Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konjungtivitis adalah suatu peradangan atau infeksi selaput transparan yang


berada dipermukaan dalam kelopak mata dan yang mengelilingi bola mata bagian luar.
Bila pembuluh darah halus yang berada dalam konjunctiva meradang, maka pembuluh
darah ini akan nampak. Itulah sebabnya mengapa bola mata yang berwarna putih
menunjukkan warna merah (mata merah). Meskipun mata merah ini mengalami iritasi,
hal ini jarang mempengaruhi penglihatan. Pengobatan yang diberikan dapat
menghilangkan rasa tidak nyaman pada mata merah ini. Oleh karena mata merah ini
dapat menular kepada mata orang lain, maka diagnosis dini dan pengobatan dapat
mengurangi penyebaran mata merah. Mata merah dapat disebabkan oleh adanya infeksi
dengan virus, bakteri, zat kimia, benda asing atau reaksi alergi. Mata merah adanya
bakteri yang menyerang konjungtiva menyebabkan proses inflamasi terjadi. Sel-sel
inflamasi, yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, dan sel plasma, menyerang bakteri,
namun juga berperan sebagai sel yang merusak struktur konjungtiva. Sel-sel tersebut
kemudian bercampur dengan fibrin dan mukus hasil ekskresi sel goblet sehingga
membentuk eksudat konjungtiva. Eksudat tersebut mengering dan mengalami
perlekatan pada kelopak mata atas dan bawah. Terdapat edema epitel, eksfoliasi
konjungtiva, hipertrofi epitel, dan pembentukan granuloma. Selain itu, terdapat edema
pada stroma konjungtiva (kemosis) dan hipertrofi pada kelenjar limfoid stroma
konjungtivitis. Konjungtivitis yang disebabkan bakteri ditandai dengan adanya
dominansi PMN (polimorfonukleat).

Kloramfenikol merupakan golongan antibiotik yang bisa menghambat


pertumbuhan bakteri. Kloramfenikol memberikan antibacterial efek dengan mengikat
ribosom bakteri dan menghambat sintesa protein bakteri.

Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum
Mampu mengaplikasikan sediaan sterilyang digunakan sebagai antibakteri.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Membuatformulasibentuksediaan steril
2. Mengaplikasikansediaan steril
3. Mengevaluasisediaan steril

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfat bagi mahasiswa
1. Mampu membuat sediaan
2. Mampu memahami sediaan steril
3. Mampu memahami tahapan pembuatan sediaan steril
1.3.2 Manfaat bagi masyarakat
1. Mengurangiresiko matamerahyang mungkin terjadi dimasyarakat

1.3.3 Manfaat bagi industri


1. Membuka lapangan kerja baru
2. Menambah produksi sediaan steril
3. Menambah kreatifitas sediaan dalam kreasi industri
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Penyakit


2.1.1 Definisi Penyakit

Konjungtivitis adalah suatu peradangan atau infeksi selaput transparan yang


berada di permukaan dalam kelopak mata dan yang mengelilingi bola mata bagian luar.
Bila pembuluh darah halus yang berada dalam konjunctiva meradang, maka pembuluh
darah ini akan nampak. Itulah sebabnya mengapa bola mata yang berwarna putih
menunjukkan warna merah (mata merah). Konjungtivitis yang disebabkan bakteri
ditandai dengan adanya dominansi PMN (polimorfonukleat)

2.1.2 Penyebab Penyakit

Mata merah harus segera diobati. Mata merah dapat menular kepada orang lain
selama 2 minggu setelah dimulai adanya gejala-gejala. Diagnosis dini dan pengobatan
secepatnya dapat melindungi penularan terhadap orang lain.
Mata merah memperlihatkan adanya:
1. Kemerahan pada satu mata atau kedua mata;
2. Rasa gatal pada satu mata atau kedua mata;
3. Rasa mengganjal pada satu mata atau kedua mata;
4. Pengeluaran kotoran mata dari satu mata atau kedua mata yang dapat membentuk kerak
pada malam hari sehingga pada pagi pagi hari kelopak mata tidak dapat dibuka;
5. Pengeluaran air mata;
6. Reflex pupil (anak mata) masih normal;
7. Ketajaman penglihatan masih normal.

Mata merah harus segera diobati. Mata merah dapat menular kepada orang lain
selama 2 minggu setelah dimulai adanya gejala-gejala. Diagnosis dini dan pengobatan
secepatnya dapat melindungi penularan terhadap orang lain.

