Anda di halaman 1dari 13

Moralitas Kristiani

“Disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas Individu

Mata Kuliah Pendidikan Agama Kristen”

Disusun oleh:

Puput Ayu Y. Ngkuno NPM : 2111071010

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALU

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PENDAHULUAN

Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia


atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Moral secara eksplisit
adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral
manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral adalah produk dari budaya
dan Agama. Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai
dengan sistem nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama. Moral juga dapat
diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada
saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati
serta nasihat, dll.

Moral dan iman harus selalu disandingkan, tidak boleh dipisahkan satu sama
lain. Moral yang benar adalah moral yang dilandaskan dan merupakan ungkapan
iman. Demikian halnya tindakan harus selalu bersanding dengan nilai-nilai moral.
Suatu tindakan dianggap “tersesat” jika bertentangan dengan visi utama moral yakni
melakukan kehendak Allah. Oleh karena itu, tindakan semau gue, bertentangan
dengan nilai-nilai moral. Karena prinsip ini akan menggiring seseorang ke lembah
keegoisan dan kesombongan. Seseorang yang menganut prinsip semau gue akan
bertindak tanpa kontrol, tidak bertanggungjawab.

Percampuran dan pertukaran ilmu pengetahuan telah merangsang manusia


untuk berpikir lebih imajinatif dan kreatif. Daya berpikir inilah yang memampukan
manusia menemukan disiplin ilmu baru: manusia tidak hanya stagnan pada
keberhasilan-keberhasilan para pendahulunya. Namun, ketika manusia mampu
mencipta dan daya berpikirnya semakin canggih, manusia kadangkala jatuh ke
lembah kesombongan; saat itulah nilai-nilai moral dan norma-norma tradisional
semakin digusur.

Akhir-akhir ini, tatanan moral semakin tidak dihiraukan. Semakin banyak


manusia yang hidup seolah Tuhan tidak ada. Akibatnya, manusia menjadi “tuhan”
bagi dirinya sendiri, sehingga segalanya boleh dilakukan (permisif). Sebagian
masyarakat dunia pada umumnya dan masyarakat Indonesia pada khususnya,
menjadi begitu kejam: yang diusung dalam menyelesaikan masalah adalah
kekerasan dan bukan dialog yang dilandasi cinta.
ETIKA DAN MORALITAS

Banyak teolog Kristen yang membedakan etika dengan moralitas. Richard C.


Sparks mengatakan bahwa di antara para teolog yang berbeda pendapat itu, ada
yang mengatakan bahwa etika berhubungan erat dengan teori moral; sedangkan
moralitas berhubungan erat dengan praktek moral. Seseorang bisa saja sangat fasih
dalam tataran teori moral, namun ia kurang mampu mengaktualisasikannya dalam
tindakannya maksud teori moral yang ia pahami itu. Oleh karena itu, Richard
mengatakan mengetahui sesuatu tidak selamanya identik dengan melakukan
sesuatu: “knowing about something and actually doing it are not always
synonymous.” Walaupun demikian, kata Richard, yang perlu digaris-bawahi adalah
bahwa etika dan moralitas saling berkaitan. Maka, Richard berkesimpulan : “morality
is the human values, choices, and actions that are studied in a formal way in an
ethics class or by someone trained as an ethicist”.

Dari pengertian di atas, moral sangat berhubungan erat dengan pendidikan


nilai yang selalu berhadapan dengan aktualisasi, pilihan dan kebebasan yang
dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan orang lain.

KEKHASAN MORALITAS KRISTIANI

Berkaitan dengan pengertian moral di atas, bagaimana dan apa jawaban kita,
sebagai orang Kristen jika ditanya oleh non-Kristen atau umat Kristiani sendiri:
apakah ada moralitas khas Kristen (Katolik)? Tentu, dengan tegas kita mengatakan
bahwa moralitas khas Kristiani itu ada. Moral Kristiani adalah moral iman tanpa
syarat, dalam artian tidak menghitung-hitung prestasi (tidak do ut des, tidak
resiprokal, tidak mempertimbangkan rugi atau tidak, tanpa pamrih).[4] Oleh karena
itu, hidup orang Kristen adalah pengabdian (bdk. Rm 12:1-2; Flp 2:17). Moralitas
Kristiani adalah moralitas hidup mengikuti Yesus serta meniru cara-Nya. Sebab,
Yesus adalah pemenuh (baca: penggenap) seluruh hukum, bahkan Dialah hukum
baru bagi setiap orang yang mau hidup sempurna: Yesus adalah jalan, hidup dan
kebenaran (Yoh 14: 6-7). Ajaran dan tindakan Yesus merupakan tindakan Allah
sendiri (Yoh 7: 16-17).
MORAL PANGGILAN DALAM PRIBADI YESUS KRISTUS

