LAPORAN KASUS
2.1. Anamnesis
Pasien MRS pada tanggal 25 Januari 2018, anamnesis dilakukan pada
tanggal 28 Februari 2018 pukul 20.00 wita. Anamnesis yang dilakukan berupa
autoanamnesa dan alloanamnesa.
Identitas
Nama : Tn. DL
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Jl. Naha Aruq RT 02 Mahakam Ulu, Samarinda
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
MRS : 25 Januari 2018
Keluhan Utama
Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pasien laki-laki berusia 58 tahun, dirawat di bangsal Seruni kamar 5003
Penyakit Dalam RSUD AWS Samarinda sejak tanggal 25 Januari 2018. Pasien
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada yang semakin memberat. Nyeri tersebut
hilang timbul dan sudah dirasakan selama kurang lebih 2 bulan. Nyeri dada
tersebut dirasakan disebelah kanan dan tembus hingga ke punggung, tidak
menjalar ke dada kiri. Nyeri dirasakan tajam seperti ditusuk-tusuk dan dapat
berlangsung selama setengah jam. Nyeri tersebut memberat jika pasien menarik
napas dalam dan pada saat batuk. Keluhan tersebut dapat sedikit mereda saat
pasien membungkuk. Keluhan nyeri dada tersebut disertai dengan batuk yang
sudah berlangsung selama kurang lebih 1 bulan. Batuk berdahak putih kental dan
pernah disertai dengan bercak darah. Batuk terutama memberat saat malam hari
hingga mengganggu tidur pasien. Saat batuk memberat terkadang pasien
merasakan sesak napas. Sesak dirasakan hlang timbul, tidak disertai dengan napas
1
berbunyi, maupun nyeri dada kanan dan tidak disertai nyeri ulu hati. Pasien
merasa sesaknya memberat jika tidur terlentang. Pasien mengaku pernah demam
selama satu minggu saat awal batuk. Selama ini pasien hanya mengkonsumsi obat
warung untuk meredakan batuknya dan tidak kunjung membaik. Riwayat asma,
TB, hipertensi, dan penyakit jantung disangkal. Pasien mengaku memiliki riwayat
diabetes mellitus sejak 2 tahun yang lalu, dan tidak rutin menggunakan obat oral.
BAB hitam (-), muntah hitam (-), diare (-), BAB seperti dempul (-), BAK seperti
teh (-).
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
Riwayat tekanan darah tinggi dan penyakit jantung disangkal.
Terdapat riwayat DM
Riwayat asma disangkal
Riwayat penyakit ginjal disangkal
Riwayat penyakit hati/sakit kuning disangkal
Riwayat transfusi darah sebelumnya disangkal
Riwayat konsumsi obat TB disangkal
Riwayat penggunaan obat-obatan diabetes mellitus tidak rutin
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat TB disangkal
Riwayat Ca disangkal
Riwayat diabetes melitus
Riwayat hipertensi dan penyakit jantung disangkal
Riwayat asma dan alergi lain disangkal
Riwayat Kebiasaan
Riwayat menggunakan jarum suntik, merokok dan konsumsi alkohol disangkal
2
Tinggi badan : 160 cm
IMT : 22,56 kg/m2
Tanda Vital
TD : 110/80 mmHg (lengan kanan, berbaring)
HR : 82 x/menit regular, isi cukup, kuat angkat
RR : 22x/menit, torakoabdominal
T : 36,8 0C (axila)
Kepala/leher
Umum
Ekspresi : sakit sedang
Rambut : tidak ada kelainan
Kulit muka : tidak ada kelainan
Mata
Palpebra : udema (-/-)
Konjungtiva : anemis (+/+)
Sklera : ikterus (-/-)
Pupil : isokor diameter 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+)
Hidung
Septum deviasi (-)
Sekret (-)
Nafas cuping hidung (-)
Terpasang nasal kanul (-)
Telinga
Bentuk : normal
Lubang telinga : normal, sekret (-)
Proc. Mastoideus : nyeri (-/-)
Pendengaran : normal
Mulut
Bibir : pucat (-), sianosis (-)
Gusi : perdarahan (-)
Mukosa : hiperemis (-), pigmentasi (-)
Faring : hiperemis (-)
3
Leher
Kelenjar limfe : pembesaran kelenjar limfatik (-)
Trakea : di tengah, deviasi (-)
Tiroid : membesar (-)
JVP : bendungan (-)
Axilla
Pembesaran KGB (-)
Thorax
Pulmo:
1. Inspeksi : Gerakan dada tertinggal pada hemithoraks dextra,
pernapasan torakoabdominal
2. Palpasi
Fremitus Raba Paru Kanan Paru Kiri
3. Perkusi
4. Auskultasi
Paru Kanan Paru Kiri
4
Rhonki (+), Rhonki (-),
Wheezing (-) Wheezing (-)
Cor:
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS 5 midclavicula line sinistra, teraba
kuata angkat, diameter 1 jari, reguler, thrill (-)
Perkusi : Batas jantung atas : setinggi ICS II, midclavicula line sinistra
Batas jantung kanan : ICS II, III, IV, parasternal line dextra
Batas jantung kiri : ICS V midclavicula line sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
Inspeksi : flat, venektasi (+), asites (-)
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), Asites (-)
Palpasi : Nyeri tekan hepar (-), nyeri tekan epigastrium (+), defans
muscular (-)
Ekstremitas:
Superior
Ekstremitas hangat
Edema (-/-)
Eritematosa (-)
Sianosis (-)
5
Clubbing finger (-)
Palmar eritema (-)
Inferior
Ekstremitas hangat
Edema tungkai (-)
Sianosis (-)
6
8. Posisi diafragma simetris, sudut kostofrenikus dekstra tidak dapat
dievaluasi, sinistra tampak tajam. Terdapat perselubungan
homogen pada hampir seluruh hemitoraks dekstra. Menunjukkan
kesan penumpukan cairan pada paru dekstra.