PENYEBAB
Penyebab mata merah yang disebabkan oleh bakteri adalah:
Staphylococcus aureus
Staphylococcus epidermidis
Streptococcus pneumoniae
Streptococcus pyogenes
Haemophilus influenzae
Moraxella lacunate
Pseudomonas pycocyanea
Neisseria gonorrhoeae
Neisseria meningitidis
Corynebacterium diphtheriae

Bakteri patogen dari konjungtivitis yang paling sering ditemukan


yaitu Haemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae, dan Neisseria meningitidis.
Konjungtivitis yang disebabkan oleh virus dan bakteri dapat menyerang satu
atau dua mata sekaligus. Konjungtivitis virus biasanya menghasilkan kotoran mata yang
berbentuk cair. Konjungtivitis bakteri sering menghasilkan kotoran mata yang lebih
kental dan berwarna kuning kehijauan.
Kedua jenis konjungtivitis ini dapat terjadi bersamaan dengan flu atau dengan
gejala saluran pennafasan, seperti nyeri tenggorokan. Kedua konjungtivitis ini sangat
menular. Penyakit ini menyebar secara langsung atau tidak langsung setelah
bersentuhan dengan kotoran mata penderita. Penyakit ini dapat menyerang segala usia,
baik anak-anak maupun dewasa. Namun konjungtivitis bakteri lebih sering terjadi pada
penderita anak-anak.
2.1.3 Pengobatan Penyakit
Pengobatan yang dapat dilakukan sendiri :
Gunakan kompres hangat untuk menyumbat saluran air mata.
Bersihkan kelopak mata menggunakan aplikator berujung katun yang
dilembabkan dengan air.
Jangan tutupi mata yang terinfeksi dengan plester mata, karena hal tersebut
dapat memicu infeksi yang lebih parah.

Bila penyakit ini disebabkan oleh bakteri, maka dokter akan memberikan
pengobatan tetes mata yang mengandung antibiotika.

Pencegahan Penyakit

Lingkungan merupakan faktor utama untuk mencegah mata merah. Kebersihan


lingkungan. Menghindarikontaklangsungdenganpenderitakongjungtivitis.

2.2 Tinjauan zat aktif

Kloramphenicol merupakan bakteriostatik yang memiliki spektrum yang luas


terhadap berbagai jenis baketeri gram negatif dan gram positif. Kloramfenikol
memberikan antibacterial efek dengan mengikat ribosom bakteri dan menghambat
sintesa protein bakteri.

Kloramfenikol merupakan antibiotik yang diisolasi dari Streptomyces


venezuelae dan sekarang diproduksi sintesis (Mc Evoy. 2004 : 14553)

Farmakokinetik
Kloromfenikol digunakan secara topikal pada terapi infeksi mata karena
spektrumnya luas dan penetrasinya pada jaringan mata dan aquaeous tumor.
Berdasarkan penelitian, penggunaan kloramfenikol pada penyakit mata yaitu
konjungtivis katarak memberi hasil yang baik namun hasil sangat dipengaruhi oleh
dosis dan bagaimana cara mengaplikasikan sediaan tersebut ( Mc. Evoy. 2004:14553).
Mekanisme kerja
Kloramfenikol merupakan penghambat sintesis protein mikroba yang poten
yang berikatan reversibel pada sub unit 50s ribosom bakteri dan menghambat tahapan
peptidil transferase dalam sintesis protein. Kloromfenikol adalah antibiotic
bakteriostatik berspektrum luas (katzung. 2012 :775).

Kontra Indikasi

Tetes mata kloramfenikol di kontra indikasikan untuk orang yang memiliki


sejarah hipersesitif pada kloramfenikol ataupun zat kandungan pada tetes mata.
Myelosuppression pada saat penggunaan pertama chloramfenikol dan pasien dengan
sejarah keluarga dyscrasias darah termasuk aplastic anemia.

2.2 Tinjauan Tentang Sediaan.


2.2.1 Definisi
1. FI III ; 10

Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi digunakan pada mata
dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata atau bola
mata.

2. Scovilles ; 231

Larutan mata merupakan cairan steril atau larutan berminyak dari alkaloid, garam-
garam alkaloid, antibiotik atau bahan-bahan lain yang ditujukan untuk dimasukkan
kedalam mata. Ketika cairan, larutan harus isotonis larutan mata digunakan untuk
antibakterial, anestetik, midriatik, miotik atau maksud diagnosa larutan ini disebut juga
tetes mata dan collyria (singular collyrium).

