Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Disusun oleh:
Devy Pratiwi Ibrahim
1710029031
Pembimbing:
dr. Annisa Muhyi, Sp. A, M.Biomed
i
Referat Nefrologi
Menyetujui,
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan Tutorial tentang “Sindroma Nefrotik Relaps”.
Tutorial ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu
Anak Rumah Sakit Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima aksih kepada :
1. dr. Ika Fikriah, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Samarinda.
2. dr. Soehartono, Sp.THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. dr. Hendra, Sp. A, sebagai Kepala Laboratorium Ilmu Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman dan dosen pembimbing klinik selama
penulis di stase Ilmu Kesehatan Anak.
4. dr. Annisa Muhyi, Sp. A, M.Biomed, selaku dosen pembimbing referat.
5. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga
pendidikan saat ini.
6. Rekan sejawat dokter muda stase Ilmu Anak yang telah bersedia memberikan
saran dan mengajarkan ilmunya pada penulis.
7. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam referat ini, sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan. Akhir kata, semoga
dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
BAB 2 KASUS ....................................................................................................... 3
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 12
3.1 Definisi dan Epidemiologi Sindrom Nefrotik.............................................. 12
3.2 Etiologi ........................................................................................................ 12
3.3 Patofisiologi dan Manifestasi Klinis............................................................ 13
3.4 Diagnosis ..................................................................................................... 18
3.5 Penatalaksanaan Umum ............................................................................... 20
3.6 Pengobatan dengan Kortikosteroid .............................................................. 24
3.7 Penatalaksanaan Komplikasi ....................................................................... 31
3.8 Imunisasi ...................................................................................................... 34
BAB 4 PEMBAHASAN ....................................................................................... 35
4.1 Anamnesis.................................................................................................... 35
4.2 Pemeriksaan Fisik ........................................................................................ 36
4.3 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 37
4.4 Penatalaksanaan ........................................................................................... 38
BAB 4 KESIMPULAN ......................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 40
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun,1dengan prevalensi
sementara.4
1
inisial sebagian besar SNKM (94%) mengalami remisi total (responsif),
sedangkan pada GSFS 80-85% tidak responsif (resisten steroid).
1.2 Tujuan
1) Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan.
2) Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan yang
terdapat langsung pada kasus.
3) Mendiagnosa dengan cepat dan menyusun rencana tatalaksana yang tepat kepada
pasien.
2
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Identitas pasien
Nama : An. NK
Usia : 7 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan : 44Kg
Tinggi Badan : 122 cm
Anak ke :1
Agama : Islam
Alamat : jl. Cendrwasih samarinda
3
2.2 Anamnesa
Anamnesa dilakukan pada tanggal 30 Mei 2018, di ruang Melati.
Heteroanamnesa oleh ibu kandung pasien.
Keluhan Utama
Badan Bengkak
Pemeriksaan Prenatal
Periksa di : Klinik bidan
Penyakit kehamilan : Tidak ada
Obat-obat yang sering diminum : Tidak ada
Riwayat Kelahiran
Lahir di : Klinik bidan
Ditolong oleh : Bidan
Usia dalam kandungan : Aterm
Jenis partus : Spontan pervaginam
Keluarga Berencana
Keluarga Berencana : tidak ada
Jadwal Imunisasi
Imunisasi lengkap sesuai jadwal imunisasi rutin
5
2.3 Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 30 Mei 2018
