Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA

SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 3 TAHUN DENGAN DEMAM 2 HARI,


DIARE TANPA TANDA DEHIDRASI

Diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan Senior

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh :

Difa Aulia Evandrian

22010116220217

i
PRODI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

2018

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus Kedokteran Keluarga Seorang Anak Perempuan Usia 3 Tahun dengan Demam
2 Hari dan Diare Tanpa Tanda Dehidrasi, telah disajikan guna melengkapi tugas Kepaniteraan
Senior Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Semarang, 30 November 2018

Mengesahkan,

Dosen Pembimbing Lapangan

dr. Firdaus Wahyudi, M.Kes, SpOG

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam tifoid dan paratifoid adalah penyakit demam akut dan sering mengancam jiwa
yang disebabkan oleh infeksi sistemik dari bakteri Salmonella enterica serotipe typhi dan
Salmonella enterica paratyphi . Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi
Salmonella typhi sedangkan demam paratifoid menunjukkan manifestasi klinik yang sama
dengan demam tifoid namun lebih ringan dan disebabkan oleh bakteri Salmonella yang
lainnya . Infeksi demam tifoid ditularkan melalui rute faecal oral. Demam tifoid juga dapat
menyebabkan terjadinya komplikasi dan menimbulkan kematian, hal ini terjadi karena
kurangnya akses air bersih dan lingkungan yang memadai. Menurut WHO (1996), demam
tifoid telah menjadi masalah kesehatan yang utama meskipun telah diberikan antibiotik dan
telah dikembangkan antibiotik baru . Demam tifoid dan demam paratifoid adalah penyakit
infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi dengan gejala
demam lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan
kesadaran. Penyakit demam tifoid termasuk penyakit menular endemik yang dapat
menyerang banyak orang dan merupakan salah satu masalah kesehatan di daerah tropis
terutama di negara-negara sedang berkembang. Penyakit demam tifoid dan paratifoid ini
juga dapat menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi, selain itu terjadi karena
sanitasi yang buruk dan kebersihan lingkungan .
Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan penting di banyak negara berkembang
termasuk Indonesia. Secara global, demam tifoid diperkirakan telah meyebabkan 21,6 juta
penyakit dan 216.500 kematian di seluruh dunia pada tahun 2000, Insiden demam tifoid
tinggi (>100 kasus per 100.000 populasi per tahun) dicatat di Asia Tengah dan Selatan,
Asia Tenggara, dan kemungkinan Afrika Selatan; yang tergolong sedang (10-100 kasus per
100.000 populasi per tahun) di Asia lainnya, Afrika, Amerika Latin, dan Oceania (kecuali
Australia dan Selandia Baru), serta yang termasuk rendah (<10kasus per 100.000 populasi
per tahun) di bagian dunia lainnya (Bhan, et al.,2005). Departemen Kesehatan RI tahun
1997 melaporkan demam tifoid berkisar 350–810 kasus per 100.000 penduduk per tahun
1
dengan angka kematian 2%. Di Jawa Timur kejadian demam tifoid di Puskesmas dan
beberapa rumah sakit masing-masing 4000 dan 1000 kasus per bulan, dengan angka
kematian 0,8%. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama periode 5 tahun (1991–1995)
telah dirawat 586 penderita demam tifoid dengan angka kematian 1,4%, dan selama periode
1996–2000, telah dirawat 1563 penderita demam tifoid dengan angka kematian 1,09%
World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta
kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.
Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana
95 % merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali
lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini tersebar secara
merata diseluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000
penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/tahun atau sekitar 600.000
dan 1,5 juta kasus per tahun. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara
3-19 tahun pada 91 % kasus
Angka kesakitan demam tifoid demam tifoid yang tertinggi terdapat pada golongan
umur 3-19 tahun, suatu golongan masyarakat yang terdiri dari anakanak usia sekolah. Hal
ini secara tidak langsung akan mempengaruhi prestasi 2 belajar, karena apabila seorang
anak menderita penyakit tersebut akan kehilangan kurang lebih 2-4 minggu

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui cara mendiagnosis dan
mengelola pasien secara komprehensif dan holistik berdasarkan data yang diperoleh dari
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang serta kepustakaan pada anak
yang menderita demam tifoid.

1.3 Manfaat
Penulisan laporan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai media belajar agar dapat
mendiagnosis dan mengelola pasien dengan tepat dan komprehensif, serta mengetahui
prognosis penyakit demam tifoid pada anak.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Tifoid

2.1.1 Etiologi Demam Tifoid

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella Typhi. Bakteri Salmonella Typhi berbentuk batang, Gram negatif, tidak berspora,
motil, berflagel, berkapsul, tumbuh dengan baik pada suhu optimal 370C, bersifat fakultatif
anaerob dan hidup subur pada media yang mengandung empedu.Isolat kuman Salmonella
Typhi memiliki sifat-sifat gerak positif, reaksi fermentasi terhadap manitol dan sorbitol positif
, sedangkan hasil negatif pada reaksi indol, fenilalanin deaminase, urease dan DNase.

Bakteri Salmonella Typhi memiliki beberapa komponen antigen antara lain antigen
dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan bersifat spesifik grup.Antigen flagella
(H) yang merupakan komponen protein berada dalam flagella dan bersifat spesifik
spesies.Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi
seluruh permukaan sel.Antigen ini menghambat proses aglutinasi antigen O oleh anti O serum
dan melindungi antigen O dari proses fagositosis.Antigen Vi berhubungan dengan daya invasif
bakteri dan efektivitas vaksin. Salmonella Typhi menghasilkan endotoksin yang merupakan
bagaian terluar dari dinding sel, terdiri dari antigen O yang sudah dilepaskan, lipopolisakarida
dan lipid A.Antibodi O, H dan Vi akan membentuk antibodi agglutinin di dalam
tubuh.Sedangkan, Outer Membran Protein (OMP) pada Salmonella Typhi merupakan bagian
terluar yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi
sel dengan lingkungan sekitarnya.OMP sebagain besar terdiri dari protein purin, berperan pada
patogenesis demam tifoid dan antigen yang penting dalam mekanisme respon imun host.OMP
berfungsi sebagai barier mengendalikan masuknya zat dan cairan ke membran sitoplasma
selain itu berfungsi sebagai reseptor untuk bakteriofag dan bakteriosin.

2.1.2 Patogenesis Demam Tifoid


3
Salmonella Typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia.Manusia yang terinfeksi bakteri
Salmonella Typhi dapat mengekskresikannya melalui sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam
jangka waktu yang bervariasi.Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses mulai dari
penempelan bakteri ke lumen usus, bakteri bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch, bertahan
hidup di aliran darah dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan keluarnya elektrolit
dan air ke lumen intestinal.Bakteri Salmonella Typhi bersama makanan atau minuman masuk
ke dalam tubuh melalui mulut.Pada saat melewati lambung dengan suasana asam banyak
bakteri yang mati. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus, melekat pada sel
mukosa kemudian menginvasi dan menembus dinding usus tepatnya di ileum dan yeyunum.Sel
M, sel epitel yang melapisi Peyer’s patch merupakan tempat bertahan hidup dan multiplikasi
Salmonella Typhi.

Bakteri mencapai folikel limfe usus halus menimbulkan tukak pada mukosa usus.Tukak
dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus.Kemudian mengikuti aliran ke kelenjar
limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan Reticulo
Endothelial System (RES) di organ hati dan limpa.Setelah periode inkubasi, Salmonella Typhi
keluar dari habitatnya melalui duktus torasikus masuk ke sirkulasi sistemik mencapai hati,
limpa, sumsum tulang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Ekskresi
bakteri di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui feses.
Endotoksin merangsang makrofag di hati, limpa, kelenjar limfoid intestinal dan mesenterika
untuk melepaskan produknya yang secara lokal menyebabkan nekrosis intestinal ataupun sel
hati dan secara sistemik menyebabkan gejala klinis pada demam tifoid.

Penularan Salmonella Typhi sebagian besar jalur fekal oral, yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari penderita atau pembawa kuman,
biasanya keluar bersama dengan feses.Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang
ibu hamil yang berada pada keadaan bakterimia kepada bayinya.

