memerlukan PABA (p-aminobenzeic acid)) untuk membentuk asam folat


yang digunakan untuk sintesis purin dan asam nukleat. Sulfametoksazol merupakan
penghambat bersaing PABA.(4)
b. Farmakokinetik
Trimetoprim dan sulfametoksazol baik diabsorpsi secara oral dengan distribusi ke
seluruh jaringan pada tubuh.(5) Distribusinya juga melalui cairan serebrospinal dan
sputum.(1) Absorpsi melalui saluran cerna terjadi dengan mudah dan cepat. Sekitar
70-100% dosis oral diabsorpsi melalui saluran cerna dan dapat ditemukan dalam urin
30 menit setelah pemberian. Absorpsi melalui vagina, saluran napas, kulit yang
terluka pada umumnya kurang baik, tetapi cukup menyebabkan reaksi toksik atau
hipersensitivitas. Semua terikat pada protein plasma terutama albumin. Dalam cairan
tubuh kadar obat bentuk bebas mencapai 50-80% kadar dalam darah. Dalam tubuh,
terjadi proses asetilasi dan oksidasi. Hasil oksidasi ini yang akan menyebabkan reaksi
toksik sistemik berupa lesi pada kulit dan hipersensitivitas, sedangkan hasil asetilasi
menyebabkan hilangnya aktivitas obat. Hampir semua diekskresi melaui ginjal dan
sebagian kecil diekskresi melalui feses, empedu dan ASI.(4)

18
Farmakokinetik TMP-SMX tidak berubah secara signifikan dan waktu paruhnya
tidak memanjang jika terjadi gangguan hati. Saat ini belum ada studi yang
melaporkan dosis maksimum TMP-SMX untuk gangguan ginjal.(16)
c. Indikasi
Trimetoprim dan sulfametoksazol digunakan untuk community acquired MRSA,
infeksi Nocardia asteroids, Skin and Soft Tissue Infections (SSTIs) yang tidak
berkomplikasi, dan pada chancroid granuloma inguinale.(1)
d. Sediaan dan Dosis
Tabel 7. Sediaan dan dosis antibiotik trimetoprim dan sulfametoksazol.(1)
Antibiotik Rute Dosis pada orang dewasa
180 mg/800mg (DS) pemberian
Trimetoprim- PO
setiap 12 jam
sulfametoksazol
(Kotrimoksazol) IV 5 mg/kgBB pemberian setiap 6-8
jam

e. Peringatan
Penggunaan TMP-SMX pada pasien dengan HIV/AIDS dapat terjadi reaksi berat,
pasien dengan terapi warfarin akan terjadi pemanjangan protrombin, dan
dikontraindikasikan terhadap pasien yang mendapat metroteksat.(1)
f. Efek Samping
Efek samping yang biasa didapatkan pada penggunaan antibiotik TMP-SMX
adalah adanya eksantem, fotosensitivitas, mual, muntah, anoreksia, glossitis,
stomatitis (sering pada pasien HIV/AIDS). Sedangkan efek samping yang jarang
didapatkan adalah delirium, sindroma steven johnson, nekrolisis epidermal toksik,
vaskulitis, urtikaria, erupsi pustular, Sweet Syndrome, hepatitis kolestatik, nekrosis
hepatik, reaksi hipersensitivitas berat, sefalgia, halusinasi, tremor, nefrolitiasis, dan
nefritis intertisiel.(1) Sekitar 8% antibiotik ini juga dapat menyebabkan reaksi kulit
tipikal pada pasien.(5)