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Berat Badan : 42 Kg
Panjang Badan : 122 cm
Tanda Vital : Tekanan Darah 120/80 mmHg
Nadi 91 x/menit
Pernafasan 25 x/menit
Temperatur axila 36o C
Kepala/leher
Rambut : Warna hitam, tebal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor,
diameter 3mm/3mm, reflex cahaya (+/+), edema palpebra
(+/+)
Hidung : Sekret hidung (-), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : Mukosa bibir tampak basah, sianosis (-), perdarahan (-),
faring hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening submandibular (-)
Thorax
Paru
Inspeksi : Tampak simetri, pergerakan simetris, retraksi ICS (-)
Palpasi : Pelebaran ICS (-), Fremitus raba D=S
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus tidak terlihat
Palpasi : Ictus tidak teraba pada ICS IV MCL (S)
Perkusi : Batas kanan parasternal (D), batas kiri ICS V MCL (S)
Auskultasi : S1 S2 tunggal regular, murmur(-), gallop (-)
6
Abdomen
Inspeksi : Cembung, scar (-)
Palpasi : Soefl, nyeri tekan (+), organomegali (-), turgor kembali cepat
Perkusi : Timpani, acites (-)
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas
Ekstremitas superior : Akral hangat, pucat (-/-), edem (+/+)
Ekstremitas inferior : Akral hangat, pucat (-/-), edem (+/+)
4 Penatalaksanaan IGD
a. Menghubungi dr. Sp.A
1. Venflon
2. Prednison 3 x 4 tab
3. Captopril 3 x 12,5 mg
7
4. Spironolacton 1 x 30 mg
5. Transfusi Albumin 20% 150 cc, selama 2 hari, pre dan post transfuse
albumin inj. Furosemide 30 mg
8. Cek UL/hari, albumin post transfusi, urin tampung 24 jam untuk ESBACH
Lembar Follow Up
Tanggal Pemeriksaan Terapi
30 Mei 2018 S: bengkak seluruh tubuh A : SN Relaps
O: KU sedang, kesadaran cm,
Planning pemeriksaan:
akral hangat, edema palpebra
(+),edema ekstremitas (+) Balance cairan/ 24 jam,
TD: 120/80 mmHg, N: 91
UL/hari, Albumin post
x/menit, RR: 25x/menit, T: 36oC
BB : 42 kg transfuse, Urin tamping 24
jam untuk ESBACH
Lab (30/05/18)
Hb: 14,7 g/dl
Ht: 43.7 % P : - Venflon
Leukosit: 19.310/ mm3
Trombosit: 335.000/ mm3 Prednison 3x4
GDS: 137 mg/dl
Albumin: 1.2 g/dl Captopril 3 x 5 mg
Ureum: 20 mg/dl
Creatinin: 0.5 mg/dl Spironolacton 1 x 30
Natrium: 131 mmol/l mg
Kalium: 3. 1 mmol/l
Chloride: 107 mmol/l Transfusi Albumin
20% 150 cc, selama
Status Gizi: 2 hari, pre dan post
BB/U: gizi baik transfuse albumin
TB/U: gizi baik
inj. Furosemide 30
BB/TB: gizi baik
Kesimpulan: gizi baik mg
Hasil Lab :
Albumin: 2.5
LED: 6
Cholesterol: 484
9
2 Juni 2018 S: bengkak (+), nyeri perut (+) A : SN Relaps
O: KU sedang, kesadaran cm,
akral hangat,
P : Terapi lanjut ditambah
TD:100/ 60, N: 118x/menit, RR:
Zink 1x20 mg
21x/menit, T: 36,5oC
BB: 41 kg Newdiatab
10
4 Juni 2018 S: keluhan (-) A : SN Relaps
O: KU sedang, kesadaran cm,
akral hangat,
P : Terapi lanjut
TD:100/ 60, N: 106x/menit, RR:
24x/menit, T: 36,5oC
BB: 37 kg
11
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.2 Etiologi
Berdasarkan etiologinya, sindrom nefrotik dibagi menjadi tiga, yaitu
kongenital, primer atau idiopatik, dan sekunder.
3.2.1 Kongenital
Penyebab dari sindrom nefrotik kongenital atau genetik adalah:
12
o Pierson syndrome (LAMB2)
o Galloway-Mowat syndrome
3.2.2 Primer
Berdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom nefrotik primer
atau idiopatik adalah sebagai berikut :
o Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM)
3.2.3 Sekunder
Sindrom nefrotik sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain sebagai
berikut :
o lupus erimatosus sistemik (LES)
13
permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang menyebabkan
proteinuria masif dan hipoalbuminemia. Pada biopsi, penipisan yang
luas dari prosesus kaki podosit (tanda sindrom nefrotik idiopatik)
menunjukkan peran penting podosit. Sindrom nefrotik idiopatik
berkaitan pula dengan gangguan kompleks pada sistem imun, terutama
imun yang dimediasi oleh sel T. Pada focal segmental
glomerulosclerosis (FSGS), faktor plasma, diproduksi oleh bagian dari
limfosit yang teraktivasi, bertanggung jawab terhadap kenaikan
permeabilitas dinding kapiler. Selain itu, mutasi pada protein podosit
(podocin, α-actinin 4) dan MYH9 (gen podosit) dikaitkan dengan focal
segmental glomerulosclerosis (FSGS).