Selain menjadi figur peletak paradigma moralitas Kristiani, Kristus juga menjadi
pusat teologi moral Kristiani. Oleh karena itu, tindakan Kristus menjadi asas moral
Kristiani. Menurut Konsili Vatikan II, moral Kristiani itu berdasarkan pribadi Kristus,
Allah yang menjelma dan datang ke dunia. Panggilan dalam Kristus pertama-tama
adalah anugerah dan rahmat; namun pada waktu yang sama merupakan perintah
untuk hidup sebagai manusia yang ditebus. Oleh karena itu, mereka yang dipanggil
seharusnya hidup sesuai dengan citra Kristus. Dalam panggilan ini, peran Roh
Kudus sangat menonjol. Sekarang dan di sini, kita mewujudkan hidup kita sesuai
dengan tuntunan Roh Kudus itu. Kristus sendiri membantu manusia untuk mengerti
bagaimana Roh-Nya bekerja dalam situasi hidup manusia. Karya Roh Kristus dalam
diri manusia mengandaikan iman yang berbuah dalam cinta kasih sebagai kekhasan
hidup Kristiani. Yang dikehendaki oleh Roh Kristus adalah penyerahan diri manusia
kepada Bapa di surga. Setiap manusia dipanggil untuk mencapai kesempurnaan.
Jadi, diharapkan agar citra Kristus hidup terus-menerus dalam diri orang yang
dipanggil oleh Yesus Kristus. [7]

Bagi orang Kristen, iman berarti “mengenakan Kristus” dan hidup dalam
Kristus, itulah yang diserukan oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Kolose: “saudara-
saudara sudah menerima Kristus sebagai Tuhan. Sebab itu hendaklah kalian hidup
bersatu dengan Dia, dan berakar di dalam Dia. Hendaklah kalian membangun
hidupmu dengan Kristus sebagai dasarnya” (bdk. Kol 2: 6-7).

MORALITAS KRISTIANI: DIWUJUDKAN DALAM TINDAKAN

Moralitas menjadi benar ketika ia merupakan ungkapan iman; karena tindakan


manusia terkait juga bagaimana manusia itu sendiri menghayati imannya. Orang
beriman tentu bertindak atas dasar kehendak Allah dan bukan semata-mata
kehendak manusiawinya. Upaya manusia untuk menerapkan keputusan asasi dalam
hidupnya terjadi berkat dinamisme tindakan keimanan manusia. Jadi, antara iman
dan tindakan tidak boleh dipisahkan.[12] Kesalingterkaitan antara iman dan tindakan
(perbuatan) mendapat penegasannya dalam Injil Matius 7: 21, “bukan setiap orang
yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! Akan masuk ke dalam Kerajaan Surga
melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga”.
HUKUM MORAL DAN DOSA DALAM PERSPEKTIF KRISTIANI