19
6. Klindamisin
Klindamisin adalah antibiotik linkosamid yang diperoleh melalui modifikasi kimia
dari linkomisin. Yang dimana penyerapan dan aktifitas spektrumnya yang lebih baik dari
pendahulunya, yang sekarang sudah ditinggalkan.(1)
a. Mekanisme Kerja
Klindamisin berikatan dengan bakteri subunit ribosom 50s dan menghambat
sintesis protein melalui blokade inisiasi rantai peptida. Klindamisin memudahkan
opsonisasi serta fagositosis dan mengurangi adhesi bakteri (sel inang) dan produksi
eksotoksin stafilokokus. Klindamisin efektif terhadap sebagian besar kokus Gram-
positif, anaerob, dan beberapa protozoa. Dalam bidang dermatologi, klindamisin
efektif terhadap sebagian besar jenis streptococcus (termasuk S. viridans),
methicillin-sensitif S. aureus, serta S.epidermidis. Aktifitas spektrum anaerob
termasuk Peptococci, Peptostreptococci, Propionibacteria, Clostridium perfringens,
serta fusobacteria. Toxoplasma gondii seringkali efektif diobati dengan kombinasi
termasuk klindamisin.(1)
b. Farmakokinetik
Klindamisin diserap hampir sempurna pada pemberian oral. Adanya makanan
dalam lambung tidak banyak mempengaruhi absorpsi obat ini.(4) Klindamisin
merupakan obat pilihan dalam kelompok ini karena penetrasi jaringan yang baik
kecuali pada SSP. Klindamisin memiliki daya serap peroral yang baik dan tidak ada
persyaratan dosis yang diperlukan jika terdapat penyakit ginjal, klindamisin juga
merupakan alternatif pada pasien yang alergi pada penisilin.(17) Klindamisin terutama
dimetabolisme oleh hati serta diekskresikan di empedu, meskipun 10% diekskresikan
di urin. Dosis harus disesuaikan untuk pasien dengan gagal hati atau kombinasi gagal
hati dengan gagal ginjal.(1)
c. Indikasi
a) Infeksi dalam jaringan: streptokokus myositis, necrotizing fasciitis, atau infeksi
Clostridium perfringens dengan debridement
b) Profilaksis bedah pada pasien alergi penisilin
c) Profilaksis untuk infeksi stafilokokus berulang

20
d) Ulkus kaki diabetik (kombinasi dengan infeksi Gram-negatif)
e) Hidradenitis suppurativa
f) Bakterial vaginosis

d. Sediaan dan Dosis

Tabel 8. Sediaan dan dosis antibiotik klindamisin


pada orang dewasa.(1)
Rute pemberian Dosis

Klindamisin Oral 150-450 mg per 6 jam


Intravena 600-800 mg per 8 jam

Untuk anak atau bayi berumur lebih dari 1 bulan diberikan 15-25 mg/kgBB
sehari. Untuk infeksi berat dosisnya 25-40 mg/kgBB sehari yang dibagi dalam
beberapa dosis pemberian.(4)
e. Peringatan
Penggunaan antibiotik klindamisin harus mendapat perhatian jika pasien dengan
gagal hati, terdapat peningkatan blokade neuromuskular dengan tubocurare dan
pancuronium. Antibiotik ini bersifat antagonis terhadap eritromisin.(1)
f. Efek Samping
Diare dilaporkan terjadi pada 2-20% pasien yang mendapat klindamisin.
Diperkirakan sekitar 0,01-10% pasien dilaporkan menderita kolitis
pseudomembranosa yang ditandai oleh demam, nyeri abdomen, diare dengan darah
dan lendir pada tinja.(1, 4)
Bila selama terapi timbul diare atau kolitis, maka
pengobatan harus dihentikan. Obat terpilih untuk keadaan ini adalah vankomisin yang
diberikan 4 kali 125 mg sehari peroral atau IV selama 7-10 hari atau metronidazole
oral 3 x 500 mg/hari. (4)