3.4 Diagnosis
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:
1. Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik
≥ 2+)
2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL
PEMERIKSAAN PENUNJANG
18
1.4 Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik
pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear
antibody), dan anti ds-DNA
BATASAN
. Remisi: proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/ jam) 3
hari berturut-turut dalam 1 minggu
. Relaps: proteinuria ≥ 2+ (proteinuria >40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-
turut dalam 1 minggu
. Relaps jarang: relaps kurang dari 2 x dalam 6 bulan pertama setelah
respons awal atau kurang dari 4 x per tahun pengamatan
. Relaps sering (frequent relaps): relaps ≥ 2 x dalam 6 bulan pertama
setelah respons awal atau ≥ 4 x dalam periode 1 tahun
. Dependen steroid: relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan
(alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan
. Resisten steroid: tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis
penuh (full dose) 2 mg/kgbb/hari selama 4 minggu.
. Sensitif steroid: remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh
selama 4 minggu
19
seperti lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch- Schonlein.
4. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan.
Setiap infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid
dimulai.
5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH
selama 6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis
diberikan obat antituberkulosis (OAT).
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat
edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat,
gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas
fisik disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak berat, anak
boleh sekolah.
Diitetik
Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi
karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa
metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus.
Bila diberi diit rendah protein akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan
menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diit
protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu
1,5-2 g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama
anak menderita edema.
Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan
loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan
dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4
mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan
hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan
pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.
Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), bia- sanya
terjadi karena hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/ dL), dapat
diberikan infus albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb se- lama 2-4 jam untuk
menarik cairan dari jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid
intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan
plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk mencegah
terjadinya komplikasi de- kompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin
dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan
mence- gah overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu
pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang. Skema pemberian diuretik
untuk mengatasi edema tampak pada gambar 1.
20
3.6 Pengobatan Dengan Kortikosteroid
Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal, kecuali bila
ada kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau
prednisolon.
A. Terapi Insial
Pada anak yang telah dinyatakan relaps sering atau dependen steroid, setelah
remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan steroid dosis 1,5
mg/kgbb secara alternating. Dosis ini kemudian diturunkan
perlahan/bertahap 0,2 mg/kgbb setiap 2 minggu. Penurunan dosis tersebut
dilakukan sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara
0,1 – 0,5 mg/kgbb alternating. Dosis ini disebut dosis threshold dan dapat
dipertahankan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan. Umumnya
anak usia sekolah dapat bertoleransi dengan prednison 0,5 mg/kgbb,
sedangkan anak usia pra sekolah sampai 1 mg/kgbb secara alternating.
Bila relaps terjadi pada dosis prednison antara 0,1 – 0,5 mg/ kgbb
alternating, maka relaps tersebut diterapi dengan prednison 1 mg/ kgbb
dalam dosis terbagi, diberikan setiap hari sampai terjadi remisi. Setelah
remisi maka prednison diturunkan menjadi 0,8 mg/kgbb di- berikan secara
alternating, kemudian diturunkan 0,2 mg/kgbb setiap 2 minggu, sampai satu
tahap (0,2 mg/kgbb) di atas dosis prednison pada saat terjadi relaps yang
sebelumnya atau relaps yang terakhir.
Bila relaps terjadi pada dosis prednison rumat > 0,5 mg/kgbb al-
ternating, tetapi < 1,0 mg/kgbb alternating tanpa efek samping yang berat,
dapat dicoba dikombinasikan dengan levamisol selang sehari 2,5 mg/kgbb
selama 4-12 bulan, atau langsung diberikan siklofosfamid (CPA).