2.1.3 Diagnosis Demam Tifoid

2.1.3.1 Keluhan dan Tanda Klinis

Gambaran klinis demam tifoid pada anak umur < 5 tahun, khususnya di bawah 1 tahun
lebih sulit diduga karena seringkali tidak khas dan sangat bervariasi.Masa inkubasi demam
tifoid berkisar antara 7-14 hari, namun dapat mencapai 3-30 hari.Selama masa inkubasi
mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,
4
pusing dan tidak bersemangat.Kemudian menyusul gejala dan tanda klinis yang biasa
ditemukan.

 Gejala

Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Demam
berlangsung 3 minggu bersifat febris, remiten dan suhu tidak terlalu tinggi.Pada awalnya suhu
meningkat secara bertahap menyerupai anak tangga selama 2-7 hari, lebih tinggi pada sore dan
malam hari,tetapi demam bisa pula mendadak tinggi. Dalam minggu kedua penderita akan
terus menetap dalam keadaan demam, mulai menurun secara tajam pada minggu ketiga dan
mencapai normal kembali pada minggu keempat. Pada penderita bayi mempunyai pola demam
yang tidak beraturan, sedangkan pada anak seringkali disertai menggigil. Pada abdomen
mungkin ditemukan keadaan nyeri, perut kembung, konstipasi dan diare.Konstipasi dapat
merupakan gangguan gastrointestinal awal dan kemudian pada minggu kedua timbul
diare.Selain gejala – gejala yang disebutkan diatas, pada penelitian sebelumnya juga
didapatkan gejala yang lainnya seperti sakit kepala , batuk, lemah dan tidak nafsu makan.

 Tanda

Tanda klinis yang didapatkan pada anak dengan demam tifoid antara lain adalah
pembesaran beberapa organ yang disertai dengan nyeri perabaan, antara lain hepatomegali dan
splenomegali.Penelitian yang dilakukan di Bangalore didapatkan data teraba pembesaran pada
hepar berkisar antara 4 – 8 cm dibawah arkus kosta.14 Tetapi adapula penelitian lain yang
menyebutkan dari mulai tidak teraba sampai 7,5 cm di bawah arkus kosta.9 Penderita demam
tifoid dapat disertai dengan atau tanpa gangguan kesadaran.Umumnya kesadaran penderita
menurun walaupun tidak terlalu dalam, yaitu apatis sampai somnolen.1 Selain tanda – tanda
klinis yang biasa ditemukan tersebut,mungkin pula ditemukan gejala lain.Pada punggung dan
anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik kemerahan karena emboli dalam kapiler
kulit.Kadang-kadang ditemukan ensefalopati, relatif bradikardi dan epistaksis pada anak usia
> 5 tahun. Penelitian sebelumnya didapatkan data bahwa tanda organomegali lebih banyak
ditemukan tetapi tanda seperti roseola sangat jarang ditemukan pada anak dengan demam
tifoid.

Tabel 1. Typhoid Morbidity Score

5
Characteristic Degree of Condition Resulting in Score of :

0 1 2

Fever ≤37.5°C 37.6–39.0°C >39.0°C

Mental state Clear Irritability Delirium;coma

Liver size Not palpable ≤2.5 cm >2.5 cm

Diarrhea None Mild Severe

Vomiting None Nausea Vomiting

Abdominal pain None Diffuse pain Right hypochondrial


tenderness

Result of abdominal Normal Abdominal Ileus; peritonitis;


examination distension; doughy gastrointestinal
feel bleeding

2.1.3.2 Patofisiologi Demam

Demam (pireksia) adalah keadaan suhu tubuh di atas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh IL1.Pengaturan suhu
pada keadaan sehat atau demam merupakan keseimbangan antara produksi dan pelepasan
panas. Demam merupakan bagian dari respon fase akut terhadap berbagai rangsangan infeksi,
luka atau trauma, seperti halnya letargi, berkurangnya nafsu makan dan minum yang dapat
menyebabkan dehidrasi, sulit tidur, hipozinkemia, sintesis protein fase akut dan lain-
lain.Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu tubuh berhubungan
langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang,
terutama infeksi.

Demam dikenal sebagai mekanisme yang boros energi (setiap kenaikan suhu 1 0C akan
meningkatkan laju metabolisme sekitar 10%).Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan
demam, terdapat dua jenis yaitu pirogen eksogen dan endogen.Rangsangan eksogen seperti
endotoksin dan eksotoksin menginduksi leukosit untuk memproduksi pirogen endogen dan
yang poten diantaranya adalh IL-1 dan TNFα .Pirogen endogen ini bekerja didaerah sistem
6
syaraf pusat pada tingkat OrganumVasculosum laminae terminalis (OVLT).Sebagai respon
terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin, terutama
prostaglandin-E2 yang bekerja melalui metabolism asam arakhidonat jalur siklooksigenase 2
(COX-2). Prostaglandin ini bekerja secara langsung pada sel nuklear preoptik dengan hasil
peningkatan suhu tubuh berupa demam.

Pirogen eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam setelah terpapar.Umumnya


pirogen berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag atau monosit untuk merangsang IL-
1.Pirogenitas bakteri Gram-negatif disebabkan adanya heatstable factor yaitu endotoksin, suatu
pirogen eksogen yang pertama ditemukan.Komponen aktif endotoksin berupa lapisan luar
bakteri yaitu lipopolisakarida.Endotoksin meyebabkan peningkatan suhu yang progresif
tergantung dari dosis.

Dari suatu penelitian didapatkan bahwa jumlah organisme yang dapat menimbulkan
gejala penyakit adalah sebanyak 105 -106 organisme, walaupun jumlah yang diperlukan untuk
menimbulkan gejala klinis pada bayi dan anak mungkin lebih kecil.Semakin besar dosis
Salmonella Typhi yang tertelan semakin banyak pula orang yang menunjukkan gejala klinis,
semakin pendek masa inkubasi tidak merubah sindrom klinik yang timbul.

2.1.3.3 Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis klinis perlu ditunjang dengan hasil pemeriksaan laboratorium.Pemeriksaan


tambahan ini dapat dilakukan dengan dan tanpa biakan kuman.

1. Darah tepi

Pada penderita demam tifoid didapatkan anemia normokromi normositik yang terjadi akibat
perdarahan usus atau supresi sumsum tulang.Terdapat gambaran leukopeni, tetapi bisa juga
normal atau meningkat.Kadang-kadang didapatkan trombositopeni dan pada hitung jenis
didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif. Leukopeni polimorfonuklear dengan
limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh dari demam, menunjukkan arah diagnosis demam
tifoid menjadi jelas.

2. Uji serologis widal

Uji ini merupakan suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi terhadap antigen
somatik (O).Pemeriksaan yang positif adalah bila terjadi reaksi aglutinasi.Untuk membuat

7
diagnosis yang dibutuhkan adalah titer zat anti terhadap antigen O.Titer yang bernilai > 1/200
dan atau menunjukkan kenaikan 4 kali, maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan.Titer
tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan penderita.Uji serologis ini
mempunyai berbagai kelemahan baik sensitivitas maupun spesifisitasnya yang rendah dan
intepretasi yang sulit dilakukan.Namun, hasil uji widal yang positif akan memperkuat dugaan
pada penderita demam tifoid.

3. Isolasi kuman

Diagnosis pasti demam tifoid dilakukan dengan isolasi Salmonella Typhi.Isolasi kuman ini
dapat dilakukan dengan melakukan biakan dari berbagai tempat dalam tubuh.Diagnosis dapat
ditegakkan melalui isolasi kuman dari darah.Pada dua minggu pertama sakit , kemungkinan
mengisolasi kuman dari darah pasien lebih besar dari pada minggu berikutnya.Biakan yang
dilakukan pada urin dan feses kemungkinan keberhasilan lebih kecil, karena positif setelah
terjadi septikemia sekunder.Sedangkan biakan spesimen yang berasal dari aspirasi sumsum
tulang mempunyai sensitivitas tertinggi, tetapi prosedur ini sangat invasif sehingga tidak
dipakai dalam praktek seharihari.Selain itu dapat pula dilakukan biakan spesimen empedu yang
diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik.

