Anda di halaman 1dari 11

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) merupakan forum lintas pemangku

kepentingan yang dapat berperan secara strategis dalam upaya mempertemukan dan
mensinkronisasikan berbagai program dan kebijakan pangan dan gizi untuk percepatan
penurunan angka stuntingdi Indonesia. WNPG diselenggarakan secara periodik setiap 4 (empat)
atau 6 (enam) tahun sekali untuk membahas isu perkembangan iptek dan solusi permasalahan
pangan dan gizi.

Tema Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) XI Tahun 2018 adalah
“Percepatan Penurunan StuntingMelalui Revitalisasi Ketahanan Pangan dan Gizi Dalam Rangka
Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan”.

WNPG XI tahun 2018 diharapkan dapat memberikan rekomendasi mengenai standar


kebutuhan gizi dan acuan label giziserta merumuskan strategi kebijakan serta program pangan
dan gizi lintas pemangku kepentingan dalam pengurangan prevalensi stuntinglima tahun ke
depan, guna masukan RPJMN 2020-2024.

PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN DARI PANGAN LOKAL UNTUK

PERBAIKAN GIZI KURANG PADA BALITA: STUDI KASUS DI KECAMATAN

SAMIGALUH DAN KOKAP, KULONPROGO

Abstrak

Masih adanya kasus balita dengan status gizi kurang di Kabupaten Kulonprogo mendorong
semua pihak bersama sama berperan dalam penanganan kasus ini. Balai Pengembangan Tekologi
Bahan Alam (BPTBA) LIPI bersama Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan DIY melakukan
kegian intervensi pemberian makanan tambahan bag balita, melalui pemberian makanan
tambahan berbasis pangan lokal. Pengembangan pangan fungsional berbasis pangan lokal
dimulai sejak tahun 2002 yaitu dengan mengembangkan Tepung Bahan Makanan Campuran
(BMC) yang terdiri dari beras, kacang hijau dan tempe.

Sebelum dilakukan intervensi, dilakukan pelatihan bagi kader posyadu dan tenaga kesehatan
dalam pembuatan makanan tambahan dari tepung BMC tersebut.

Intervensi dilakukan di tiga (3) posyandu di Kecamatan Kokap dan dua (2) posyandu di
kecamatan Samigaluh, selama 4 bulan. Balita yang terlibat dalam kegiatan ini sebanyak 163
orang, dengan rentang usia 8 – 72 bulan. Makanan tambahan yang diberikan berupa makanan
kudapan dari tepung Bahan Makanan Campuran yang berbasis pangan lokal, dengan kandungan
protein minimal 5 % dan karbohidrat 300 kkal. Pemantauan dilakukan setiap bulan dengan
melakukan penimbangan berat badan balita.
Selama intervensi, menu kudapan yang diberikan bervariasi untuk menghidarkan kebosanan
pada balita dan dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pemberian. Hasil pemantauan berat
badan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan berat badan balita 0,5 – 3,2 % berat badan di
kecamatan Kokap dan 4,1 – 6,1 % di kecamatan Samigaluh. Rendahnya kenaikan berat badan
balita dikecamatan Kokap diakibatkan oleh adanya beberapa balita yang mengalami sakit yang
agak lama, serta kurang tertibnya dalam mengikuti protokol yang diberikan.