Bila terjadi keadaan keadaan di bawah ini:
1. Relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgbb alternating atau
2. Dosis rumat < 1 mg/kgbb tetapi disertai:
a. Efek samping steroid yang berat
b. Pernah relaps dengan gejala berat antara lain hipovolemia,
trombosis, dan sepsis
diberikan siklofosfamid (CPA) dengan dosis 2-3 mg/kgbb/hari selama 8-
12 minggu.
2. Levamisol
Levamisol terbukti efektif sebagai steroid sparing agent.13 Levamisol
diberikan dengan dosis 2,5 mg/kgbb dosis tunggal, selang sehari, selama 4-12
bulan. Efek samping levamisol adalah mual, muntah, hepatotoksik, vasculitic
rash, dan neutropenia yang reversibel.
23
3. Sitostatika
Obat sitostatika yang paling sering digunakan pada pengobatan SN anak adalah
siklofosfamid (CPA) atau klorambusil.
Siklofosfamid dapat diberikan peroral dengan dosis 2-3 mg/kgbb/ hari dalam
dosis tunggal (Gambar 4), maupun secara intravena atau puls (Gambar 5).
CPA puls diberikan dengan dosis 500 – 750 mg/ m2 LPB, yang dilarutkan
dalam 250 ml larutan NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan
sebanyak 7 dosis, dengan interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA puls
adalah 6 bulan). Efek samping CPA adalah mual, muntah, depresi sumsum
tulang, alopesia, sistitis hemoragik, azospermia, dan dalam jangka panjang dapat
menyebabkan keganasan. Oleh karena itu perlu pemantauan pemeriksaan darah
tepi yaitu kadar hemoglobin, leukosit, trombosit, setiap 1-2 x seminggu. Bila
jumlah leukosit <3000/uL, hemoglobin <8 g/dL, hitung trombosit
<100.000/uL, obat dihentikan sementara dan diteruskan kembali setelah leukosit
>5.000/uL, hemoglobin >8 g/dL, trombosit >100.000/uL.
Efek toksisitas CPA pada gonad dan keganasan terjadi bila dosis total
kumulatif mencapai ≥200-300 mg/kgbb. Pemberian CPA oral se- lama 3 bulan
mempunyai dosis total 180 mg/kgbb, dan dosis ini aman bagi anak.14
Klorambusil diberikan dengan dosis 0,2 – 0,3 mg/kg bb/hari selama 8 minggu.
Pengobatan klorambusil pada SNSS sangat terbatas karena efek toksik
berupa kejang dan infeksi.
24
4. Siklosporin (CyA)
Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau
sitostatik dianjurkan untuk pemberian siklosporin dengan dosis 4-5
mg/kgbb/hari (100-150 mg/m2 LPB).15 Dosis tersebut dapat
mempertahankan kadar siklosporin darah berkisar antara 150-250 ng/mL.
Pada SN relaps sering atau dependen steroid, CyA dapat menimbulkan
dan mempertahankan remisi, sehingga pemberian steroid dapat dikurangi
atau dihentikan, tetapi bila CyA dihentikan, biasanya akan relaps kembali
(dependen siklosporin). Efek samping dan pemantauan pemberian CyA
dapat dilihat pada bagian penjelasan SN resisten steroid.
25
5. Mikofenolat mofetil (mycophenolate mofetil = MMF)
Pada SNSS yang tidak memberikan respons dengan levamisol atau sitostatik
dapat diberikan MMF. MMF diberikan dengan dosis 800 – 1200 mg/m2
LPB atau 25-30 mg/kgbb bersamaan dengan penurunan dosis steroid selama
Ringkasan tata laksana anak dengan SN relaps sering atau dependen steroid
dapat dilihat pada Gambar 6.
26
D. Pengobatan SN DenganKontraindikasi Steroid
Bila didapatkan gejala atau tanda yang merupakan kontraindikasi steroid,
seperti tekanan darah tinggi, peningkatan ureum dan atau kreatinin, infeksi
berat, maka dapat diberikan sitostatik CPA oral maupun CPA puls.
