Anda di halaman 1dari 15

TUGAS

RESISTENSI ANTIBIOTIK

Disusun Oleh:

Sylvi Adiana, S.Farm, Apt (1721012011)

PROGRAM PASCASARJANA
PEMINATAN FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
2018
Daftar Isi

Daftar Isi............................................................................................................................2

BAB I.................................................................................................................................3

PENDAHULUAN.............................................................................................................3

BAB II...............................................................................................................................5

Tinjauan Pustaka................................................................................................................5

1. Spektrum Antibiotik berdasarkan aktivitas.............................................................6

2. Mekanisme Kerja Antibiotik Pada Sel Bakteri.......................................................7

3. Mekanisme Resistensi Bakteri...............................................................................8

4. Pemeriksaan Mikrobiologi, Berdasarkan Pola Mikroba Dan Kepekaannya...........9

BAB III............................................................................................................................10

Peran Apoteker Dalam Pengendalian...............................................................................10

Resistensi Antibiotik........................................................................................................10

Daftar Pustaka..................................................................................................................15

2
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit


terbanyak. Peresepan antibiotik di Indonesia yang cukup tinggi dan kurang bijak
akan meningkatkan kejadian resistensi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
telah muncul mikroba yang resisten antara lain Methicillin Resistant
Staphylococcus aureus (MRSA), resistensi multi obat pada penyakit tuberkulosis
(MDR TB) dan lain-lain. Dampak resistensi terhadap antibiotik adalah
meningkatnya morbiditas, mortalitas dan biaya kesehatan.
Peresepan antibiotik bertujuan mengatasi penyakit infeksi (terapi) dan
mencegah infeksi pada pasien yang berisiko tinggi untuk mengalami infeksi
bekteri pada tindakan pembedahan (profilaksis bedah) dan beberapa kondisi medis
tertentu (profilaksis medik). Antibiotik tidak diberikan pada penyakit non-infeksi
dan penyakit infeksi yang dapat sembuh sendiri (self-limited) seperti infeksi virus.
Pemilihan jenis antibiotik harus berdasarkan hasil pemeriksaan
mikrobiologi atau berdasarkan pola mikroba dan pola kepekaan antibiotik, dan
diarahkan pada antibiotik berspektrum sempit untuk mengurangi tekanan seleksi.
Penggunaan antibiotik empiris berspektrum luas masih dibenarkan pada keadaan
tertentu, selanjutnya dilakukan penyesuaian dan evaluasi setelah ada hasil
pemeriksaan mikrobiologi.
Berbagai cara perlu dilakukan untuk menanggulangi masalah resistensi
antimikroba ini baik di tingkat perorangan maupun di tingkat institusi atau
lembaga pemerintahan, dalam kerja sama antar-institusi maupun antar-negara.
WHO telah berhasil merumuskan 67 rekomendasi bagi negara anggota untuk
melaksanakan pengendalian resistensi antimikroba. Di Indonesia rekomendasi ini
tampaknya belum terlaksana secara institusional.
Penggunaan antibiotik secara bijak ialah penggunaan antibiotik yang
sesuai dengan penyebab infeksi dengan rejimen dosis optimal, lama pemberian
optimal, efek samping minimal, dan dampak minimal terhadap munculnya
mikroba resisten. Oleh sebab itu pemberian antibiotik harus disertai dengan upaya
menemukan penyebab infeksi dan pola kepekaannya. Penggunaan antibiotik

3
secara bijak memerlukan kebijakan pembatasan dalam penerapannya. Antibiotik
dibedakan dalam kelompok antibiotik yang bebas digunakan oleh semua klinisi
(non-restricted) dan antibiotik yang dihemat dan penggunaannya memerlukan
persetujuan tim ahli (restricted dan reserved).