POLA PERTUMBUHAN LINIER ANAK DENGAN PANJANG LAHIR PENDEK

DAN ANAK DENGAN PANJANG LAHIR NORMAL

Abstrak

Gangguan pertumbuhan linier atau tinggi badan tidak mencapai standar, merupakan salah satu
masalah gizi yang banyak ditemukan di negara berkembang, yang terjadi karena defisiensi
asupan zat gizi dan penyakit. Stunting merupakan salah satu bentuk gangguan pertumbuhan
linier yang didefinisikan sebagai panjang atau tinggi badan dengan nilai Z-skor < -2 SD. Hasil
Riskesdas 2013, didapatkan 20.2% bayi yang dilahirkan tergolong pendek (PB < 48 cm). Angka
ini semakin meningkat seiring bertambahnya usia, prevalensi tertinggi terjadi pada usia 24-35
bulan yaitu sebesar 42.0%. Anak yang dilahirkan stunting memiliki angka kesakitan dan angka
kematian lebih tinggi, terutama akibat penyakit infeksi sehingga proses pertumbuhan anak
mengalami gangguan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola pertumbuhan linier anak
dengan panjang lahir pendek dan anak dengan panjang lahir normal sampai usia 3 tahun.

ASAM AMINO YANG KURANG DALAM NUTRISI ANAK DIBAWAH 2

TAHUN AKAN MENGAKIBATKAN ANAK STUNTING.

Abstrak

Selama 4 dekade terakhir, paradigma utama gizi anak di negara berkembang adalah gizi buruk
mikronutrien, dengan perhatian yang relatif rendah terhadap protein. Anak stunting memiliki
peredaran asam amino esensial yang lebih rendah dibanding anak yang tidak stunting. Asupan
asam amino esensial kurang akan mempengaruhi pertumbuhan, karena asam amino diperlukan
untuk sintesis protein. Pengaturan utama untuk pertumbuhan melalui jalur Mechanistic Target of
Rapamycin Complex (mTORC), sangat peka terhadap ketersediaan asam amino. Bila Asam
Amino esensial kurang mTORC akan menekan sintesis protein, lipid dan pertumbuhan sel.

ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DEFISIENSI BESI DAN STUNTING PADA ANAK
USIA 6-23 BULAN DI ACEH

Abstrak

Stunting pada 1000 hari pertama kehidupan disebabkan oleh multifaktor, salah satunya
disebabkan oleh asupan zat gizi mikro dan defisiensi besi. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis asupan zat gizi mikro, defisiensi besi dan stunting pada anak usia 6-23 bulan.

Asupan zat gizi dikumpulkan dengan metode 24-hours recall dianalisis dengan program
nutrisurvey, stunting dianalisis dengan indeks PB/U, serum ferritin, CRP dan AGP ditentukan
dengan metode enzime-linked Immunoassay, untuk mengetahui perbedaan asupan zat gizi
berdasarkan status besi dan stunting dilakukan uji independent t-test, sedangkan untuk
mengetahui pengaruh defisiensi terhadap stunting dengan uji ANCOVA pada tingkat
kepercayaan 95%. Rata-rata kadar serum ferritin 23,9±23,1 µ/L dengan prevalensi defisiensi besi
36,2% rerata nilai z-score indeks PB/U adalah, -1,17±1,17 dengan prevalensi stunting 19.1%.
Asupan energi, protein, vitamin B1, B2, vitamin C, calcium, asam folat, zat besi dan zink lebih
rendah pada anak yang menderita defisiensi (p<0.01). Anak yang menderita defisiensi
mempunyai nilai z-skor PB/U lebih rendah 0,28 dibandingkan dengan anak yang normal
(p=0.02), hasil analisis ANCOVA menunjukkan status defisiensi besi mempengaruhi nilai z-
skor (PB/U) anak (r2=0.095, p=0.005) artinya 9.5% kejadian stunting dipengaruhi oleh
defisiensi besi. Asupan gizi mikro dan nilai z-skor PB/U anak yang menderita defisiensi lebih
rendah dibandingkan dengan anak yang tidak menderita defisiensi besi, perlu dilakukan
intervensi peningkatan asupan zat gizi mikro dan penanggulangan defisiensi besi pada anak
usia 6-23 bulan untuk mencegah stunting.