7. Makrolid
Eritromisin adalah antibiotik prototip makrolid; derivatif termasuk dirithromycin,
klaritromisin, dan azitromisin. Makrolid bervariasi dalam aktivitasnya terhadap patogen
Gram-positif: klaritromisin>eritromisin> azitromisin.(1) Makrolid secara luas digunakan
21
untuk mengobati infeksi ringan pada jaringan saluran pernapasan. Antibiotik ini aktif
terhadap bakteri Gram-negatif dan Gram-positif, termasuk kuman intraseluler seperti
Chlamydia dan Legionella.(18)
a. Mekanisme Kerja
Golongan makrolid menghambat sintesis protein kuman dengan jalan berikatan
secara reversibel dengan ribosom subunit 50S dan umumnya bersifat bakteriostatik,
walaupun terkadang dapat bersifat bakterisidal untuk kuman yang sangat peka.(4)
b. Farmakokinetik
Makrolid terakumulasi secara intraseluler pada leukosit polimorfonuklear dan
makrofag, antara lain beraktivitas untuk melawan bakteri patogen pada intraseluler.(1)
Eritromisin diserap baik oleh usus kecil bagian proksimal, aktivitasnya menurun
karena dirusak oleh asam lambung, eritromisin diberi selaput yang tahan asam atau
digunakan dalam bentuk ester stearat atau etilsuksinat, adanya makanan juga
menghambat penyerapan eritromisin.(4) Dibandingkan dengan eritromisin,
klaritromisin dan azitromisin lebih asam stabil dan memiliki bioavailabilitas oral yang
lebih besar.(19)
Konsentrasi makrolid umumnya melewati kadar plasma. Konsentrasi eritromisin
dalam ASI sekitar 50% dari kadar serum. Eritromisin dapat melewati plasenta,
kecuali klaritromisin (kategori kehamilan C), secara umum makrolid adalah Kategori
B.(1)
Klaritromisin dimetabolisme di hati oleh sitokrom P450 3A4 (CYP3A4) menjadi
bentuk enzim 14-hidroksi aktif dan enam produk tambahan. Sekitar 30-40% dari
dosis oral klaritromisin diekskresikan dalam urin sebagai 14-hidroksi metabolit yang
aktif atau tidak berubah. Eliminasi Azitromisin terjadi terutama dalam feses sebagai
obat yang tidak mengalami perubahan, dan ekskresi urin minimal. Tidak seperti
klaritromisin, azitromisin tidak berinteraksi dengan sistem sitokrom P450.(19)
c. Indikasi (1)
a) SSTIs tanpa komplikasi (folikulitis, erysipelas, selulitis)
b) Infeksi Bartonella (kecuali Orroyo fever-Bartonella bacilliformis)
c) Pasteurella multocida, Eikenella corrodens—azithromycin

22
d) Lyme disease
e) Chlamydia
f) Penyakit kulit mikobakteri nontuberkulosis (klaritromisin)
d. Sediaan dan Dosis
Tabel 9. Sediaan dan dosis antibiotik makrolid. (1)

Oral 500mg per 6 jam atau 12 jam


Eritromisin
IV 1gr per 6jam
Klaritromisin Oral 250-500 mg per 12 jam
Makrolid 500 mg hari pertama, lalu 250 mg
Oral setiap hari 2-5 kali untuk
Azitromisin
klamidian, 1gr dosis tunggal
IV 500 mg per 24jam

e. Peringatan (1)
1) CYP 3A4 inhibition
Meningkatkan toksisitas obat (meningkatkan konsentrasi serum): warfarin,
karbamazepin, buspiron, benzodiazepin, kortikosteroid (methylprednisolon),
HMG CoA reductase inhibitor, kontrasepsi oral, cyclosporine, tacrolimus,
disopyramide, felodipin, ergot alkaloid.
2) CYP 1A2 inhibition
Meningkatkan toksisitas obat (meningkatkan konsentrasi serum): theophylline,
omeprazol.
3) Lainnya
Digoxin (konsentrasinya meningkat akibat perubahan metabolisme obat oleh gut
flora), Fluconazol (meningkatkan konsentrasi klaritromisin)
f. Efek samping
Pada eritromisin efek samping berat jarang terjadi, reaksi alergi mungkin timbul
dalam bentuk demam, eosinofilia dan eksantem yang cepat hilang bila terapi
dihentikan. Efek samping klaritromosin adalah iritasi saluran cerna dan peningkatan
sementara enzim hati.(4)