4
BAB II
Tinjauan Pustaka

Antibiotik merupakan bahan kimiawi yang dihasilkan oleh organisme


seperti bakteri dan jamur, yang dapat mengganggu mikroorganisme lain. Biasanya
bahan ini dapat membunuh bakteri (bakterisida) atau menghambat pertumbuhan
bakteri (bakteriostatik) atau mikroorganisme lain.
Resistensi Antimikroba adalah kemampuan mikroba untuk bertahan hidup
terhadap efek antimikroba sehingga tidak efektif dalam penggunaan klinis.
Resistensi mikroba terhadap antimikroba telah menjadi masalah kesehatan yang
mendunia, dengan berbagai dampak merugikan dapat menurunkan mutu
pelayanan kesehatan.
Pengendalian penggunaan antibiotik dalam upaya mengatasi masalah
resistensi antimikroba dilakukan dengan menetapkan “Kebijakan Penggunaan
Antibiotik di Rumah Sakit”, serta menyusun dan menerapkan “Panduan
Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Terapi”. Dasar penyusunan kebijakan dan
panduan penggunaan antibiotik di rumah sakit mengacu pada:
1. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik
Kebijakan pemberian antibiotik terapi meliputi antibiotik empirik dan
definitif. Terapi antibiotik empiris adalah penggunaan antibiotik pada kasus
infeksi atau diduga infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebab dan pola
kepekaannya. Terapi antibiotik definitif adalah penggunaan antibiotik pada kasus
infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri penyebab dan pola kepekaannya.
Kebijakan pemberian antibiotik profilaksis bedah meliputi antibiotik
profilaksis atas indikasi operasi bersih dan bersih terkontaminasi sebagaimana
tercantum dalam ketentuan yang berlaku.
Antibiotik Profilaksis Bedah adalah penggunaan antibiotik sebelum, selama,
dan paling lama 24 jam pascaoperasi pada kasus yang secara klinis tidak
memperlihatkan tanda infeksi dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi luka
daerah operasi.

5
Pemberian antibiotik pada prosedur operasi terkontaminasi dan kotor
tergolong dalam pemberian antibiotik terapi sehingga tidak perlu ditambahkan
antibiotik profilaksis
2. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
3. Pola mikroba dan kepekaan antibiotik setempat

1. Spektrum Antibiotik berdasarkan aktivitas


Dua kategori utama bakteri patogen adalah Gram positif dan Gram negatif.
Secara khusus, negatif Gram memiliki baik membran luar dan dalam dan dinding
sel yang tipis, sedangkan Gram positif hanya memiliki membran dalam dan
dinding sel yang tebal.
Beberapa antibiotik lebih efektif dalam salah satu kelompok ini daripada yang
lain. Bakteri gram positif yang merupakan patogen termasuk S. aureus,
Streptococcus pyogenes, Enterococcus faecalis, dan Clostridium botulinum.
Bakteri gram negatif yang merupakan patogen manusia termasuk E. coli,
Salmonella enterica, Vibrio cholerae, dan Pseudomonas aeruginosa.

6
2. Mekanisme Kerja Antibiotik Pada Sel Bakteri
Membunuh mikroorganisme relatif mudah apabila tidak
memandang selektivitas, sebab mikroorganisme dapat dibunuh
dengan berbagai cara yaitu dengan pemanasan, radiasi serta penggunaan
bahan kimia yang kuat seperti asam yang pekat. Namun untuk membunuh secara
spesifik tanpa merusak sel dan jaringan pada hospes akan lebih sulit. Berdasarkan
formulasi yang dikemukakan oleh Paul Ehrlich pada tahun 1906 yang diinginkan
adalah khemoterapi spesifik dengan prinsip toksisitas selektif.
Secara umum mekanisme kerja antibiotik pada sel bakteri dapat terjadi
melalui beberapa cara yaitu :
a. Menghambat sintesis dinding sel bakteri.
b. Menghambat fungsi membran plasma.
c. Menghambat sintesis asam nukleat.
d. Menghambat sintesis protein melalui penghambatan pada tahap translasi
dan transkripsi meterial genetik.
e. Menghambat metabolisme folat