Siklofosfamid dapat diberikan per oral dengan dosis 2-3 mg/kg bb/hari dosis
tunggal, maupun secara intravena (CPA puls). CPA oral diberikan selama 8
minggu. CPA puls diberikan dengan dosis 500 – 750 mg/m2 LPB, yang
dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA
puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan interval 1 bulan (total durasi
27
pemberian CPA puls adalah 6 bulan).
1. Siklofosfamid (CPA)
2. Siklosporin (CyA)
28
3. Metilprednisolon puls
29
4. Obat imunosupresif lain
Obat imunosupresif lain yang dilaporkan telah digunakan pada SNRS adalah
30
F. Pemberian Obat Non-Imunosupresif Untuk Mengurangi Proteinuria
31
Pada anak dengan SNSS relaps sering, dependen steroid dan SNRS
dianjurkan untuk diberikan ACEI saja atau dikombinasikan dengan ARB,
bersamaan dengan steroid atau imunosupresan lain. Jenis obat ini yang bisa
digunakan adalah:
1. Infeksi
Pasien sindrom nefrotik sangat rentan terhadap infeksi, bila terdapat
infeksi perlu segera diobati dengan pemberian antibiotik. Infeksi yang
terutama adalah selulitis dan peritonitis primer. Bila terjadi peritonitis
primer (biasanya disebabkan oleh kuman Gram negatif dan Streptococcus
pneumoniae) perlu diberikan pengobatan penisilin parenteral dikombinasi
dengan sefalosporin generasi ketiga yaitu sefotaksim atau seftriakson
selama 10-14 hari.12 Infeksi lain yang sering ditemukan pada anak dengan
intravena (1500 mg/m2/hari dibagi 3 dosis) atau asiklovir oral dengan dosis 80
32
2. Trombosis
Suatu studi prospektif mendapatkan 15% pasien SN relaps menunjukkan
bukti defek ventilasi-perfusi pada pemeriksaan skintigrafi yang berarti
3. Hiperlipidemia
Pada SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar LDL
dan VLDL kolesterol, trigliserida dan lipoprotein (a) (Lpa) sedangkan
kolesterol HDL menurun atau normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik
dan trombogenik, sehingga meningkatkan morbiditas kardiovaskular dan
progresivitas glomerulosklerosis.30
4. Hipokalsemia
Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena:
33
mg/hari dan vitamin D (125-250 IU).32 Bila telah terjadi tetani, diobati
dengan kalsium glukonas 10% sebanyak 0,5 mL/kgbb intravena.
5. Hipovolemia
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps dapat
terjadi hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin,
dan sering disertai sakit perut. Pasien harus segera diberi infus NaCl
fisiologis dengan cepat sebanyak 15-20 mL/kgbb dalam 20-30 menit, dan
disusul dengan albumin 1 g/kgbb atau plasma 20 mL/kgbb (tetesan lambat 10
tetes per menit). Bila hipovolemia telah teratasi dan pasien tetap oliguria,
diberikan furosemid 1-2 mg/kgbb intravena.
6. Hipertensi
Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam perjalanan
penyakit SN akibat toksisitas steroid. Pengobatan hipertensi diawali dengan
inhibitor ACE (angiotensin converting enzyme), ARB (angiotensin receptor
blocker) calcium channel blockers, atau antagonis β adrenergik, sampai
34
3.8 Imunisasi
Pasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2 mg/
kgbb/ hari atau total >20 mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan
pasien imunokompromais. Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6
minggu setelah obat dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus
mati, seperti IPV (inactivated polio vaccine). Setelah penghentian
prednison selama 6 minggu dapat diberikan vaksin virus hidup, seperti
polio oral, campak, MMR, varisela. Semua anak dengan SN sangat
dianjurkan untuk mendapat imunisasi terhadap infeksi pneumokokus dan
varisela.