2.2.2 Syarat-syarat Tetes Mata


1. Steril
2. Bebas dari partikel-partikel
3. Mengandung bahan-bahan yang sesuai dengan literatur
4. Bersifat isotonik atau sangat mendekati isotonic
5. Dibuffer sebagaimana mestinya
6. Dimasukkan dalam wadah yang steril
7. Dimasukkan dalam wadah yang kecil dan praktis

2.2.3 Penggolongan Tetes Mata


Berikut merupakan penggolongan tetes mata berdasarkan beberapa kategori :
a. Berdasarkan khasiat
1. Tetes mata untuk mata infeksi.
Pada sediaan tetes mata untuk infeksi ini diberikan kepada pasien yang
sudah mengalami infeksi atau peradanga pada bagian matanya.
2. Tetes mata untuk antiseptik.
Pada sediaan ini hanya digunakan pada pasien yang mengalami iritasi
ringan yang disebabkan oleh debu atau efek dari mata kering.

b. Berdasarkan Bentuk Sediaan


1. Larutan
Pembuatan larutan tetes mata dapat dilakukan jika obat dapat larut dalam
penyangganya. Misalnya zink sulphate yang dapat larut dalam air. Syarta utama dari
sediaan larutan adalah semua zat baik zat aktif maupun zat tambahan dapat larut
sempurna.
2. suspensi obat mata

Pembuatan suspensi dapat dilakukan jika obatnya tidak larut dalam penyangga
yang coco, misalnya kortikosteroid. Syarat utama suspensi air atau minyak adalah
ukuran partikel yang sangat dibatasi. Pada dasarnya, suspensi menggunakan serbuk
yang telah dimikronisasi untuk menghindari terjadinya rangsangan melanid pada mata
ukuran partikel pada mata < 30nm. Untuk mestabilkan suspensi kita tambahkan
viskositas.

3. Larutan dalam Minyak


Larutan dalam minyak dengan air kurang lazim. Larutan minyak memiliki waktu
kontak yang panjang pada kornea. Contohnya adalah tetrasiklin hidroclorida.

3.3 Praformulasi
3.3.1 Definisi
Praformulasi menggambarkan proses optimisasi suatu obat melalui penentuan
atau definisi sifat-sifat fisika dan kimiayang dianggap penting dalam menyusun sediaan
yang stabil, efektif, dan aman.

3.3.2 Tujuan

2.4.2 Karakteristik Bahan

1. Kloramfenikol ( Chloramphenicolum )
Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih
sampai kelabu atau putih kekuningan; tidak berbau; rasa sangat pahit; dalam
larutan asam lemah
Kelarutan : larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol
95% p dan dalam tujuh bagian propilenglicol p, sukar larut dalam klorofom p
dan dalam eter p
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
Khasiat : antibioticum

2. Acidum Boricum ( Asam Borat )


Pemerian : Hablur, serbuk hablur putih atau sisik mengkilap tidak berwarna;
kasar; tidak berbau; rasa agak asam dan pahit kemudian manis.
Kelarutan : larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagaian air medidih, dalam 16
bagian etanol (95%)p dan dalam 5 bagian gliserol p
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : antiseptikum ekstern

3. Natrium Tetraborat
BM : 381,37
Pemerian : Hablur traspara tidak berwarna atau serbuk hablur
putih, tidak berbau. Larutan bersifat basa terhadap fenolftalein. Pada waktu
mekar di udara kering dan hangat, hablur sering dilapisi serbuk warna putih
Kelarutan : Larut dalam air, mudah larut dalam air mendidih dan
dalam gliserin, tidak larut dalam etanol.
4. Phenylhydrargyri Nitras
Pemerian : serbuk hablur, putih, dipengaruhi oleh cahaya. Larutan jenuh
memberikan reaksi asam pada lakmus.
Kelarutan : sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol dan dalam
gliserin lebih mudah larut dalam adanya asam nitrat atau alkali hidroksida

Praformulasi sangat penting dilakukan dalam setiap pengembangan sediaan


farmasi karena meliputi penelitian farmasetik dan analitik bahan obat untuk menunjang
proses pengembangan formulasi.

2.4 Definisi Formulasi


\
Formulasisuatuproduksterilmeliputikombinasidarisatuataulebihbahandenganzato
batuntukmenambahkankeefektifanproduktersebut dan kemampuan diterima. Olehkarena
itu perludiperhatikan untuksetiapkombinasiduabahan obat ataulebihuntukmemastikanap
akahterjadiinteraksimerugikanatautidak. Jikaterjadiinteraksi yang
tidakdiinginkan, maka perludilakukan modifikasiformulasisehinggareaksi yagtidakdiing
inkantadidapatdihilangkanataudikurangi.
Bahan tambahan biasditambahkanke suatuformulasiuntukmemberikankestabilan
yang dibutuhkandankemanjuranterapi. Adapunjenis-jenis bahan/zat tambahan yang
dimaksudadalahzatantibakteri, antioksidan, dapar, danpembantuisotonis.