2.2 Penggunaan Antibiotik pada Demam Tifoid

Penggunaan antibiotik merupakan terapi utama pada demam tifoid, karena pada dasarnya
patogenesis infeksi Salmonella Typhi berhubungan dengan keadaan bakterimia.Pemberian
terapi antibiotik demam tifoid pada anak akan mengurangi komplikasi dan angka kematian,
memperpendek perjalan penyakit serta memperbaiki gambaran klinis salah satunya terjadi
penurunan demam. Namun demikian pemberian antibiotik dapat menimbulkan drug induce
fever, yaitu demam yang timbul bersamaan dengan pemberian terapi antibiotik dengan catatan
tidak ada penyebab demam yang lain seperti adanya luka , rangsangan infeksi , trauma dan lain
lain. Demam akan hilang ketika terapi antibiotik yang digunakan tersebut dihentikan.
Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama pada terapi demam tifoid, hal ini dapat
dibenarkan apabila sensitivitas Salmonella Typhi masih tinggi terhadap obat tersebut.Tetapi
penelitian-penelitian yang dilakukan dewasa ini sudah menemukan strain Salmonella Typhi
yang sensitivitasnya berkurang terhadap kloramfenikol,untuk itu antibiotik lain seperti
seftriakson, ampisilin, kotrimoksasol atau sefotaksim dapat digunakan sebagai pilihan terapi
demam tifoid.
8
1. Kloramfenikol

Kloramfenikol merupakan antibiotik lini pertama terapi demam tifoid yang bersifat
bakteriostatik namun pada konsentrasi tinggi dapat bersifat bakterisid terhadap kuman- kuman
tertentu serta berspektrum luas.Dapat digunakan untuk terapi bakteri gram positif maupun
negatif. Kloramfenikol terikat pada ribosom subunit 50s serta menghambat sintesa bakteri
sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman.Sedangkan
mekanisme resistensi antibiotik ini terjadi melalui inaktivasi obat oleh asetil transferase yang
diperantarai faktor-R. Masa paruh eliminasinya pada bayi berumur kurang dari 2 minggu
sekitar 24 jam.Dosis untuk terapi demam tifoid pada anak 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam
3-4 dosis.Lama terapi 8-10 hari setelah suhu tubuh kembali normal atau 5-7 hari setelah suhu
turun.Sedangkan dosis terapi untuk bayi 25-50 mg/kgBB.

2. Seftriakson

Seftriakson merupakan terapi lini kedua pada kasus demam tifoid dimana bakteri Salmonella
Typhi sudah resisten terhadap berbagai obat. Antibiotik ini memiliki sifat bakterisid dan
memiliki mekanisme kerja sama seperti antibiotik betalaktam lainnya, yaitu menghambat
sintesis dinding sel mikroba, yang dihambat ialah reaksi transpeptidase dalam rangkaian reaksi
pembentukan dinding sel.Dosis terapi intravena untuk anak 50-100 mg/kg/jam dalam 2 dosis,
sedangkan untuk bayi dosis tunggal 50 mg/kg/jam.

3. Ampisilin

Ampisilin memiliki mekanisme kerja menghambat pembentukan mukopeptida yang


diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba.Pada mikroba yang sensitif, ampisilin akan
menghasilkan efek bakterisid.Dosis ampisilin tergantung dari beratnya penyakit, fungsi ginjal
dan umur pasien.Untuk anak dengan berat badan 7 hari diberi 75 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis.1

4. Kotrimoksasol

Kotrimoksasol merupakan antibiotik kombinasi antara trimetoprim dan sulfametoksasol,


dimana kombinasi ini memberikan efek sinergis.Trimetoprim dan sulfametoksasol
menghambat reaksi enzimatik obligat pada mikroba.Sulfametoksasol menghambat masuknya
molekul PAmino Benzoic Acid (PABA) ke dalam molekul asam folat, sedangkan trimetoprim
menghambat enzim dihidrofolat reduktase mikroba secara selektif.Frekuensi terjadinya
resistensi terhadap kotrimoksasol lebih rendah daripada masing-masing obat, karena mikroba
9
yang resisten terhadap salah satu komponen antibiotik masih peka terhadap komponen
lainnya.Dosis yang dianjurkan untuk anak ialah trimetoprim 8 mg/kgBB/hari dan
sulfametoksasol 40 mg/kgBB/hari diberikan dalam 2 dosis.

5. Sefotaksim

Sefotaksim merupakan antibiotik yang sangat aktif terhadap berbagai kuman gram positif
maupun gram negatif aerobik.Obat ini termasuk dalam antibiotik betalaktam, di mana memiliki
mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel mikroba.Mekanisme penghambatannya
melalui reaksi transpeptidase dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel.Dosis terapi
intravena yang dianjurkan untuk anak ialah 50 – 200 mg/kg/h dalam 4 – 6 dosis.Sedangkan
untuk neonatus 100 mg/kg/h dalam 2 dosis.

2.2 Kedokteran Keluarga12

Kedokteran keluarga merupakan disiplin akademik profesional, yaitu pengetahuan klinik


yang dimplementasikan pada komunitas keluarga. Dokter harus mmahami manusia bukan
hanya sebagai makhluk biologik, tetapi juga makhluk sosial. Dalam hal ini harus memahami
hakikat biologik, psikologik, sosiologik, ekologik, dan medik.

a. Hakikat biologik

Kedokteran keluarga memperhatikan pula perihal dinamika kehidupan keluarga


sebagai makhluk biologis, yaitu masuk keluarnya seseorang anggota keluarga dalam
organisasi keluarga. Mulai dari proses pra-konsepsi/ pra-nikah sampai lahirnya anak, atau
bertambahnya jumlah anggota keluarga. Bertambahnya usia kemudian meninggal, atau
anggota keluarga yang pindah tempat, sehingga berkurang jumlah anggota keluarga.

Untuk lebih terinci menilai permasalahan keluarga, dinilai dari kualitas hidup keluarga
serta fungsi keluarga, yaitu peranan fungsi biologis keluarga perihal yang berkenaan
dengan organ sistem terpadu dari individu dan anggota keluarga lainnya yang mempunyai
risiko, meliputi: adanya faktor keturunan, kesehatan keluarga, dan reproduksi keluarga;
yang semuanya berpengaruh terhadap kualitas hidup keluarga.

b. Hakikat psikologik

10
Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai aktivitas dan tingkah laku yang
meerupakan gambaran sikap manusia yang menentukan penampilan dan pola perilakuk dan
kebiasaannya.

c. Hakikat sosiologik

Dalam kehidupannya manusia berhubungan dengan sesama baik lingkup keluarga,


pekerjaan, budaya, dan geografis, yang menimbulkan berbagai proses dan gejolak.
Kebijaksanaan yang digunakan dokter keluarga adalah yang berorientasikan penyakit/
permasalahan yang berhubungan dengan:

 Proses dinamika dalam keluarga

 Potensi keluarga

 Kualitas hidup yang dipengaruhi oleh budaya positif

 Pendidikan dan lingkungannya

d. Hakikat ekologik

Ekologi dalam kedokteran keluarga membahas manusia seutuhnya dalam interaksinya


dengan sesamanya dan spesies lainnnya juga hubungannya dengan lingkungan fisik dalam
rumah tangganya.

e. Hakikat medik

Temuan-tmuan di bidang teknologi kedokteran akan juga mempengaruhi ilmu


kedokteran keluarga. Pergeseran pola perilaku dan pola penyakit, akan mempengaruhi pola
pelayanan kedokteran. Karena itu, kedokteran keluarga sebagai ilmu akan berkembanga
dalam bidang yang mempengaruhi kesehatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan keluarga.