9. Tampak corakan bronkovasikular yang meningkat pada
hemithoraks sinistra.
10. Cardiac Thoracic Ratio < 50%
MCH 26,4
BTA I Negatif
BTA II Negatif
7
Kimia Klinik, 26 Februari 2018
Aspirat : pus
Kesimpulan : Radang supurativa (abses)
8
2.4 Diagnosis
Pneumonia + DM tipe 2
2.5 Penatalaksanaan
IVFD NaCl 0,9% + 1 ampul santagesic
Tab NAC 2x1
Codein 3x1
Nebu combivent/12 jam
Inus ceftriaxone 1 gr/12 jam
2.6 Prognosis
1. Quo ad vitam : dubia ad malam
2. Quo ad functionam : dubia ad malam
3. Quo ad sanactionam : dubia ad malam
9
2.7 Follow Up
Tanggal S O A P R
25/2/18 Nyeri Kesadaran : E4V5M6 Efusi pleura Oksigen nasal kanul - Cek sputum
Seruni dada TD: 110/70 mmHg RR : 20x/i, SpO2 98% masif dextra e.c IVFD NaCl 0,9% BTA
Codein 3x1
kanan N: 90x/i, regular Temp: 37,0 oC pneumonia dd - Pungsi
Nac 2x1
Sesak Pemeriksaan Fisik TB + DM tipe 2 Nebu combivent/ 12 jam - Kultur
napas Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-) Ceftriaxone inj. 1gr/12 - CT Scan
Batuk Leher : pemb KGB (-/-) jam - GDS/hari
Injeksi Levemir 12 unit
Toraks: - Glukosa
extra
I: Asimetris, Dextra<Sinistra, Hemithorax Dextra tertinggal puasa
P: fremitus raba dekstra menurun - G2PP
P: Redup pada paru dekstra - HbA1c
A: VES menurun/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen: distensi (-), BU (+) Normal
Ekstremitas: edema (-/-)
Foto thorax : Efusi Pleura Dextra
Laboratorium
GDS : 351 mg/dL
Leukosit : 13.520
Hb : 12,2
Neutrofil : 11,0
26/2/18 Sesak Kesadaran : E4V5M6 Efusi pleura Oksigen nasal kanul
IVFD NaCl 0,9%
10
Ruangan napas TD: 110/70 mmHg RR : 20x/i, SpO2 98% masif dextra e.c Codein 3x1
Nac 2x1
N: 90x/i, regular Temp: 37,0 oC pneumonia +
Nebu combivent/ 12 jam
Pemeriksaan Fisik abses paru+DM
Ceftriaxone inj. 1gr/12
Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-) tipe 2 jam
Injeksi Levemir 12 unit
Leher : pemb KGB (-/-)
extra
Toraks:
I: Asimetris, Dextra<Sinistra, Hemithorax Dextra tertinggal
P: fremitus raba dekstra menurun
P: Redup pada paru dekstra
A: VES menurun/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen: distensi (-), BU (+) Normal
Ekstremitas: edema (-/-)
Foto thorax : Efusi Pleura Dextra
Laboratorium
Darah lengkap
GDS : 340 mg/dL
Glukosa puasa : 127
G2PP : 131
HbA1c : 13,9
Leukosit : 9.360
Hb : 11,7
Neutrofil : 7,1
11
Urinalisis
Protein +2
Glukosa +2
BTA
I : Negatif
II : Negatif
III : Negatif
CT-Scan + FNAB
Abses
27/2/18 Sesak (-) Kesadaran : E4V5M6 Efusi pleura Oksigen nasal kanul
Ruangan TD: 110/70 mmHg RR : 20x/i, SpO2 98% masif dextra e.c IVFD NaCl 0,9%
Codein 3x1
N: 90x/i, regular Temp: 37,0 oC pneumonia +
Nac 2x1
Pemeriksaan Fisik abses paru+DM Nebu combivent/ 12 jam
Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-) tipe 2 Ceftriaxone inj. 1gr/12
jam
Leher : pemb KGB (-/-)
Levemir 0-0-6
Toraks: Novorapid 6-6-6
I: Asimetris, Dextra<Sinistra, Hemithorax Dextra tertinggal
P: fremitus raba dekstra menurun
P: Redup pada paru dekstra
A: VES menurun/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen: distensi (-), BU (+) Normal
Ekstremitas: edema (-/-)
12
GDS : 310 mg/dL
28/1/18 Sesak (-) Kesadaran : E4V5M6 Efusi pleura Oksigen nasal kanul