Untuk membuat sediaan yang tersatukan, maka faktor-faktor berikut hendaknya


diperhatikan :
1. Steril
Farmakopemenysyaratkansterilitaskumanbagioptalmika( angkakumanharus = 0).
Pembuatantetesmatapadadasarnyadilakukankerja aseptic. Dan
mengunnakanbahanpenawet yang cocokdanmenjaminsterilitasselamapemakaian.
kejernihan
2. Kejernihan
Persyaratanlarutanbebaspartikelbertujuanmenghindarirangsanganakibatbahanpadat.
Filtrasidengankertassaringataukainwoltidakdapatmenghasilkanlarutanbebaspartikelmela
yang. Olehkarenaitu, sebagai material penyaringkitamenggunakanleburangelas.
3. Bahanpengawet
4. Bahanpengawet yang digukanakanadalahthiomersal 0,002,
garamfenilmerkuri 0,002%, garamalkoniumdangarambenzalkonium 0,0002%-0,01%
dalamkombinasinyadengannatriumedetat 0,01% klorheksidin 0,005-0,01%, klorbutanol
0,5 % danbenzilalkohol 0,5-1%

Benzaltonikum Chlorhexidine Acetat Phenylmercuric Nitrate


Clorida 0,01% 0,01% 0,002%
Atrophine Sulfate Cocaine Tetracaine
Corbechol Cocain dan Chloramphenicol
Cyclopentolate homatropine Fluorescein
Homatropine Hidrocortisone dan
Hyoscine neomycin
Hypromellose Neomycin
Phenylephrine Lochesine
Physostigmine Neomycin
Pilocarpine Sulfacetamide
Prednisolone Zinc Sulfate
Zinc Sulfat dan adrenaline
Epineprin

5. Tonisitas
Karenakandunganelektrolitdankoloiddidalamnya, cairan air matamemilikitekanan
osmotic yang nilainyasama. Tonisitascairan air matasebandingdenganlarutan 0,9%
NaCl. Larutan yang diteteskanpadamataharusmenjukkantekanan osmotic yang
samadengantekanan osmotic air matasehinggatidakmerangsang membrane mukosamata.

6. Peningkat Viskositas
Viskositas untuk larutan obat mata dikatakan baik jika berkisar antar 15-25 cps.
Peningkatan viskositas yang biasa dipakai adalah metilselulosa 4000 cps sebanyak
0,25% atau 25 cps sebanyak 1%, HPMC atau polivinil alkohol (Ansel, 548-552).
Menurut Codex, dapat digunakan metil selulosa, polivinil alkohol, PVP, dekstran and
makrogol.
CMC Na jarang digunakan karena tidak tahan terhadap elektrolit sehingga
kekentalan menurun, kadang tidak tercampurkan dengan zat aktif. Pada umumnya
penggunaan senyawa selulosa dapat meningkatkan penetrasi obat dalam tetes mata,
demikian juga dengan PVP dan dekstran. Jadi, pemilihan bahan pengental dalam obat
tetes mata didasarkan pada:
a) Ketahanan pada saat sterilisasi
b) Kemungkinan dapat disaring
c) Stabilitas
d) Ketidak bercampuran dengan bahan-bahan lain.
Contoh peningkat viskositas:
a) Hidroksipropil metilselulosa = hypromellose (HPMC)
b) Metilselulosa
c) Polivinil alkohol
7. Antioksidan
Bahan antioksidan digunakan untuk mencegah terjadinya oksidasi bahan oleh
udara. Contoh antioksidan yang dapat diguanakan adalah :
a) Natrium metabisulfit (0,3%)
b) Natrium bisulfit
c) Natrium sulfit
d) Asam askorbat
8. Surfaktan
Bahan surfaktan ditambahkan dalam formula berfungsi :
1) Sebagai antimikroba
2) Menurunkan tegangan permukaan antara obat mata dan kornea.
3) Meningkatkan kontak antara zat aktif dengan kornea mata. Sehingga
zat aktif akan menempel lebih lama.
Bahan bahan surfaktan yang digunakan adalah
1) Kationik
a) Benzalkonium klorida
b) Etil piridinium klorida, dll
2) Non Ionik
a) Polisorbat 80 (Tween 80)
b) Benzetonium klorida
c) Miristil-gamma-picolinium klorida
d) Polioxil 40-stearat
e) Alkil-aril-polietil alkohol
f) Dioktil sodium sulfosuksinat, dll.
2.6 Produksi

2.6.1 Definisi
Produksi adalah serangkaian kegiatan untuk membuat, merubah bentuk,
menambah bahan, menambah daya guna suatu bahan awal ( raw material ) menjadi
suatu sediaaan ruahan ataupun sediaan jadi sesuai dengan spesifikasi standar nasional
maupun internasional.
Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai
guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam
memenuhi kebutuhan. Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah
bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu
benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang.

Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai


kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah
yang mencukupi. Orang atau perusahaan yang menjalankan suatu proses produksi
disebut Produsen.

A. Ruang Produksi Steril Ditinjau Dari Segi Ruang Sterilasi


Tiap ruangan dengan klasifikasi berbeda-beda dipisahkan oleh ruangan. Tiap
ruangan diberi nomor ruangan untuk dokumentasi pabrik yang dibagi dalam empat
kelas ruangan/area berdasarkan tingkat kebersihan, antara lain:
1. Unclassified Area
Area ini merupakan area yang tidak dikendalikan (Unclassified area) tetapi
untuk kepentingan tertentu ada beberapa parameter yang dipantau. Termasuk
didalamnya adalah laboratorium kimia (suhu terkontrol), gudang (suhu terkontrol untuk
cold storage dan cool room), kantor, kantin, ruang ganti dan ruang teknik.
2. Black area
Area ini disebut juga area kelas E. Ruangan ataupun area yang termasuk dalam
kelas ini adalah koridor yang menghubungkan ruang ganti dengan area produksi, area
staging bahan kemas dan ruang kemas sekunder. Setiap karyawan wajib mengenakan
sepatu dan pakaian black area (dengan penutup kepala).
3. Grey area
Area ini disebut juga area kelas D. Ruangan ataupun area yang masuk dalam
kelas ini adalah ruang produksi produk non steril, ruang pengemasan primer, ruang
timbang, laboratorium mikrobiologi (ruang preparasi, ruang uji potensi dan inkubasi),
ruang sampling di gudang. Setiap karyawan yang masuk ke area ini wajib mengenakan
gowning (pakaian dan sepatu grey). Antara black area dan grey area dibatasi ruang ganti
pakaian grey dan airlock.
4. White area
Area ini disebut juga area kelas C, B dan A (dibawah LAF). Ruangan yang
masuk dalam area ini adalah ruangan yang digunakan untuk penimbangan bahan baku
produksi steril, ruang mixing untuk produksi steril , background ruang filling ,
laboratorium mikrobiologi (ruang uji sterilitas). Setiap karyawan yang akan memasuki
area ini wajib mengenakan pakaian antistatik (pakaian dan sepatu yang tidak melepas
partikel). Antara grey area dan white area dipisahkan oleh ruang ganti pakaian white dan
airlock.
Airlock berfungsi sebagai ruang penyangga antara 2 ruang dengan kelas
kebersihan yang berbeda untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari ruangan dengan
kelas kebersihan lebih rendah ke ruang dengan kelas kebersihan lebih tinggi.
Berdasarkan CPOB, ruang diklasifikasikan menjadi kelas A, B, C, D dan E, dimana
setiap kelas memiliki persyaratan jumlah partikel, jumlah mikroba, tekanan,
kelembaban udara dan air change rate.

B. Berdasarkan kelas
1. Ruang kelas I

Biasanya untuk pembuatan sediaan steril yang memiliki tingkatan kelas


tertinggi. Terdapat empat ruang filter yaitu prefilter, medium filter, hepafilter dan LAF.

2. Ruang kelas II

Biasanya ruangan untuk produksi sediaan steril, seperti penyiapan peralatan


yang akan digunakan di ruang kelas I.

3. Ruang kelas III

Biasanya ruangan yang digunakan untuk pembuatan sediaan liquid dan


semisolid yang mudah terkontaminasi dengan bakteri. Ruangan untuk pembuatan oral
yang memiliki tiga ruangan yaitu prefilter, medium filter, dan hepafilter.

4. Ruang kelas IV

Biasanya ruangan yang digunakan untuk pembuatan sediaan solid

C. Berdasarkan abjad
1. Kelas A

Zona ruanhan untuk kegiatan berisiko tinggi, misal pengisian wadah, tutup karet, ampul
dan vial terbuka, serta pengembangan (pelarutan) secara aseptik. Umunya kondisi ini
dicapai dengan memasang unit aliran udara laminar (laminar air flow) ditempat kerja.

