Anda di halaman 1dari 21

Bagian Obstetri dan Ginekologi Tutorial Klinik

Program Studi Kedokteran Umum


Universitas Mulawarman

RETENSIO PLASENTA

Disusun Oleh:
Devy Pratiwi Ibrahim
Sulistyaningtyas
Wirdah Ulfah

Pembimbing:

dr. Gusti Hesty Nuraini, Sp.OG

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Obstetri dan Ginekologi
Program Studi Kedokteran Umum
Universitas Mulawarman
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian


ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio
plasenta dilaporkan berkisar 16%-17%. Salah satu data angka kejadian retensio
plasenta di rumah sakit yang pernah dilaporkan adalah di RSU H. Damanhuri Barabai,
Kalimantan Selatan selama 3 tahun didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca
persalinan akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus
(0,68%) berakhir dengan kematian ibu.1
Perdarahan pasca persalinan dini jarang disebabkan oleh retensi potongan
plasenta kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir
masa nifas. Pemeriksaan plasenta setelah proses persalinan harus dilakukan secara
rutin. Apabila ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan sisa
plasenta dikeluarkan.2
Menurunkan kejadian perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta
tidak hanya mengurangi risiko kematian ibu, namun juga menghindarkannya dari
risiko kesakitan yang berhubungan dengan perdarahan pasca persalinan, seperti reaksi
tranfusi, tindakan operatif, dan infeksi. Bukti berbagai penelitian mendukung
penatalaksanaan aktif kala III persalinan (setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta) dapat menurunkan risiko perdarahan pasca persalinan sampai 40%.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Senin, 31 Desember


2018 pukul 10.15 WITA di ruang VK Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda.

ANAMNESIS
Identitas Pasien
Nama : Ny. DS
Usia : 27 tahun.
Alamat : Jl. Poros, Semoi 2 sepaku
Pekerjaan : Ibu rumah tangga (IRT).
Pendidikan : S1
Suku : Jawa
Agama : Islam.

Masuk ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
pada hari Kamis, 31 Desember 2012 pukul 09.30 WITA.

Identitas Suami
Nama : Tn. W
Usia : 31 tahun.
Alamat : Jl. Poros, Semoi 2 sepaku
Pekerjaan : Supir
Pendidikan : SMU
Suku : Jawa
Agama : Islam

3
Keluhan Utama
Ari ari bayi belum lahir
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan rujukan dari puskesmas karena ari-ari bayi belum lahir.
Pasen datang dengan kondisi terpasang infus oxitocyn. Sebelumnya pasien telah
melahirkan anak pertama kali di puskesmas sejak ± 8 Jam SMRS. Persalinan ditolong
oleh bidan, bayi lahir spontan dengan kondisi meninggal. Dua hari sebelmnya ibu
sudah tidak merasakan gerakan pada janinnya dan setelah diperiksakan ternyata
bayinya sudah meninggal. Saat di puskesmas dilakukan manual plasenta namun
plasenta tetap tidak lahir, sehingga pasien di rujuk ke RSUD AW Sjahranie Samarinda.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya nyeri pada perut bawah, dan pasien juga
mengeluhkan adanya rasa lemas.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit tertentu sebelunya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus
maupun asma.

Riwayat Menstruasi
 Menarche : 12 tahun.
 Siklus haid : 28 hari /teratur
 Lama haid : 10 hari.
 Jumlah darah haid : 4 kali ganti pembalut.

Riwayat Pernikahan
Untuk pertama kali, pasien menikah pada usia 26 tahun dengan lama
pernikahan selama 1 tahun.