Ruangan TD: 110/70 mmHg RR : 20x/i, SpO2 98% masif dextra e.c IVFD NaCl 0,9%
Codein 3x1
N: 90x/i, regular Temp: 37,0 oC pneumonia +
Nac 2x1
Pemeriksaan Fisik abses paru+DM Nebu combivent/ 12 jam
Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-) tipe 2 Ceftriaxone inj. 1gr/12
jam
Leher : pemb KGB (-/-)
Levemir 0-0-6
Toraks: Novorapid 6-6-6
I: Asimetris, Dextra<Sinistra, Hemithorax Dextra tertinggal
P: fremitus raba dekstra menurun
P: Redup pada paru dekstra
A: VES menurun/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen: distensi (-), BU (+) Normal
Ekstremitas: edema (-/-)
GDS : 332 mg/dL
29/1/18 Sesak Kesadaran : E4V5M6 Efusi pleura Oksigen nasal kanul
Ruangan napas TD: 110/70 mmHg RR : 20x/i, SpO2 98% masif dextra e.c IVFD NaCl 0,9%
o Codein 3x1
N: 90x/i, regular Temp: 37,0 C pneumonia +
Nac 2x1
Pemeriksaan Fisik abses paru+DM Nebu combivent/ 12
Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-) tipe 2 jam
Leher : pemb KGB (-/-) Ceftriaxone inj.
1gr/12 jam
13
Toraks: Levemir 0-0-6
I: Asimetris, Dextra<Sinistra, Hemithorax Dextra tertinggal Novorapid 6-6-6
P: fremitus raba dekstra menurun
P: Redup pada paru dekstra
A: VES menurun/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen: distensi (-), BU (+) Normal
Ekstremitas: edema (-/-)
GDS :
30/1/18 Sesak napas Kesadaran : E4V5M6 Efusi pleura Oksigen nasal kanul
berkurang TD: 110/70 mmHg RR : 20x/i, SpO2 98% masif dextra e.c IVFD NaCl 0,9%
Codein 3x1
N: 90x/i, regular Temp: 37,0 oC pneumonia +
Nac 2x1
Pemeriksaan Fisik abses paru+DM Nebu combivent/ 12
Mata: anemis (-/-) ikterik (+/+) tipe 2 jam
Leher : pemb KGB (-/-) Ceftriaxone inj.
1gr/12 jam
Toraks:
Levemir 0-0-6
I: Asimetris, Dextra<Sinistra, Hemithorax Dextra tertinggal Novorapid 6-6-6
P: fremitus raba dekstra menurun
P: Redup pada paru dekstra
A: VES menurun/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen: distensi (-), BU (+) Normal
Ekstremitas: edema (-/-)
GDS : 347 mg/dL
14
31/1/18 Sesak napas Kesadaran : E4V5M6 Efusi pleura Oksigen nasal kanul
berkurang TD: 110/70 mmHg RR : 20x/i, SpO2 98% masif dextra e.c IVFD NaCl 0,9%
Ruangan Codein 3x1
Nyeri jika N: 90x/i, regular Temp: 37,0 oC pneumonia +
Nac 2x1
klem Pemeriksaan Fisik abses paru+DM Nebu combivent/ 12
dibuka Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-) tipe 2 jam
Leher : pemb KGB (-/-) Ceftriaxone inj.
1gr/12 jam
Toraks:
Levemir 0-0-6
I: Asimetris, Dextra<Sinistra, Hemithorax Dextra tertinggal Novorapid 6-6-6
P: fremitus raba dekstra menurun
P: Redup pada paru dekstra
A: VES menurun/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen: distensi (-), BU (+) Normal
Ekstremitas: edema (-/-)
GDS : 350 mg/dL
1/2/18 Sesak napas Kesadaran : E4V5M6 Efusi pleura Oksigen nasal kanul
Lemas TD: 110/70 mmHg RR : 20x/i, SpO2 98% masif dextra e.c IVFD NaCl 0,9%
Ruangan Codein 3x1
o
N: 90x/i, regular Temp: 37,0 C pneumonia +
Nac 2x1
Pemeriksaan Fisik abses paru+DM Nebu combivent/ 12
Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-) tipe 2 jam
Leher : pemb KGB (-/-) Levemir 0-0-6
Novorapid 6-6-6
Toraks:
Ceftriaxone inj.