Pendekatan Kedokteran Keluarga16

Prinsip dalam kedokteran keluarga adalah pendekatan keluarga. Pendekatan keluarga


merupaka serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang terencana, terarah, untuk
menggali, meningkatkan, dan mengarahkan peran serta keluarga agar dapat memanfaatkan
potensi yang ada guna menyembukan anggota keluarga dan menyelesaikan masalah
kesehatan keluarga yang mereka hadapi. Dalam pendekatan ini diberdayakan apa yang

11
dimiliki oleh keluarga dan anggota keluarga untuk menyembukan dan menyelesaikan
masalah keluarga. Hal ini dapat dilakukan bila memahami profil dan fungsi keluarga.

Pelayanan kedokteran keluarga merupakan pelayanan yang bersifat komprehensif,


meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Materi kedokteran keluarga
pada hakikatnya merupakan kepedulian dunia kedokteran perihal masalah-masalah
ekonomi dan sosial, di samping masalah organobiologik, yaitu ditujukan terhadap
pengguna jasa sebagai bagian dalam lingkungan keluarga. Demikian pula pemanfaatan
ilmunya yang bersifat menyeluruh, yaitu pelayanan terhadap masalah organ, mental-
psikologikal dan sosial keluarga.

12
BAB III

HASIL KUNJUNGAN RUMAH

1.1 IDENTITAS PASIEN DAN KELUARGA


A. Identitas Pasien

 Nama : An. MNB


 Jenis kelamin : Perempuan
 Usia : 3 tahun
 Status Pernikahan: Belum Menikah
 Alamat :Mangunharjo RT 2/2 Tembalang Semarang
 Agama : Islam
 Suku Bangsa : Jawa
 Pendidikan :-
 Pekerjaan :-

B. Identitas Kepala Keluarga

 Nama : Tn. MB
 Jenis Kelamin : Laki – laki
 Umur : 24 tahun
 Status Pernikahan: Menikah
 Alamat :Mangunharjo RT 2/2 Tembalang Semarang
 Agama : Islam
 Suku Bangsa : Jawa
 Pendidikan : SMP
 Pekerjaan : Pegawai Swasta

13
1.2 PROFIL KELUARGA YANG TINGGAL SATU RUMAH

Tabel 3.Profil Keluarga Yang Tinggal Satu Rumah

No Nama Kedudukan JK Umur Pendidikan Pekerjaan Keterangan


dalam (th)
Keluarga

1 Tn. MB KK L 24 Tamat SMP Pegawai Sehat


Swasta

2 Ny. IL Istri P 24 Tamat SMP Pegawai Sehat


Swasta

3 An. MNB Anak P 3 Belum Belum Sehat


pertama Sekolah Bekerja

Tn. S

52 tahun Tn.M
Ny.S Ny.R
D 2012 54 tahun
53 tahun 51 tahun
CKD Hiperetensi
Hipertensi

Ny. A Tn. K
Ny.IL Tn. MB Tn. S
21 tahun 17 tahun
24 tahun 24 tahun 20 tahun
M 2015
tahun 14
An. MNB

3 tahun

B 2015

Gambar 1. Genogram Keluarga Penderita

Keterangan :

: Perempuan

: Laki-laki

: Hamil

: Meninggal

: Pasien

: Tinggal serumah

Tabel 4. Family APGAR Score

15
No Pertanyaan Hampir Kadang- Hampir tidak
selalu (2) kadang (1) pernah (0)
1 Addaptation: Saya puas dengan √
keluarga saya karena masing-masing
anggota keluarga sudah menjalankan
kewajiban sesuai dengan seharusnya
2 Partnership: Saya puas dengan √
keluarga saya karena dapat membantu
memberikan solusi terhadap
permasalahan yang saya hadapi
3 Growth: Saya puas dengan kebebasan √
yang diberikan keluarga saya untuk
mengembangkan kemampuan yang
saya miliki
4 Affection: Saya puas dengan √
kehangatan/kasih sayang yang
diberikan keluarga saya
5 Resolve: Saya puas dengan waktu √
yang disediakan keluarga untuk
menjalin kerjasama

Dari tabel di atas, bila dijumlahkan mempunyai total 8 poin yang berarti
fungsi dalam keluarga ini baik.

Tabel 5. Family SCREEM

Variabel Resource Pathology

Social Komunikasi pasien dengan ibu pasien,

ayah, dan kakak pasien dalam keadaan

baik dan harmonis.

Komunikasi pasien dengan teman

sebaya baik.

16
Cultural Pasien merupakan suku Jawa dan lama

hidup di Jawa. Keluarga pasien

cenderung tidak percaya akan hal-hal

berbau mistis. Keluarga pasien memiliki

budaya saling membantu sama lain di

lingkungan keluarga maupun

lingkungan tetangga.

Religion Pasien menganut agama Islam. Orang

tua juga menganut agama yang sama

dan taat beribadah

Economic Ayah pasien bekerja sebagai supir di Penghasilan kedua

buruh pabrik dengan penghasilan orang tua dirasa kurang

perbulan Rp. 2.500.000. Ibu pasien untuk memenuhi

bekerja sebagai supir taksi online kebutuhan anak sehari-

dengan penghasilan yang tidak hari

menentu. Uang tersebut dipakai untuk

kebutuhan rumah tangga sehari-hari

seperti makan, obat, biaya sekolah anak

dan lainnya. Pasien menggunakan JKN

Non PBI kelas 3

Education Pasien sudah masuk TK Besar dan

dapat mengikuti pelajaran dan

17
besosialisasi dengan teman sebayanya

dengan baik.

Medical Ibu pasien mengetahui bahwa orang

yang sakit harus diperiksakan ke tenaga

medis namun pasien jarang periksa ke

tenaga kesehatan ketika dirasa sakitnya

ringan, pasien membeli obat sendiri di

warung atau pengobatan herbal.

Family Mapping

Ny.
IL

An. Tn.MB
MNB
B

 Disfungsional

18
Hubungan antara anggota keluarga tidak erat

 Fungsional

Hubungan antara keluarga erat

 Enmeshed/over-involved/terlalu ikut campur


Hubungan antara keluarga yang terlalu ikut campur

 Clear Boundaries (Batasan yang jelas)

Menolong keluarga mempertahankan otonomi dan privasi individual tanpa


mengurangi rasa saling memiliki dan interdependensi dalam keseluruhan
keluarga.

 Rigid Boundaries (Batasan yang terlalu kaku)

Membuat anggota keluarga menjadi berjarak dan saling terisolasi. Otonomi


mungkin tetap ada namun sulit mempertukarkan keterlibatan dan afeksi satu
sama lain.

 Diffused Bondaries (Batasan yang terlalu buram)

Membuat masing-masing anggota keluarga sangat mudah terganggu oleh


campur tangan anggota keluarga lainnya. Perkembangan kemandirian
menjadi terhambat.

Kesimpulan  Hubungan antara pasien, dan orang tua, yang tinggal serumah dalam
keadaan yang fungsional.

19
Family Life Line

Berikut garis riwayat hidup pasien ditinjau dari aspek psikologis yang mempengaruhi
kesehatan :

Lahir : 2015

Sakit Anemia: 2016

Sakit saat ini : 2018

Family Life Cycle

Keluarga berada pada siklus ke-3 yaitu: keluarga dengan Childbearing Adults.