23
DAFTAR PUSTAKA

Katzung, E.G, (1997), Obat-Obat Kemoterapeutika, dalam Farmakologi Dasar & Klinik, EGC :
Jakarta
Gasbarre C. Antibiotics. In: Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine 8th Ed. Goldsmith L,
Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell, Wolff K eds. USA: McGraw Hill; 2012. 3941-56
p.
Setiabudy. Antimikroba. In: Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi FKUI;
2010. 571-83 p.
Liarrul LI, Testero SA, Fisher JF et al. The Future of the β-lactams. Current Opinion in
Microbiology. 2010;13:551-7.
Yulinah et al. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT ISFI; 2008. 774-7 p.
Kim MH, Lee MJ. Diagnosis and Management of Immediate Hypersensitivity Reactions to
Cephalosporins. Allergy Asthma Immunol Res. 2014;6(6):485-95.
Priya S, Radha K. Brief Review Of Spectrophotometric Methods For The Detection Of
Tetracycline Antibiotics. International Journal Of Pharmacy And Pharmaceutical
Sciences. 2014;6:48-51.
Werner E. A Systematic Review Of The Effects And Side Effects Of Treatment With Oral
Tetracycline In Acne Vulgaris. Sweden: University of Gothenburg. 2013.
Soni K. Fluoroquinolones: Chemistry & Action – A Review. New Delhi: Indo Global Journal of
Pharmaceutical Sciences. 2012;2(1):43-53.
Redgrave. Fluoroquinolone resistance: mechanisms, impact on bacteria, and role in
evolutionary success. Birmingham: Trends in Microbiology. 2014;22(8):438-8.
Oliphant C. Quinolones: A Comprehensive Review. USA: American Family Physician.
2002;65(3):455-64.
Brown GR. Cotrimoxazole - optimal dosing in the critically ill. Brown Annals of Intensive Care.
Canada: Springer. 2014;4(13):1-9.
Alzolibani AA, Zedan K. Macrolides In Chronic Inflammatory Skin Disorder. Hindawi
Publishing Corporation. 2012.
Zuckerman JM, Qamat F, Bono BR. Review of Macrolide (Azithromycin), Ketolids
(Telithromycin) and Glycycyclines (Tigecycline). Med Clin N Am. 2011:761-791.
Holloway K, Dijk LV. The World Medicines Situation 2011: Rational Use of Medicines.
Geneva: WHO. 2011:8.
Thong. Update on the Management of Antibiotic Allergy. Korea: Allergy Asthma Immunol Res.
2010;2(2):77-86.
Darmansjah, I., Nelwan, R., (1994) Antibiotic guideline : Farmacological, medical journal of
university of Indonesia. diambil tanggal 25 Desember 2008, dari
http://www.iwandarmansjah.web.id/attachment/at_antibiotic%20guidelines.pdf
Bruniera et al. The use of vancomycin with its therapeutic and adverse effects: a review.
European Review for Medical and Pharmacological Sciences. 2015;19:694-700.

24

Anda mungkin juga menyukai

  • Kortikosteroid Pada Polip Nasi
    Kortikosteroid Pada Polip Nasi
    Dokumen5 halaman
    Kortikosteroid Pada Polip Nasi
    Chyntiananda Prabu Hening
    Belum ada peringkat
  • Journal Reading
    Journal Reading
    Dokumen23 halaman
    Journal Reading
    Chyntiananda Prabu Hening
    Belum ada peringkat
  • Mata
    Mata
    Dokumen48 halaman
    Mata
    Chyntiananda Prabu Hening
    Belum ada peringkat
  • Penyapu Jalan
    Penyapu Jalan
    Dokumen14 halaman
    Penyapu Jalan
    Chyntiananda Prabu Hening
    Belum ada peringkat
  • Absen
    Absen
    Dokumen3 halaman
    Absen
    Chyntiananda Prabu Hening
    Belum ada peringkat
  • Scribd Antioksidan
    Scribd Antioksidan
    Dokumen10 halaman
    Scribd Antioksidan
    Chyntiananda Prabu Hening
    Belum ada peringkat