4
Riwayat Obstetrik
1. 2018/Puskesmas/aterm/spontan/tidak ada penyulit/Bidan/laki-laki/Meninggal

Antenatal Care (ANC)


Puskesmas

Kontrasepsi
Pasien belum pernah menggunakan KB

Pemeriksaan Fisik
Antropometri : Berat badan (BB) : 73 kg, Tinggi badan (TB) : 152 cm.
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
 Tekanan darah : 130/90 mmHg
 Frekuensi nadi : 94 kali/menit
 Frekuensi nafas : 20 kali/menit
 Suhu : 36,6 ºc

Status Generalisata
 Kepala : normocephal
 Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
 Telinga : tidak ditemukan kelainan
 Hidung : tidak ditemukan kelainan
 Tenggorokkan : tidak ditemukan kelainan
 Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran
tiroid (-)
 Thoraks :
 Jantung : S1S2 reguler tunggal, murmur (-), gallop (-)

5
 Paru-paru : suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
 Abdomen:
 Inspeksi : flat, linea (-), striae (+)
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Ekstremitas:
 Superior : edema (-/-), akral hangat
 Inferior : edema (-/-), akral hangat, varises (-/-)

Status Obstetrik dan Ginekologi


 Inspeksi : flat, striae (+), linea (-), vulva vagina normal.
 Palpasi : Tinggi fundus uteri : 3 jari dibawah pusat, kontraksi: kurang
baik
 Periksa Dalam: tampak perdarahan tidak aktif, pembukaan 4 cm, porsio tebal
lunak, tali pusat (+).

Diagnosis Kerja Sementara


P1000A000 + Retensio Plasenta

Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
 Leukosit : 25.770 / mm3
 Hemoglobin : 8,0 gr %
 Hematokrit : 24,4%
 Trombosit : 199.000 / mm3
 Bleeding Time : 3 menit
 Clotting Time : 9 menit

Kimia Darah
 GDS : 90 mg/dL

6
Penatalaksanaan:
 Rencana manual plasenta
 Injeksi cefotaxim/12 jam

Follow Up
Tanggal/Jam Follow Up
24-02-2012 S : Menerima pasien baru dari IGD, kemudian melakukan anamnesis
10. 15 dan pemeriksaan fisik di ruang VK Mawar hingga didapatkan dengan
diagnosis : P1000A000 + Retensio Plasenta
 Tekanan Darah : 130/90 mmHg, Nadi : 94 kali/menit,
Pernapasan : 20 kali/menit; Suhu : 36,6 ºC.
 Pemeriksaan dalam : tampak perdarahan tidak aktif,
pembukaan 2 cm, porsio tebal lunak, tali pusat (+),.
 Perdarahan : 10 cc

10.30 Lapor dr. Sp. OG mendapatkan advis :


 Rencana manual plasenta
 Injeksi cefotaxim/12 jam

11.30 Plasenta lahir


TD: 130/ 80 mmHg
Nadi: 90x/menit
RR: 20x/menit
12.30 TD: 120/ 80 mmHg
Nadi: 94x/menit
RR: 20x/menit
Perdarahan : -
16.00 Pasien dipindahkan ke mawar nifas

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, maka disebut
retensio plasenta.3,4 Bila sebagian kecil dari plasenta masih tertinggal dalam uterus
disebut rest plasenta dan dapat menimbulkan PPP primer atau (lebih sering) sekunder.

2. EPIDEMIOLOGI
Di Inggris, separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh
proses pasca persalinan.2 Frekuensi perdarahan pasca persalinan 4/5-15% dari seluruh
persalinan. Berdasarkan penyebabnya, perdarahan pasca persalinan berturut-turut dari
yang paling banyak disebabkan oleh atonia uteri (50-60%), sisa plasenta (23-24%),
retensio plasenta (16-17%), laserasi jalan lahir (4-5%) dan kelainan darah (0,3-0,8%).
Di Indonesia perdarahan merupakan penyebab pertama kematian ibu melahirkan (40-
60%). Insiden perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar
16-17%.1

A. Jenis-Jenis Retensio Plasenta


1. Plasenta Adhesiva
Adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan
kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2. Plasenta Akreta
Adalah implantasi jonjot korion plasetita hingga memasuki sebagian lapisan
miornetrium.
3. Plasenta Inkreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai / memasuki
miornetnum.
4. Plasenta Perlireta

8
Adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga
mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5. Plaserita Inkarserata
Adalah tertahannya plasenta di dalam kavum utrri disebabkan oleh kontriksi
osteuni uteri.