A. Dalam Perjanjian Lama


Sepuluh Perintah Allah (dekalog) merupakan hukum moral khas Perjanjian
Lama. Perintah Allah yang dimaksud, yakni: 1) Aku Allah, Tuhanmu, jangan memuja
berhala, berbaktilah kepada-Ku saja dan cintailah Aku lebih daripada segala
sesuatu; 2) Jangan menyebut nama Allah, Tuhanmu dengan tidak hormat; 3)
Kuduskanlah hari Tuhan; 4) Hormatilah ibu-bapamu; 5) Jangan membunuh; 6)
Jangan berbuat cabul; 7) Jangan mencuri; 8) Jangan bersaksi dusta terhadap
sesamamu manusia; 9) Jangan ingin berbuat cabul; 10) Jangan ingin akan milik
sesamamu manusia secara tidak adil.[15] Dekalog ini kemudian, dirangkum oleh
Yesus menjadi Hukum Cinta Kasih.
Keputusan manusia pada hakikatnya lebih dari sekadar ya atau tidak terhadap
aturan yang ditetapkan. Adalah simplifikasi berlebihan dan agak melenceng kalau
kita memahami Allah sebagai seorang pemberi hukum yang membebankan manusia
dengan sebuah kitab yang penuh aturan dan undang-undang yang harus mutlak
ditaati. Dewasa ini, Allah lebih dipahami sebagai seorang perencana yang memberi
tugas-tugas yang harus dipenuhi. Tugas yang diberikan Allah itu mempunyai tujuan
khusus tetapi detail pelaksanaan tugas itu dipercayakan kepada manusia yang
menjalankannya. Manusia harus melaksanakan tugas itu seturut pengetahuan dan
keterbukaan, serta sesuai dengan situasi yang selalu berubah dan seturut tuntutan
akibat perubahan situasi itu. Allah meletakkan tanggung jawab di pundak manusia
dan mengharapkan bahwa manusia melaksanakannya dengan penuh tanggung
jawab”.[22]
Dari kutipan di atas, yang mau ditekankan adalah bahwa keputusan moral
menuntut kesiagaan untuk mendengarkan kehendak Allah; dengan seksama dan
tekun mengikuti dan menginternalisasikan petunjuk-petunjuk yang datang kepada
manusia sesuai kehendak Allah.
B. Dalam Perjanjian Baru
Dalam Kitab Perjanjian Baru (PB), yang menjadi paradigma moralitas Kristiani
adalah Yesus sendiri. Yesus adalah model dan teladan serta sumber inspirasi bagi
umat Kristiani untuk bertindak. Oleh karena itu, yang menjadi paradigma dan tolak
ukur pengajaran gereja pun mesti bertitik tolak dari pengajaran yang telah digulirkan
oleh Yesus sendiri. Sebab, semua tindakan Yesus selama ia bersama para murid
dan umat Allah (orang banyak) di dunia ini, selalu mencerminkan tindakan BapaNya
yang telah mengutus-Nya. Pernyataan ini diafirmasi juga oleh Patrick Hannon
dengan menulis:
“The paradigm of the church’s preaching is preaching of Jesus: The Kingdom
of God is at hand; repent and believe the Gospel….There is a moral dimension:
God’s love asks ours, and we do not love Him if we do not love the neighbour. In fact
we often fail, so the call to love is a call to repent, to gather ourselves up and begin
again. The church is a community fashioned in that faith. It is herald of the reign of
God, servant of the gospel of Jesus, sacrament of God’s action in the world, presage
of coming glory”.
Oleh karena moralitas Kristiani (dalam PB) selalu menjadikan Yesus sebagai
paradigma utama, maka hukum moral Perjanjian Baru umumnya langsung dikaitkan
dengan perintah cinta kasih dari Yesus Kristus (Mat 22:34-40; Mrk 12:28-34; Luk
10:25-28; Yoh 13:34-35): hukum yang pertama dan utama adalah “kasihilah Tuhan
Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwa dan akal budimu”.
Sedangkan hukum yang kedua adalah “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri”. Pada kedua hukum ini tergantung seluruh Hukum Taurat dan Kitab para
nabi (Mat 22: 40). Dalam pernyataan Yesus ini, semakin jelas bagi kita bahwa Yesus
meneruskan ajaran religius (Israel) sebagaimana yang terdapat di dalam dekalog.
Yesus membentuk dan membaharui perintah ini sesuai dengan visi-Nya dan dengan
demikian Dia memberikan perhatian khusus pada hidup moral.

MORALITAS KRISTIANI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Moralitas berasal dari kata Moral artinya, ajaran baik buruk yang diterima
umum mengenai perbuatan, sikap kewajiban, budi pekerti dan susila. Moralitas juga
dapat diartikan kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat,
bergairah berdisiplin. Isi hati atau keadaan perasaan sebagai mana terungkap dalam
perbuatan.

Moralitas Kristiani artinya, sopan, segala sesuatu yang berhubungan dengan


etiket atau adat istiadat atau adat sopan santun yang didasarkan atas ajaran Agama
Kristen yang bersumber dari Alkitab.