I: Asimetris, Dextra<Sinistra, Hemithorax Dextra tertinggal 1gr/12 jam
15
P: fremitus raba dekstra menurun
P: Redup pada paru dekstra
A: VES menurun/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen: distensi (-), BU (+) Normal
Ekstremitas: edema (-/-)
GDS :
2/2/18 Sesak napas Kesadaran : E4V5M6 Efusi pleura Oksigen nasal kanul
Lemas TD: 110/70 mmHg RR : 20x/i, SpO2 98% masif dextra e.c IVFD NaCl 0,9%
Ruangan Codein 3x1
N: 90x/i, regular Temp: 37,0 oC pneumonia +
Nac 2x1
Pemeriksaan Fisik abses paru+DM Nebu combivent/ 12 jam
Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-) tipe 2 Ceftriaxone inj. 1gr/12
Leher : pemb KGB (-/-) jam
Domperidon 2x1
Toraks:
Drip metronidazole 500
I: Asimetris, Dextra<Sinistra, Hemithorax Dextra tertinggal mg/8 jam
P: fremitus raba dekstra menurun Drip ciprofloxacin 200
P: Redup pada paru dekstra mg/12 jam
Novorapid 10-10-10
A: VES menurun/+, Rh -/-, Wh -/-
Levemir 0-0-10
Abdomen: distensi (-), BU (+) Normal
Ekstremitas: edema (-/-)
GDS : 378
3/2/18 Sesak napas Kesadaran : E4V5M6 Efusi pleura Oksigen nasal kanul
berkurang TD: 110/70 mmHg RR : 20x/i, SpO2 98% masif dextra e.c IVFD NaCl 0,9%
Ruangan Codein 3x1
16
N: 90x/i, regular Temp: 37,0 oC pneumonia + Nac 2x1
Pemeriksaan Fisik abses paru+DM Nebu combivent/ 12 jam
Ceftriaxone inj. 1gr/12
Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-) tipe 2
jam
Leher : pemb KGB (-/-) Domperidon 2x1
Toraks: Drip metronidazole 500
I: Asimetris, Dextra<Sinistra, Hemithorax Dextra tertinggal mg/8 jam
Drip ciprofloxacin 200
P: fremitus raba dekstra menurun
mg/12 jam
P: Redup pada paru dekstra Novorapid 10-10-10
A: VES menurun/+, Rh -/-, Wh -/- Levemir 0-0-10
Abdomen: distensi (-), BU (+) Normal
Ekstremitas: edema (-/-)
GDS : 354 mg/dL
4/2/18 Sesak napas Kesadaran : E4V5M6 Efusi pleura Oksigen nasal kanul
TD: 110/70 mmHg RR : 20x/i, SpO2 98% masif dextra e.c IVFD NaCl 0,9%
Ruangan Codein 3x1
N: 90x/i, regular Temp: 37,0 oC pneumonia +
Nac 2x1
Pemeriksaan Fisik abses paru+DM Nebu combivent/ 12 jam
Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-) tipe 2 Ceftriaxone inj. 1gr/12
Leher : pemb KGB (-/-) jam
Domperidon 2x1
Toraks:
Drip metronidazole 500
I: Asimetris, Dextra<Sinistra, Hemithorax Dextra tertinggal mg/8 jam
P: fremitus raba dekstra menurun Drip ciprofloxacin 200
P: Redup pada paru dekstra mg/12 jam
Novorapid 10-10-10
17
A: VES menurun/+, Rh -/-, Wh -/- Levemir 0-0-10
Abdomen: distensi (-), BU (+) Normal
Ekstremitas: edema (-/-)
GDS : 354 mg/dL
5/2/18 Sesak napas Kesadaran : E4V5M6 Efusi pleura Oksigen nasal kanul
berkurang TD: 110/70 mmHg RR : 20x/i, SpO2 98% masif dextra e.c IVFD NaCl 0,9%
Ruangan Codein 3x1
o
N: 90x/i, regular Temp: 37,0 C pneumonia +
Nac 2x1
Pemeriksaan Fisik abses paru+DM Nebu combivent/ 12 jam
Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-) tipe 2 Ceftriaxone inj. 1gr/12
Leher : pemb KGB (-/-) jam
Domperidon 2x1
Toraks:
Drip metronidazole 500
I: Asimetris, Dextra<Sinistra, Hemithorax Dextra tertinggal mg/8 jam
P: fremitus raba dekstra menurun Drip ciprofloxacin 200
P: Redup pada paru dekstra mg/12 jam
Novorapid 10-10-10
A: VES menurun/+, Rh -/-, Wh -/-
Levemir 0-0-10
Abdomen: distensi (-), BU (+) Normal
Ekstremitas: edema (-/-)
18
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.2 Epidemiologi
19
nasofaring (13,63 dan merupakan penyebab kematian akibat kanker terbanyak pada
pria (28,94%).
Insiden kanker paru termasuk rendah pada usia di bawah 40 tahun, namun
meningkat sampai dengan usia 70 tahun. Faktor risiko utama kanker paru adalah
merokok. Secara umum, rokok menyebabkan 80% kasus kanker paru pada laki-laki
dan 50% kasus pada perempuan. Faktor lain adalah kerentanan genetik, polusi
udara, pajanan radon, dan pajanan industri (asbes, silika, dan lain-lain) (PNPK,
2017).
3.3.2 Radiasi.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil
nikel (pelebur nikel) dan arsenikum (pembasmi rumput). Pekerja pemecah
hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos
dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden. Contoh : radon, nikel,
radiasi dan arsenikum.