3. ETIOLOGI2
 Plasenta belum lepas dari dinding uterus
Apabila plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan. Jika lepas
sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus dapat karena :
a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta
adhesive)
b. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis
menembus desidua sampai miometrium – sampai dibawah peritoneum
(plasenta akreta – perkreta).
 Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah
uterus yang mengahalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).

Faktor Resiko
1. Faktor maternal
• Gravida berusia lanjut
• Multiparitas.

2. Faktor uterus
• Bekas sectio caesaria, sering plasenta tertanam pada jaringan cicatrix uterus
• Bekas pembedahan uterus

9
• Anomali uterus
• Tidak efektif kontraksi uterus
• Pembentukan contraction ring
• Bekas curetage uterus yang terutama dilakukan setelah abortus
• Bekas pengeluaran plasenta secara manual
• Bekas ondometritis

3. Faktor placenta
• Plasenta previa
• Implantasi cornual
• Plasenta akreta
• Kelainan bentuk plasenta

1. PATOGENESIS
Setelah bayi dilahirkan uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan
retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan.
Sesudah berkontraksi sel miometrium tidak relaksasi melainkan menjadi lebih
pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu
miometrium menebal secara progresif dan kavum uteri mengecil sehingga
ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya
daerah tempat perlekatan plasenta. Ketika jaringan penyokong plasenta
berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari
dinding uterus. Regangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua
spongiosa yang longgar memberi jalan dan pelepasan plasenta terjadi di tempat
itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antaraserat-serat
miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan
pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah
terjepitserta perdarahan berhenti. Pengamatan terhadap persalinan kala tiga
dengan menggunakan pencitraan ultrasonografisecara dinamis telah membuka

10
perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal
dapat dibagi ke dalam 3 fase yaitu :
a. Fase laten
Ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta namun
dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
b. Fase kontraksi
Ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari
ketebalan kurang dari 1 cm menjadi >2 cm).
C. Fase pelepasan plasenta
Fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya daridinding uterus dan
lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan
plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang
pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta yang
mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di
lapisan spongiosa.
d. Fase pengeluaran
Dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun daerah
pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam
rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta
lebih merupakan akibat bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal
ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi
pada kala tiga 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat
implantasinya.
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang
mendadak uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat uterus
meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke
vagina serta tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah dari
tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus
menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina.
Kadang-kadang plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan intra

11
abdominal. Namun wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak
dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya dibutuhkan tindakan
artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa
dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus bersamaan dengan
tarikan ringan pada tali pusat. Pada kondisi retensio plasenta lepasnya plasenta
tidak terjadi secra bersamaan dengan janin karena melekat pada tempat
implantasinya, menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi otot uterus
sehingga sebagian pembuluh darah tetap terbuka serta menimbulkan
pendarahan.

2. TANDA DAN GEJALA RETENSIO PLASENTA

Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi
tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
 Waktu hamil
- Kebanyakan pasien memiliki kehamilan yang normal
- Insiden perdarahan antepartum meningkat tetapi keadaan ini biasanya menyertai
plasenta previa
- Terjadi persainan prematur tetapi kalau hanya ditimbulkan oleh perdarahan
- Kadang terjadi ruptur uteri

12
 Persalinan kala I dan II
Hampir pada semua kasus proses ini berjalan normal.
 Persalinan kala III

- Retresio plasenta menjadi ciri utama


- Perdarahan post partum jumlahnya perdarahan tergantung pada derajat perlekatan
plasenta, seringkali perdarahan ditimbulkan oleh dokter kebidanan ketika ia mencoba
untuk mengeluarkan plasenta secara manual
- Komplikasi yang serius tetapi jarang dijumpai yaitu invertio uteri keadaan ini dapat
tejadi spontan tapi biasanya diakibatkan oleh usaha-usaha untuk mengeluarkan
plasenta
- Ruptura uteri biasanya terjadi saat berusaha mengeluarkan plasenta

6. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosa retensio plasenta dibuat apabila plasenta yang tidak lepas secara
spontan setelah setengah jam bayi lahir atau timbul perdarahan aktif setelah bayi
dilahirkan.5
A. Anamnesis

Meliputi pertanyaan tentang periode prenatal meminta informasi mengenai episode


perdarahan postpartum sebelumnya paritas serta riwayat multipelfetus dan
polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara
spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
B. Pemeriksaan pervaginam

Plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap
menempel di dalam uterus
C. Pemeriksaan Penunjang

- Hitung darah lengkap


Untuk menentukan tingkat hemoglobin (hb) dan hematokrit (hct), melihat adanya
trombositopenia serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi
leukosit biasanya meningkat.

13
- Menentukan adanya gangguan koagulasi
Dengan hitung protrombin time (PT) dan activated Partial Tromboplastin Time (aPTT)
atau yang sederhana dengan clotting time atau bleeding time. Ini penting untuk
menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.

7. PENATALAKSANAAN
Retensio plasenta tanpa perdarahan masih dapat menunggu. Sementara itu
kandung kemih dikosongkan, masase uterus dan suntikan oksitosin (i.v. atau i.m. atau
melalui infus).1 Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah anak lahir, harus
diusahakan untuk mengeluarkannya. Dapat dicoba dulu perasat menurut Crede. Tetapi
tindakan ini tidak dianjurkan karena menyebabkan terjadinya inversio uteri. Tekanan
yang keras pada uterus dapat pula menyebabkan perlukaan pada otot uterus dan rasa
nyeri yang hebat dan kemungkinan dapat terjadi syok. Akan tetapi dengan tekhnik
yang sempurna hal-hal itu dapat dihindarkan. Cara yang lain adalah cara Brandt.3

Gambar 1. Brandt-AndrewsManeuver
Dengan salah satu tangan, penolong memegang tali pusat dekat vulva. Tangan
yang lain diletakkan di atas simfisis sehingga permukaan palmar jari-jari tangan
terletak di permukaan depan rahim, kira-kira perbatasan segmen bawah dan badan
rahim. Denagan melakukan tekanan ke arah atas belakang, maka badan rahim akan

14
terangkat. Apabila plasenta telah terlepas maka tali pusat tidak tertarik kearah atas.
Kemudian tekanan di atas simfisis diarahkan ke bawah belakang, ke arah vulva. Pada
saat ini dilakukan tarikan ringan untuk membantu mengeluarkan plasenta.
Yang selalu tidak dapat dicegah ialah bahwa plasenta tidak dapat dilahirkan
seluruhnya, ada bagian yang masih tertinggal yang harus dikeluarkan dengan cara
plasenta manual. Cara ini dianggap paling baik.3
Penatalaksanaan manual plasenta: 3,5, 7
 Kaji ulang indikasi, prinsip dasar perawatan dan pasang infus.
 Kosongkan kandung kemih atau lakukan kateterisasi
 Berikan sedatif dan analgetika atau ketamin
 Beri antibiotik dosis tunggal (profilaksis): ampisilin 2 g IV ditambah
metronidazol 500 mg IV
 Pasang sarung tangan DTT
 Jepit tali pusat dengan kocher kemudian menegangkan sejajar lantai.
 Secara obstetrik memasukkan tangan dengan menelusuri bagian bawah tali
pusat.
 Setelah tangan mencapai serviks minta asisten untuk memegang kocher
kemudian tangan yang lainnya menahan fundus uteri, sekaligus mencegah
inversio uteri.
 Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam ke kavum uteri hingga
mencapai tempat implantasi plasenta.
 Buka tangan obstetrik menjadi seperti memberi salam, jari-jari dirapatkan.
 Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah.
 Gerakkan tangan ke kiri dan ke kanan sambil menggeser ke kranial sehingga
semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.
 Sementara satu tangan masih didalam kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan
untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding
uterus.