IMAN SEBAGAI SUMBER MORALITAS KRISTIANI

Sebagaimana sudah dijelaskan di dalam pengertian moralitas diatas maka


untuk menghadapi kecenderungan negatif dan upaya pencegahannya diperlukan
kualitas moral yang dapat dipertanggungjawabkan. Kualitas moral yang dimaksud
ialah Moralitas Kristiani yang bersumber dari iman Kristen, itu artinya apabila
seorang Kristen sungguh-sungguh memegang teguh imannya dalam hidup maka
pasti terhindar dari berbagai pelanggaran. Dengan demikian seluruh realitas
kehidupan dalam pelaksanaannya merupakan implementasi dari imannya sehingga
sesuai dengan firman Tuhan “Bekerja lah untuk Tuhan dan bukan untuk manusia”
Iman itu harus disertai dengan perbuatan karena tanpa perbuatan pada hakekatnya
mati.

Iman itu bukan hanya sebagai sebuah keyakinan akan Tuhan yang abstrak
justru iman yang kelihatan abstrak itu harus mampu mengontrol dan mengendalikan
seluruh aspek pikiran, perilaku dan perbuatan sehari-hari. Iman Kristiani harus
menjadi dasar berpikir dan bertindak dalam kehidupan orang Kristen.

PEMAHAMAN MORALITAS KRISTEN SECARA APLIKATIF

Bagi orang Kristen memiliki moralitas yang bersumber dari imannya pasti
menyadari bahwa iman itu bersumber dari Firman Tuhan. Iman Kristiani tidak
bermanfaat apabila tidak diaplikasikan secara nyata dalam hidup sehari hari.
Beberapa contoh bagaimana aplikasi iman berdasar Firman Tuhan di dalam Alkitab:

a. Amsal 12;24.
“Tangan orang rajin memegang kekuasaan tetapi kemalasan mengakibatkan
kerja paksa.”
Orang yang rajin itu akan bekerja dengan sungguh-sungguh dengan demikian
ia akan mendapatkan kedudukan dan kekuasaan. Sebaliknya orang yang
malas cenderung mengalami kesulitan.
b. Amsal 6:6.
“Hai pemalas pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak.”
Bagi mereka yang tidak mau bekerja dengan rajin harus belajar dai semut
yang begitu aktif dan kreatif juga rajin agar mereka sadar dan memperbaiki
diri.
c. Yeremia 37:9a.
“Beginilah Firman Tuhan : janganlah kamu membohongi dirimu sendiri”

KEMEROSOTAN MORAL
Tidak adanya pemimpin nasional yang baik dan beriman (raja) mengakibatkan
kemerosotan moral yang luar biasa. Sikap terhadap perselingkuhan amat toleran
(19:2-3). Hubungan homoseksual diadopsi dari kebiasaan kafir (19:22, perkataan
"kami pakai" menunjuk kepada hubungan seks).
Menurut standar Perjanjian Lama, bila terjadi perzinahan antara seorang pria
dengan istri sesamanya, keduanya harus dihukum mati (Imamat 20:10). Dalam
bacaan hari ini, si gundik yang berzinah bukan hanya tidak dihukum mati, tetapi dia
bisa pergi ke rumah ayahnya (meninggalkan suaminya), dan suaminyalah yang
menyusul dan membujuk gundiknya untuk kembali (19:2-3). Jelas bahwa standar
moral telah sangat diturunkan pada zaman itu. Praktik homoseksual juga merupakan
praktik yang amat terlarang di Israel yang diancam dengan hukuman mati (Imamat
18:22; 20:13). Praktik homoseksual itulah salah satu dosa yang membuat Allah
menghancurkan kota Sodom dan Gomora (Kejadian 19, perkataan "kami pakai"
dalam ayat 5 sama dengan perkataan yang dipakai dalam Hakim-hakim 19:22).
Cara memprovokasi umat Israel dengan memotong-motong tubuh sang gundik dan
mengirimkannya ke seluruh daerah Israel (19:29-30) juga menunjukkan kekejian dan
kelicikan dari si orang Lewi dalam kisah ini.
Pada masa kini, kita juga masih bisa menjumpai orang-orang yang mengaku
Kristen, tetapi hidup semaunya sendiri. Misalnya, ada orang yang mengaku Kristen,
tetapi melakukan korupsi, penyelundupan, bermabuk-mabukan, memakai jimat,
mempraktikkan homoseksualitas, dan sebagainya. Orang Kristen semacam itu tidak
lebih baik daripada orang-orang pada zaman para hakim dan kehidupan mereka
menjadi penghalang bagi orang non-Kristen untuk datang kepada Kristus. [P]

1 Korintus 6:9b-10

"Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu

tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah."