20
3.3.4 Polusi Udara
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih
tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya
karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota. Contoh: Polusi
udara, pemaparan gas RT, asap kendaraan atau pembakaran.
3.3.5 Genetik.
Terdapat perubahan atau mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker
paru, yakni:
i. Proton oncogen.
Kanker paru tidak memiliki gejala klinis yang khas, tetapi batuk, sesak
nafas, atau nyeri dada (gejala respirasi) yang muncul lama atau tidak kunjung
sembuh dengan pengobatan biasa pada pasien “kelompok risiko” harus
ditindaklanjuti untuk prosedur diagnosis kanker paru. Gejala yang berkaitan
dengan pertumbuhan tumor langsung misalnya batuk, hemoptisis, nyeri dada dan
sesak nafas. Batuk merupakan gejala tersering (60-70%) pada kanker paru.
21
yaitu penurunan berat badan dalam waktu yang singkat, nafsu makan menurun,
dan demam yang hilang timbul. Gejala yang berkaitan dengan gangguan
neurologis (sakit kepala, lemah) sering terjadi jika terdapat penyebaran ke otak
atau tulang belakang. Nyeri tulang sering menjadi gejala awal pada kanker yang
telah menyeba ke tulang. Gejala lainnya yaitu gejala paraneoplastik, seperti nyeri
muskuloskeletal, hematologi, vaskuler, neurologi, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang dapat ditemukan pada kanker paru
dapat bervariasi tergantung pada letak, besar tumor, dan penyebarannya.
Pembesaran kelenjar getah bening supraklavikula, leher, dan aksila menandakan
telah terjadi penyebaran ke KGB atau tumor di dinding dada, kepala, atau lokasi
lain juga menjadi petanda penyebaran. Sesak nafas dengan temuan suara nafas
yang abnormal pada pemeriksaan fisik didapat jika terdapat massa yang besar,
efusi pleura, atau atelektasis. Venektasi (pelebaran vena) di dinding dada dengan
pembengkakakn (udema) wajah, leher dan lengan berkaitan dengan bendungan
pada vena kava superior (SVKS). Sindrom Horner yang sering terjadi pada tumor
yang terletak di apeks (Pancoast tumor). Trombus pada vena ekstremitas, yang
ditandai dengan udema disertai nyeri pada anggota gerak dan gangguan sistem
hemostasis (peningkatan kadar D-dimer), menjadi gejala telah terjadinya
bendungan vena dalam (DVT). Tanda-tanda patah tulang patologik dapat terjadi
pada kanker yang bermetastasis ke tulang. Tanda-tanda gangguan neurologis akan
didapat jika kanker sudah menyebar ke otak atau tulang belakang (PNPK, 2017).
Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small lung cancer,
SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC).
Klasifikasi ini digunakan untuk menentukan terapi. Termasuk di dalam golongan
kanker paru sel tidak kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel
besar, atau campuran dari ketiganya.
22
Perubahan epitel termasuk metaplasia atau displasia akibat merokok jangka
panjang secara khas mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa
bisasanya terletak sentral di sekitar hilus dan menonjol ke dalam bronki besar.
Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar
secara langsung ke kelenjar bening hilus, dinding dada, dan mediasternum.
Karsinoma ini lebih sering pada laki -laki daripada perempuan.
Karsinoma sel kecil umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang
terletak di sentral dengan peluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini
kelenjar getah bening hilus dan mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor
dengan bentuk bulat hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan kromatin granular.
Gambaran mitotik sering ditemukan. Bia sanya ditemukan nekrosis dan mungkin
luas. Sel tumor sangat rapuh dan sering memperlihatkan fragmentasi dan “crush
artifact” pada sediaan biopsi. Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang
paling jelas pada pemeriksaan sitologik adalah berlipatnya nukleus akibat letak sel
tumor dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan.
Karsinoma sel besar adalah sel -sel ganas yang besar dan berdiferensiasi
sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam -macam.
23
Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan
penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat -tempat yang jauh.
Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan
mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor -tumor ini penting karena dapat
menyerupai karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa.
• Small cell lung cancer (SCLC): kanker paru jenis karsinoma sel kecil
(KPKSK)
• Non-small cell lung cancer (NSCLC): kanker paru jenis karsinoma bukan
sel kecil (KPKBSK) yaitu terdiri dari :
KPKBSK adalah tipe yang paling umum dari kanker paru, mencakup 75-
80% dari semua kasus. Membedakan KPKBSK and KPKSK sangatlah penting
karena kedua tipe kanker ini memerlukan terapi yang berbeda.
24
Tahapan perkembangan kanker paru dibedakan menjadi 2, yaitu :
• Tahap terbatas, yaitu kanker yang hanya ditemukan pada satu bagian
paru-paru saja dan pada jaringan disekitarnya.
STADIUM TNM
25
Stadium IV T berapa pun, N berapa pun, M1
3.6 Patofisiologi
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstruksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti
dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk,
hemoptisis, dyspnea, demam, dan dingin. Wheezing unilateral dapat terdengar
pada auskultasi.