NUTRITEEN (NUTRITIONIST TEEN) SEBAGAI AGEN PENYEBAR INFORMASI GIZI


REMAJA PUTRI DI JAKARTA SELATAN

Abstrak

Masalah gizi pada remaja berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia dan menimbulkan
masalah gizi pada generasi berikutnya. Data riskesdas 2013 menyatakan bahwa anemia pada usia
15-24 tahun mencapai 18,4% dan prevalensi wanita usia subur (WUS) risiko kurang energi
kronis (KEK), baik hamil dan tidak hamil, di tahun 2007 dan 2013 meningkat di segala usia
dengan peningkatan terbesar pada WUS tidak hamil usia 15-19. Jika kejadian tersebut berlanjut
hingga hamil, maka akan memengaruhi 1000 hari pertama kehidupan (HPK). Bila 1000 HPK
tidak sukses maka akan meningkatkan risiko stunting. Pengetahuan gizi merupakan faktor
penting dalam masalah gizi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan gizi
remaja masih rendah.
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari dua tahap, yakni pelatihan tentang
kebutuhan gizi remaja, gizi seimbang dan eating disorder bagi 46 peserta NutriTEEN 2017 dan
penyebaran informasi gizi seimbang di 9 SMA di Jakarta Selatan oleh 46 peserta setelah
pelatihan.

Berdasarkan penelitian diperoleh rata-rata pengetahuan kebutuhan gizi remaja, gizi seimbang
dan eating disorder dalam pelatihan peserta NutriTEEN secara berturut-turut adalah 78,26
menjadi 89,57 (p-value<0,001); 66,74 menjadi 95,65 (p-value<0,001) dan 58,7 menjadi 82,17
(p-value<0,001). Sedangkan rata-rata pengetahuan gizi seimbang di 9 SMA sasaran program
adalah 54,96 menjadi 71,92. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui pengetahuan gizi remaja
putri sebelum edukasi terbilang rendah. Dengan meningkatnya pengetahuan tentang gizi,
diharapkan perilaku terkait gizi pun menjadi lebih baik. Oleh karena itu, peneliti
merekomendasikan untuk mencegah stunting di masa mendatang diperlukan pemberian edukasi
kepada remaja, terutama remaja putri.

INTERVENSI MULTI MICRONUTRIENT MASA PRAKONSEPSI PADA CALON


PENGANTIN UNTUK MENCEGAH NEONATAL-STUNTING DI KABUPATEN
PROBOLINGGO, JAWA TIMUR

Abstrak

Neonatal stunting sebagai akibat dari bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR), merupakan
dampak dari kondisi gizi ibu yang buruk, terutama defisiensi zat gizi mikro sebelum dan selama
kehamilan. Intervensi multi-micronutrient sangat penting dilakukan sejak sebelum hamil.
Penelitian ini bertujuan mempelajari efikasi pemberian suplemen multi-micronutrient sejak
masa prakonsepsi untuk menurunkan neonatal stunting.

Kesimpulan. Pemberian suplemen multi-micronutrient sejak masa prakonsepsi dapat


menurunkan kejadian neonatal stunting dibandingkan pemberian suplemen zat besi folat hanya
pada masa kehamilan. Hal ini menujukkan bahwa pemberian multi-micronutreint sejak masa
prakonsepi dapat mencegah stunting sejak bayi lahir. Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah
menggunakan suplemen multi-micronutrient sebagai program pencegahan stunting dengan
sasaran calon pengantin dan ibu hamil.

PREVALENSI KEKURANGAN GIZI PENDUDUK INDONESIA (INTERVENSI

PENGUKURAN KALORI UNTUK PREVALENSI STUNTING)

Abstrak
Perhatian global pada kerawanan pangan saat ini lebih berfokus pada persoalan gizi sebagaimana
dituangkan dalam tujuan ke dua Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu menghilangkan
kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik, serta meningkatkan pertanian
berkelanjutan.

Salah satu indikator penting dalam SDGs adalah Prevalence of Undernourishment (PoU) atau
prevalensi kekurangan gizi.