7
3. Mekanisme Resistensi Bakteri
Obat-obat antimikroba tidak efektif terhadap semua mikroorganisme.
Spektrum aktivitas setiap obat merupakan hasil gabungan dari beberapa faktor,
dan yang paling penting adalah mekanisme kerja obat primer. Demikian pula
fenomena terjadinya resistensi obat tidak bersifat universal baik dalam hal obat
maupun mikroorganismenya.
Perubahan-perubahan dasar dalam hal kepekaan mikroorganisme terhadap
antimikroba tanpa memandang faktor genetik yang mendasarinya adalah
terjadinya keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Dihasilkannya enzim yang dapat menguraikan antibiotik seperti enzim
penisilinase, sefalosporinase, fosforilase, adenilase dan asetilase.
2. Perubahan permeabilitas sel bakteri terhadap obat.
3. Meningkatnya jumlah zat-zat endogen yang bekerja antagonis terhadap
obat.
4. Perubahan jumlah reseptor obat pada sel bakteri atau sifat komponen yang
mengikat obat pada targetnya.
Resistensi bakteri dapat terjadi secara intrinsik maupun
didapat. Resistensi intrinsik terjadi secara khromosomal dan
berlangsung melalui multiplikasi sel yang akan diturunkan pada
turunan berikutnya. Resistensi yang didapat dapat terjadi akibat
mutasi khromosomal atau akibat transfer DNA.
Sifat resistensi terhadap antibiotik melibatkan perubahan genetik yang bersifat
stabil dan diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya, dan setiap proses
yang menghasilkan komposisi genetik bakteri seperti mutasi, transduksi (transfer
DNA melalui bakteriofaga), transformasi (DNA berasal dari lingkungan) dan
konjugasi (DNA berasal dari kontak langsung bakteri yang satu ke bakteri lain
melalui pili) dapat menyebabkan timbulnya sifat resisten tersebut. Proses mutasi,
transduksi dan transformasi merupakan mekanisme yang terutama berperan di
dalam timbulnya resistensi antibiotik pada bakteri kokus Gram positif, sedangkan
pada bakteri Gram negatif semua proses termasuk konjugasi bertanggung jawab
dalam timbulnya resistensi.

8
Telah diketahui lebih dari dua dekade bahwa penyebaran sifat resisten secara
cepat dan luas dapat terjadi di antara spesies bakteri yang sama maupun yang
berbeda, bahkan juga di antara genus yang berbeda melalui perantaraan plasmid
(faktor R). Pada resistensi dengan perantaraan plasmid, mikroorganisme
mendapatkan kemampuan tambahan dalam bentuk produksi enzim dan pada
mutasi terjadi perubahan struktur di dalam sel bakteri.

4. Pemeriksaan Mikrobiologi, Berdasarkan Pola Mikroba Dan


Kepekaannya.
Pemeriksaan mikrobiologi bertujuan memberikan informasi tentang ada atau
tidaknya mikroba di dalam bahan pemeriksaan atau spesimen yang mungkin
menjadi penyebab timbulnya proses infeksi. Selanjutnya, apabila terdapat
pertumbuhan, dan mikroba tersebut dipertimbangkan sebagai penyebab infeksi
maka pemeriksaan dilanjutkan dengan uji kepekaan mikroba terhadap
antimikroba.
Akurasi hasil pemeriksaan mikrobiologi sangat ditentukan oleh penanganan
spesimen pada fase pra-analitik, pemeriksaan pada fase analitik, interpretasi,
ekspertis, dan pelaporannya (fase pasca-analitik). Kontaminasi merupakan
masalah yang sangat mengganggu dalam pemeriksaan mikrobiologi, sehingga
harus dicegah di sepanjang proses pemeriksaan tersebut.

9
BAB III
Peran Apoteker Dalam Pengendalian
Resistensi Antibiotik

3.1 Peran Apoteker Sebagai Anggota Tim Pengendalian Resistensi Antibiotik

Pengendalian resistensi antibiotik memerlukan kolaborasi berbagai profesi


kesehatan antara lain Dokter, Ahli Mikrobiologi, Perawat dan Apoteker. Program
pengendalian resistensi antibiotik bertujuan:

a. Menekan resistensi antibiotik

b. Mencegah toksisitas akibat penggunaan antibiotik

c. Menurunkan biaya akibat penggunaan antibiotik yang tidak bijak

d. Menurunkan risiko infeksi nosokomial.

Upaya-upaya tersebut dilakukan dengan tujuan tercapainya hasil terapi


yang optimal pada pasien dengan penyakit infeksi dan menurunkan risiko
transmisi infeksi pada pasien lain atau tenaga kesehatan.