PANDANGAN ALKITAB TENTANG KEJAHATAN


Selama berabad-abad, masalah kejahatan dan penderitaan telah dipakai
sebagai “senjata” dan bukti penolakan terhadap eksistensi Allah. Para skeptis
seperti David Hume, H.G. Well, Bertrand Russel telah menyimpulkan berdasarkan
observasi mereka mengenai kejahatan dan penderitaan bahwa Allah itu tidak ada.
David Hume mengungkapkan “Adakah Allah berkeinginan mencegah kejahatan,
tetapi tidak mampu? Maka Ia tidak mahakuasa. Apakah Ia dapat namun tidak ingin?
Maka Ia jahat. Bila Ia dapat maupun ingin: bagaimana bisa ada kejahatan?”
Jauh sebelum David Hume mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut, filsuf
Epicurus mengajukan pertanyaan yang sama hampir tiga ratus tahun sebelum
Kristus lahir. Dan, orang-orang skeptis ini terus mengajukan pertanyaan yang sama
ini hingga kini, hanya untuk berusaha membuktikan bahwa Tuhan itu tidak ada.
Formula logis yang dipakai untuk melawan Theisme Kristen, menurut John M.
Frame adalah sebagai berikut:
Premis 1: Jika Allah Mahakuasa, Ia akan dapat mencegah kejahatan.
Premis 2: Jika Allah Mahabaik, Ia akan berkehendak untuk mencegah
kejahatan.
Kesimpulan: Jadi, jika Allah Mahakuasa dan Mahabaik, maka tidak akan ada
kejahatan.
Premis 3: Tetapi kejahatan ada.
Kesimpulan: Oleh karena itu, tidak ada Allah yang Mahakuasa dan Mahabaik.
Selanjutnya, Frame mengamati bahwa problem kejahatan ini “merupakan
keberatan terhadap Teisme Kristen yang paling serius dan paling kuat”. Bahkan
menurut Frame, “Profesor Walter Kaufmann.. selalu memaksudkan problem ini
sebagai argumentasinya yang kuat untuk melawan Kekristenan.. Bagi dia realita
kejahatan adalah penolakan yang sempurna terhadap teisme populer”.
Realita yang dapat dilihat di sekitar kita tentang penderitaan, kekerasan,
penindasan, perang, diskrimiasi, sakit penyakit, kematian, gempa bumi, badai,
tsunami, dan lain-lain seolah-olah mendukung pendapat para skeptis tersebut.
Bahkan setiap orang Kristen, mungkin pernah bertanyatanya tentang masalah ini
“mengapa Tuhan yang baik mengijinkan kejahatan?”. Karena itu adakah jawaban
yang memuaskan untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut? Dan bagaimana orang
Kristen menanggapinya?
Masalah kejahatan dalam relasinya dengan keberadaan Allah adalah misteri
yang tidak terpecahkan secara sempurna dalam kehidupan ini. Bahkan Alkitab tidak
menjawab pertanyaan ini dengan tuntas. John M. Frame menyatakan “kita tidak
mungkin menemukan jawaban yang sempurna bagi semua pertanyaan-pertanyaan
ini”. Selanjutnya Frame mengatakan “kita dapat memberikan sejumlah jawaban
dalam pengertian yang lain. Jika yang Anda inginkan kekuatan untuk tetap percaya
di tengah penderitaan, Alkitab dapat memberikannya, dan bahkan memberikannya
sevara berlimpah. Jika anda ingin ditolong agar tetap yakin kepada Tuhan walaupun
kejahatan tidak dapat dijelaskan, ya, kita dapat menolong”. Walaupun jawaban
tentang hal ini sulit dan pastilah menyisakan misteri hal ini tidak membebaskan kita
untuk mempelajari dan menelitinya berdasarkan Alkitab.