Hasil penghitungan PoU diperoleh angka tahun 2017 sebesar 7,80 persen dengan menggunakan
metode penghitungan kalori dengan konversi kalori menggunakan harga per unit kalori. Dari
angka tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2017, sebesar 7,80 persen penduduk Indonesia
mengonsumsi kalori kurang dari yang dibutuhkan untuk hidup sehat dan tetap aktif. Hampir
sama dengan Angka Rawan Pangan tahun 2017 sebesar 7,90 persen.

PENGARUH PEMBERIAN MP-ASI BISKUIT TERHADAP PENINGKATAN

STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LIMPUNG KABUPATEN


BATANG

Abstrak

Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan pencapaiannya dalam MDGs adalah
status gizi balita. Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah satu faktor risiko untuk
terjadinya kesakitan dan kematian. Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas
sumber daya manusia. Kurang Energi Protein (KEP) sampai saat ini masih merupakan salah satu
masalah gizi utama di Indonesia. Salah satu upaya untuk mengatasi KEP adalah dengan
memberikan MP-ASI biskuit pada balita kurus dan sangat kurus. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pemberian MP-ASI biskuit terhadap peningkatan status gizi balita di
wilayah kerja Puskesmas Limpung Kabupaten Batang.

Jumlah sampel 16 balita kurus dan sangat kurus di wilayah kerja Puskesmas Limpung Kabupaten
Batang yang mendapatkan MP-ASI biskuit selama 90 hari.

Perbedaan status gizi berdasar BB/TB setelah pemberian MP-ASI biskuit adalah 25% balita
sangat kurus dan 75% kurus mengalami peningkatan menjadi 50% kurus dan 50% normal,
sedangkan berdasarkan BB/U adalah dari 43,8% gizi buruk turun menjadi 37,5%, 43,8% gizi
kurang turun menjadi 25% dan gizi baik dari 12,5% naik menjadi 37,5%. Terdapat peningkatan
yang signifikan terhadap nilai z-score BB/U dan BB/TB dengan nilai p=0,021 dan p=0,000.
Pemberian MP-ASI biskuit selama 90 hari memberikan pengaruh terhadap peningkatan status
gizi balita berdasarkan BB/U dan BB/TB.
PEMBUDAYAAN MAKAN IKAN MELALUI MFG TERHADAP STATUS GIZI

ANAK BALITA DI WILAYAH LINGKAR KAMPUS UNNES

Abstrak

Status gizi, salah satu komponen utama dalam IPM yang mendukung terciptanya SDM
berkualitas dan ahli menuju keberhasilan pembangunan kesehatan. Upaya pencapaian kesehatan,
salah satunya dengan merubah mindset dari paradigma sakit menuju paradigma sehat sesuai Visi
Indonesia Sehat 2025. Kesehatan terwujud salah satunya dari konsumsi ikan. Ikan banyak
mengandung protein dan mineral. Namun ikan tidak digemari anak-anak, karena berbau hanyir
(amis), cara pengolahannya membosankan dan tidak variatif (digoreng saja). Studi pendahuluan
Widayani dan Triatma (2012), 60.6% anak balita tidak suka makan ikan, konsumsi ikan sangat
rendah (19,9 g/hari), anjuran WHO (39.8%). Sangat mencengangkan! bisa berakibat fatal pada
perkembangan anak balita. Tingkat konsumsi ikan masyarakat kota Semarang sangat rendah
(11.3 kg/tahun/kapita), seharusnya 31.4 kg/tahun/kapita. Melonjaknya harga daging di pasar
tradisional tahun 2013, sebagai pemicu terjadinya kekurangan protein. Kondisi kekurangan
protein membahayakan pertumbuhan dan perkembangan anak dan dapat beresiko fatal, ditandai
penurunan status gizi, pertumbuhan dan perkembangan terhambat, serta menjadi generasi bodoh
karena kurang protein hewani; mengingat fungsi gizi ikan untuk pembentukan sel otak.