Anamnesis
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit
paru lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari anamnesis
akan didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktor –faktor lain
yang sering sangat membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat berupa :
26
Batuk-batuk dengan atau tanpa dahak (dahak putih, dapat juga
purulen)
Batuk darah
Sesak napas
Suara serak
Sakit dada
Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat
metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di
otak, pembesaran hepar atau patah tulang kaki. Gejala dan keluhan yang tidak
khas seperti :
27
Gambar 3.2 : Alur Deteksi Dini Kanker Paru
Manifestasi Klinis
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-
gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium
lanjut. Gejala-gejala dapat bersifat :
• Hemoptisis
• Ateletaksis
- Invasi lokal :
28
• Nyeri dada
Pemeriksaan Penunjang
A) Foto toraks
29
gambaran yang tidak khas untuk keganasan penting diingatkan. Seorang penderita
yang tergolong dalam golongan resiko tinggi (GRT) dengan diagnosis penyakit
paru, harus disertai rujukan yang seterusnya yang teliti. Pemberian OAT yang
tidak menunjukan perbaikan atau bahkan memburuk setelah 1 bulan harus
menyingkirkan kemungkinan kanker paru, tetapi lain masalahnya pengobatan
pneumonia yang tidak berhasil setelah pemberian antibiotik selama 1 minggu juga
harus menimbulkan dugaan kemungkinan tumor dibalik pneumonia tersebut bila
foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus diikuti dengan
pengosongan isi pleura dengan punksi berulang atau pemasangan WSD dan
ulangan foto toraks agar bila ada tumor primer dapat diperlihatkan. Keganasan
harus difikirkan bila cairan bersifat produktif, dan atau cairan serohemoragik.
30
refrakter akibat pemberian oksigen tambahan, perdarahan yang tidak dapat
berhenti, dan hiperkapnia akut. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain
pneumotoraks dan perdarahan.
3.8 Pentalaksanaan
a) Kuratif
b) Paliatif.
d) Suportif
31
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti pemberian
nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
A) Pembedahan
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain,
untuk mengangkat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan
sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.
Toraktomi eksplorasi.
Resesi segmental.
Dekortikasi.
B.) Radiasi
32
bronkus. Tindakan radiasi sering merupakan darurat yang harus dilakukan untuk
meringankan keluhan penderita, seperti sindroma vena kava superior, nyeri tulang
akibat invasi tumor ke dinding dada dan metastasis tumor di tulang atau otak.
1. Stadium penyakit
2. Stadium tampilan
3. Fungsi paru
2. Penilaian batas sayatan oleh ahli patologi anatomi. Dosis radiasi yang
diberikan secara umum adalah 5000-6000 cGy, dengan cara pemberian 200
cGy/x, 5 hari perminggu.
a) Hb>10g%
a) PS <70
C.) Kemoterapi
Pemberian kemoterapi pada semua kasus kanker paru. Syarat utama harus
ditentukan. Jenis histologis tumor dan tampilan (performance status) harus lebih
dari 60 menurut skala Karnofsky atau 2 menurut skala WHO. Kemoterapi
33
dilakukan dengan menggunakan beberapa obat antikanker dalam kombinasi
regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker
dapat dilakukan.
34
4. Cadangan sumsum tulang masih adekuat misalnya Hb >10gr%
a. Hb > 10gr%
35
Status penampilan penderita ini mengambil indikator kemampuan pasien,
dimana penyakit kanker semakin berat pasti akan mempengaruhi penampilan
pasien. Hal ini juga menjadi faktor prognostik dan faktor yang menentukan
pilihan terapi yang tepat pada pasien sesuai dengan status penampilannya.
1. Grade 0
2. Grade 1
3. Grade 2
4. Grade 3
5. Grade 4
36
D.) Imunoterapi
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada
hasil penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya
E.) Hormonoterapi
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada
hasil penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya
37
diagnostik maupun penatalaksanaan. Masalah yang perlu ditanggulangi adalah
mencari dan mengobati tumor primer, serta mengatasi gangguan pernapasan
akibat akumulasi cairan pleura, yang mugkin dapat mengancam hidup penderita
(PDPI, 2003).