15
 Pindahkan tangan luar ke supra simpisis untuk menahan uterus pada saat
plasenta dikeluarkan.
 Instruksikan asisten yang memegang kocher untuk menarik tali pusat sambil
tangan dalam menarik plasenta keluar.
 Lakukan sedikit dorongan ke arah dorsocranial setelah plasenta lahir.
 Beri oksitosin 10 IU dalam 500 cc cairan IV 60 tetes/menit dan masase uterus
untuk merangsang kontraksi.
 Periksa apakah plasenta lengkap atau tidak. Jika tidak lengkap, lakukan
eksplorasi ke dalam kavum uteri.
 Periksa dan perbaiki robekan serviks, vagina atau episiotomi.
Plasenta manual segera dilakukan jika :
 Perdarahan kala-III lebih dari 200 ml
 Penderita dalam narkosa
 Riwayat PPH habitualis
 Plasenta akreta, inkreta dan perkreta ditolong dengan histerektomi.
 Sisa plasenta dikeluarkan dengan kerokan.
 Penderita diberikan uterotonika, analgetika, roboransia dan antibiotika
Pada pelepasan plasenta akreta, pelepasan plasenta lebih banyak mengalami
kesulitan. Pada plasenta akreta, plasenta hanya dapat dikeluarkan sepotong demi
sepotong dan bahaya perforasi dan perdarahan mengancam. Apabila ditemui kesulitan-
kesulitan seperti diatas, plasenta inkreta dapat dibuat dan plasenta manual dihentikan,
lalu dilakukan histerektomi.3
Pada plasenta yang sudah lepas, akan tetapi terhalang untuk dilahirkan karena
lingkaran kontriksi (inkarserasio plasenta) tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam
vagina dan ke bagian bawah uterus dengan dibantu oleh anastesia umum untuk
melonggarkan kontriksi. Dengan tangan tersebut sebagai petunjuk dimasukkan cunam
ovum melalui lingkaran kontriksi untuk memegang plasenta dan perlahan–lahan
plasenta sedikit demi sedikit ditarik kebawah melalui tempat sempit tersebut.3

16
Retensio Plasenta

Penanganan Umum:
1. Infuse tranfusi darah
2. Pertimbangan untuk referral RSU C

Perdarahan banyak Perdarahan sedikit:


300 – 400 cc 1. Anemia dan syok
2. Perlekatan plasenta

Plasenta manual

Berhasil baik: Plasenta Rest: Plasenta melekat:


Observasi: 1. Kuretase tumpul 1. Akreta
1. Keadaan umum 2. Utero-vaginal 2. Inkreta
2. Perdarahan tampon 3. Perkreta
3. Obat profilaktik 3. masase 4. adhesiva
 Vitamin
 Fe preparat Perdarahan terus: Histerektomi
 Antibiotika 1. Tampon basah Pertimbangan:
 Uterotonika 2. Atonia uteri 1. Keadaan umum
2. Umur penderita
3. Paritas penderita
Ligasi arteri hipogastrika

Gambar 1. Penatalaksanan Retensio Plasenta8

8. PENCEGAHAN
Pencegahan dilakukan dengan menajemen aktif kala III, yaitu:7
 Memberikan oksitosin
 Klem dan potong tali pusat
 Traksi terkendali tali pusat

17
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien Ny. DS, usia 27 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan utama ari-
ari belum lahir. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang ditegakkanlah diagnosis pasien ini yaitu P1000A000 + Retensio Plasenta