PENGEMBANGAN KUDAPAN ALTERNATIF PADAT ENERGI DAN KAYA

ZINC BAGI IBU HAMIL SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN STUNTING

Abstrak

Stunting (pendek) menunjukkan ketidakcukupan gizi dalam jangka waktu panjang (malnutrisi
kronik). Salah satu zat gizi mikro yang sering dikaitkan dengan kejadian stunting pada anak
balita adalah zinc. Zinc berperan dalam sintesa dan sekresi hormon-hormon pertumbuhan dan
hormon insulin-like growth factors. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu
kudapan alternatif bagi ibu hamil yang mengandung energi dan zinc yang tinggi dan uji daya
terimanya. Kudapan yang dikembangkan berupa roti yang ditambahkan bagian isi perut dan hati
ikan Cakalang yang dijadikan dalam bentuk tepung. Alasan pemilihan bagian hati dan isi perut
ikan Cakalang karena bagian tersebut mengandung zinc yang cukup tinggi diantara jenis ikan
lainnya.

Panelis dalam penelitian ini adalah 47 ibu hamil yang ada di wilayah kerja Puskesmas Mamboro
Kecamatan Palu Utara Kota Palu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa panelis tidak
menyukai produk kudapan dari parameter aroma dan rasa dengan persentase terbesar yang
memilih “tidak suka” 46,8% (aroma) dan 40,4% (rasa). Dengan kata lain, hampir setengah dari
jumlah panelis tidak menyukai aroma dan rasa produk kudapan. Sedang berdasarkan parameter
warna dan tekstur, panelis lebih banyak yang memilih suka dengan persentase masing-masing
36,2% (warna) dan 31,9% (tekstur). Saran: perlu perbaikan rasa pada produk kudapan mengingat
kandungan

zincnya yang tinggi

PENGARUH HARGA KOMODITAS PANGAN TERHADAP KONSUMSI

PROTEIN HEWANI IDEAL RUMAH TANGGA: STUDI KASUS DI PROVINSI

LAMPUNG

Abstrak

Tingkat prevalensi stunting di Provinsi Lampung sangat tinggi, yakni 42,64 persen, diatas angka
prevalensi stunting nasional yang hanya sebesar 37,2 persen (Riskesdas 2013). Stunting akan
menghambat pembangunan sumber daya manusia, dan pada akhirnya akan menghambat
pembangunan ekonomi. Salah satu upaya dalam mengatasi permasalahan stunting ialah
menggalakkan diversifikasi pangan, dengan mendorong peningkatan asupan protein hewani.

Hasil dari penilitian ini menggambarkan bahwa upaya kampanye pola makan sehat dengan
mendorong masyarakat untuk meningkatkan konsumsi pangan hewani yang selama ini telah
dilakukan di Provinsi Lampung tidak akan banyak berdampak terhadap pola pangan masyarakat,
selama pemerintah belum mampu menjaga kestabilan harga pangan terutama harga beras dan
komoditas ikan-ikanan. Menjaga pasokan beras dan ikan-ikanan di pasaran sangat penting untuk
dilakukan untuk menjaga kestabilan harga ikanikanan dan beras.