Sistem udara laminar haruslah mengalirkan udara dengan kecepatan teratur dan rata-rata
berkisar antara 0,36-0,54 m/ s (nilai acuan) pada posisi kerja dalam ruabg bersih
terbuka. Aliran udaran searag berkecepatan lebih rendah dapat digunakan pada isolator
tertutup dan atau kotak sarung tangan. Keadaan laminar yang selalu terjaga haruslah
dibuktikan dan divalidasi.

2. Kelas B

Untuk pembuatan secara aseptik. Kelas ini merupakan lingkungan yang


melatarbelakangi zona kelas A

3. Kelas C dan D
Area bersih untuk melakukan tahap pembuatan produk steril dengan tingkat resiko lebih
rendah.

Kelas contoh kegiata untuk produk dengan sterilisasi akhir

A pengisian produk, bila ada resiko diluar kebiasaan.

C pembuatan larutan, bila ada resiko diluar kebiasaan. Pengisiabn produk.

D pembuatan larutab dan penyiapan komponen sebelum proses pengisian

Kelas contoh kegiatab pembuatan secara aseptik

A pembuatan dan pengisian secara aseptik

C pembuatan larutan yang akan disaring

D penanganan komponen setelah pencucian

2.6.2 Macam-Macam sterilisasi

Macam-macam sterilisasi dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Sterilisasi Uap (autoklaf)

Sterilisasi dengan memaparkan uap jenug pada tekanan tertentu selama waktu dan suhu
tertentu pada suatu objek sehingga tidak terjadi pelepasan energi laten uap yang
mengakibatkan pembunuhan mikroorganisme secara ireversible akibat denaturasi atau
koagulasu protein sel.

Sterilisasi demikian merupakan metode yang paling efektif dan ideal karena uap
merupakan pembawa energi termal paling efektif dan semua lapisan pelindung luar
mikroorganismr dapat dilunakan sehingga memungkinkan terjadinya koagulasi dan
bersifat nontoksik, mudah diperoleh, relatif mudah dikontrol.

Suhu jenuh uap air 100C pada tekanan 1 atm ternyata masih kurang untuk membunuh
kuman yang resisten. Oleh karena itu, kita harus mengupayakan agar suhu jenuh uap
ditingkatkan dengan cara meningkatkan tekanannya. Kemudian, kita dapat
melakukannya dalam wadah tertutup rapat agar dapat tercapai suhu sterilisasi, yaitu
121C atau lebih.

Faktor yang mempengaruhi sterilisasi uap

waktu

Apabila mikroorganisme dalam jumlah besar dipaparkan terhadap uap jenuh pada suhu
yang konstan maka semua mikroorganisme tidak terbunuh pada sat bersamaan.

suhu

Peningkatan suhu akan menurunkan waktu proses sterilisasi secara dramatis.

kelembapan

Efek penambahan daya bunuh pada sterilisasi uap disebabkam kelembapam akan
menurunkan suhu yang diperlukan agar terjadi denaturasi dan koagulasi protein.

2. Sterilisasi panas kering (oven)

Proses sterilisasi panas kering terjadi melalui mekanisme konduksi panas. Panas akan
diabsorbsi oleh permukaan luar alat yang disterilisasi, lalu merambat ke bagian dalam
permukaan sampai akhirnya suhu untuk sterilisasi tercapai. Sterilisasi panas kerinh
biasa digunakan untuk alat-alat atau bahan dengan uap yang tidak dapat berpenetrasi
secara mudah atau untuk peralatan yang terbuat dari kaca. Pada sterilisasi panas kering
pembunuhan mikroorganisme terjadi melalui mekanisme oksidasi sampai terjadi
koagulasi proterin sel. Karena panas kering kurang efektif dalam membunuh mikroba
dari autoklaf maka sterilisasi memerlukan temperatur yang lebih tinggu dan waktu yang
lebih panjang. Pada umumnya, kita harus mesterilkan masing-masing unit dalam unit
sekecil mungkin dan memakai alat sedemikian rupa sehingga memungkinkan sirkulasi
bebas udara dalam seluruh ruang. Sterilisasi panas kering umumnya. Sterilisasi panas
kering biasa ditetapkan pada suhu 160*C dengan waktu satu jam untuk alat logan dan
gelas. Sebaliknya untuk larutan minyak atau parafin atau salep ditetapkan minimum
150* selama satu jam. Temperatur yang lebih tinggi memungkinkan waktu sterilisasi
yang lebih pendek dan sebaliknya.

Sterilisasi panas kering umumnya digunakan untuk senyawa-senyawa yang tidak efektif
disterilkan dengan autoklaf. Senyawa yang demikian meliputi minyak lemak, gliserin,
petrolatum, minyak mineral, parafin, dan berbagai serbuk yang stabil dalam pemanasan
sperti ZnO. Metode pilihannya adalah menggunakan alat yang kering ( metal) atau
wadah yang kering (porselin) seperti pada pengemasan zat-zat kimia kering atau larutan
bukan air.