KUESIONER IDENTIFIKASI MASALAH PERTUMBUHAN – PERKEMBANGAN


DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO
Tabel 6. Kuesioner Identifikasi Masalah Pertumbuhan – Perkembangan Dan Faktor-
Faktor Risiko
No Pola Asuh KETERANGAN
1 Apakah tipe pola asuh orang tua yang diberikan pada anak?(berdasarkan Demokratis
kuesioner pola asuh)
No Identifikasi Faktor Risiko Lingkungan Mikro YA TIDAK
2 Apakah terdapat kelainan/penyakit yang diturunkan di keluarga? V
3 Apakah proses kelahiran anak normal tanpa masalah kesehatan? V

20
4 Apakah Anak sehat secara fisik? V
5 Apakah terdapat kelainan congenital atau dismorfik? V
6 Apakah Anak sehat secara mental emosional? V
7 Apakah Anak dapat bersosialisasi dengan baik? V
8 Apakah pertumbuhan anak normal?(sesuai buku KIA) V
9 Apakah perkembangan anak normal?(sesuai buku KIA) V
10 Apakah anak termasuk dalam tipe anak manja/penurut/pasif (pilih salah Penurut
satu)
No Identifikasi Faktor Risiko Lingkungan Mini YA TIDAK
11 Apakah terdapat masalah kesehatan saat kehamilan? V
12 Apakah orangtua memiliki pengetahuan yang cukup untuk merawat anak? V
13 Apakah orangtua mengetahui arti asi eksklusif? V
14 Apakah orangtua mempraktekkan asi eksklusif kepada anak? V
15 Apakah orangtua mengetahui tindakan apa yang dilakukan bila anak V
demam?
16 Apakah orangtua mengetahui tindakan apa yang dilakukan bila anak V
diare?
17 Apakah orangtua tahu cara memantau pertumbuhan dan perkembangan V
anak?
18 Apakah gaji orangtua cukup untuk kehidupan keluarga? V
19 Apakah orangtua mendukung dengan program wajib belajar pemerintah? V
20 Apakah orangtua mengetahui tentang kebutuhan nutrisi anak? V
21 Apakah hubungan suami dan istri harmonis dan konsisten dalam V
menerapkan pola asuh?
22 Apakah orangtua beranggapan terdapat program kesehatan yang V
bertentangan dengan agama/budaya?
23 Apakah orangtua selektif dalam menyikapi teknologi? V
24 Apakah orangtua memliki peraturan mengenai jam menonton V
televisi/bermain game atau gadget?
25 Apakah imunisasi dasar anak lengkap? V
26 Apakah seluruh anggota keluarga sudah mengikuti program BPJS? V
27 Apakah orangtua memiliki buku KIA untuk anak? V

21
28 Apakah orangtua mengetahui fungsi buku KIA? V
29 Apakah orangtua membawa anak ke fasilitas kesehatan/puskesmas bila V
anak sakit?
30 Apakah orangtua lebih percaya pengobatan alternative dibandingkan V
medis?
31 Apakah anak rutin dibawa ke posyandu? V
32 Apakah kedua orangtua bekerja diluar rumah? V
33 Apakah anak dititipkan di tempat penitipan anak? V
34 Apakah anak mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini V
35 Siapakah yang merawat anak sehari-hari?(ibu/bapak/kakek- Ibu
nenek/pengasuh)
No Identifikasi Faktor Risiko Lingkungan Meso YA TIDAK
36 Apakah terdapat Posyandu di lingkungan anak? V
37 Apakah Puskesmas yang terdekat mudah dijangkau? V
38 Bila lokasi puskesmas jauh, apakah terdapat fasilitas kesehatan yang lebih V
dekat?
39 Apakah terdapat PAUD yang cukup dekat dengan tempat tinggal anak? V
40 Apakah terdapat fasilitas pendidikan formal (SD/SMP/SMU) yang cukup V
dekat dengan tempat tinggal anak?
41 Apakah terdapat Tempat penitipan anak yang cukup dekat dengan tempat
tinggal anak?(bila kedua orangtua bekerja)
42 Menurut orangtua apakah program acara televisi nasional saat ini sudah V
baik?
No Identifikasi Lingkungan Makro
Sebutkan program-program pemerintah dan dasar hukumnya yang menurut anda dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak?
1.
2.
3.

22
Dst…
CATATAN :

23
Tabel 7. Kuesioner Pola Asuh

24
25
26
1.3 RESUME PENYAKIT DAN PENATALAKSANAAN YANG SUDAH

DILAKUKAN

A. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 25 September 2018 pukul


09.00-pukul 10.00 WIB di Puskesmas Tlogosari Kulon

a. Keluhan Utama:
BAB cair
b. Riwayat Penyakit Sekarang:

± 2 hari SMRS anak dikeluhkan Demam, terus menerus, suhu tidak diukur, BAB
dengan konsistensi cair dengan ampas (+). Frekuensi BAB 3 kali, volume kira-kira 1/2
gelas belimbing tiap BAB, lendir (-) , darah (-). Kembung (-), BAB menyemprot (-),
kemerahan di kulit perianal (-). Mual (+) Muntah (-), batuk (-), pilek (-). Mata anak
cowong (-), menangis keluar air mata (+), ubun-ubun cekung (-), mukosa bibir anak
kering (+), anak merasa kehausan (+), gerak aktif (+), rewel (-). BAK seperti biasa dan
bewarna kuning. Saat anak diare, anak belum diberikan oralit maupun obat apapun, lalu
dibawa periksa ke Puskesmas Rowosari.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat diare sebelumnya (-)
 Riwayat demam tiphoid sebelumnya disangkal.
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
 Tidak ada anggota keluarga yang sakit diare saat ini.
e. Riwayat Sosial Ekonomi :
 Ayah bekerja sebagai Kuli bangunan di perusahaan swasta dan ibu bekerja
sebagai buruh pabrik. Penghasilan kurang lebih Rp 2.500.000 per bulan.
 Menanggung 1 orang anak yang belum mandiri, belum bersekolah.
 Biaya pengobatan ditanggung oleh JKN PBI.
 Kesan sosial ekonomi : cukup.
f. Riwayat perinatal
Riwayat pre-natal
27
Antenatal care >4 kali di bidan. Imunisasi TT (+) 2 kali, suplemen besi (+),
vitamin (-). Penyakit selama kehamilan: hipertensi (-), diabetes mellitus (-),
demam dengan ruam (-), perdarahan (-), trauma (-), riwayat merokok (-),
riwayat konsumsi alkohol (-), dan riwayat terpapar radiasi disangkal. Konsumsi
obat-obatan dan jamu disangkal.
Riwayat natal
Lahir anak perempuan dari ibu G1P0A0 saat usia 21 tahun dengan usia kehamilan
39 minggu, lahir spontan di RS Ketileng, langsung menangis, biru (-), kuning (-
), berat anak lahir (BBL) 2850 gram, panjang badan lahir 47 cm.
Riwayat post-natal
Anak rutin dibawa ke Posyandu untuk imunisasi dan ditimbang berat badan tiap
bulan. Anak dikatakan sehat.
g. Riwayat Imunisasi
Umur Jenis Vaksin yang Diberikan

Saat lahir HB 1, Polio 0

1 bulan BCG (scar + pada lengan


kanan atas)

2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 1

3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 2

4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4

9 bulan Campak

Kesan : Riwayat imunisasi dasar lengkap sesuai usia, booster (+)


h. Riwayat makan dan minum anak

Usia Makanan dan minuman yang dikonsumsi

0 – 6 bulan ASI ekslusif

6 – 12 bulan ASI + MPASI (bubur tim, bubur saring)

12 bulan –
Makanan keluarga + susu formula
sekarang

28
Food-recall

Hari 1 :

Pagi : Nasi 1 centong + ayam goreng + sop sayur

Siang : Nasi 1 centong + ½ lele goreng + sop sayur + susu formula SGM 1+ ½
gelas belimbing

Malam : Nasi 1 centong + 1 tempe goreng + sop sayur + susu formula SGM 1+ ½
gelas belimbing

Hari 2 :

Pagi : Nasi 1 centong + 1 tahu goreng + sayur bayam

Siang : Nasi 1 centong + ½ telur goreng + sayur bayam + susu formula SGM 1+
½ gelas belimbing

Malam : Nasi 1 centong + 1/3 mangkok bakso + susu formula SGM 1+ ½ gelas
belimbing

Hari 3 :

Pagi : Nasi 1 centong + ½ mangkok soto ayam

Siang : Nasi 1 centong + ½ telur goreng + sop sayur + susu formula SGM 1+ ½
gelas belimbing

Malam : Nasi 1 centong + 1/3 mangkok bakso + susu formula SGM 1+ ½ gelas
belimbing

Kesan : ASI eksklusif. Kuantitas dan kualitas makanan dan minuman anak cukup.

i. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak

Pertumbuhan

BB Lahir : 2850 g
BB sekarang : 11,2 g
PB sekarang : 85 cm.
LILA : 18 cm
HAZ : -2,05 SD (perawakan normal)
WAZ : -2,16 SD
29
WHZ : -1,39 SD (gizi baik)
BMI for age : -1,21 SD
Kesan : Gizi baik

Perkembangan

2 bulan : senyum

4 bulan : tengkurap

6 bulan : duduk

8 bulan : merangkak

9 bulan : berdiri

10 bulan : berjalan

Saat ini pasien belum bersekolah. Pasien dapat berkomunikasi dan berinteraksi baik
dengan teman sebaya dan keluarganya.