JENIS DAN KEBERAGAMAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU

DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA USIA 6-24 BULAN

Abstrak

Laporan Riskesdas Tahun 2013, kejadian stunting pada anak balita di Propinsi Riau sebesar
36,8%, angka tersebut termasuk kategori berat dalam masalah kesehatan masyarakat. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan jenis dan keberagaman makanan pendamping Air Susu
Ibu dengan kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Teluk
Pambang Kabupaten Bengkalis Tahun 2017.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Pambang sebesar 20,5%. Jenis Makanan Pendamping ASI yaitu
makanan instan (OR:8,468 95% CI;1,857-38,617), Kurang beragamnya makanan (OR:7,031
95% CI: 2,068-23,910), asupan energy < 70% AKG (OR;5,665 95%CI; 1,482-21,668), Asupan
karbohidrat <80% AKG (OR:4,210 95% CI; 1,074-15,803) dan tidak diberi ASI eksklusif (OR:
4,246 95%CI; 1,608-11,204) lebih beresiko untuk terjadinya stunting pada anak balita usia 6-24
bulan. Untuk itu kepada pihak terkait yaitu Dinas Kesehatan dan Puskesmas untuk meningkatkan
pemberian edukasi gizi kepada ibu melalui penyuluhan dan konseling gizi pada waktu hamil dan
menyusui agar ibu dapat memberikan ASI eksklusif, membuat makanan olahan sesuai dengan
potensi pangan yang ada di daerah setempat serta bervariasinya menu makanan pendamping ASI
untuk mencegah stunting pada balita.

PENINGKATAN ASUPAN MAKAN YANG BERANEKA RAGAM PADA ANAK

USIA 6-23 BULAN GUNA MENCAPAI STATUS GIZI BAIK DAN PENCEGAHAN
STUNTING DI INDONESIA

Abstrak

Keragaman pangan (dietary diversity) merupakan indikator proksi dari kualitas konsumsi yang
dapat digunakan untuk menilai kecukupan makronutrien maupun mikronutrien pada anak. Oleh
karena itu, diet seimbang melalui konsumsi makanan beragam dapat menjadi indikator
tercapainya status gizi optimal dan merupakan salah satu upaya dalam pencegahan stunting pada
anak balita. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara keragaman pangan dengan
status gizi anak usia 6-23 bulan di Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara. Sebanyak 340
anak direkrut dalam penelitian menggunakan desain potong lintang dengan teknik pengambilan
sampel yang menggunakan Probability Proportional to Size. Data konsumsi dan keragaman
makan diperoleh melalui metode recall 24 jam, kategori keragaman pangan diperoleh
berdasarkan keragaman minimum WHO untuk anak balita.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi underweight sebesar 17.9%, stunting sebesar
24.4%, wasting 7.6%, dan anemia sebesar 63.7%.

PEMANFAATAN IKAN BILIH SEBAGAI MAKANAN TAMBAHAN SUMBER

ZINK BAGI ANAK BATITA STUNTING DI KAB. SOLOK

Abstrak

Prevalensi stunting di Provinsi Sumatera Barat tahun 2013 sebesar 39,2%, termasuk kedalam 20
provinsi yang mempunyai prevalensi lebih tinggi dari nasional. Prevalensi anak stunting di
Kabupaten Solok sebesar 42 %. Stunting salah satunya disebabkan oleh kekurangan gizi mikro
seperti zink. Ikan bilih dari Danau Singkarak Kabupaten Solok dapat menjadi alternatif sebagai
pangan lokal tinggi zink dalam mengatasi masalah tersebut. Tujuan penelitian adalah melihat
pengaruh pemberian makanan tambahan berbasis pangan lokal tepung ikan bilih dalam bentuk
biskuit untuk optimalisasi pertumbuhan anak batita stunting usia 12-36 bulan di Kabupaten
Solok.

Hasil analis kandungan gizi biskuit ikan bilih adalah protein 35,29 gram dan zink sebesar 2,89
mg. Hasil penelitian diperoleh formula biskuit terpilih berdasarkan uji organoleptik adalah
biskuit dengan penambahan 20 gram tepung ikan bilih. Kandungan energi dan zat gizi biskuit
dapat membantu melengkapi kebutuhan zink anak dari kebutuhan hariannya. Rata rata
peningkatan tinggi badan anak batita stunting yang diintervensi adalah sebesar 1,75 cm. Ada
perbedaan yang bermakna peningkatan tinggi badan atau panjang badan anak batita stunting
pada kelompok perlakuan dan kontrol (p<0,05). Hasil penelitian ini dapat direkomendasikan
sebagai makanan tambahan di posyandu bagi anak balita untuk pencegahan stunting.

