Anda di halaman 1dari 5

N0 2.

ANTAROBESTI SINAGA
Tema : stunting pada anak balita di wilayah

Topik/ Judul : faktor – faktor yang berkaitan dengan kejadian stunting pada anak balita
di wilayah

Identifikasi Masalah :
Gerakan “Scaling Up Nutrition (SUN Movement)” merupakan gerakan global di bawah
koordinasi Sekretaris Jenderal PBB. Gerakan ini merupakan respon Negara-negara di dunia
terhadap kondisi status pangan dan gizi di sebagian besar.
Masalah gizi di Indonesia dan di Negara Berkembang pada umumnya didominasi oleh
masalah gizi kurang / Kurang Energi Protein (KEP), masalah Anemia Gizi Besi (AGB),
masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), masalah Kurang Vitamin A
(KVA) dan masalah obesitas. Masalah KEP ini dapat diketahui dari mengukur status gizi
anak balita berdasarkan umur (U), berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) yang akan
disajikan dalam bentuk tiga indeks antropometri, yaitu BB/U , TB/U dan BB/TB. Masalah
KEP tidak hanya gizi kurang dan gizi buruk saja, stunting juga salah satu masalah gizi yang
bersifat kurang gizi kronis yang terjadi pada anak balita. Stunting adalah gangguan
pertumbuhan yang merefleksikan gagalnya proses mencapai potensi pertumbuhan linier
sebagai akibat dari kesehatan yang kurang optimal dan / atau kondisi gizi (ACC/SCn, 2000).
Definisi menurut World Health Organization (WHO) menyebutkan stunting adalah keadaan
pendek atau sangat pendek dimana penilaian TB/U di bawah -2 SD menurut tabel Z-Score
WHO.Dengan menggunakan indikator status gizi berdasarkan indeks TB/U memberikan
indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung
lama, misalnya kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat, dan pola asuh / pemberian makan
kurang baik sejak anak dilahirkan yang mengakibatkan anak menjadi pendek (Riskesdas,
2013).
Menurut laporan The Lancets pada tahun 2008, di dunia ada 178 juta anak berusia
kurang dari lima tahun (balita) yang stunting dengan luas mayoritas di Douth-Central Asia
dan sub-Sahara Afrika. Prevalensi balita stunting pada tahun 2007 di seluruh dunia adalah
28,5% dan di seluruh negara berkembang sebesar 31,2%. Untuk benua Asia prevalensi balita
stunting sebesar 30,6%, kejadian ini jauh lebih tinggi dibanding dengan prevalensi balita di
Amerika latin dan Karibia, yaitu sebesar 14,8%. Prevelansi stunting di Asia Tenggara adalah
29,4%, lebih tinggi dibandingkan dengan Asia Timur (14,4%) dan Asia Barat (20,9%). Di
Indonesia, trend kejadian stunting pada balita tidak memperlihatkan perubahan yang
bermakna. Hasil Riset Kesehatan Dasar di Indonesia tahun 2013 prevalensi pendek secara
nasional adalah 37,2% yang berarti terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%)
dan 2007 (36,8%). Prevalensi pendek sebesar 37,2% terdiri dari 18 % sangat pendek dan
19,2% pendek. Pada tahun 2013 prevalensi pendek mengalami penurunan, dari 18,8 % tahun
2007 dan 18,5% tahun 2010( Riskesdas , 2013) Sedangkan pada Riskesdas tahun 2010
walaupun prevalensi gizi kurang dan buruk telah mengalami penurunan dari 18,4% pada
tahun 2007 menjadi 17,9% pada tahun 2010, namun masih terdapat 35,6% balita pendek.
Artinya lebih dari sepertiga balita memiliki tinggi badan lebih rendah dari standar tinggi
badan balita seumurnya. Prevalensi balita pendek terdiri dari sangat pendek 18,5% dan
pendek 17,1%. Penurunan terjadi pada balita pendek dari 18,0% pada tahun 2007 menjadi
17,1% pada tahun 2010 dan balita sangat pendek dari 18,8% menjadi 18,5% (Riskesdas,
2010). Indonesia masih harus bekerja keras mengatasi stunting ini, karena batas nonpublic
health yang ditetapkan WHO tahun 2005 adalah prevalensi stunting rendah <20%, sedang
20-29% dan tinggi 30-39 ≥ 40%. Sedangkan saat ini prevalensi balita pendek di seluruh
provinsi di Indonesia masih diatas 20% atau tepatnya 35,6%. Dengan demikian dapat
dikatakan prevalensi stunting di Indonesia masih tinggi (WHO, 2005).
Akibat dari stunting ini meliputi perkembangan motorik yang lambat, mengurangi fungsi
kognitif, dan menurunkan daya berpikir sehingga menimbulkan dampak yang signifikan bagi
masa depan anak tersebutyaitu gangguan pada perkembangan kognitif, produktifitas ekonomi
dan gangguan reproduksi pada masa mendatang. Data yang disampaikan oleh UNICEF, anak