Kesan : perkembangan sesuai usia

B. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 23 November 2018 pukul 10.00

 Keadaan umum : tidak tampak sakit


 Kesadaran : Compos mentis
 Tanda vital:
 Nadi : 92x/menit
 Suhu :38,60C
 Pernapasan : 22x/menit,reguler
 Status Generalis:

 Kepala : mesosefal

 Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), mata cowong (-/-)


 Telinga : Discharge (-),nyeri tekan mastoid (-)

30
 Hidung : Discharge (-), nafas cuping hidung (-)

 Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), mukosa kering (-)

 Tenggorok : T1-1, faring hiperemis (-), granulasi (-), post nasal drip (-),
nyeri telan (-)
 Leher : Trakhea di tengah, pembesaran nnll (-/-)

 Thorax : Simetris, retraksi otot pernafasan (-), sela iga melebar (-),
venektasi dinding dada (-)

 Cor

I : Iktus Cordis tak tampak

Pa : Iktus Cordis teraba di SIC V 2 cm lateral LMCS, kuat angkat, tidak


melebar.

Pe : konfigurasi jantung dalam batas normal

Aus : SJ I – II normal, bising tidak ada, gallop (-)

 Pulmo

I : Simetris, statis, dinamis

Pa : Stem fremitus kanan = kiri

Pe : Sonor seluruh lapangan paru

Aus : Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)

 Abdomen :

I : cembung, venektasi (-)

Au : Bising usus dalam batas normal

Pe : tympani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)

Pa : supel, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (+) regio epigastrial, nyeri
alih (-) , turgor kulit kembali cepat

 Ekstremitas Superior Inferior


31
Oedema -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Akral dingin -/- -/-

Cappilary Refill <2”/<2” <2”/<2”

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan

Hematologi

Hb 10,9 12,0-16,0 g/dl

Eritrosit 5,5 4,0-5,0 Juta/mm3

Leukosit 4500 4000-10000 /ui

Hematokrit 38 37-43 %

Trombosit 198 100-300 Ribu/ul

MCV 69 80-100 Rf1

MCH 19 27-34 Pg

MCHC 28 31-37 g/dl

Hitung Jenis

Segmen 34 50-70 %

Limfosit 59 20-40 %

Monosit 5 3-14 %

Imunoserologi

Salmonella typhi O 1/80 Negatif

Salmonella typhi H Neg Negatif

32
3.4 DIAGNOSIS KERJA

- Demam 2 Hari DD/ Tifoid

3.5 DIAGNOSIS HOLISTIK


a. Aspek I (Personal)
Keluhan : anak mengeluh demam
Kekhawatiran : tidak ada
Harapan : anak bisa cepat sembuh dari demam sehingga bisa kembali bermain
dengan teman-temannya
b. Aspek II (Diagnosis Kerja)
Pasien merupakan seorang anak laki-laki usia 5 tahun dengan Demam 2 Hari DD/
Tifoid, diare tanpa tanda dehidrasi dan gizi cukup perawakan normal.
c. Aspek III (Faktor internal)
 Usia : 3 tahun
 Genetik : ibu pasien perawakan normal
 Pola makan : frekuensi makan rata-rata 3 kali sehari. Pasien biasanya makan di
rumah. Variasi makanan dalam keluarga sebagai berikut : nasi, lauk (tahu,
tempe, telur, ayam), sayur hijau, air minum biasanya air putih atau teh. Pasien
dan keluarga mengaku jarang mengkonsumsi daging dan buah. Pasien juga
sering jajan makanan kecil di luar rumah.
 Kebiasaan : pasien tidak memiliki kebiasaan mencuci tangan
d. Aspek IV (Faktor Eksternal)
 Hubungan dengan keluarga : interaksi pasien dengan keluarga baik
 Kondisi ekonomi keluarga kurang
 Keluarga pasien kurang memperhatikan perilaku hidup bersih dan sehat
terutama higienitas dalam menyiapkan makan dan sumber air minum
 Keluarga pasien kurang memberikan asupan makanan yang bergizi bagi pasien
e. Derajat fungsional
 1 : no difficult. Pasien masih aktif dan tidak membutuhkan bantuan untuk
kegiatan sehari-hari

33
3.6 RENCANA PENATALAKSANAAN

o Medikamentosa :
 Paracetamol
 Chloramfenikol
 Antasid
 Zinc
 Vit Bc
o Non medikamentosa :

 Menjelaskan kepada orang tua bahwa anak perlu diberikan paracetamol untuk
tujuan menurunkan demam pada anak dan rehidrasi minum sedikit demi sedikit
namun sering. Jika anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian berikan lagi lebih
lambat.

 Menjelaskan kepada ibu bahwa antibiotik Chloramfenikol harus dikonsumsi hingga


7-14 hari sekalipun nantinya diare sudah sembuh.

 Menjelaskan pada ibu perlunya menjaga kebersihan diri dan alat-alat makan dan
minum dengan cara cuci tangan sebelum membuat susu dan menyiapkan makan
serta menggunakan alat-alat makan dan minum yang sudah dicuci bersih.
 Menjelaskan kepada ibu mengenai tanda-tanda dehidrasi seperti rewel, kehausan,
mata cekung, menangis tidak keluar air mata, bibir kering. Bila anak diare disertai
muntah berulang, anak tampak kehausan sebaiknya segera dibawa ke puskesmas
atau klinik atau RS terdekat.
 Menjelaskan kepada orang tua pasien bahwa status gizi anak saat ini gizi kurang
perawakan pendek serta menjelaskan pentingnya peningkatan berat badan dan
tinggi badan anak sesuai usia dengan asupan diet yang memenuhi kebutuhan gizi
anak perhari serta komplikasi yang dapat terjadi bila kondisi ini tidak segera
diperbaiki.
 Mengedukasi dan memotivasi orang tua pasien untuk mentaati dan
mempertahankan pola diet yang telah dirancangkan untuk mengejar pertumbuhan
anak.

34
 Pola diet yang dirancang yaitu meningkatkan kuantitas makan anak menjadi lebih
sering diselingi dengan makanan kecil serta meningkatkan kualitas makan anak
dengan mengutamakan pemberian protein hewani (ayam, daging, ikan) serta
menambahkan 1 sendok minyak ke makanan anak sebagai sumber lemak. Susu
yang diberikan anak dapat diganti menjadi susu tinggi kalori dan diberikan dalam
frekuensi lebih sering (5x sehari) dengan volume ditingkatkan.
 Mengedukasi dan memotivasi orang tua pasien agar memantau pertumbuhan dan
perkembangan anak secara rutin di puskesmas atau posyandu tiap bulan.
Pengelolaan secara Komprehensif
 Promotif : Menjelaskan pada keluarga pasien akan pentingnya pola makanan yang
bergizi dan seimbang untuk pertumbuhan dan perkembangan pasien.
 Preventif : Mengedukasi kepada keluarga tentang pentingnya penyediaan sumber
air bersih, tempat pembuangan tinja. Mengajarkan kepada keluarga tentang
kebiasaan cuci tangan dengan sabun dan persiapan serta pembuatan makan bagi
anak.
 Kuratif : Tatalaksana diare meliputi rehidrasi, dukungan nutrisi, suplementasi zinc,
dan pemberian edukasi pada orang tua
 Rehabilitatif : Mengajarkan dan memotivasi orang tua pasien agar memperbaiki
dan menjaga kualitas dan kuantitas gizi anak sehari-hari di rumah agar kebutuhan
gizi anak tetap tepenuhi dengan baik dan anak memiliki daya tahan tubuh yang
baik sehingga tidak mudah terserang penyakit infeksi misalnya diare.

3.7 HASIL PENATALAKSANAAN MEDIS

Pada saat kunjungan (24 November 2018) pasien dalam keadaan baik, tidak ada
keluhan apapun.