PEMBERIAN JUS KELOR DAN MARNING PADA IBU HAMIL UNTUK


MEMPERLANCAR ASI DALAM PENCEGAHAN STUNTING

Abstrak

Keberhasilan menyusui dini dapat mencegah terjadinya stunting karena asi mengandung zat gizi
yang seimbang sesuai kebutuhan bayi. Produksi ASI sangat tergantung asupan gizi ibu. Kelor
dan jagung merupakan salah satu pangan lokal yang tinggi dengan kandungan vitamin dan
mineral serta asam amino.

Hasil penelitian: Hasil wawancara awal pada 15 orang ibu hamil, ada 13 orang yang sudah
pernah melahirkan dan 2 orang belum pernah melahirkan. Dari 13 orang ibu hamil yang berhasil
menyusu dini 2 orang (13,3 %) dan yang tidak menyusu dini 21 orang (86,7 %) dengan alasan
asi tidak lancar keluar. Selanjutnya ke 15 ibu hamil diberikan intervensi, Jus kelor dan marning
selama 30 hari atau hingga melahirkan. Setelah melahirkan ada 13 (86,7%) orang ibu hamil yang
dapat memberikan asi dini dan hanya 2 orang (13,3%) tidak lancar asinya karena baru 3 hari
pemberian jus kelor dan marning tiba tiba melahirkan.

Kesimpulan: pemberian jus kelor dan marning saat hamil dapat memperlancar ASI. Ibu pada
masa hamil dan menyusui disarankan untuk mengkonsumsi Jus daun kelor dan jagung marning
sebagai variasi menu makanan untuk meningkatkan produksi ASI.

PENGAWALAN BPOM RI MENDUKUNG KONTRIBUSI PRODUSEN DALAM


PROGRAM FORTIFIKASI GARAM KONSUMSI BERYODIUM

Abstrak

Tingginya prevalensi stunting atau pendek menjadi masalah yang serius di Indonesia. Fortifikasi
pangan merupakan salah satu program yang efektif dalam peningkatan asupan mikronutrien,
khususnya fortifikasi yodium pada garam konsumsi, yang menjadi salah satu program nasional
dalam mendukung upaya penurunan stunting. Produsen garam beryodium memiliki peranan
penting dalam program fortifikasi, Badan POM RI bertugas memastikan proses produksi,
termasuk pelaksanaan fortifikasi garam konsumsi beryodium.

PENGETAHUAN DAN PRAKTIK IBU HAMIL TENTANG SUPLEMENTASI

BESI DI WILAYAH DENGAN ANGKA KEMATIAN IBU YANG TINGGI

Abstrak

Salah satu program spesifik dalam penurunan stunting adalah pemberian tablet tambah darah
(TTD) kepada ibu hamil. Masih rendahnya kepatuhan minum TTD pada ibu hamil juga menjadi
penyebab masih tinginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia.

Karakteristik ibu hamil rata-rata pada usia kehamilan 6-7 bulan, berusia 30 tahun, berpendidikan
SMP, dan 80% sebagai ibu rumahtangga. Sebagian besar ibu hamil yaitu 65.0% di Tangerang
dan 69.4% di Tasikmalaya mempunyai pengetahuan tentang anemia dan TTD dengan kategori
rendah. Kebanyakan ibu hamil tidak mengetahui tentang risiko anemia, sumber pangan zat besi,
manfaat zat besi, cara konsumsi dan mengatasi efek samping, serta mendeteksi kejadian anemia.
Pada waktu pemeriksaan ANC, sebanyak 20.8% dan 47.3% ibu hamil di kedua lokasi tidak
mendapatkan penjelasan tentang manfaat TTD. Dari ibu hamil yang minum TTD, sebanyak
71.7% di Tangerang dan 54.5% di Tasikmalaya minum TTD program (generik), dan selebihnya
dari suplemen mandiri. Rata-rata konsumsi kapsul generik dalam seminggu terakhir sebanyak
3.5 butir dan 2.1 butir. Anggota keluarga yang paling berperan dalam mengingatkan konsumsi
TTD sebanyak 65% adalah suami. Konsumsi pangan sumber besi heme (daging/hati) masih
sangat rendah yaitu pada persentil 75 (P75) hanya 7.2 gram per hari. Sehingga asupan besi (P75)
di kedua lokasi berurut-turut sebesar 11.9 mg dan 8.6 mg per hari, masih jauh lebih rendah
dibandingkan AKG besi sebesar 35 mg. Disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil
masih rendah, yang menyebabkan kurangnya kepatuhan terhadap konsumsi TTD. Karena
konsumsi pangan heme dan asupan besi juga masih sangat rendah, maka diperlukan upaya yang
lebih keras edukasi tentang pentingnya TTD kepada ibu hamil.