Peran penting apoteker yang terlatih dalam penyakit infeksi untuk


mengendalikan resistensi antibiotik dapat dilakukan melalui:

a) Upaya mendorong penggunaan antibiotik secara bijak

Meningkatkan kerjasama multidisiplin untuk menjamin bahwa penggunaan


antibiotik profilaksis, empiris dan definitif memberikan hasil terapi yang optimal.
Kegiatan ini mencakup penyusunan kebijakan dan prosedur, misalnya restriksi
penggunaan antibiotik, saving penggunaan antibiotik, penggantian terapi
antibiotik, pedoman penggunaan antibiotik maupun kegiatan selama perawatan
pasien penyakit infeksi. Kegiatan terkait perawatan pasien penyakit infeksi
misalnya pemilihan antibiotik yang tepat, mempertimbangkan pola kuman
setempat, optimalisasi dosis, pemberian antibiotik sedini mungkin pada pasien
dengan indikasi infeksi, de-eskalasi, pemantauan terapi antibiotik.

Terlibat aktif dalam Komite Farmasi dan Terapi

10
b) Menurunkan transmisi infeksi melalui keterlibatan aktif dalam Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
c) Memberikan edukasi kepada tenaga kesehatan, pasien dan masyarakat
tentang penyakit infeksi dan penggunaan antibiotik yang bijak.

3.2 Peran Apoteker Dalam Panitia/Komite Farmasi Terapi (KFT )


Apoteker terlibat aktif dalam kegiatan Komite Farmasi dan Terapi
khususnya terkait pengendalian penggunaan antibiotik, melalui:

a. Pemilihan jenis antibiotik yang akan dimasukkan dalam pedoman


penggunaan antibiotik, formularium, dan yang diuji kepekaan

b. Analisis hasil evaluasi penggunaan antibiotik secara kuantitatif maupun


kualitatif

c. Pembuatan kebijakan penggunaan antibiotik di rumah sakit.

d. Analisis cost effective, Drug Use Evaluation (DUE), dan evaluasi


kepatuhan terhadap pedoman penggunaan antibiotik maupun kebijakan
terkait yang telah ditetapkan
e. Analisis dan pelaporan Efek Samping Obat (ESO)/Reaksi Obat yang Tidak
Diinginkan (ROTD).

3.3 Informasi Obat

Apoteker memberikan informasi kepada dokter/perawat tentang antibiotik.


Informasi yang diberikan antara lain tentang seleksi, rejimen dosis, rekonstitusi,
pengenceran/pencampuran antibiotik dengan larutan infus dan penyimpanan
antibiotik.

Pemberian informasi meliputi :

a. Tujuan terapi

b. Cara penggunaan yang benar dan teratur

c. Tidak boleh berhenti minum antibiotik tanpa sepengetahuan


Dokter/Apoteker (harus diminum sampai habis kecuali jika terjadi reaksi
obat yang tidak diinginkan),

11
d. Reaksi obat yang tidak diinginkan yang mungkin terjadi serta tindakan
yang harus dilakukan

e. Cara penyimpanan

Pemberian informasi oleh apoteker dapat dilakukan secara lisan maupun


tertulis. Informasi tertulis tentang antibiotik dibuat oleh Unit Pelayanan Informasi
Obat (PIO) Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

Berikut ini adalah beberapa contoh jenis informasi yang dapat diberikan dalam
pelaksanaan pelayanan informasi obat.

12
13
14
Daftar Pustaka

Bezoen A, van Haren W, Hanekamp JC. 2001 Antibiotics : Use and


Resistance Mechanisms. Human Health and Antibiotic Growth Promoters
(AGPs), Geidelberg Appeal Nederland.
Brooks GF, Butel JS, dan Morse SA. 1998. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s
Medical Microbiology, 21st ed, Prentice Hall International Inc, , 145 – 176.
Guifoile Patrick. 2007. Deadly Diseases and Epidemics Antibiotic-
Resistant Bacteria.
Kemenkes RI. 2011. Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Terapi
Antibiotik.
Nies AS, dan Taylor P (Eds), Goodman and Gilman’s The Pharmacological Basis
of Therapeutics, 8th ed., Pergamon Press, 1018 – 1046.
Permenkes RI. 2015. Tentang Program Pengendalian Resistensi
Antimikroba di Rumah Sakit.
Sande AS, Kapusnik-Uner JE, dan Mandell GL. 1990. Antimicrobial
Agents, General Considerations. Dalam : Gilman AG, Rall TW.

15

Anda mungkin juga menyukai