3. Sterilisasi Gas atau Etilen oksida

Sterilisasi ini digunakan untuk alat yang sensitif terhadap panas. Etilen oksida
berada pada fase gas dengan suhu diatas 10,75*C dalam 1 atm. Etilen oksida
membunuh mikroorganisme melaui reaksi kimia yang dikenal sebagai reaksi alkilasi.
Pada reaksi alkilasi akibatnya proses metabolisme dan reproduksi sel terganggu. Siklus
Etilen oksidasi melalui fase vakum(pemvakuman chamber?), injeksi (gas Etilen oksida
diinjeksikan sehingga terjadi kenaikan tekanan oada chamber), pemaparan ( terjadi
pemaparan Etilen okside selama waktu tertentu), dan aerasi (udara segar masuk melalui
filter dan mendorong Etilen oksida keluar melalu pipa pengeluara).

4. Sterilisasi radiasi

ultraviolet

Ultaraviolet merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 100-


400 nm dengan efek optimal pada 254nm. Ultraviolet digunakan sterilisasi ruangan
pada penggunaan aseptik.

ion

Sinar langsung menghantam pusat kehidupan mikroba atau secara tidak langsung
dengan sinar terlebih dahulu membentur molekul air dan mengubahnya menjadi bentuk
radikalnya yang menyebabkan terjadi reaksi sekunder pada bagian molekul DNA
mikroba.
Gamma

Gamma digunakan mesterilkan alat kedokteran yang terbuat dari logam, karet serta
bahan sintesis.

5. Sterilisasi plasma

Plasma terdiei atas elektron-elektron, ion-ion, maupun partikel netral. Plasma berasal
daro beberapa gad seperti argon, nitrogen, dan oksigen yang menunjukan aktivitad
sporisidal. Pada plasma yang terbentuk dari hidrigen periksida proses pembentukannya
ada dua fase yakni fase difusi hidrogen peroksida dan fase plasma. Pembentukan plasma
dimulai dengan pembentukan vakum chamber. Uap hidrogem peroksida yang
dihasilkan dari larutan 58% hidrogen peroksida masuk kedalam chamber kemudian
terpaparkan oleh uap hidrogen peroksida selama 50 menit pada konsentarasi 6mg/l.
Hidrogen periksida yang dasarnya mempunyai aktivitas mematikan mikroorganisme
berfungsi sebagai prekusor pembentukan radikal bebss pada pebentukan plasma. Fase
plasma berlangsung selama 15 menit pada 400 wattm. Setelah plasma selasai. Setiap zat
aka bergabung lagi menjadi senyawa yang stabil berupa air dan oksigen. Aktivitas
mematikan organisme hidrogen peroksida belum diketau secars pasti namus proses
pembentukan plasma membentuj zat reaktif seperti redikal bebas.

6. Sterilisasi filtrasi

Menyaring mikroba atau flistrasi melalui prinsip :

Filtrasi ayakan, didasari perbedaan ukuran dengan pori. Ukuran porinya


seragam sebesar 0,02 micrometer dengan ketebalan 80-159 mm.

filter adsorbsi dalam hal ini filter terbuat dari selulosa, abses, gelas sinter,
keramik, dan kieselguhr serta karbon aktif. Filter dapat membebaskan pirogen
dan virus.

Metode dan komdisi strerilisasi

Sterilisasi dapat dilakukan menurut salah satu cara yang diuraikan berikut ini.
Modisifikasi atau kombinasi dari cara-cara laini dapat dilakukan dengan kententuan
bahwa prosedur yang dipilih divalidasi dengan memperhatikan efektivitas dan intregitas
produk termasuk kontener dam kemasan menyeluruh. Untuk semua metode sterilisasi
bahwa kondisi yang dipersyaratkan sesuai.

1. sterilisasi terminal (sterilisasi akhir)

Penyiapan komponen dan sebagian besar produk yang memungkinkan untuk disaring
dan sterilisasi harus dilakukan minimal diLingkungan kelas D untuk mengurangi resiko
cemaran mikroba dan cemaran partikel partikulat. Bila ada resiko terhadap produk
duluar kebiasaan, yaitu akibat cemaran mikroba, misalnya produk yang secara aktif
mendukung pertumbuhan mikroba atau harus diamkan selama beberapa saat sebelum
disterilisasi atau terpaksa diproses dilingkungan kelas C. Pengisian produk yang
sterilisasi dilakukan di kelas C. Bila ada resiko terhadap produk diluar kebiasaan yaitu
karena cemaran lingkungan pengiisian hendaklah dilakukan dizona A. Dalam metode
sterilisasi akhir menurut PDA technical Monograph (2005) dibagi menjadi dua, yaitu

overkill Method adalah metode sterilisasi menggunakan uap panas pada suhu
121 C selama 15 menit.