BERBAGAI PANDANGAN MENGENAI KEJAHATAN

Masalah kejahatan dapat dipandang dalam bentuk yang paling sederhana


sebagai konflik yang melibatkan tiga konsep, yaitu: kuasa Tuhan, kebaikan Tuhan,
dan kehadiran kejahatan di dalam dunia. Penggunaan akal pikiran memberitahu kita
bahwa ketiga hal tersebut sepertinya tidak mungkin benar pada saat yang
bersamaan. Jawaban terhadap masalah kejahatan biasanya melibatkan modifikasi
atau bahkan penolakan terhadap satu atau lebih dari tiga konsep yang ada, yaitu:
membatasi kuasa Tuhan, membatasi kebaikan Tuhan, atau memodifikasi
keberadaan kejahatan dengan menyebutnya sebagai ilusi.

Sebagai akibat dari keinginan manusia mendapatkan jawaban yang pasti


mengenai masalah kejahatan ini, berbagai pandangan telah ditawarkan sebagai
solusi dari pertanyaan-pertanyaan diatas, antara lain sebagai berikut:

 Pertama, pandangan yang mendefinisikan kembali kejahatan sebagai


kebaikan. Pandangan ini mengajarkan bahwa Tuhan menyebabkan semua hal
terjadi, termasuk kejahatan. Karena segala sesuatu yang Tuhan lakukan itu
baik, setiap peristiwa yang terjadi di bumi pada akhirnya harus menjadi baik.
Pandangan ini bahkan tidak ragu-ragu memakai istilah determinisme (teologi
takdir) untuk menggambarkan kenyataan bahwa Allah merupakan penyebab
segala sesuatu yang terjadi, termasuk tindakan-tindakan manusia. Pandangan
ini dianut oleh Gordon H. Clark, seorang penganut Calvinik ekstrim.
 Kedua, pandangan yang menyimpulkan bahwa Tuhan tidak berbuat banyak
untuk mengatasi kejahatan di dunia karena Ia tidak mampu. Pandangan ini
mengajarkan bahwa Tuhan menciptakan sebuah dunia yang benar-benar
memberikan kebebasan bagi para penghuninya. Kebebasan yang tidak akan
dilanggarNya. Tuhan juga mengambil risiko besar dalam menciptakan dunia
ini, sebab menurut pandangan ini, Tuhan memilih untuk tidak tahu persis apa
yang akan terjadi. Tuhan tidak menetapkan berbagai kejadian yang
berlangsung di bumi. Sebaliknya, segala sesuatu yang terjadi merupakan
konsekuensi yang timbul dari hukumhukum fisika dan kebebasan manusia
yang Tuhan masukan ke dalam dunia ini. Tuhan akan melakukan sesuatu
tentang kejahatan dan penderitaan jika Dia bisa. Namun, sistem yang telah
diciptakanNya, dan masa depan yang Dia sendiri tidak dapat pastikan,
membuatnya tidak dapat melakukan apa-apa. Pandangan ini juga
menyimpulkan Allah ingin orang-orang benar hidup bahagia, tetapi kadang Ia
tidak dapat merealisasikannya. Ada hal-hal di mana Allah memang tidak dapat
mengendalikannya. Allah itu baik, tetapi Ia tidak cukup berkuasa untuk
mendatangkan hal-hal yang baik yang Ia inginkan. Pendek kata, Allah itu
terbatas. Pandangan ini dipegang oleh Edgar S. Brightman, profesor filsafat
dari Universitas Boston, dan juga dipegang oleh Rabbi Harold Kushner.
 Ketiga, pandangan yang menyimpulkan bahwa kejahatan itu hanyalah ilusi.
Pandangan ini menolak sama sekali realitas dari kejahatan. Pandangan ini
berargumen bahwa masalah kejahatan, penyakit, dan kematian itu tidak nyata
dan hanya merupakan ilusi dari pikiran yang fana. Pandangan ini anut oleh
Marry Baker Eddy pendiri dari Christian Science.
PENUTUP

Bagaimana seharusnya orang Kristen bersikap menghadapi dekadensi moral


dan etika dalam masyarakat seperti yang anda maksud?