Seperti pada penderita efusi pleura lain, efusi pleura ganas memberikan
gejala sesak napas, napas pendek, batuk, nyeri dada dan isi dada yang terasa
penuh. Gejala ini sangat bergantung pada jumlah cairan dalam rongga pleura
(PDPI, 2003). Pada anamnesis kecuali gejala klinis seperti sesak napas yang
berkaitan dengan volume cairan atau keluhan lain maka riwayat perjalanan klinis
yang mengarah ke penyakit keganasan rongga toraks dan organ luar toraks lain
harus dapat digali secara baik, sistemik dan tepat. Faktor risiko untuk penyakit
keganasan lain yang dipunyai pasien dapat memperkuat analisis, misalnya laki-
laki usia lebih dari 40 tahun dan perokok atau perempuan dengan riwayat pernah
dikemoterapi untuk kanker payudara. Kebanyakan kasus EPG simptomatis
meskipun sekitar 15% datang tanpa gejala, terutama pasien dengan volume cairan
kurang dari 500ml. Sesak napas adalah gejala tersering pada kasus EPG terutama
jika volume cairan sangat banyak. Sesak napas terjadi karena refleks neurogenik
paru dan dinding dada karena penurunan keregangan paru (compliance),
penurunan volume paru ipsilateral, pendorongan mediastinum ke arah
kontralateral dan penekanan diafragma ipsilateral. Meskipun terjadi perubahan
fungsi paru pada penderita EPG misalnya perubahan volume ekspirasi paska detik
pertama (VEP1) tetapi perubahan itu saja belum memadai untuk dapat
menjelaskan mekanisme sesak. Hipotesis lain yaitu sesak napas terjadi karena
berkurangnya kemampuan meregang otot inspirasi akibat terjadi restriksi toraks
oleh cairan. Gejala lain adalah nyeri dada sebagai akibat reaksi inflamasi pada
pleura parietal terutama pada mesotelioma, batu, batuk darah (pada karsinoma
bronkogenik), anoreksia dan berat badan turun (Syahruddin., et al, 2013).
38
pemeriksaan yang teliti juga dapat memprediksi kegawatan, misalnya tanda-tanda
sindrom vena kava superior (SVKS), karena penekanan oleh tumor. Tanda-tanda
yang dapat ditemukan antara lain edema pada wajah dan lengan kanan disertai
peningkatan tekanan vena jugularis dan tampak venektasi di dada. Masalah SVKS
sering terjadi pada tumor paru dan mediastinum yang kadang membutuhkan
penatalaksanaan segera meskipun diagnosis pasti belum dapat ditegakkan
(Syahruddin., et al, 2013). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan gerakan
diafragma berkurang dan deviasi trakes dan/atau jantung ke arah kolateral,
fremitus melemah, perkusi redup dan suara napas melemah pada sisi toraks yang
sakit (PDPI,2003).
Patofisiologi EPG masih belum jelas belum jelas benar tetapi berkembang
beberapa hipotesis untuk menjelaskan mekanisme EPG itu. Akumulasi efusi di
rongg pleura terjadi akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah karena
reaksi inflamasi yang ditimbulkan oleh infiltrasi sel kanker pada pleura parietal
dan/atau viseral. Pendapat lain menyatakan bahwa pada kasus tumor dengan
perluasan langsung, tumor ditemukan pada pleura parietal tetapi tidak pada
viseral. Berdasarkan hasil itu disimpulkan bahwa implikasi sel ganas di pleura
viseral terjadi akibat emboli tumor ke paru sedangkan pada pleura parietal adalah
akibat kelanjutan proses yang terjadi di pleura viseral. Mekanisme lain yang
mungkin adalah invasi langsung tumor yang berdekatan dengan pleura, obstruksi
pada kelenjar limfe, penyebaran hematogen atau tumor primer pleura
(mesotelioma). Gangguan penyerapan cairan oleh pembuluh limfe pada pleura
parietal akibat deposit sel kanker itu menjadi penyebab akumulasi cairan di
rongga pleura. Teori lain menyebutkan terjadi peningkatan permeabilitas yang
disebabkan oleh gangguan fungsi beberapa sitokin antara lain tumor necrosing
factor-α (TNF-α), tumor growth factor-β (TGF-β) dan vascular endothelial
growth factor (VEGF). Mekanisme lain EPG dikaitkan dengan gangguan
metabolisme, menyebabkan hipoproteinemia dan penurunan tekanan osmotik
yang memudahkan perembesan cairan ke rongga pleura (Syahruddin., et al, 2013).
39
didapatkan dan dugaan berdasarkan sifat dna produktifili cairan yang dihasilkan.
Menegakkan diagnosis efusi pleura ganas serta menetapkan tumor primer yang
menjadi penyebabnya merupakan langkah pertama penanggulangan efusi pleura
ganas. Seperti penyakit lain, anamnesis yang sistematis dan teliti dapat menuju ke
pencarian tumor primer. Pemeriksaan fisik perlu untuk menentukan lokasi dan
tingkat berat ringannya keluhan dan perlu tidaknya tindakan segera untuk
mengurangi keluhan dan terkadang untuk menyelamatkan nyawa penderita.
Pemeriksaan fisik menyeluruh perlu dilakukan untuk mencari tumor primer.
Pemeriksaan laboratorium cairan pleura dapat memastikan cairan adalah eksudat.
Pemeriksaan sitologi cairan pleura adalah hal yang tidak boleh dilupakan jika kita
menduga efusi pleura ganas. Pemeriksaan radiologik dengan foto toraks
PA/Lateral untuk menilai masif tidaknya cairan yang terbentuk, juga
kemungkinan melihat terdapatnya tumor primer. Untuk mendapatkan data yang
informatif, pemeriksaan CT scan toraks sebaiknya dilakukan setelah cairan dapat
dikurangi semaksimal mungkin. Pemeriksaan penunjang lain seperti biopsi pleura
akan sangat membantu. Tindakan bronkoskopi, biopsi transtorakal, USG toraks,
dan torakotomi eksplorasi adalah prosedur tindakan yang terkadang perlu
dilakukan untuk penegakan diagnosis (PNPK, 2017).