Biobudren sterilization adalah metode sterilisasi yang memonitoring ketat dan


terkontrol terhadap beban mikroba sekecil mungkin di beberapa lokasi jalur
produksi sebelum menjalanu proses sterilsasi lanjutan.

2. Aseptic Processing

Aseptic Processing adalah metode pembuatan steril menggunakan saringan dengan filter
khusus untuk bahan obat steril atau bahan baku steril yang difirmulasikan dan diisikan
kedalam kontainer steril serta dilakukan dengan lingkungan terkontrol. Suplai udara,
Material, peralatan, dan petugastelas terkontrol sedemikian rupa sehingga kontaminasi
mikroba tetap berada pada level yang dapat diterima (acceptable) dalam cleane zone
grade A atau grade B. Persyaratannya adalah Limit of Media Fill 1:10,000 unit dapat
dikatakan produk bebas mikroorganisme. Proses demikian dipilih bila obat atau bahan
obat yang akan diproduksi tidak tahan panas

Setelah dicuci haruslah ditangani minimal dilingkungan kelas D. Penangganan bahan


awal dan komponen steril, kecuali pada proses selanjutnya untuk disterilkan atau
disaring menggunakan filter mikroba, haruslah dilakukan dilingkungan kelas A dengan
latar belakang kelas B.
Proses pembuatan larutan yang akan disterilkan secara filtrasi haruslah dilakukan
dilingkungan C. Bila tidak dilakukan filtrasi, penyiapan bahan dan produk haruslah
dilakukan dilingkungan kelas A dengan latar belakan kelas B.

Penanganan dan pengisian produk yang dibuat secara aseptik haruslah dilakukan di
lingkungan kelas A latar belakang kelas B

Transfer wadah setengah tertutup yang akan digunakan dalam proses beku kering
(liofilisasi, freeze drying) haruslah dilakukan sebelum proses penutupan dengan
penutup(stopper) selesai dan dilakukan dilingkungan kelas A dengan latar belakang
kelas B atau dalam nampan (tray) transfer tertutup dilingkungan kelad B. Pembuatan
dan pengisian salep krom, suspensi, dan emulsi haruslag dilakukan dengankelas A latar
belakang kelas B apabila produk terpapar atau tersaring.
BAB III

METODELOGI PRAKTIKUM

3.1 Formulasi

Tiap 10 ml
Clorampenicol 50mg
Acidum Boricum 150 mg
Natrii Tetraborat 30 mg
Phenylhydrargyri Nitras 200 g
Aqua Destillata ad 10 ml
Penyimpanan. Dalam wadah tertutup rapat, ditempat sejuk
Catatan. 1. Disterilkan dengan Cara Sterilisasi B atau C

3.2 Rancangan Formulasi

Untuk 10 ml :
R/
Kloramfenikol 50 mg
Acidum Boricum 150 mg
Benzaniumklorida 0,01 %
Aqua Destillata ad 10 ml

Perhitungan isotonik kloramfenikol

V= w x E x 111,1

V = 50 x 0,14 111,1

V = 777,7 ml

% tonisitas = 777,7 ml x 0,9 % = 6.9993%

Pendaparan
Perhitungan bahan

Kloramfenikol = 50 mg x 10 ml = 500mg

NaOH =

Kalium fosfat =

Benzanium klorida = 0,01 % x 10 ml = 1 mg

Prosedur Kerja

1. Menyiapkan alat dan bahan

2 Menyiapkan Aqudest

3. Melakukan pencucian pada are bersih atau kelas D

4. Melakukan sterilisasi alat-alat dan bahan yang akan digunakan. Hal ini dilakukan
pada area bersih atau kelas d

5. Menimbang masing-masing bahan pada neraca timbangan dengan kaca arloji yang
sudah disterilkan.

6. Melarutkan natrium hidroksida dan kalium dengan aquades secukupnya sampai larut
sempurna.Dilakukan pada lingkungan kelas A dengan latar belakang kelas B

7. Melarutkan bahan aktif dengan aquadest secukupnya.

8. Mencampurkan larutan dapar dengan bahan aktif sampai larut, kemudian

Mengecek pHnya

9.

Anda mungkin juga menyukai