Faktor pendukung :

 Pasien masih mengkonsumsi tablet zinc setiap hari meskipun sudah tidak diare
 Keluarga pasien mulai mengubah pola makan pasien sesuai yang dianjurkan

Faktor penghambat :

35
Keluarga pasien masih sulit mengubah kebiasaan perilaku hidup bersih dan sehat serta
higienitas dalam menyiapkan makanan anak

Indikator keberhasilan :

Adanya kesadaran penderita untuk teratur minum obat, periksa pemantauan tumbuh
kembang tiap bulan di puskesmas, perubahan perilaku hidup bersih dan sehat, dan
perubahan pola makan bergizi.

1.7 TABEL PERMASALAHAN PADA PASIEN

Tabel 4. Tabel Permasalahan Pada Pasien

No. Risiko & masalah Rencana pembinaan Sasaran


kesehatan

1. Pasien diare cair akut tanpa  Edukasi tentang pentingnya Keluarga


tanda dehidrasi rehidrasi dan zinc saat diare pasien
 Edukasi tentang tanda bahaya
diare dan kapan harus mencari
tenaga medis
 Edukasi tentang pentingnya
menjaga sumber air bersih,
higienitas makanan pasien
 Memotivasi keluarga pasien
agar selalu mengawasi
kebersihan makanan anak agar
anak tidak sering jajan
sembarangan.
 Mengajarkan pada ibu pasien
cara membuat cairan oralit dan
pemberiannya

36
3. Keluarga dan pasien belum  Mengajarkan cara cuci tangan Keluarga
menerapkan Perilaku Hidup menggunakan sabun pasien
Bersih dan Sehat  Mengajarkan bagaimana
persiapan dan higienitas
makan serta alat makan untuk
anak

1.8 IDENTIFIKASI FUNGSI KELUARGA


1. Fungsi Biologis
Pasien berusia 3 tahun dengan keluhan Demam 2 hari. Pasien belum pernah
mengalami keluhan serupa.

2. Fungsi Psikologis
Pasien tinggal bersama orang tua (ayah dan ibu) pasien . Hubungan antara
pasien dengan keluarga baik. Pola asuh di keluarga demokratis.

3. Fungsi Ekonomi
Pasien belum bekerja. Biaya kebutuhan sehari-hari pasien dipenuhi oleh ayah
dan ibu pasien. Pendapatan ayah pasien perbulan kurang lebih Rp. 1.500.000.
Pendapatan ibu pasien perbulan kurang lebih Rp. 1.000.000 Uang tersebut dipakai
untuk kebutuhan rumah tangga seperti listrik dan makan,sisanya ditabung untuk
biaya calon anak. Pasien mempunyai kartu BPJS PBI untuk berobat jika sakit.

4. Fungsi Pendidikan
Pasien belum bersekolah. Tahun depan pasien akan mulai bersekolah di PAUD.

5. Fungsi Religius
Pasien sejak kecil menganut agama Islam, orang tua dan keluarganya juga
menganut agama yang sama dan taat beribadah.

6. Fungsi Sosial dan Budaya


Pasien dan keluarga tinggal di jalan Mangunharjo RT02 RW02 Tembalang.
Keluarga pasien aktif dalam kegiatan di lingkungan dengan tetangga sekitar,

37
seperti arisan, pengajian dan PKK yang diadakan oleh ibu-ibu di lingkungan
tempat tinggalnya.

7. Fungsi Cinta Kasih


Pasien mendapat kasih sayang dari ayah, ibu .
8. Fungsi Reproduksi
Pasien belum menikah, belum menstruasi, dan belum menjalankan fungsi
reproduksi.

1.9 POLA KONSUMSI KELUARGA

Frekuensi makan rata-rata 3x sehari. Penderita biasanya makan di rumah. Jenis makanan
dalam keluarga ini cukup bervariasi. Variasi makanan dalam keluarga sebagai berikut : nasi,
lauk (tahu, tempe, telur, ayam), sayur hijau, air minum biasanya air putih atau teh. Pasien dan
keluarga mengaku jarang mengkonsumsi daging dan buah. Air minum berasal dari air PDAM
yang direbus. Pasien juga sering jajan makanan kecil di luar rumah.

1.10 PERILAKU KESEHATAN KELUARGA

Pasien merupakan seorang anak yang belum bekerja dan belum bersekolah. Urusan
pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci pakaian, dan membersihkan rumah
dilakukan oleh ibu pasien sebagai ibu rumah tangga. Bila ada anggota keluarga yang sakit,
yang pertama dilakukan adalah mengobati sendiri dengan obat warung, apabila tidak sembuh
diperiksakan ke Puskesmas, pembiayaan dengan BPJS. Apabila ada waktu luang keluarga
hanya menghabiskan waktu bersama berkumpul di rumah, ataupun ke rumah saudara yang
tinggal di desa tersebut, sesekali rekreasi. Pasien dan keluarga tidak memiliki hobi khusus.

1.11 IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN


1. Faktor Perilaku

Pasien dan keluarga pasien belum menyandari pentingnya kesehatan dan belum
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

2. Faktor Lingkungan
38
Tinggal dalam lingkungan yang padat penduduk. Atap rumah memiliki langit-
langit, dinding terbuat dari batu bata yang sudah di cat. Lantai dari keramik.
Kebersihan di dalam rumah kurang baik. Pencahayaan dan sirkulasi di dalam rumah
kurang baik. Sumber air minum berasal dari air PDAM yang direbus. Rumah
memiliki kamar mandi dan jamban sendiri. Pasien mandi dan buang air besar
menggunakan kamar mandi dan jamban sendiri. Sampah dibuang tempat
pembuangan sampah di luar rumah.

3. Faktor sarana pelayanan kesehatan


Terdapat Puskesmas Pembantu mangunharjo yang berjarak ±10m, waktu
perjalanan yang ditempuh dengan jalan kaki sekitar 1 menit. Bidan terdekat berjarak
sekitar 500 m dari rumah. Rumah Sakit terdekat RS Ketileng berjarak ± 2 km, waktu
perjalanan yang ditempuh kendaraan sekitar 10 menit.
4. Faktor keturunan
Terdapat keluarga pasien yaitu ibu pasien yang memiliki perawakan normal.

1.12 IDENTIFIKASI LINGKUNGAN RUMAH

Gambaran Lingkungan Rumah


Rumah pasien terletak di jalan Mangunharjo RT02 RW02 Tembalang, Semarang.
Dengan ukuran rumah 4 x 8 m2, 1 lantai. Ditempati oleh 3 orang. Secara umum gambaran
rumah terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga, dan 1 dapur dan 1 kamar
mandi di bagian belakang rumah. Kebutuhan ruang ideal perorang kurang dari 8 m2.

Atap rumah memiliki langit-langit, dinding terbuat dari batu bata yang sudah di
plester dan di cat. Lantai rumah keramik. Kebersihan di dalam rumah kurang.
Pencahayaan dan sirkulasi di dalam rumah kurang. Jendela terdapat pada depan rumah
(ruang tamu dan kamar tidur). Secara umum kondisi dalam rumah terasa agak
lembab.Tata letak barang di rumah cukup rapi tetapi berdebu.

Sumber air bersih berasal dari PDAM. Rumah memiliki kamar mandi dan jamban
sendiri. Pasien mandi dan buang air besar menggunakan kamar mandi dan jamban sendiri
namun jamban tidak sehat karena tidak terdapat septic tank, dan pembuangan jamban
langsung menuju ke sungai.

39
Dapur dan jamban hanya berjarak kurang lebih 1 meter. Kebersihan dapur kurang,
tidak ada lubang asap di dapur. Sampah dibuang di tempat pembuangan sampah.