Kita tidak usah menyalahkan situasi. Keadaan itu tidak bisa kita sangkal. Itu
adalah penyakit klasik sama seperti yang disaksikan Nabi Yunus pada zamannya.
Itulah penyakit malas, korupsi, kolusi dan suka jalan pintas. Tapi dalam situasi dan
kondisi seperti ini orang Kristen harus tetap punya integritas moral Kristen sejati
yang tidak tergoyahkan oleh arus yang mayoritas itu. Sebaliknya kita harus
mengalahkan semua itu Kalau orang percaya tidak ada bedanya dengan yang lain
apa artinya Kekristenan itu? Jadi kita harus konsisten untuk mempraktekkan pola
hidup Kristen. Dalam era globalisasi ini, kontribusi Kristen adalah memberi landasan
moral dan etika pada semua sektor kehidupan dimana kita terlibat. Mewujudkan hal
ini tentu tidak semudah mengucapkannya. Namun, bila kita bicara mission atau core
religion, memang ada hal-hal yang beyond ratio yang justru harus tetap memberikan
conviction kepada kita untuk melayani dunia dimana Kristen sejati itu memang
minoritas.
DAFTAR REFERENSI

Boice, James M., 2011. Fondations Of The Christian Faith: A Comprehensive And
Readable Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Conner, Kevin J., 2004. The Fondation of Christian Doctrine. Terjemahan, Pernerbit
Gandum Mas: Malang.
Cornish, Rick., 2007. Five Minute Theologian. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya :
Bandung.
Cornish, Rick., 2007. Five Minute Apologist. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya :
Bandung.
Enns, Paul., 2004.The Moody Handbook of Theology, 2 jilid. Terjemahan, Penerbit
Literatur SAAT : Malang.
Enns, Paul., 2000. Approaching God, 2 jilid. Terjemahan, Penerbit Interaksara :
Batam.
Erickson J. Millard., 2003. Christian theology. 3 Jilid. Terjemahan, Penerbit Gandum
Mas : Malang.
Ferguson, B. Sinclair, David F. Wright, J.I. Packer., 2009. New Dictionary Of
Theology. jilid 2, terjemahkan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Frame, John M., 2010. Apologetics To The Glory Of God: An Introduction.
Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Geisler, Norman & David Geisler., 2010. Conversational Evangelism. Terjemahan,
Yayasan Gloria: Yogyakarta.
Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine.
Zodervan Publising House : Grand Rapids, Michigan.
Grudem, Wayne., 2009. Christian Beliefs. Terjemahan, Penerbit Metanonia
Publising: Jakarta.
Lewis, C.S., 2006. Mere Christianity. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Ryrie, Charles C., 1991. Basic Theology. 2 Jilid, Terjemahan, Penerbit Andi Offset :
Yoyakarta.
Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit
Literatur SAAT : Malang. **
Strobel, Lee., 2005. The Case For Faith. Terjemahkan, Penerbit Gospel Press :
Batam.*
Tabb, Mark, ed., 2011. Theology. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria :
Yogyakarta.*
Tabb, Mark, ed., 2011. Worldview. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria :
Yogyakarta.**
Tidball, Derek J., 1995. Skillful Shepherds. Terjemahan, Yayasan Penerbit Gandum
Mas: Malang. **
Thiessen, Henry C., 1992. Lectures in Systematic Theology, direvisi Vernon D.
Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.**
Williamson, G.I., 2012. Westminster Confession Of Faith. Terjemahan, Penerbit
Momentum : Jakarta.***
Zacharias, Ravi, ed., 2006. Who Made God? Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya :
Bandung.**

DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia
http://ekklesiaonnetwork.blogspot.com/2012/12/pandangan-alkitab-tentang-
kejahatan.html
http://gkysydney.org/renungan-gema-2010/kemerosotan-moral.html
http://www.uksw.edu/renunganhariankampus/?p=3824
http://filsafat-pendidikan.blogspot.com/2007/11/telaah-teologis-kekhasan-
moralitas_29.html
file:///C:/Users/User/Downloads/179633715-Moralitas-Kristen.pdf

Anda mungkin juga menyukai