Anamnesis
Teori Kasus
Plasenta belum lahir setengah jam Anak lahir spontan dan setelah
setelah janin lahir setengah jam plasenta tidak lahir

Plasenta belum lepas dari dinding


uterus dapat karena :
a.Kontraksi uterus kurang kuat
untuk melepaskan plasenta
(plasenta adhesive)
b.Plasenta melekat erat pada
dinding uterus oleh sebab vili
korialis menembus desidua
sampai miometrium – sampai
dibawah peritoneum (plasenta
akreta – perkreta)

Pemeriksaan Fisik
Teori Kasus
 Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta  Tinggi fundus uteri : sepusat,
tidak ditemukan di dalam kanalis kontraksi: kurang baik

18
servikalis tetapi secara parsial atau  Periksa Dalam: tampak
lengkap menempel di dalam uterus, perdarahan tidak aktif
tampak tali pusat pembukaan 4 cm, porsio tebal
 lunak.
 Tampak tali pusat 3 cm di depan
vulva

Pemeriksaan Penunjang
Teori Kasus
Menentukan tingat perdarahan dari Darah Rutin
tingkat hemoglobin (hb) dan hematokrit  Hemoglobin : 8,0 gr %
(hct), melihat adanya trombositopenia  Hematokrit : 24,4%
serta jumlah leukosit. Pada keadaan  Leukosit : 25.770
yang disertai dengan infeksi leukosit  Trombosit : 199.000 / mm3
biasanya meningkat.  Bleeding Time : 3 menit
-  Clotting Time : 10 menit

Penatalaksanaan
Teori Kasus
- Retensio plasenta tanpa perdarahan Pasien datang dengan kondisi
masih dapat menunggu. Sementara terpassang infus oksittisin
itu kandung kemih dikosongkan,
masase uterus dan suntikan Pada pasien dilakukan Manual
oksitosin (i.v. atau i.m. atau Plasenta dan plasenta lahir lengkap
melalui infus).
- Perasat Crede
- Perasat Brandt
- Manual Plasenta

19
KESIMPULAN

1. Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin
lahir.
2.
Insiden perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar
16-17%.
3. Etiologi retensio plasenta, yaitu: 1). Plasenta belum lepas dari dinding uterus
karena kontraksi uterus kurang kuat atau plasenta melekat erat erat pada dinding
uterus, 2). Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.
4. Diagnosis retensio plasenta apabila plasenta tidak lepas secara spontan setelah
setengah jam setelah bayi lahir dan pada pemeriksaan pervaginam plasenta
menempel di dalam uterus.
5. Diagnosis banding retensio plasenta adalah plasenta akreta.
6. Penanganan retensio plasenta yang terbaik adalah dengan manual plasenta.
7. Pencegahan dilakukan dengan manajemen aktif kala III.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Khoman, J.S. perdarahan hamil tua dan perdarahan post partum. Cermin dunia
kedokteran, (online). (www.portal
kalbefarma/files/cdk/files/19_PerdarahanHamilTuaDanPerdarahanPostPartum.pdf/,
diakses tanggal 26 Februari 2012).
2. Cunningham, F.G, et al. Obstetri Williams Volume 2 Edisi 21. EGC: Jakarta. 2006.
3. Martohusodo,S, Abdullah, M.N. Gangguan Dalam Kala III Persalinan. Dalam:
Winkjosastro, H (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP; 2005. p652-663
4. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad. Patologi Kala III dan IV. Dalam
Obstetri Patologi. Bandung: Elstar Offset. p234-237
5. Saifufuddin, A.B. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: YBP-SP. 2002.
6. Taber, B. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.
1994.
7. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unmul-RSUD AW Sjahranie. Plasenta
Manual. Dalam Buku Pengantar Kepaniteraan Klinik Obstetri Ginekologi.
Samarinda: FK Unmul. 2007.
8. Manuaba, I.B.G. Penunutun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi Edisi 2.
Jakarta: EGC. 2004.

21

Anda mungkin juga menyukai