R R
U KM DAPUR U
M M
A A
H H

T T
E E
T T
A KAMAR 1 KAMAR 2 A
N N
G G
Gambar 2. Denah Rumah
G G
A A

garasi
RUANG
Ruang
TAMU
makan
PINTU
DEPAN

TERAS

JALAN

Gambar 7. Denah Rumah

3.17 PEMBINAAN DAN HASIL KEGIATAN

Tabel 5.Pembinaan dan Hasil Kegiatan


40
Tanggal Kegiatan yang dilakukan Keluarga Hasil Kegiatan
yang terlibat

25 Melakukan anamnesis dan Pasien dan Mendapatkan diagnosis kerja


September pemeriksaan fisik kepada keluarga pasien dan penyebab
2018 pasien di rumah pasien pasien

27  Memberikan penjelasan Keluarga  Keluarga pasien dapat


September kepada keluarga pasien pasien memahami penjelasan
2018 mengenai penyakit pasien, yang diberikan
status gizi pasien, faktor
risiko, dan komplikasi yang
mungkin terjadi

 Memberikan penjelasan
keluarga pasien mengenai  Keluarga pasien dapat
tatalaksana demam tifoid memahami penjelasan
berupa rehidrasi dan tentang tatalaksana yang
antibiotik, pemberian diberikan, dan
selama 7-14 hari, dan tanda memahami kapan harus
bahaya yang harus segera segera ke pelayanan
ke pelayanan kesehatan kesehatan

 Memberikan penjelasan
kepada ibu pasien perlunya
menjaga kebersihan alat-alat
 Ibu pasien memahami
makan dan minum pasien,
penjelasan yang
mencuci tangan sebelum
diberikan tentang
menyiapkan makan, dan
kebersihan dan higienitas
higienitas makanan pasien
makanan anak

 Memberikan penjelasan
tentang pentingnya cuci

41
tangan dengan sabun, kapan
saat mencuci tangan, dan
 Keluarga pasien
memberikan contoh
memahami pentingnya
simulasi 6 langkah cuci
cuci tangan dan mampu
tangan dengan sabun
mempraktekkan 6
langkah cuci tangan
dengan sabun dengan
 Menganjurkan dan
benar
memotivasi keluarga pasien
agar memperbaiki pola
konsumsi makanan yang
 Keluarga pasien setuju
bergizi seperi yang sudah
untuk memperbaiki pola
dirancang dengan
konsumsi makanan yang
mengutamakan protein
bergizi
hewani, meningkatkan
lemak, dan meningkatkan
kuantitas makan untuk
mengejar pertumbuhan anak

 Menganjurkan kepada
keluarga pasien agar
menjaga higiene sanitasi
dan menerapkan perilaku
hidup bersih dan sehat

 Keluarga pasien setuju


untuk menjaga higiene
sanitasi dan menerapkan
perilaku hidup bersih dan
sehat

42
3.18 KESIMPULAN PEMBINAAN KELUARGA

a. Tingkat pemahaman:
Pemahaman terhadap pembinaan yang dilakukan cukup baik.

b. Faktor pendukung :

 Penderita dan keluarga mau menerima informasi yang diberikan, merasa ingin tahu,
dapat memahami dan menangkap penjelasan yang diberikan tentang diare dan status
gizi anak

 Keluarga yang kooperatif dan adanya keinginan untuk hidup sehat.

c. Faktor penyulit : -
d. Indikator keberhasilan : pasien mengetahui faktor risiko demam tifoid dan kaitannya
dengan status gizi anak serta berbagai komplikasi yang terjadi serta mengetahui
pentingnya perubahan poladiet dan perilaku hidup bersih dan sehat

43
.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan
Penatalaksanaan pasien anak usia 3 tahun dengan demam 2 hari, diare akut tanpa
tanda dehidrasi dilakukan pendekatan kedokteran keluarga adalah sebagai berikut:

R/Zinc syr fl no 1

 1 dd cth 1

R/Paracetamol syr fl no 1

 1 dd cth 11/2

R/Chloramfenicol syr fl no I

 4 dd cth 11/2

R/Antasid tab no V

Vit BC tab no V

M f Pulv no X

44
 3 dd pulv 1

Terapi edukasi :

.
 Menjelaskan kepada orang tua bahwa anak perlu diberikan paracetamol untuk tujuan
menurunkan demam pada anak dan rehidrasi minum sedikit demi sedikit namun sering.
Jika anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian berikan lagi lebih lambat
 Menjelaskan kepada ibu bahwa antibiotik Chloramfenikol harus dikonsumsi hingga 7-
14 hari sekalipun nantinya diare sudah sembuh
 Menjelaskan kepada ibu bahwa tablet zinc harus dikonsumsi hingga 10-14 hari
sekalipun nantinya diare sudah sembuh.
 Menjelaskan pada ibu perlunya menjaga kebersihan diri dan alat-alat makan dan minum
dengan cara cuci tangan sebelum membuat susu dan menyiapkan makan serta
menggunakan alat-alat makan dan minum yang sudah dicuci bersih.
 Menjelaskan kepada ibu mengenai tanda-tanda dehidrasi seperti rewel, kehausan, mata
cekung, menangis tidak keluar air mata, bibir kering. Bila anak diare disertai muntah
berulang, anak tampak kehausan sebaiknya segera dibawa ke puskesmas atau klinik
atau RS terdekat.
 Pola diet yang dirancang yaitu meningkatkan kuantitas makan anak menjadi lebih
sering diselingi dengan makanan kecil serta meningkatkan kualitas makan anak dengan
mengutamakan pemberian protein hewani (ayam, daging, ikan) serta menambahkan 1
sendok minyak ke makanan anak sebagai sumber lemak. Susu yang diberikan anak
dapat diganti menjadi susu tinggi kalori dan diberikan dalam frekuensi lebih sering (5x
sehari) dengan volume ditingkatkan.

 Pembinaan terhadap pasien dan keluarga

1. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang demam, diare dan status gizinya,
meliputi faktor risiko yang ada pada pasien dan penatalaksanaannya.
2. Memotivasi keluarga pasien untuk bersama-sama memperhatikan status gizi
anak dan memperbaiki pola makan anak
3. Memotivasi pasien untuk mengubah perilaku hidup bersih dan sehat

45
4.2 Saran

Untuk menurunkan angka kematian anak akibat diare diperlukan pendekatan


keluarga dalam menatalaksana pasien secara komprehensif.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Dasar RK. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2013.
Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI. 2013.
2. Coulston AM, Rock CL, Monsen ER, King Janet(Ed.). Nutrition in the Prevention and
Treatment of Disease. USA: Academic Press; 2003.303.
3. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2011.
4. Departemen Kesehatan RI. Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare. 2011. Jakarta
: Depkes
5. IDAI UKK Gastro-Hepatologi. Modul Pelatihan Diare. Yogyakarta: IDAI; 2009.
6. Subagyo B. Santoso N. Diare akut. Jullie 0, Soenarto SS, Oswari H, Ariel S, 5osalina
I, Sri Mulyani N, editors Buku Ajar Gastroenterologi Hepatologi. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI. 2010:87.
7. Kementrian Kesehatan Diare Republik Indonesia. Situasi Diare Di Indonesia [Internet].
2011 [cited 2015 Mar 18]. Available from: Kementrian Kesehatan RI
8. Soenarto Y, Aman AT, Bakri A, Waluya H, Firmansyah A, Kadim M, et al. Burden of
Severe Rotavirus Diarrhea in Indonesia. Journal of Infectious Diseases.
2009;200(Supplement 1):S188-S94
9. IN K. Upaya Pencegahan Diare Ditinjau dari Aspek Kesehatan Masyarakat. Dalam:
Kongres Nasional II BKGAI Bandung: BKGAI. 2003:29-43.
10. Kementrian Kesehatan RI. Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta : Kementrian
Kesehatan RI; 2015.
11. Praktek Klinis Ilmu Kesehatan Anak. RI, RSUP Dr. Kariadi Semarang Kementeriaan
Kesehatan; 2015.
12. Anies. Kedokteran Keluarga: Pelayanan Kedokteran yang Berprinsip Pencegahan.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2014

47
LAMPIRAN 2. Dokumentasi Kunjungan Rumah

Pengisian
identitas,
kuesioner, dan
anamnesis ibu
pasien

Wawancara dan
edukasi bersama
keluarga

48
Gambar kondisi rumah pasien

49
50
51
52
53

Anda mungkin juga menyukai