PENGETAHUAN DAN SIKAP TOKOH AGAMA TENTANG 1000 HARI


PERTAMA KEHIDUPAN DALAM MENCEGAH STUNTING

Abstrak

Gerakan 1000 HPK merupakan upaya menurunkan angka stunting melalui kerjasama berbagai
sektor termasuk sektor keagamaan melalui tokoh agama. Tujuan penelitian ini adalah untuk
memperoleh gambaran pengetahuan dan sikap tokoh agama yang memberikan konseling pra
nikah kepada calon pengantin tentang 1000 HPK.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 26,8% tokoh agama yang pernah mendengar tentang
Gerakan 1000 HPK. Sangat sedikit yaitu 2,4% tokoh agama yang memiliki pengetahuan terkait
1000 HPK dengan kategori baik, sebanyak 61.0% dengan kategori cukup, sisanya yaitu 36.6%
dengan kategori kurang. Tokoh agama memiliki sikap terkait 1000 HPK dengan kategori baik
dan cukup dengan persentase yang hampir sama, berurut-urut sebesar 51,2% dan 48.8%. Hanya
tingkat pendidikan saja yang secara signifikan berhubungan dengan pengetahuan tokoh agama
terkait 1000 HPK. Perlu dilakukan sosialisasi ataupun pelatihan terkait 1000 HPK kepada tokoh
agama terutama kepada tokoh agama yang memberikan konseling pra nikah bagi calon
pengantin. Selanjutnya informasi tentang pentingnya 1000 HPK dapat diintegrasikan dalam
materi konseling pra nikah kepada calon pengantin.

FAKTOR REGULASI DAN RENDAHNYA PENGIMPLEMENTASIAN

KEBIJAKAN PEMERINTAH MERUPAKAN PEMICU TINGGINYA ANGKA

STUNTING DI BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN

Abstrak

Latar Belakang : Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi
yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan gizi. 1000 Hari Pertama Kehidupan (270 hari selama kehamilan dan sampai 730 hari
dari kelahiran sampai usia 2 tahun) merupakan “golden age periode” dari pertumbuhan dan
perkembangan anak yang sangat menentukan kehidupan selanjutnya. Stunting merupakan salah
satu ancaman serius terhadap kualitas generasi mendatang. Untuk itulah diperlukan adanya suatu
upaya pencegahan yakni dengan memaksilmalkan implementasi Regulasi dan Kebijakan
Pemerintah tentang Upaya penurunan Angka Stuting di Kabupaten Bulukumba.

Hasil : Kabupaten Bulukumba belum memiliki Regulasi baik dalam bentuk Perda, Perbup dan
atau surat edaran tentang upaya penurunan Angka Stunting. Sementara berdasrkan Data Dinas
Kesehatan Kabupaten Bulukumba tahun 2017, angka Stunting 240 anak balita.

Kesimpulan : perlu ada inisiasi Pembuatan Perda dalam Upaya penurunan angka Stunting di
Kabupaten Bulukumba

Anda mungkin juga menyukai