40
disesuaikan dengan penatalaksanaan untuk pengobatan kanker primernya
(PDPI,2003).
41
3.10 Sindrom Vena Kava Superior
Sindrom ini muncul bila terjadi gangguan aliran oleh berbagai sebab, di
antaranya tumor paru dan tumor mediastinum. Gangguan ini pada penderita
kanker paru muncul akibat penekanan atau invasi massa ke vena kava superior,
sehingga menimbulkan gejala SVKS.
Bila belum ada hasil PA: radiasi 2-3 Gy perfraksi, dengan penilaian klinis
setiap hari. Tindakan bedah harus dipikirkan bila respon tidak memuaskan
Untuk stage IV, dosis 3 Gy/fraksi sampai 10 kali atau dosis 4 Gy/fraksi
sampai 5 kali
42
Gambar 3.5 Alur penatalaksanaan SVKS
43
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Analisa Kasus Dan Teori
Tn. HM (48 tahun) didiagnosis Kanker paru dengan komplikasi efusi
pleura post WSD dan sindrom vena kava superior berdasarkan hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Fakta Teori
Pasien datang dengan keluhan sesak Gejala yang ditemukan pada kanker
napas, nyeri dada kanan, dan batuk paru:
Batuk-batuk dengan atau tanpa dahak
sejak 3 bulan SMRS.
(dahak putih, dapat juga purulen)
nafsu makannya menurun sejak 3
bulan yang lalu disertai penurunan Batuk darah
berat badan.
Sesak napas
Keluarga pasien mengaku bahwa
pasien sebelumnya sempat Suara serak
mengkonsumsi OAT selama sebulan
Sakit dada
kemudian badannya menguning
Sulit atau sakit menelan
Sesak napas
Napas pendek
44
Batuk
Nyeri dad
Sakit kepala
Sesak napas
Batuk
Sinkop
Sakit menelan
Batuk darah
Pada pasien ini didapatkan anamnesis yang sesuai dengan teori kanker paru yaitu
sesak napas, nyeri dada, batuk, anoreksia, berat badan menurun. Gejala yang
sesuai teori dengan efusi pleura berupa nyeri dada. Gejala yang sesuai dengan
teori SVKS berupa sesak napas, batuk, batuk darah. Namun, kanker paru sendiri
memiliki gejala yang mirip dengan gejala penyakit lainnya sehingga selain
anamnesis dibutuhkan pemeriksaan penunjang lain yang mendukung.
45
Pemeriksaan Fisik
Fakta Teori
Kesadaran : E4V5M6 Pemeriksaan fisik kanker paru:
TD: 110/70 mmHg RR : 28x/i, SpO2 Inspeksi tergantung besarnya tumor,
98% cenderung tidak terlihat dari luar
N: 80x/i, regular Temp: 37,6 Co
Perkusi redup pada massa
Pemeriksaan Fisik
Auskultasi suara napas dapat menurun
Mata: konjungtiva palpebra pucat (-/-) ikterik
(+/+) Pemeriksaan fisik efusi pleura:
Leher : pemb KGB(+/-) Inspeksi tergantung banyaknya cairan
Toraks: Tidak simetris, retraksi (-), chest tube:
Palpasi fremitus dapat menurun
undulasi (+), expiratory bubble (-),
Perkusi redup
P: VES -/+, Rh -/-, Wh -/-
C: S1S2 tgl,m(-), g(-) Auskultasi suara napas menurun
Abdomen: venektasi (+) Pemeriksaan fisik SVKS:
Ekstremitas superior: udema (+/+), akral hangat
Udema leher dan lengan
Ekstremitas inferiot: udema (-/-), akral hangat
Venektasi
Pemeriksaan Penunjang
.
Fakta Teori
46
Hasil pem. BTA BTA I Negatif Pemeriksaan penunjang
BTA II Negatif BTA III Negatif
Pemeriksaan rontgen toraks
PA/Lateral
CT scan toraks
Bronkoskopi
47
Penatalaksanaan
Fakta Teori
48
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Diagnosis pada kasus ini adalah Kanker paru dengan komplikasi efusi
pleura dan sindrom vena kava superior dan telah dilakukan penanganan sesuai
dengan literatur.
5.2. Saran
1. Pentingnya promotif dalam masyarakat agar mengurangi konsumsi rokok
yang merupakan suatu faktor risiko utama kejadian kanker paru.
2. Dilakukan suatu autopsi klinis guna mempertegas diagnosis mengingat
pada pasien ini belum dilakukan CT scan yang direncanakan sebelum meninggal.
49
DAFTAR PUSTAKA
Aliyah, NS., Emmy, H., Andriyoko, B (2016) Kanker Paru: Sebuah Kajian
Singkat. Ina J Chest Crit and Emergency Med, Vol. 4, No 1. Jakarta.
Syahruddin, E., Hudoyo, A., Arief N (2013) Efusi Pleura Ganas pada Kanker
Paru. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
50