yang pendek punya rata-rata IQ 11 poin lebih rendah dibandingkan rata-rata anak dengan
tinggi normal sesuai usianya. Menurut Linda S Adair, PhD, Associate Professor of Nutrition
Universitas Carolina Utara, AS mengatakan, ini tidak berlaku apabila tubuh pendek
diakibatkan karena faktor genetik.
Pada dasarnya status gizi anak dapat dipengaruhi oleh faktor langsung dan tidak
langsung (UNICEF, 1990).Faktor langsung yang berhubungan dengan stunting yaitu berupa
asupan makanan dan status kesehatan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Fitri tahun 2012,
bahwa asupan energi menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap kejadian
stunting.Selain itu, konsumsi protein juga turut memberikan kontribusi dalam kejadian
stunting (Stephenson dll, 2010). Pada penelitian lain menyebutkan bahwa asupan makanan
dan status kesehatan berhubungan signifikan terhadap status gizi stunting pada anak di Libya
(Taguri dkk, 2007).Selanjutknya status kesehatan berupa penyakit infeksi memiliki hubungan
positif terhadap indeks status gizi TB/U berdasarkan penelitian Masithah, Soekirman&
Martianto pada tahun 2005.Faktor tidak langsung stunting yang meliputi pendapatan keluarga
yang rendah, pendidikan keluarga yang rendah, jumlah anggota keluarga yang besar, ibu
yang depresif, riwayat imunisasi dasar anak yang tidak lengkap, ASI tidak eksklusif, riwayat
infeksi kronis, BBLR, dan lain-lain (Ferrari FBM, 2002).
Pada penelitian yang dilakukan pada tahun 2001 oleh Semba dan Bloem, faktor tidak
langsung kejadian stunting yang meliputi pola asuh, pelayanan kesehatan, lingkungan rumah
tangga dan status ekonomi memiliki hubungan / kaitan dengan status gizi anak (Semba dan
Bloem, 2001).Faktor ASI eksklusif turun berkontribusi dalam kejadian stunting (Oktavia,
2011). Selanjutnya, status imunisasi pada anak adalah salah satu indikator kontak dengan
pelayanan kesehatan, berdasarkan penelitian Neldawati tahun 2006, status imunisasi memiliki
hubungan yang signifikan terhadap indeks status gizi TB/U. Hal senada juga dipaparkan
dalam penelitian Milman dkk (2005) dan Penelitian Taguri dkk (2007) bahwa status
imunisasi memiliki hubungan signifikan terhadap kejadian stunting pada anak usia dibawah
lima tahun. Kejadian stunting bisa saja terus meningkat apabila faktor-faktor resiko yang
telah dijelaskan sebelumnya tidak diperhatikan.
1. status gizi ibu saat hamil dengan kejadian stunting pada anak balita
2. status anemia ibu pada saat hamil dengan kejadian stunting pada anak balita
3. status ASI eksklusif dan pemberian MP ASI dengan kejadian stunting pada anak
balita
Rumusan Masalah
Stunting adalah gangguan pertumbuhan yang merefleksikan gagalnya proses mencapai
potensi pertumbuhan linier sebagai akibat dari kesehatan yang kurang optimal dan / atau
kondisi gizi . Akibat dari stunting ini meliputi perkembangan motorik yang lambat,
mengurangi fungsi kognitif, dan menurunkan daya berpikir sehingga menimbulkan dampak
yang signifikan bagi masa depan anak tersebut yaitu gangguan pada perkembangan kognitif,
produktifitas ekonomi dan gangguan reproduksi pada masa mendatang. Pada dasarnya status
gizi anak dapat dipengaruhi oleh faktor langsung dan tidak langsung (UNICEF, 1990).Faktor
langsung yang berhubungan dengan stunting yaitu berupa asupan makanan dan status
kesehatan. Faktor tidak langsung kejadian stunting yang meliputi pola asuh, pelayanan
kesehatan, lingkungan rumah tangga dan status ekonomi, status imunisasi dan status ASI
eksklusif
1. Apakah kejadian stunting pada anak balita berkaitan dengan status gizi ibu saat
hamil ??
2. Apakah penyebab balita stunting berkaitan dengan status anemia bu saat hami ??
3. Apakah riwayat pemberian ASI Eksklusif dan pemberian MP-ASI berkaitan dengan
kejadiaan anak stunting ??

Metodelogi Penelitian :
Rancanagan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode
consecutive sampling dengan disain cross sectional dikarenakan variable dependen dan
independen diambil secara bersamaan.
Kerangka Karya Ilmiah

Kejadian Stunting

Asupan Karakteristik Status ASI


Makan ibu saat hamil: eksklusif dan
pemberian
1. Status gizi MP ASI
ibu
Pola 2. Status
konsumsi anemia ibu
RT

Ketersediaan
Pangan

Ket:
Variabel yang tidak diteliti
Variabel yang diteliti

Anda mungkin juga menyukai