35
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesis
Pasien dibawa ke IGD RSUD Abdul Wahab Sjahranie pada hari rabu, 30
Mei 2018, dengan keluhan badan bengkak. Ibu pasien mengatakan kelopak mata
pasien mulai bengkak sejak 1 minggu, dimulai dari bengkak di mata,wajah hingga
seluruh tubuh. Keluhan seperti ini memang sudah sering dirasakan sejak usia anak
2 tahun dan hilang timbul. BAK sedikit-sedikit, awalnya berwarna kuning lalu
berubah seperti warna teh. Selain itu pasien juga mengalami BAB cair sejak 1 hari
SMRS. BAB 5x dalam sehari dengan konsistensi cair berwarna kuning. Nafsu
makan menurun, minum sedikit, demam (-), batuk pilek (-).
Teori Kasus
Keluhan yang sering ditemukan adalah - Kelopak mata dan seluruh tubuh bengkak
bengkak di kedua kelopak mata, perut, - BAK sedikit-sedikit
tungkai, atau seluruh tubuh yang dapat
- Warna urin kuning lalu berubah seperti teh
disertai penurunan jumlah urin. Keluhan
lain juga dapat ditemukan seperti urin
keruh atau jika terdapat hematuri
berwarna kemerahan.
36
4.3 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
Teori Kasus
DIAGNOSIS Diagnosis:
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis - Protein urin: +3
yang ditandai dengan gejala:
- Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam - Albumin 1.2 g/dl
atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/ - Edema
kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg
atau dipstick ≥ 2+)
- Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL Pemeriksaan Penunjang:
- Edema - Urin Lengkap:
- Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 Keton: -
mg/dL Hb: ++
Warna: kuning
Kejernihan: keruh
PEMERIKSAAN PENUNJANG Protein: +++
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, antara Lekosit: 5-10 / lpb
lain: Eritrosit: 5-8/ lpb
Sel epitel: -
Urinalisis. Biakan urin hanya dilakukan Bakteri: -
bila didapatkan gejala klinis yang mengarah
- Urin 24 jam (Urin ESBACH)
kepada infeksi saluran kemih.
Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin Darah Lengkap :
24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin Hb: 14,7 g/dl
pertama pagi hari Ht: 43.7 %
Leukosit: 19.310/ mm3
Pemeriksaan darah
Trombosit: 335.000/ mm3
o Darah tepi lengkap (hemoglobin, GDS: 137 mg/dl
leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit, Albumin: 1.2 g/dl
hematokrit, LED) Ureum: 20 mg/dl
o Albumin dan kolesterol serum Creatinin: 0.5 mg/dl
o Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin Natrium: 131 mmol/l
dengan cara klasik atau dengan rumus Kalium: 3. 1 mmol/l
Schwartz Chloride: 107 mmol/l
o Kadar komplemen C3; bila dicurigai
lupus eritematosus sistemik pemeriksaan
ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti
nuclear antibody), dan anti ds-DNA
37
4.5 Penatalaksanaan
Teori Kasus
Tatalaksana umum: Prednison 3x4 tab
- Diitetik : diet protein normal 1,5 – 2
Captopril 3 x 12,5 mg
gr/kgbb/hari, selama edema diet
Spirola 1 x 30 mg
rendah garam (1-2 gr/hari)
- Diuretik : Furosemid 1-3 Transfusi Albumin 20% 80 cc,
selama 2 hari, pre dan post transfuse
mg/kgbb/hari, bila perlu
albumin inj. Furosemide 30 mg
dikombinasikan dengan diuretic
hemat kalium, Spironolakton 2-4 Minum maksimal 1300 cc/24 jam
38
sampai remisi (maksimal 4 minggu)
dilanjutkan dengan dosis alternating
selama 4 minggu. Pada pasien SN
remisi yang mengalami proteinuria
kembali ≥ ++ tetapi tanpa edema,
sebelum pemberian prednison, dicari
lebih dahulu pemicunya, biasanya
infeksi saluran nafas atas. Bila terdapat
infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari,
dan bila kemudian proteinuria
menghilang tidak perlu diberikan
pengobatan relaps. Bila sejak awal
ditemukan proteinuria ≥ ++ disertai
edema, maka diagnosis relaps dapat
ditegakkan, dan prednison mulai
diberikan.
39
BAB 5
KESIMPULAN
40
DAFTAR PUSTAKA
41